• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Ayam bukan ras (Ayam Buras) merupakan salah satu sumber plasma. nutfah hewan Indonesia. Ayam buras yang dikembangkan masyarakat Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Ayam bukan ras (Ayam Buras) merupakan salah satu sumber plasma. nutfah hewan Indonesia. Ayam buras yang dikembangkan masyarakat Indonesia"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

Ayam bukan ras (Ayam Buras) merupakan salah satu sumber plasma nutfah hewan Indonesia. Ayam buras yang dikembangkan masyarakat Indonesia memiliki karakteristik yang relatif homogen. Ayam - ayam tersebut diberi nama berdasarkan nama daerah atau ciri khas yang dimilikinya. Potensi ayam bukan hanya pada produksi daging dan telurnya namun ada beberapa bangsa pada unggas yang dipelihara untuk tujuan kesenangan. Sesuai dengan fungsinya sebagai hewan kesayangan, beberapa kelompok ternak ayam dipelihara untuk dinikmati keindahan bulu atau bentuk tubuhnya, kemerduan suaranya, keunikan bentuk tubuhnya, untuk menghilangkan kejenuhan, dan menghilangkan stres.

Suara pada ayam dapat dijadikan sebagai penanda individu karena setiap individu mempunyai karakteristik suara yang berbeda. Suara kokok pada ayam jantan merupakan salah satu potensi yang bernilai ekonomi. Ternak ayam yang memiliki suara khas dikelompokkan sebagai ternak ayam penyanyi dan memiliki kisaran harga yang cukup tinggi, bahkan satu ekor ayam penyanyi setara dengan satu unit mobil mewah tergantung dari kualitas dan keunikan suaranya. Ayam penyanyi memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Beberapa jenis ayam lokal tipe penyanyi yang ada di Indonesia yaitu ayam Kokok Balenggek (AKB) dari Sumatera Barat, ayam Pelung dari Jawa Barat, serta ayam Bekisar dari Jawa Timur.

Di propinsi Sulawesi Selatan terdapat ayam Lokal yang memiliki karakter kokok yang khas. Ayam tersebut dikenal dengan nama ayam Gaga’. Ayam Gaga’ termasuk dalam kategori unggas yang dilindungi, keberadaannya masih

(2)

2 langka, dan termasuk salah satu plasma nutfah ternak khas Sulawesi Selatan. Ayam Gaga’ dahulu hanya dipelihara dan berkembang biak di lingkungan bangsawan Bugis sebagai simbol status sosial. Secara fisik, baik perawakan maupun bulunya ayam Gaga’, hampir sama dengan ayam Kampung. Keunikannya terdapat pada suara di penghujung kokok yang terdengar seperti suara ketawa manusia sehingga dikenal sebagai ayam Ketawa.

Bioakustik merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik suara, mulai dari organ penghasil suara, fungsi suara, fisiologi suara, dan analisis suara. Dibandingkan dengan ilmu lainnya, kajian bioakustik belum berkembang dengan baik. Sound Forge Xp 10 merupakan salah satu perangkat lunak komputer yang dapat digunakan dalam menganalisis suara dan sering digunakan dalam proses penyuntingan musik.

Parameter yang menjadi penilaian pada kontes ayam Gaga’ yaitu durasi kokok dan jumlah suku kata yang dihasilkan tiap tipe ayam Gaga’ yang diperlombakan. Proses penjurian kontes ayam Gaga’ pada umumnya didasarkan atas ketajaman indra pendengar dari juri kontes ayam Gaga’, sehingga tingkat keakuratan hasil kontes masih rendah.

Salah satu kendala bagi usaha pelestarian ayam Gaga’ asal Sulawesi Selatan yaitu kurangnya informasi dan penelitian ilmiah mengenai sifat bioakustik dari ayam tersebut. Selain itu proses penjurian pada kontes ayam Gaga’ masih sangat bersifat subjektifitas dan belum terukur secara kuantitatif.

Tujuan penelitian ini diharapkan dapat; 1) mengetahui karakter bioakustik ayam Gaga’ agar dapat dijadikan informasi dasar untuk penggolongan ayam

(3)

3 Gaga’ menjadi ayam tipe penyanyi serta informasi untuk pelestarian dan pemuliaan ayam Gaga’, 2) meningkatkan kualitas penjurian kontes ayam Gaga’

Kegunaan penelitian ini yaitu hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai 1) informasi tentang karakteristik dan kualitas bioakustik ayam Gaga’, 2) membantu proses penjurian saat kontes ayam Gaga’.

(4)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Mengenal Ayam Buras

Ayam buras merupakan hasil domestikasi dari jenis ayam hutan merah. Martojo (1992) menyatakan bahwa nenek moyang ayam buras yang ada di Indonesia berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus). Pendapat tersebut diperkuat oleh Crawford (1990) yang menyatakan bahwa ayam hutan merah (Red jungle Fowl) merupakan nenek moyang dari ayam domestikasi (Gallus gallus domestikus) saat ini. Pendapat tersebut didasarkan pada hasil penelusuran bahwa ayam buras Indonesia memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan ayam hutan merah (Gallus gallus) dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus varius). Namun demikian, adanya impor berbagai jenis bangsa ayam ke Indonesia, sejak zaman Hindia Belanda mengakibatkan keaslian genetik ayam lokal tercemar sehingga diperkirakan ayam Buras yang ada sekarang hanya memiliki gen asli sebanyak 50%. Ayam hutan merah di Indonesia ada dua macam yaitu ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) (Mansjoer, 1981).

Tipe- Tipe Ayam Buras

1. Tipe ayam Buras Petelur

Ayam Buras petelur adalah ayam-ayam Buras betina yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Umumnya produksi telur ayam Buras tidak sebanding dengan produksi telur ayam Ras. Beberapa ayam Buras yang memiliki produksi

(5)

5 telur tinggi diantaranya yaitu ayam Arab 190-250 butir/tahun, ayam Cemani 215 butir/tahun, dan ayam Sentul 13-20 butir/periode (Rusfidra, 2004).

2. Tipe Ayam Buras Pedaging

Tipe pedaging pada ayam Buras dapat diketahui dari kemampuan ayam tersebut mengonversi pakan menjadi daging. Beberapa ayam Buras penghasil daging yaitu ayam Nunukan, ayam Pelung, dan ayam Bangkok (Jatmiko, 2001). 3 Tipe Penyanyi / Suara

Ayam lokal yang potensial sebagai ayam penyanyi adalah ayam Pelung, ayam Kokok Balenggek, dan ayam Bekisar. Ke-3 bangsa ayam lokal tersebut memiliki suara kokok merdu, enak didengar, dan masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda satusama lainnya.

a. Ayam Kokok Balenggek (AKB)

Ayam Kokok Balenggek (AKB) merupakan ayam penyanyi yang berasal dari Sumatera Barat. Populasi AKB berkembang di Kecamatan Payung Sakaki dan Tigo Lurah, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

AKB merupakan hasil persilangan antara ayam hutan merah (Gallus gallus) dengan ayam buras (Gallus domesticus). Menurut legenda dan cerita yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dari Kecamatan Payung Sakaki Kabupaten Solok, AKB merupakan turunan dari ayam yang menjadi binatang kesayangan anak Nagari pada zaman kerajaan Minangkabau dahulu. Kini AKB sudah dipelihara oleh masyarakat di luar habitatnya di Kecamatan Payung Sakaki Kabupaten Solok dan menyebar ke berbagai kabupaten dan kota di Sumatera Barat, bahkan sudah banyak yang dipelihara ke luar Propinsi

(6)

6 Sumatera Barat. Pada umumnya ayam ini dipelihara sebagai ayam hias/hewan kesayangan yang dikandangkan dan diperlakukan secara khusus seperti hewan kesayangan lainnya (Rusfidra, 2005).

Berdasarkan ukuran tubuhnya AKB dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu a) AKB yang berukuran besar dan penduduk di lokasi habitat aslinya menyebut sebagai ayam Gadang, b) ayam Ratiah yaitu ayam yang berukuran lebih kecil. Untuk memperkenalkan AKB kemasyarakat di luar Sumatera Barat, ayam ini biasanya juga dibawa sebagai materi/produk unggulan di bidang peternakan Sumatera Barat dalam berbagai kesempatan yang dilaksanakan secara nasional seperti di Jakarta dan tempat-tempat lainnya.

Karakteristik khas AKB adalah suara kokoknya yang bertingkat-tingkat, bersusun-susun dari 3-21 suku kata atau lebih. Pengelompokan suku kata kokok AKB menjadi tiga bagian, yaitu kokok depan, kokok tengah dan kokok belakang. Kokok depan dimulai dari suku kata pertama, kokok tengah terdiri dari suku kata kokok kedua dan ketiga, dan kokok belakang dihitung dari suku kata keempat sampai suku kata terakhir. Kokok bagian belakang disebut lenggek kokok (Rusfidra, 2005).

b. Ayam Pelung.

Ayam Pelung berasal dari Kecamatan Warungkondang, Kab. Cianjur. Ayam jenis ini mulai dipelihara dan dikembangkan tahun 1850 oleh para bangsawan dan ulama. Berdasarkan penelusuran ilmiah, ayam Pelung diduga merupakan turunan ayam hutan merah yang terdapat di Pulau Jawa. Hal ini kemudian diperkuat oleh riset molekuler yang dilaporkan oleh Fumihito, dkk

(7)

7 (2003) yang menyatakan bahwa ayam domestik yang berkembang sekarang di seluruh dunia berasal dari turunan ayam hutan merah (Gallus gallus) (Jatmiko, 2001).

Dengan semakin bertambahnya penggemar ayam Pelung maka penyebarannyapun semakin meluas ke berbagai daerah sekitar Bandung, Bogor, Sukabumi, dan daerah lainnya. Kontes ayam pelung juga semakin marak diadakan baik oleh institusi pemerintah maupun inisiatif perhimpunan penggemar ayam pelung (Achmad, 2005).

Ayam Pelung memiliki suara kokok merdu. Suara kokoknya sangat khas, mengalun panjang, besar, dan mendayu-dayu. Durasi kokok ayam Pelung cukup panjang, dapat mencapai waktu 10 detik bahkan lebih. Dengan kemampuan durasi kokok yang panjang ayam Pelung dapat dikelompokkan kedalam ayam berkokok panjang (long crow fowl) (Achmad, 2005).

c. Ayam Bekisar

Ayam Bekisar adalah hasil perkawinan antara ayam hutan hijau jantan (Gallus varius) dan ayam kampung/ayam buras betina (Gallus gallus domesticus). Ciri-ciri khusus dari ayam Bekisar yang paling menonjol adalah bentuk bulu leher yang ujungnya bulat/lonjong bukan lancip (Fumihito, Miyake, Takada, Shingu and Endo, 1994).

Menurut Sarwono (1995) Ayam Bekisar memiliki suara kokok melengking dan sangat keras, bahkan suara kokoknya masih dapat terdengar sejauh 1 mil. Ayam Bekisar biasanya memiliki suara kokok berirama, lurus, dan panjang. Kokoknya terdiri atas dua bagian, yaitu kokok depan dan

(8)

8 belakang. Suara depan memiliki nada rendah, besar, tebal, panjang, dan bersih, sedangkan kokok belakang memiliki nada tinggi, tebal, panjang, lurus, dan bersih.

Ayam Gaga’ Tipe Ayam Penyanyi Asal Sulawesi Selatan

Ayam Gaga’ merupakan plasma nutfah ternak unggas Indonesia dan termasuk ayam Buras lokal tipe penyanyi asal daerah kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan yang masih alami dan belum ada informasi ilmiah untuk karakter genetiknya. Ayam Gaga’ berbeda dengan ayam kampung yang selama ini dikenal oleh masyarakat umum. Namun secara fisik ayam tersebut hampir sama dengan ayam lainnya. Di daerah asalnya (Sidrap, Kab. Sulawesi-Selatan) ayam ini disebut Ayam Gaga’, tetapi karena suara kokoknya seperti orang ketawa, maka ayam ini biasa juga disebut Ayam Ketawa. Ayam Gaga’ menyebar dari daerah Sidrap keseluruh wilayah Sulawesi Selatan bahkan saat ini, penyebaran ayam Gaga’ sampai lintas pulau yaitu Jawa dan Kalimantan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kontes ayam Gaga’ yang sering dilakukan sehingga memikat hati para pencinta ayam Gaga’ untuk dipelihara sebagai ayam Penyanyi. Ayam Gaga’ dipelihara berdasarkan dari kesukaan para peternak baik dari segi warna bulu, postur tubuh, dan karakteristik suara.

Jenis-Jenis Ayam Gaga’ a. Berdasarkan warna Bulunya;

 Jenis ayam Bakka, yaitu ayam Gaga’ yang warna dasar putih mengkilap dengan dihiasi warna hitam, oranye, merah dan kaki hitam atau putih.

(9)

9  Jenis ayam Lappung, yaitu ayam Gaga’ warna dasar bulu hitam

dengan merah hati dan mata putih.

 Jenis ayam Ceppaga, yaitu ayam Gaga’ warna dasar hitam dengan dihiasi bulu hitam dan putih ditambah bentuk putih di badan sampai pangkal leher dan kaki hitam.

 Jenis ayam Koro, yaitu ayam Gaga’ warna dasar hitam dihiasi hijau, putih, dan kuning mengkilat dan kaki kuning atau hitam.

 Jenis ayam Ijo Buata, yaitu ayam Gaga’ warna dasar hijau dihiasi merah, diselingi warna hitam di sayap dan kaki warna kuning.

 Jenis Bori Tase’, yaitu ayam Gaga’ warna dasar bulu merah dan dihiasi bintik bintik kuning keemasan.

b. Berdasarkan Suaranya

 Ayam Gaga’ tipe Slow yaitu interval nadanya kurang rapat dan iramanya lambat antara nada awal dengan nada berikutnya.

 Ayam Gaga’ tipe Dangdut yaitu interval nadanya rapat, irama cepat, dan umumnya durasi kokoknya panjang.

Kajian Bioakustik pada Ayam Tipe Penyanyi

Bioakustik adalah ilmu biologi terapan yang mempelajari karakteristik suara, organ penghasil suara, fungsi suara, fisiologi suara, dan analisis suara. Pada bangsa unggas, ada dua tipe suara, yaitu call dan song. Suara call digunakan untuk berkomunikasi antar sesama, sebagai isyarat adanya musuh, saat terkejut, dan saat menemukan makanan. Suara song merupakan tipe suara untuk menyatakan daerah kekuasaan (territorial) dan sebagai atraksi untuk memikat

(10)

10 unggas betina yang akan dikawininya. Selain itu, suara dijadikan sebagai indikator kesejahteraan hewan (animal welfare), ekspresi emosional, status fisiologi hewan, penanda individu dan kegiatan taksonomi hewan (sonotaksonomi) (Rusfidra, 2005).

Proses Fisiologis Organ Penghasil Suara pada Unggas

Ayam memiliki empat pasang kantomg udara, terletak dari leher sampai abdomen, dan salah satu kantong tunggal terletak di rongga dada (toraks). Hal tersebut dapat terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kantong Udara pada Sistem Pernafasan Unggas ( Sumber: Caceci, 1995)

Saat inspirasi otot-otot abdominal dikendorkan (relax) dan bagian belakang sternum diturunkan, udara disedot melalui paru-paru ke dalam kantung udara abdominal. Jika otot-otot abdominal berkontraksi maka udara akan tertekan dan

(11)

11 terus keluar (ekspirasi) melalui paru-paru. Otot-otot pernafasan berkontraksi aktif selama proses inspirasi dan ekspirasi (Tanudimadja, 1974).

Pada bangsa unggas, suara diproduksi oleh syring atau kotak suara yang terdapat pada persimpangan antara trakhea dengan bronkus. Pada syring terdapat sepasang membran tymphani medial (MTM), yaitu selaput getar dan menghasilkan bunyi jika dilewati oleh udara pada saat ekspirasi. Pada sebagian besar unggas, selaput ini berupa organ yang sederhana, namun ia merupakan selaput yang kompleks pada unggas tipe penyanyi (Young, 1986).

Gambaran Umum tentang Sound Forge xp 10

Sound Forge xp adalah salah satu produk audio dari perusahaan sony. Sound forge xp berfungsi untuk pemotongan audio, menyambung audio, memberi efek audio, membesarkan volume, compressing audio, editing equalizer, dan converting format audio. Analisis suara kokok dengan memanfaatkan berbagai perangkat lunak sound forge xp 10 dan spectrogram 6,4 dapat membantu proses penjurian pada kontes ayam Gaga’. Dengan melakukan analisis suara kokok dan menvisualisasikannya, maka proses penjurian dapat dilakukan secara objektif, transparan, terukur, dapat diulang, dan tingkat tingkat akurasi yang baik. Visualisasi suara kokok ditampilkan dalam bentuk waveform berupa suara kokok dalam bentuk grafik. Sumbu X adalah dimensi waktu (detik) dan sumbu Y adalah dimensi frekuensi (kHz). Waveform berguna untuk menggambarkan pola kokok (Anderson, 2010).

(12)

12 Gambar 2. Tampilan Layar Sound Forge xp 10 (Anderson, 2010).

(13)

13

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2012 di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut dipilih karena daerah Sidrap merupakan pusat populasi terbanyak ayam Gaga’ dan merupakan daerah asal-usul ayam Gaga’.

Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 287 ekor ayam Gaga’ jantan masing-masing 163 ekor ayam Gaga’ tipe Dangdut (33 ekor kelas panjang, 130 ekor kelas pendek) dan ayam tipe Slow berjumlah 124 ekor.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sangkar ayam individu, satu set alat perekam suara, stopwatch, batu baterai dan satu set komputer yang dilengkapi program analisis suara (Sound Forge xp 10).

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap diantaranya ialah: a) Persiapan ayam penelitian

Ayam Gaga’ jantan berumur lebih dari 2 tahun yang dijadikan sampel dipilih secara acak sebanyak 287 ekor. Seluruh ayam Gaga’ tersebut dipastikan dalam keadaan sehat dan tiap ekor ayam diletakkan dalam sangkar berukuran 80 X 60 X 60 cm untuk mempermudah dalam pengambilan data penelitian.

(14)

14 b) Analisis Suara Kokok

1. Kegiatan merekam suara kokok menggunakan alat perekam suara.

2. Melakukan digitalisasi rekaman suara kokok ke komputer menggunakan program Sound forge xp 10.

3. Analisis suara kokok untuk visualisasi, gelombang suara, durasi kokok, dan frekuensi kokok.

4. Interpretasi hasil analisis suara kokok.

Parameter yang Diukur

Ayam Gaga’ dikelompokkan berdasarkan perbedaan irama menjadi tipe dangdut dan tipe slow. Ayam tipe dangdut terbagi pula berdasarkan durasi kokok menjadi kelas panjang (> 10 detik) dan kelas pendek (< 10 detik)

Karakteristik suara kokok ayam Gaga’ yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari beberapa kriteria yaitu:

1. Jumlah Suku kata kokok

a. Jumlah suku kata kokok gelombang ke- 1 adalah suara kokok yang merapat antara suku kata ku dengan suku kata ku berikutnya dari suara kokok gelombang ke-1.

b. Jumlah suku kata kokok pada gelombang ke- 2 adalah total suku kata suara kokok setelah kokok gelombang ke-1 hingga kokok berakhir. 2. Durasi Kokok

a. Durasi kokok gelombang ke-1 adalah lama waktu berkokok (detik) yang dihasilkan dari suara kokok pada gelombang ke-1.

(15)

15 b. Durasi kokok gelombang ke- 2 adalah lama waktu berkokok (detik)

yang dihasilkan dari suara kokok pada gelombang ke-2.

Analisis Data

Data yang didapat pada penelitian ini dianalisis secara deskriptif, dihitung nilai rataan dan standar deviasi (Sudjana, 2005).

(16)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’

Ciri khas yang membedakan ayam Gaga’ dengan ayam Buras tipe penyanyi seperti ayam Pelung dan ayam Kokok Balenggek adalah bioakustik suaranya. Ayam Gaga’ memiliki karakteristik suara yang mirip orang yang sedang tertawa, sehingga dikenal sebagai ayam Ketawa sedangkan ayam Pelung memiliki suara yang panjang melengkung (Jatmiko, 2001), dan ayam Kokok Balenggek memiliki suara lenggek (bertingkat) (Rusfidra, 2005).

Suara berkokok pada ayam terjadi jika udara pada paru-paru melewati memran tympani formis internus dan memran tympani externus yang berhubungan dengan dinding lateral bronkus. Variasi suara umumnya disebabkan oleh perbedaan kotak suara unggas yang terdapat pada siring atau trakea bagian bawah, letaknya antara trakea yang bercabang dan kedua bronkus. Ayam tipe penyanyi memiliki selaput penggetar sekunder pada dinding dorsal yang bertautan dengan tembolok oleh jaringan ikat berfungsi sebagai resonator suara (Tanudimadja, 1974).

Perbedaan suara nyanyian/song pada ayam jantan disebabkan karena eskpresi vokalisasi ayam pada daerah di otak yang bertanggung jawab terhadap produksi song (Jackman, 2003). Song merupakan perilaku yang kompleks sebagai hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan. Brenowitz et al. (2003) menjelaskan bahwa pada ayam, suara song hanya diproduksi pada ayam jantan. Pada ayam jantan suara kokok termasuk suara tipe song dan merupakan karakteristik seks sekunder. Sifat berkokok biasanya baru muncul setelah dewasa

(17)

17 kelamin mulai berumur 18 minggu yang ditandai oleh munculnya taji pada ayam dan dipengaruhi oleh hormon testosteron. Siklus song terjadi sepanjang hari (pagi, siang, sore dan malam).

Tipe Suara Ayam Gaga’

Karakteristik suara ayam Gaga’ tipe Slow umumnya memiliki irama agak pelan dengan jumlah suku kata lebih sedikit dibanding Ayam Gaga’ tipe Dangdut. Ayam Gaga’ tipe Dangdut yang diperoleh dilapangan memiliki variasi rentang durasi kokok yang tinggi sehingga Ayam Gaga’ tipe Dangdut dibagi menjadi dua kelas yaitu dangdut kelas panjang yang memiliki durasi kokok lebih dari 10 detik dan dangdut kelas pendek yang memiliki durasi kokok kurang dari 10 detik.

Karakteristik bioakustik pada ayam Gaga’ dari tipe Dangdut dan tipe Slow disajikan pada Tabel 1.

Tabel. 1 Rataan Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’

No Parameter Tipe Dangdut Tipe Slow

n=124 Ekor Kelas Panjang n= 33 Ekor Kelas Pendek n=130 Ekor

1. Durasi Kokok (Detik) 30.83 ±19.67 4.20 ±1.80 3.68±1.08 - Durasi Kokok Gelombang I

(Detik)

0.91±0.38 0.98±0.61 1.11±0.62

- Durasi Kokok Gelombang II (Detik)

29.89 ±19.77 3.21 ±1.78 2.65 ±1.06

2. Jumlah Suku Kata 143.97±97.65 21.36±9.69 8.35 ±2.65

- Jumlah Suku Kata Gel. I 2.21±0.74 2.66 ±0.77 2.49 ±0.67 - Jumlah Suku Kata Gel. II 141.79±97.95 18.46 ±9.70 5.91±2.46

(18)

18

1. Durasi Kokok

Durasi kokok pada ayam dihitung mulai ayam berkokok sampai selesai berkokok. Ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas panjang (30,83 detik), kelas pendek (4,20 detik), dan tipe Slow (3,68 detik) memiliki durasi kokok lebih lama dibandingkan dengan ayam Buras (2,28 detik) (Nurningsih, 2010) dan ayam Kokok Balenggek (3,018 detik) (Rusfidra, 2005) serta, durasi kokok ayam Pelung (3,0 – 8,9 detik ) (Jatmiko, 2001) masih lebih pendek dibandingkan ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas panjang dan kelas pendek. Selain itu, durasi kokok ayam Gaga’ tipe dangdut kelas panjang ternyata masih unggul dibandingkan Ayam Toutenko Toumaru dan Koeyoshi dari Jepang yang terkenal sebagai tipe penyanyi suara panjang dengan rataan durasi kokok 15 detik (Tsudzuki, 2003). Adanya perbedaan durasi dari beberapa tipe ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik, cara pemeliharaan, perawatan, kondisi kesehatan, dan jenis pakan yang diberikan (Achmad, 2005).

Karakteristik suara ayam Gaga’ terdiri dari dua bagian yaitu gelombang I dan gelombang II. Gelombang I merupakan suku kata yang dihasilkan pada ayam saat melakukan ancang-ancang berkokok sedangkan gelombang II dikenal oleh masyarakat Sulsel dengan sebutan jumlah ketukan.

Ilustrasi suara gelombang I dan gelombang II pada ayam Gaga’ disajikan pada Gambar 1.

(19)

19 a 1 2 3 b 4 5 6 7 8 9 10 11 12 c

Gambar 3. Perbedaan diagram bioakustik gelombang I dan gelombang II pada ayam Gaga’.

Ket: a-b = Gelombang I b-c = Gelombang II

1, 2, 3, ...= Jumlah suku kata ( 12 suku kata) Durasi kokok (4,332 detik)

1,2,3 = Jumlah suku kata Gelombang I ( 3 suku kata) Durasi kokok Gelombang I (1,141 detik) 4,5,6,..12= Jumlah suku kata Gelombang II ( 9 suku kata) Durasi kokok Gelombang II (3,191 detik)

Suara kokok ayam Kokok Balenggek memiliki suara kokok depan terdiri atas suku kata pertama, suara kokok tengah terdiri atas suku kata kedua dan ketiga, dan suara kokok ujung disebut lenggek kokok terdiri atas suku kata keempat sampai suku kata terakhir. Ayam pelung memiliki tiga suku kata kokok, terdiri atas suara awal (angkatan), suara tengah dan suara akhir (tungtung) sedangkan suara kokok ayam Bekisar terkelompok dalam kokok depan dan kokok belakang (Rusfidra, 2005).

a. Durasi Kokok Gelombang I

Durasi kokok gelombang ke-1 adalah lama waktu berkokok (detik) yang dihasilkan dari suara kokok pada gelombang ke-1. Pada tabel.1 terlihat bahwa rataan durasi kokok gelombang I pada ayam Gaga’ tipe

(20)

20 Slow lebih lama (1,11 detik) dibanding ayam Gaga tipe Dangdut kelas panjang (0,91 detik) dan ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas pendek (0.98 detik). Hal tersebut disebabkan karena irama suara ayam Gaga’ tipe Slow lebih pelan dibandingkan ayam Gaga’ tipe Dangdut. Suara kokok pada gelombang I merupakan ancang-ancang kokok pada awal ayam berkokok untuk melanjutkan kekokokan gelombang ke II.

b. Durasi Kokok Gelombang II

Durasi kokok gelombang II adalah lama waktu berkokok (detik) yang dihasilkan dari suara kokok pada gelombang II. Durasi kokok ayam tipe Dangdut (29,89 detik dan 3,21 detik) pada gelombang ke- 2 lebih lama dibandingkan dengan tipe ayam Slow (7,65 detik). Panjang durasi kokok gelombang II dipengaruhi oleh masa berlatih. Kemampuan sifat berkokok pada ayam penyanyi tidak diturunkan secara genetik namun diwariskan secara kultural melalui fase berlatih berkokok sebagaimana menurut (Solis et al, 2000) bahwa masa berlatih berkokok pada ayam terjadi dalam dua fase, yaitu fase sensory dan fase sensorimotor. Selama fase sensory, ayam jantan muda akan melihat pejantan lebih tua yang berperan sebagai tutor. Ayam jantan muda akan merekam suara tutornya. Pada fase sensory, organ yang mengatur produksi suara yang disebut song control region (SCR) mengalami perkembangan yang pesat. Fase sensorimotor terjadi setelah ayam jantan mengalami dewasa kelamin. Saat inilah ia mulai bernyanyi dan berlatih terus menerus hingga ia menjadi ayam penyanyi yang mahir. Hal ini kemudian diperkuat oleh Marler dan Doupe (2000) yang

(21)

21 menyatakan bahwa sifat nyanyian pada ayam jantan merupakan perilaku berlatih yang diwariskan secara kultural (culturally inherited traits).

2. Jumlah Suku Kata

Jumlah suku kata kokok adalah suara kokok yang mengelompok dalam sebuah kelompok suara yang rapat dan antara setiap suku kata terdapat fragmentasi yang jelas. Hal tersebut dapat terlihat dengan jelas dan mudah melalui analisis suara menggunakan Sound Forge xp 10 berupa gelombang suara yang jelas. Pada Tabel. 1 terlihat perbedaan rataan jumlah suku kata yang jelas antara Ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas pendek(21,36 detik), tipe Dangdut kelas panjang(143,97 detik), dan Ayam Gaga’ tipe Slow (8,35 detik). Ayam Gaga’ tipe Dangdut memiliki jumlah suku kata lebih banyak dibanding ayam Gaga’ tipe Slow.

a. Jumlah Suku Kata Gelombang I

Jumlah suku kata kokok gelombang ke-1 adalah suara kokok yang merapat antara suku kata ku dengan suku kata ku berikutnya dari suara kokok gelombang ke-1. Ayam Gaga’ pada semua tipe menghasilkan jumlah rataan suku kata pada gelombang I yang relatif sama yaitu 2 suku kata. Pada ayam Kokok Balenggek didapatkan jumlah suku kata sebanyak 3 suku kata terdiri dari kokok depan dan kokok tengah (Rusfidra, 2004). Pada ayam Pelung tidak terdapat interval yang jelas diantara suku kata, namun terjadi perubahan volume suara diantara suara awal dengan suara tengah dan diantara suara tengah dengan suara akhir (Jatmiko, 2001).

(22)

22

b. Jumlah Suku Kata Gelombang II

Jumlah suku kata kokok pada gelombang II adalah total suku kata suara kokok setelah kokok gelombang ke-1 hingga kokok berakhir. Dalam bahasa lokal masyarakat Sulawesi dikenal sebagai jumlah ketukan sedangkan masyarakat Sumatra Barat mengistilahkan dengan sebutan lenggek/tingkatan.

Ayam Gaga’ tipe dangdut memiliki jumlah suku gelombang II yang lebih banyak dibandingkan ayam Gaga’ tipe Slow. Hal ini terutama terlihat pada ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas panjang yang memiliki rataan mencapai 141,79 suku kata. Kondisi ini melebihi kemampuan ayam Kokok Balenggek yang hanya memiliki 19 suku kata. Namun jumlah suku kata ayam Kokok Balenggek dengan ayam Gaga’ tipe Dangdut kelas Pendek hampir sama yaitu (19 suku kata vs 18,4 suku kata).

Pemanfaatan Sound Forge Xp 10 pada Kontes Ayam Penyanyi

Kriteria ayam juara pada kontes ayam Gaga’ yaitu ayam yang menghasilkan jumlah suku kata terbanyak dan durasi kokok yang terlama dari masing-masing tipe ayam Gaga’ yang diperlombakan (tipe Dangdut dan tipe slow). Penggunaan program Sound Forge Xp 10 dapat memudahkan, menvisualkan, dan meningkatkan objektifitas dan akurasi saat penilaian durasi kokok dan jumlah suku kata ayam Gaga’. Oleh karena itu pemanfaatan perangkat tekhnologi berupa program Sound Forge Xp 10 memperkecil faktor subjektifitas penilaian saat kontes suara kokok ayam penyanyi, terutama ayam Gaga’ yang memiliki jumlah suku kata yang lebih banyak dan durasi kokok yang lebih

(23)

23 panjang dan rapat dibandingkan ayam tipe penyanyi lainnya di Indonesia seperti ayam Kokok Balenggek dan ayam Pelung maupun ayam tipe Penyanyi dari luar negeri.

Hasil analisis suara kokok ayam Gaga’ pada Program Sound Forge Xp 10 yaitu durasi suara dalam satuan detik akan terlihat langsung dan perhitungan jumlah suku kata lebih mudah. Begitupula perbedaan antara gelombang I dan gelombang II pada diagram terlihat dengan jelas. Kelebihan lain dari program Sound Forge Xp 10 dalam analisis suara ayam Gaga’ yaitu hasil bisa dilihat berulang kali, hasil lebih terukur, dan lebih objektif.

(24)

24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Ayam Gaga’ tipe Dangdut dan tipe Slow memiliki karakteristik bioakustik (jumlah suku kata kokok dan durasi kokok) yang khas dan berbeda dari Ayam tipe penyanyi di Indonesia lainnya

2. Program Sound Forge Xp 10 dapat digunakan untuk membantu analisis Bioakustik ayam Gaga’ dan dapat digunakan pada saat penjurian kontes ayam Gaga’.

Saran

1. Perlu penelitian tentang bioakustik dari sudut genetik molekuler pada ayam Gaga’.

2. Perlu sistem dan pola pembibitan yang terstruktur dan berkesinambungan untuk konversi dan pengembangan ayam Gaga’.

3. Program Sound Forge Xp 10 disarankan agar menjadi alat bantu ukur yang baku pada penjurian kontes ayam Gaga’.

(25)

25

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, G. 2005. Karakteristik penampilan pola warna bulu, kulit, sisik

kaki, dan paruh ayam Pelung di Garut dan ayam Sentul di Ciamis.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor

Anderson. 2010. Pengolahan suara melalui soundforge. http://wiaderko.net/id/ download-programy/161322-sony-sound-forge-pro-10-0c-build-491-incl-keygen.htm. Diakses 2 Mei 2012.

Caceci, T. 1995. Mechanics of Respiration on Birds. http://education. Vetmed Vt.edu/curriculum/vm8054.

Fumihito, A., T. Miyake, M. Takada, R. Shingu and T. Endo. 1994. One

subspecies of the red jungle fowls (Gallus gallus gallus) suffices as the matriarchic ancestor of all domestic breeds. Proceeding National

Academy Science, 91: 12505-12509 [Abstrk]

Jatmiko. 2001. Studi fenotipe ayam pelung untuk seleksi tipe ayam penyanyi. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mansjoer, S.S. 1981. Studi sifat-sifat ekonomis yang menurun pada ayam

Kampung. Laporan penelitian No 15/Penelitian/PUT/IPB/1979-1980.

Fakultas Peternakan.IPB. Bogor

Nurningsih. 2010. Karakteristik Bioakustik Suara Ayam Buras Jantan pada

Umur yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Rusfidra. 2004. Karakterisasi sifat-sifat fenotipik sebagai strategi awal

konservasi ayam Kokok Balenggek di Sumatera Barat. Disertasi.

Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

. 2005. Analisis suara kokok pada ayam Kokok Balenggek; ayam lokal

berkokok merdu dari Sumatera Barat. Penelitian. Fakultas Peternakan

Universitas Andalas Kampus UNAND Limau Manis, Padang. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Edisi Ke-6. Tarsito. Bandung

Susanti, T., S.Iskandar dan S. Sopiyana. 2007. Ayam Kokok Balenggek:sumber

plasma nutfah yang hampir punah. Warta Penelitian dan Pengembangan

Pertanian vol. 29. No.4. 2007. balitnak@indo.net.id. Diakses Tanggal 2 November 2011.

Tanudimadja. 1974. Anatomi dan Fisiologi Ayam. Cetakan ke 3. Yogjakarta. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.

(26)

26 Young, J. Z. 1986. The Life of Vertebrata. Ed. Ke-3. Clarendon Press. Oxford

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Data Mentah Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Slow

No Kode Ayam Jumlah Suku Kata Durasi kokok (detik) Jumlah Suku Kata Gelombang I Jumlah Suku Kata Gelombang II Durasi Kokok Gelombang I Durasi Kokok Gelombang II 1 Slow 3n 6 1.862 2 4 0.45 1.411 2 24 s 5 1.875 1 4 0.528 1.347 3 3 s 7 2.087 3 4 1.022 1.064 4 Slow c 5 5 s 6 36 s 7 Slow 14 8 Slow 3p 9 38 s 10 18 11 Slow 3y 12 Slow a2 13 43 s 14 Slow 9c 15 slow 15 16 14 s 17 Slow 13 18 Slow 3g 19 35 s 20 Slow 9g 21 50 s 22 2 23 22 7 2.847 2 5 0.905 1.942 24 21 9 2.867 3 6 0.808 2.509 25 Slow 10 7 2.883 3 4 1.134 1.748 26 23 s 7 2.9 3 4 1.255 1.645 27 Slow 9h 7 2.902 2 5 0.991 1.911 28 23 7 2.91 3 4 1.199 1.711 29 Slow 4 7 2.913 3 4 0.984 1.927 30 Slow f 8 2.918 3 5 0.932 1.985 31 17 s 8 2.925 2 6 0.609 2.315

(27)

27 32 18 s 8 2.945 2 6 1.186 1.758 33 Slow 3r 6 2.964 1 5 0.538 2.426 34 Slow 3 6 2.991 3 3 1.172 1.819 35 Slow 3c 9 3.008 3 6 1.045 1.962 36 Slow 7 7 3.009 2 5 0.842 2.166 37 48 s 6 3.041 3 3 0.716 2.325 38 Slow 3w 10 3.056 3 7 0.894 2.162 39 Slow 2 8 3.072 3 5 1.046 2.024 40 Slow 9a 9 3.074 2 7 0.586 2.488 41 37 s 8 3.105 2 6 0.635 2.469 42 19 9 3.142 2 7 0.704 2.437 43 Slow 16 7 3.144 2 5 0.948 2.195 44 Slow 9e 8 3.185 3 5 1.279 1.905 45 Slow 8 7 3.208 3 4 0.202 2.005 46 3 11 3.235 3 8 0.906 2.328 47 39 s 7 3.235 1 6 0.742 2.493 48 51 s 11 3.251 3 8 0.888 2.362 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Slow d 7 3.431 2 5 1.028 2.402 61 42 s 8 3.455 2 6 0.909 2.346 62 12 s 8 3.459 2 6 0.87 2.589 63 slow 4e 10 3.498 3 7 0.99 2.508 64 2 Slow 11 3.503 3 8 0.903 2.6 65 15 s 8 3.516 2 6 1.288 2.227 66 32 s 12 3.519 3 9 1.077 2.441 67 1 Slow 10 3.528 3 7 0.853 2.675 68 Slow 9f 9 3.54 3 6 1.146 2.393 69 28 s 8 3.545 3 5 2.418 2.418 70 Slow 3l 5 3.56 2 3 0.885 2.675 71 Slow 3m 6 3.632 2 4 1.307 2.324 72 8 s 10 3.669 3 7 0.905 2.764

(28)

28 73 Slow 2b 74 Slow 3s 75 Slow 2c 76 Slow 3k 77 Slow 1d 78 26 s 79 Slow 3i 80 44 s 81 45 s 82 slow 6 83 Slow 1k 84 Slow a 85 Slow b 86 Slow 3j 87 Slow 2f 9 3.985 2 7 0.894 3.091 88 Slow 1n 8 3.988 3 5 1.311 2.676 89 Slow 9 6 4.008 3 3 1.217 2.791 90 Slow 3v 8 4.034 2 6 1.088 2.946 91 Slow 3a 8 4.07 3 5 1.31 2.76 92 Slow 2a 9 4.144 4 5 1.275 2.839 93 Slow 3x 8 4.148 2 6 1.234 2.914 94 Slow 12 6 4.167 2 4 1.375 2.792 95 Slow 1i 6 4.169 2 4 1.336 2.832 96 Slow 2h 10 4.209 3 7 0.934 3.275 97 Slow 2e 5 4.226 1 4 1.34 2.885 98 Slow 1 8 4.232 2 6 1.332 2.917 99 slow 5 8 4.268 3 5 1.212 3.056 100 Slow 3e 7 4.311 3 4 1.58 2.731 101 Slow 3d 11 4.355 3 8 1.334 3.021 102 27 s 16 4.397 3 13 3.588 3.588 103 9 s 8 4.434 2 6 0.9 3.534 104 10 s 7 4.494 2 5 0.82 3.674 105 Slow 11 12 4.59 2 10 1.379 3.211 106 Slow 9i 9 4.651 2 7 0.947 3.704 107 Slow 3z 9 4.655 2 7 1.18 3.474 108 Slow 4b 12 4.679 1 10 0.508 4.17 109 Slow 9j 14 4.736 2 12 0.133 4.003 110 4 s 9 4.784 3 6 1.445 3.342 111 112 113

(29)

29 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 Slow 13 8.211 2 11 0.746 7.464 Rata-rata 8.35 3.68 2.49 5.91 1.11 2.65 Standar Deviasi 2.65 1.08 0.67 2.49 0.62 1.06

Lampiran 2. Tabel Data Mentah Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Kelas Pendek No Kode Ayam Jumlah Suku Kata Durasi kokok (detik) Jumlah Suku Kata Gel. I Jumlah Suku Kata Gel. II Durasi Kokok Gel. I Durasi Kokok Gel. II 1 4 d 10 1.688 4 6 0.745 0.943 2 27 d 12 1.926 3 9 0.671 1.255 3 42 d 13 2.079 2 11 1.03 1.048 4 Dangdut a 9 2.171 2 7 0.999 1.171 5 Dangdut 8J 11 2.265 4 7 0.814 1.451 6 28 8 2.353 2 6 0.892 1.46 7 25 d 12 2.366 3 9 0.914 1.451 8 64 d 9 Dangdut 3d 10 Dangdut 8S 11 Dangdut 8V 12 63 d 13 17 14 Dangdut 8G 15 8d 16 Dangdut 10 17 52 d 18 Dangdut 7h 19 38 d

(30)

30 20 Dangdut 9N 21 29 22 29 d 23 Dangdut 8N 24 11 d 11 2.627 2 9 0.957 1.669 25 Dangdut 8U 13 2.648 4 9 1.148 1.500 26 Dangdut 8L 13 2.683 2 11 0.913 1.769 27 60 d 12 2.767 3 9 0.996 1.77 28 6 14 2.784 3 11 0.924 1.864 29 Dangdut 7a 19 2.793 4 15 0.73 2.063 30 44 d 14 2.801 3 11 0.833 1.967 31 5d 12 2.806 3 9 1.128 1.677 32 Dangdut 7i 17 2.825 2 15 0.565 2.26 33 Dangdut 8K 19 2.827 1 18 0.194 2.633 34 6d 24 2.883 3 21 0.53 2.352 35 61 d 19 2.926 4 15 1.017 1.909 36 Dangdut 9z 13 2.976 2 11 1.142 1.834 37 Dangdut 8C 11 3.038 3 8 1.142 1.895 38 48 d 16 3.05 2 14 0.936 2.114 39 16 d 19 3.093 3 16 0.852 2.24 40 Dangdut 3g 41 28 d 42 1 43 24 44 54 d 45 Dangdut 1 46 Dangdut 3b 47 Dangdut 9O 48 Dangdut 7j 49 Dangdut 9J 50 19 d 51 30 d 52 Dangdut 3c 53 50 d 54 18 d 30 3.321 3 27 0.294 2.936 55 Dangdut 9v 16 3.331 3 13 1.176 2.154 56 43 d 12 3.333 2 10 0.86 2.473 57 Dangdut 7N 17 3.366 2 15 0.1048 2.317

(31)

31 58 5 20 3.403 4 16 1.13 2.272 59 Dangdut 8D 23 3.429 3 20 0.882 2.547 60 Dangdut 9p 23 3.448 2 21 0.799 2.649 61 57 d 18 3.522 4 14 1.242 2.28 62 49d 19 3.574 2 17 1.028 2.546 63 45 d 19 3.586 3 13 1.097 2.489 64 Dangdut 8H 20 3.688 3 17 1.121 2.475 65 39 d 15 3.695 3 12 1.02 2.674 66 Dangdut 8B 26 3.704 2 24 0.705 2.999 67 Dangdut 3f 23 3.744 2 21 0.563 3.181 68 Dangdut 7M 16 3.791 3 13 0.643 3.147 69 Dangdut 5 19 3.847 3 16 0.737 3.109 70 Dangdut 9I 31 3.862 4 27 1.163 2.698 71 Dangdut 9K 21 3.881 2 19 0.954 2.927 72 20 12 3.884 2 10 1.189 2.692 73 26 d 26 3.891 2 24 0.591 3.3 74 15 d 18 3.914 3 15 0.82 3.094 75 Dangdut 9u 24 3.924 4 20 0.83 3.093 76 Dangdut 8A 21 3.928 3 18 1.029 2.898 77 62 d 20 3.953 3 17 1.185 2.767 78 Dangdut 7c 25 4.011 2 23 0.715 3.296 79 Dangdut 9F 23 4.085 2 21 0.540 3.544 80 Dangdut dillang 16 4.099 2 14 1.005 3.094 81 2 dangdut 18 4.157 2 16 0.994 3.162 82 Dangdut papi 19 4.158 2 17 0.912 3.246 83 40 d 26 4.21 3 23 0.26 3.45 84 58 d 22 4.218 3 19 0.99 3.227 85 Dangdut 7O 26 4.270 3 23 0.926 3.343 86 Dangdut 9q 19 4.313 2 17 0.757 3.556 87 10 12 4.332 3 9 1.142 3.191 88 21 d 22 4.432 2 20 0.722 3.71 89 Dangdut 8P 23 4.553 3 20 1.010 3.542 90 7 12 4.605 2 10 1.128 3.477 91 1 dangdut 22 4.675 4 18 1.334 3.323 92 40 dd 26 4.691 2 24 0.368 4.323 93 24 d 31 4.775 2 9 0.943 3.831 94 Dangdut 9L 31 4.776 2 29 0.887 3.889

(32)

32 95 Dangdut 9 28 4.8 1 27 0.132 4.668 96 Dangdut 9r 30 4.84 2 28 0.93 3.91 97 Dangdut 8R 20 4.890 3 17 1.164 3.725 98 Dangdut 3 25 4.979 1 24 0.707 4.271 99 Dangdut q 100 53 d 101 Dangdut 8 102 56 d 103 Dangdut 2 104 Dangdut 9G 105 Dangdut 3a 106 47 d 107 9d 108 Dangdut 9B 109 Dangdut 8O 110 37 d 111 Dangdut 9t 112 23 d 113 Dangdut 7f 114 Dangdut 8F 115 46 d 116 4 117 Dangdut 9M 118 Dangdut 7 37 7.13 2 35 0.991 6.139 119 59 d 44 7.77 3 41 0.706 7.663 120 dangdut 3k 43 7.96 2 41 0.996 6.963 121 Dangdut f 43 7.97 2 41 1.053 6.916 122 dangdut 1m 19 7.982 2 17 1.748 6.233 123 8 34 8.068 3 31 0.942 7.125 124 Dangdut c 36 8.612 3 33 1.079 7.532 125 Dangdut d 51 8.864 3 48 1.217 7.627 126 Dangdut 3i 52 8.947 4 48 1.169 7.772 127 Dangdut 9C 52 9.106 4 48 1.258 7.847 128 Dangdut 3h 52 9.138 4 48 1.082 8.056 129 Dangdut 7e 43 9.28 2 41 1.201 8.078 130 Dangdut 7g 34 9.359 1 33 0.153 9.205 Rata-rata 21.36 4.20 2.66 18.46 0.98 3.21 Standar Deviasi 9.69 1.80 0.77 9.70 0.61 1.78

(33)

33 Lampiran 3. Data Mentah Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Kelas Panjang

No Kode Ayam Jumlah Suku Kata Durasi kokok (detik) Jumlah Suku Kata Gel. I Jumlah Suku Kata Gel. II Durasi Kokok Gel. I Durasi Kokok Gel. II 1 35d 57 11.17 3 54 1.216 9.954 2 34d 46 11.547 3 43 0.955 10.592 3 68d 55 11.694 2 53 0.34 11.355 4 36d 57 11.915 3 54 1.28 10.634 5 73d 73 12.088 3 70 1.4 10.688 6 Dangdut 8W 73 12.214 3 70 1.325 10.888 7 41d 8 Dangdut 1a 9 Dangdut 7d 10 7d 11 Dangdut 8Q 12 Dangdut 9A 13 Dangdut 8T 14 55d 94 18.668 2 92 1.08 17.587 15 3d 140 20.853 1 139 0.373 20.479 16 14d 135 23.745 2 133 1.112 22.632 17 Dangdut t 133 24.075 2 131 0.895 23.2 18 10d 110 24.241 2 108 0.835 23.406 19 Dangdut m 96 24.625 3 93 1.016 23.069 20 Dangdut 7b 81 30.928 1 80 0.414 30.514 21 Dangdut w 223 31.123 3 220 1.241 29.882 22 17d 133 33.384 3 130 1.253 32.13 23 Dangdut u 60 37.126 2 58 1.072 36.053 24 Dangdut s 241 49.42 1 240 0.539 49.38 25 Dangdut 7L 300 50.385 1 299 0.235 50.150 26 Dangdut anto 258 53.087 3 255 1.091 51.996 27 51d 28 Dangdut 88

(34)

34 29 25 30 Dangdut v 31 Dangdut 3j 222 64.922 1 221 0.679 64.243 32 Dangdut R 247 66.476 2 245 1.385 65.59 33 13d 320 68.6 3 318 1.3 66.9 Rata-rata 143.97 30.83 2.21 141.79 0.91 29.89 Standar Deviasi 97.65 19.67 0.74 97.95 0.38 19.77

Lampiran 4. Contoh Grafik Hasil analisis Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Kelas Panjang

Lampiran 5. Contoh Grafik Hasil analisis Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Dangdut Kelas Pendek

(35)

35 Lampiran 6. Contoh Grafik Hasil analisis Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’ Tipe Slow

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Gambar

Gambar 1. Kantong Udara pada Sistem Pernafasan Unggas                    ( Sumber: Caceci, 1995)
Gambar  3.  Perbedaan  diagram  bioakustik  gelombang  I  dan  gelombang  II                          pada ayam Gaga’

Referensi

Dokumen terkait

adalah suplemen pakan dari bakteri hidup yang memberikan keuntungan terhadap ternak dengan meningkatkan keseimbangan mikro- flora dalam usus, karena mikroba yang

menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasiian atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi; pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Berdasarkan Surat Nomor : 33F/UN13.Satker PKUPT/PB/SPPL/2012 tanggal 27 Oktober 2012 tentang Penetapan Pemenang Pelelangan Pekerjaan Pengadaan Peralatan IT Untuk

Alamat : Joho, Condongcatur, Depok,

Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan penyusunan dan penafsiran terhadap fakta-fakta yang telah teruji kebenarannya. Berbagai fakta yang berbeda antara

Kemudian, terjadinya surplus NPI (Neraca Pembayaran Indonesia) keseluruhan 2017 yang mencapai USD 11,6 milyar yang juga didukung oleh peningkatan surplus TMF dan

Karena banyaknya suatu permasalahan yang timbul dalam sebuah sistem berjalan, maka dibuatlah suatu sistem usulan untuk mengurangi permasalahan yang terjadi dengan

Jika terdapat data sebaran V dalam sebuah bidang, maka gradient dari V dapat ditentukan dengan tool MATLAB gradient kemudian untuk menggambarkan hasil perhitungan gradient