• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Trafiking in person atau perdagangan manusia mungkin bagi banyak kalangan

merupakan hal yang sudah sering atau biasa untuk di dengar oleh karena tingkat terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri. Fenomena ini memang adalah hal yang sering menjadi pusat perhatian berbagai kalangan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Trafiking terhadap manusia adalah suatu bentuk praktek kejahatan kejam yang melanggar martabat manusia, serta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia paling konkrit yang sering memangsa mereka yang lemah secara ekonomi, sosial, politik, kultural dan biologis. Banyak kalangan menyebut trafiking terhadap manusia, yang saat ini digunakan secara resmi di dalam Undang-undang No. 21 tahun 2007 dengan sebutan Perdagangan Orang sebagai “ the form of

modern day slavery”.49

49

Disebutkan dalam bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan Lintas Negara, dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung RI di Pusdiklat Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, 2009, hal.1

Sebutan tersebut sangat tepat karena sesungguhnya ia adalah bentuk dari perbudakan manusia di zaman modern ini. Ia juga merupakan salah satu bentuk perlakuan kejam terburuk yang melanggar harkat dan martabat manusia.

Praktik trafiking yang seringkali terjadi selama ini adalah perdagangan wanita dan anak-anak yang diperniagakan secara paksa, diculik, disekap, dijerat dengan utang, ditipu, dibujuk atau diiming-imingi dan seterusnya, untuk dijadikan pekerja seks komersial atau dieksploitasi. Hal ini diketahui dari banyak pengalaman yang terungkap dari korban maupun para pelaku tindak pidana trafiking yang terungkap.

(2)

Kita mengetahui secara pasti bahwa diri kita adalah bebas dan tidak dapat diperlakukan layaknya barang atau benda yang berada di bawah penguasaan manusia lain yang juga mempunyai harkat dan martabat yang sama dengan kita. Pada dasarnya trafiking dapat terjadi oleh berbagai faktor yang antara lain kemiskinan.50

Tidak hanya itu, ada pula faktor yang sering menjadi penyebabnya yaitu faktor sosial budaya, orang tua menganggap bahwa anak merupakan hak milik yang harus melakukan kehendak orang tua.

Tingkat kemiskinan yang tinggi di Indonesia, banyaknya pengangguran dan sedikitnya lapangan kerja yang tersedia di Indonesia mengakibatkan banyak rakyat Indonesia yang tertarik dengan iming-iming untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang besar. Padahal banyak lembaga pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang ada belum jelas asal usulnya. Tetapi karena desakan ekonomi yang sangat tinggi maka terkadang mereka tidak terlalu peduli akan kejelasan dari lembaga ataupun perusahaan penyalur tenaga kerja tersebut. Padahal banyak perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri yang mengirimkan tenaga kerja dari Indonesia bukan untuk bekerja sebagaimana pekerjaan yang layak, tetapi banyak yang ternyata para pekerja yang dikirimkan dijadikan pekerja seks komersial dan bahkan ada yang dieksploitasikan untuk menjadi budak.

51

50

Chairul Bariah Mozasa, Aturan-aturan Hukum Trafiking,,USU press, Medan 2005, hal 12.

Setiap anak harus dan tidak boleh menentang kemauan dari orang tua, padahal belum tentu semua pemikiran orang tua itu benar. Sebagai contoh di Indonesia telah kita ketahui belakangan ini mengalami bencana alam yang memperburuk keadaan ekonomi suatu keluarga yang di daerah bencana tersebut orang tua yang putus asa banyak menjual anak-anaknya guna memulihkan perekonomiannya.

51

Sebab terjadinya trafiking manusia. Diakses tanggal 3 Maret 2010.

(3)

Masalah lain yang sering timbul dari perdagangan orang khususnya bayi adalah akibat dari pergaulan bebas antar remaja yang semakin marak di Indonesia52

Apabila dibayangkan, trafiking merupakan bisnis yang sangat menguntungkan, pedagangnya hanya menggunakan modal yang tidak banyak yang barang dagangannya tersebut seolah-olah hanya di ambil begitu saja layaknya air disungai atau udara yang bebas dihirup yang memang diciptakan Yang Maha Esa untuk dipergunakan. Hanya saja manusia adalah milik dari dirinya masing-masing yang apabila memperdagangkan manusia adalah hal yang tidak berkeprimanusiaan. Dari hal ini dapat diketahui pula bahwa trafiking adalah merupakan industri yang sangat menguntungkan. Dari industri seks saja menghasilkan US $ 1,2 – 3,3 Milyar per tahun untuk di Indonesia saja.

. Banyak pemuda pemudi yang melakukan hubungan suami istri di luar nikah yang mengakibatkan terjadinya kehamilan diluar nikah. Terhadap bayi yang lahir tersebut biasanya karena kedua orang tuanya tidak memliki status perkawinan yang jelas dan untuk menghindari aib di masyarakat maka banyak dari orang tua yang memiliki bayi diluar pernikahan menjual bayi tersebut kepada orang lain yang bersedia membeli bayi tersebut. Padahal belum tentu sang pembeli bayi tersebut berniat menjadikan bayi tersebut sebagai anak angkatnya.

Trafiking khususnya terhadap wanita dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan, baik terorganisir maupun tidak terorganisir. Kejahatan keji ini bahkan melibatkan tidak hanya orang perorangan tapi juga penyelenggara Negara yang menyalahgunakan wewenang dan/atau kekuasaannya. Jaringan pelaku trafiking ini juga memiliki jangkauan operasi tidak hanya terbatas antarwilayah dalam negeri, namun juga meluas sampai antarnegara.

52

“Banyak Bayi Dibuang Akibat Pergaulan Bebas

(4)

Di dalam KUHP, sesungguhnya telah terdapat banyak pasal yang biasa didayagunakan untuk menindak pelaku trafiking ini, seperti Pasal 263 tentang Memalsukan surat-surat, Pasal 277 tentang Mengaburkan asal usul seseorang, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, dan masih banyak lagi yang akan dibahas lebih lagi nantinya. Disamping itu, trafiking terhadap manusia juga sesungguhnya dilarang dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia di luar KUHP yang memuat ancaman pidana kepada pelaku tindak pidana terkait trafiking, seperti: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, Undang-undang 36 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan saksi dan korban, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 Tentang penghapusan Korupsi dan lain sebagainya. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak misalnya juga menetapkan larangan memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.

Namun demikian ketentuan KUHP dan UU Perlindungan Anak serta Peraturan Perundang-undangan RI lainnya tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan

(5)

orang yang tegas atau lengkap secara hukum. Disamping itu, Pasal 297 dan Pasal 324 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan dirasakan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan trafiking tersebut. Oleh karena itu dipandang perlu untuk membentuk undang-undang khusus yang mampu menyediakan landasan hukum materil dan formil sekaligus dengan rumusan dan unsur-unsurnya secara komprehensif serta ancaman hukuman yang berat guna memberantas tuntas kejahatan keji terhadap kemanusiaan ini. Untuk maksud dan tujuan tersebut, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Pada konteks nasional, persoalan trafiking manusia di Indonesia sudah sampai pada taraf sangat memprihatinkan. Fenomena trafiking manusia dapat diasumsikan bagaikan “fenomena gunung es di samudera yang luas” 53, yaitu jumlah korban yang terdeteksi atau terungkap dan tertangani baru merupakan puncak gunung es yang tampak di permukaan samudera luas. Artinya, sesungguhnya masih jauh lebih banyak korban trafiking manusia yang belum terungkap, seperti bagian es yang berada di permukaan samudera54

Trafiking manusia juga dikenal diseluruh dunia sebagai satu-satunya tindakan atau perbuatan pidana yang telah secara signifikan menjerumuskan jutaan korban ke . Hal itu juga menandakan, bahwa upaya pengendalian dan penanggulangan kejahatan trafiking melalui sarana penegakan hukum masih sangat jauh dari memadai, sehingga dibutuhkan berbagai upaya yang lebih efektif untuk mengendalikan dan memberantasnya, terutama dalam hal penegakan hukum.

5

Bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan Lintas Negara, opcit, hal. 39.

"Potret Perdagangan Manusia (Trafficking) di Indonesia"tanggal posting 19 Mei 2010.

(6)

dalam perbudakan dan memungkinkan jaringan kejahatan terorganisir untuk mengalihkan dana yang besar ke berbagai upaya mengoperasikan kejahatan terkait lainnya, seperti perdagangan narkotika, pencucian uang dan lain sebagainya yang dapat berpotensi melumpuhkan sendi-sendi perekonomian Negara dan sistem penegak hukum. Hal ini juga yang menyebabkan tindak pidana perdagangan orang ini masuk kedalam kejahatan lintas Negara.

Trafiking merupakan kejahatan yang terorganisir yang dilakukan dengan berbagai prosedur oleh beberapa orang yang mempunyai tugas masing-masing seperti perekrutan, penyekapan, pengiriman serta penerimaan seperti yang dikatakan oleh Donald Cressey.55 Semua prosedur ini banyak terjadi melewati batas nasional Negara yang menyangkut kepentingan banyak Negara yang menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu pula maka banyak pula dilakukan konvensi-konvensi internasional guna membahas bagaimana cara pencegahan dan penanggulan terjadinya kasus trafiking ini karena juga disadari trafiking sebagai tindak pidana sumber dana kejahatan lainnya yang juga berimbas pada kepentingan Negara-negara pula.

Dari uraian ringkas diatas dapat diketahui bahwa trafiking merupakan suatu fenomena dunia yang merupakan tindak pidana yang dapat merugikan kepentingan banyak Negara yang pengaturannya harus bisa mencakupnya sebagai bagian dari kejahatan lintas Negara. Dan oleh karena itu maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Trafiking Di Indonesia Dikaitkan Dengan Konteks Hukum Internasional”.

55

Bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan Lintas Negara, opcit, hal 11.

(7)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Perkembangan Masalah Tindak Pidana Trafiking secara Nasional dan Internasional?

2.Bagaimana Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Trafiking secara Nasional? 3.Bagaimana Tinjauan Yuridis Trafiking Menurut Hukum Internasional?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :

1. Untuk mempelajari dan mengetahui bagaimana perkembangan tindak pidana Trafiking secara Nasional dan Internasional.

2. Untuk mempelajari bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana trafiking secara Nasional.

3. Untuk mempelajari bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana trafiking secara Internasional.

Dan manfaat dari skripsi ini antara lain :

1. Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap kajian perkembangan tindak pidana trafiking secara Nasional dan Internasional. 2. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah trafiking ini yang sudah merupakan kejahatan lintas Negara.

(8)

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran penulis terhadap judul-judul skripsi di perpustakaan belum ada tulisan yang mengangkat mengenai “Tinjauan Yuridis Terhadap Trafiking Di Indonesia Dikaitkan Dengan Konteks Hukum International”. Dengan adanya perkembangan ekonomi pada masa ini belum barang tentu disertai pula dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dari masing-masing penduduk yang ada di suatu Negara. Oleh karena hal tersebut maka budaya merantau yang ada di masyarakat kita dianggap menjadi solusi bagi masyarakat kita itu. Hal ini sebenarnya bukanlah hal yang salah dan sewajarnya dapat diacungi jempol karena merupakan wujud dari niat kerja yang tinggi. Hanya saja oleh karena keadaan ekonomi pribadi yang rendah mengakibatkan modal ilmu yang kurang pula dari masyarakat kita. Oleh sebagian pihak, hal ini dimanfaatkan guna mendapat keuntungan yang besar dengan cara mengeksploitasi pihak lain yang dalam hal ini masyarakat kita yang disebut sebelumnya yang dapat dikatakan sebagai pihak yang lemah.

Mereka yang mempunyai niat jahat ini dapat terdiri dari perorangan ataupun kelompok yang melaksanakan tugasnya dengan membujuk, merayu, menjebak dan sebagainya sehingga korban dapat dibawa dan dijual untuk dieksploitasi. Tindak pidana ini terjadi tidak hanya dalam satu lingkup wilayah Negara saja tetapi juga melintasi batas-batas Negara sehingga hal ini menyangkut dengan kepentingan banyak Negara yang akhirnya disadari merupakan masalah bersama banyak Negara.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam suatu pembahasan skripsi sangatlah diperlukan beberapa pengertian dan pemahaman atas kata-kata atau istilah dan hal lainnya yang dianggap penting untuk diketahui sebagai pemahaman awal sebelum membahas suatu topik dan oleh karena itu maka diperlukanlah suatu tinjauan kepustakaan.

(9)

1. Definisi Trafiking

Trafiking berasal dari bahasa Inggris yang mempunyai arti “illegal trade” atau perdagangan illegal.56

“Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and international borders, largely from developing countries and some countries with

Kita memang sudah sering mendengar kata Trafiking yang dimana masyarakat secara luas mengetahui yang dimaksud disini ialah perdagangan manusia. Namun apabila hanya melihat dari kata ini saja kita tidak dapat menggambarkan bagaimana atau apa sebenarnya perdagangan manusia tersebut. Dan oleh karena itu maka perlulah diketahui lebih lagi apa yang dimaksud dengan perdagangan manusia atau trafiking tersebut.

Dalam kamus Webster’s College Dictionary dikatakan sebagai berikut yaitu: Trafficking, to carry on traffic, especially illegal (in a commodity).

Jadi, mengangkut dalam suatu lalu lintas dengan kata lain memindahkan sesuatu dengan cara illegal. Oleh karena itu, beberapa penulis menyebut trafiking sebagai perdagangan illegal manusia. Tapi, istilah ini ditolak oleh peserta seminar hasil penelitian Convention Watch yang dilaksanakan di UI Jakarta tanggal 30 Juni 2006 oleh karena menurut mereka perdagangan manusia tidak ada yang legal karena itu tetaplah sebuah kejahatan.

Berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan trafiking dengan:

56

L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Trafiking Perempuan dan Anak, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2010, hal. 47

(10)

economies in transition, with the goal of forcing women and girl children into sexually or economically oppressive and exploitative situations for the profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as well as other illegal activities related to trafficking, such as forced domestic labour, false marriages, clandestine employment and false adoption”.

Yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ialah:

“Perdagangan ialah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari Negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan illegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerja gelap, dan adopsi”.

Sedang berdasar pasal 3 Protokol Palermo (Protokol untuk mencegah, menekan dan menindak trafiking manusia, khususnya kaum perempuan dan anak-anak) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan trafiking ialah:

“ perekrutan, pengiriman ke suatau tempat, pemindahan, penampungan atau penerimaan melalui ancaman, atau pemaksaan dengan kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan lain, penculikan, penipuan, pengaiayaan, penjualan, atau tindakan penyewaan untuk mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi setidaknya, mencakup eksploitasi melalui pelacuran, melalui bentuk lain eksploitasi seksual, melalui kerja paksa atau memeberikan layanan paksa, melalui perbudakan, melalui praktik-praktik serupaperbudakan, melalui penghambaan atau melalui pemindahan organ tubuhnya.

Dalam konteks hukum nasional, terdapat Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang pada pasal 1 angka 1 memberikan pengertian dari Trafiking tersebut yaitu:

“Perdagangan orang ialah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,

(11)

penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Sedang pengertian trafiking anak sesuai dengan dokumen yang

dikeluarkan oleh UNICEF (badan PBB untuk anak-anak) untuk pedoman

penanganan kasus trafiking anak di kawasan Asia Tenggara adalah rekrutmen,

pengangkutan, pemindahan, menampung (menyembunyikan) atau menerima

seorang anak untuk tujuan eksploitasi, di dalam atau di luar sebuah negara, yang

mencakup tidak hanya terbatas pada pelacuran anak, pornografi anak dan

bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, perburuhan anak, perburuhan atau pelayanan

secara paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang mirip dengan perbudakan,

penghambaan, pemindahan atau penjualan organ tubuh, penggunaan atau kegiatan

ilegal serta partisipasi dalam konflik bersenjata.

57

57

Apakah Kejahatan Perdagangan (Trafiking) Anak Itu?

http//www.jemiesimatupang.wordpress.com, Diakses tanggal 19 Desember 2008

Berdasar Undang-undang

Nomor 21 tahun 2007, yang dimaksud dengan anak ialah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Asean Guidelines juga menyebutkan bahwa rekrutmen, pengangkutan,

pemindahan, dan melabuhkan atau menerima atau menampung seorang anak

dengan cara-cara adopsi atau pernikahan untuk tujuan eksploitasi dianggap

sebagai trafiking anak.

(12)

Indonesia adalah salah satu negara yang rawan kejahatan trafiking anak.58 Menurut perkiraan UNICEF, dari 1,2 juta korban trafiking di dunia sekitar 100 ribu anak berasal dari Indonesia. Artinya tiap minggu ada sekitar 273 anak menjadi korban trafiking di Indonesia.59

Trafficking adalah salah satu kejahatan terbesar kedua dari perederan Narkoba yang mempengaruhi dan berdampak pada kerusakan tatanan sosial bangsa Indonesia.

60

Trafficking sendiri sebenarnya dipahami secara Islam bahwa ia merupakan suatu nilai-nilai budaya dan latar belakang sosial yang sudah menyimpang dari segi kemanusiaan.

Ada banyak tipe kasus trafficking yang terjadi di wilayah pedesaan maupun perkotaan yang mempunyai jaringan Internasional.

61

Menurut Ida Made Kartana, yang dapat dikatakan sebagai trafiking ialah suatu tindakan perdagangan orang yang bertentangan dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia dan harus diberantas yang mana trafiking tidak dapat disamakan dengan penyelundupan manusia.

Dan oleh karena itu kemudian beberapa tokoh agama, tokoh intelektual, akademisi dan aktifvis mengatakan bahwa trafiking harus segera diberantas dengan alasan yang sudah sangat jelas bahwa kejahatan seperti itu merusak sisi kemanusiaan baik bagi perempuan maupun anak.

62 58 http//www.unicef.org 59 Ibid, http//www.unicef.org 60

httwwwyahoocom.files.wordpress.com , Syarif Hidayat,Dakwah Perlindungan Korban

Trafficking, Diakses tanggal 19 Desember 2008

61

L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Opcit, hal. 92

62

Trafiking Bisa Terjadi Pada Siapa Saja, Ida Made Kartana, Buletin Bini Parigan Edisi ke 26, Maret-Juni 2009.

Menurutnya, trafiking harus memiliki 3 unsur yaitu Proses (Movement), Cara (Mean) dan bertujuan untuk eksploitasi dan mengakibatkan orang tereksploitasi. Jadi yang dapat dikatakan sebagai trafiking ialah

(13)

yang dapat memenuhi 3 unsur tadi yaitu unsur yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 yaitu trafiking yang terjadi didalam maupun luar wilayah Negara yang berbeda dengan penyelundupan orang yang harus terjadi antar batas Negara yang dimana yang dirugikan hanyalah Negara.

Macam-macam kasus trafficking sendiri tidak hanya terjadi di dalam negeri, akan tetapi mereka para pekerja buruh migran di Saudi Arabia, Malaysia, Taiwan, Bruney Darussalam, dan Negara-negara lain yang memasok tenaga kerja Indonesia. Kasus yang terjadi misalnya, ketika mereka di eksploitasi secara seksual, ditipu dengan iming pekerjaan yang menghasilkan uang yang banyak, dipindahkan keberadaan kerja yang tidak jelas, disiksa majikan, diperkosa, kekerasan dan sebagainya.63

2. Bentuk-bentuk Trafiking

Trafiking sendiri mempunyai banyak arti, tidak hanya perdagangan manusia. Trafficking terjadi ketika proses eksploitasi, penipuan, pemindah tempatan, disiksa secara psikis, diperkosa, dan kekerasan lain yang sifatnya adanya tindakan seperti diatas dan ada yang menjadi korban.

Pada dahulu kala, diskriminasi dari suatu suku bangsa yang sudah maju atau memiliki pengetahuan dan peradaban yang tinggi terhadap suatu suku bangsa yang masih miskin peradabannya sangatlah sering terjadi. Hal ini dimulai dengan adanya Negara-negara yang telah beradab dimana Negara-Negara-negara tersebut berekspedisi ke daerah lain guna mencari rempah dan bertujuan untuk berekspansi guna memperluas daerah kekuasaannya. Apabila Negara tersebut berhasil menguasai suatu daerah suku bangsa, maka secara otomatis maka akan menguasai para penduduk dari daerah tersebut.

63 Wahid, Abdul dan Irfan, Muhammad. 2001. Perlindungan Terhadap Korban

(14)

Tidak perlu berputar jauh, sebagai contoh Indonesia yang merupakan jajahan atau bekas daerah koloni dari Belanda yang pada saat itu suku bangsa kita di perlakukan tidak baik dengan menekan kehidupan masyarakat kita. Kerja rodi merupakan salah satu bentuk perbudakan dari pemerintah kolonial Belanda terhadap masyarakat Indonesia yang masih belum berpendidikan. Sebagai budak, mereka diperjualbelikan layaknya barang yang merupakan salah satu contoh awal mula perdagangan orang.

Pada masa kini trafiking sama halnya dengan perbudakan.64 Perdagangan pada masa kini hanya saja lebih identik pada perdagangan wanita dan anak yang memiliki posisi yang rentan dan lemah dan hal inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku trafficker sehingga lebih sering terjadinya perdagangan yaitu pada kaum lemah ini. Pada umumnya perdagangan manusia terjadi dalam bentuk-bentuk yang antara lain ialah:65

a. Pekerja seks secara paksa atau Eksploitasi seks

Para wanita yang direkrut untuk dijadikan sebagai pekerja seks biasanya dijanjikan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pelayan restoran dan atau sebagai cleaning service perkantoran atau hotel-hotel.66

64

Ibid

Setelah sampai di kota atau bahkan kebanyakan luar negeri, para wanita korban trafiking yang belum menyadari bahwa dirinya merupakan korban ditahan di suatu tempat dan dipaksa bekerja sebagai pekerja seks bahkan dieksploitasi. Pada awalnya para wanita ini telah menyerahkan uang guna dicarikan pekerjaan kepada pelaku. Namun banyak pula yang tidak mempunyai gambaran atau tidak mau namun dipaksa, diancam dengan utang yang diada-ada sehingga mau dibawa dan dipekerjakan sebagai pekerja seks.

65

Bentuk-Bentuk Trafiking Manusia

tanggal 3 Maret 2010.

66

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan , Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, PT. Refika Aditama, Bandung. 2001, hal 7

(15)

Mengenai masalah pekerja seks, yang menjadi incaran tidaklah hanya wanita atau anak remaja wanita tetapi juga anak-anak sebagai pekerja seks (pedofilia).

b. Pembantu Rumah Tangga

Dalam dunia tenaga kerja untuk sektor rumah tangga diluar negeri, permintaan terbesar jatuh pada pilihan buruh migran perempuan Indoneisa untuk menjadi pekerja rumah tangga, karena tidak memerlukan banyak keterampilan.67

Sebagian dari kekerasan yang biasanya diderita oleh pekerja rumah tangga adalah jam kerja yang panjang, tidak tersedia waktu istirahat, penyekapan illegal secara sewenang-wenang, gaji tidak dibayar atau kurang dari yang seharusnya dibayarkan, kekerasan fisik dan psikologi, kekerasan seksual, tidak disediakan kamar tidur atau

Profesi pekerja rumah tangga seringkali tidak diatur oleh pemerintah dan berada diluar jangkauan undang-undang ketenagakerjaaan nasional setempat karena dianggap masuk dalam sektor informal, sehingga mengandung bahaya dan berpotensi besar terjadinya berbagai praktek trafiking.

Pekerja rumah tangga kerap menghadapi bahaya besar karena sifat pekerjaan mereka yang bertempat dirumah pribadi, dan karena itu, tertutup dari sorotan masyarakat umum atau akses untuk memperoleh bantuan. Dalam beberapa kasus kekerasan seksual yang dialami para pekerja rumah tangga sering terdengar laporan tentang kekerasan seksual yang dilakukan oleh majikan terhadap mereka. Disamping itu, ruang gerak pekerja rumah tangga biasanya dibatasi. Mereka dibatasi dalam hal berpergian, dan biasanya dikurung dirumah ketika majikan sedang berpergian.

6785 Persen TKI Asal Pekalongan Berprofesi PRT, Diakses tanggal 5 Maret 2010.

(16)

akomodasi yang baik, tidak diberi makan dalam jumlah yang cukup bahkan tidak diberi makan sama sekali, tidak diberi kesempatan untuk beribadah atau dituntut untuk melanggar aturan-aturan dalam agama dan sebagainya.68

c. Buruh migran

Berbagai praktek migrasi yang berjalan selama ini memperlihatkan bahwa banyak sekali orang temasuk anak dibawah umur, berimigrasi melalui jalur legal maupun yang tidak legal, sehingga meningkat pula jumlah buruh migran secara signifikan.69

Para perempuan dan anak ini direkrut melalui jalur resmi maupun ilegal, dan seringkali mereka sendiri tidak menyadari perbedaannya, karena baik agen resmi maupun ilegal menggunakan metode perekrutan dan pengiriman yang sama. Dokumen pribadi ataupun dokumen perjalanan buruh seringkali dipalsukanuntuk mempercepat proses dan menguba h informasi penting tentang korban terutama anak, bahkan ketika mereka bermigrasi melalui agen yang terdaftar secara resmi sekalipun.

Para perempuan dan anak cenderung berimigrasi untuk bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan di sektor rumah tangga, pelayan restoran, buruh pabrik dan perkebunan, pelayan industri hiburan/pekerja seks, serta kemungkinan menjadi anggota milisi. Buruh migran seringkali dieksploitasi sepanjang proses migrasi, mulai dari perekrutan hingga proses pra-keberangkatan, selama bekerja dan setelah kembali ke tempat asal.

70

68

Hal ini membuat para

Derita Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia

Dalam Lingkaran kemiskinan Struktural, Diakses tanggal 10 Maret 2010.

Maret 2010.

70

(17)

migran menghadapi resiko dikenai tuduhan berbagai pelanggaran imigrasi di Negara tujuan.

Para migran ini juga seringkali berutang dalam jumlah besar kepada agen dengan beban bunga yang tinggi, yang biasanya ditetapkan sepihak oleh agen secara ilegal. Untuk melunasi hutang-hutang ini, gaji mereka dipotong atau bahkan tidak diberi dengan alasan pelunasan hutang. Dalam kasus luar biasa atau ekstrem tertentu , buruh menyadari bahwa dirinya terjebak dalam penjeratan utang dan tidak akan pernah dapat melarikan diri. Kondisi kerja seringkali melanggar peraturan perundang-undangan perburuhan yang ada, dimana para buruh migran mempunyai jam kerja yang panjang, tidak diberikan cuti, dan diberi tempat tinggal dan makan dalam kondisi yang bersanitasi buruk.71

d. Pengantin Pesanan

Hal ini melanggar hak buruh migran tersebut.

Pengantin pesanan merupakan cara modern dari perjodohan yang sering dilakukan di zaman dahulu. Praktek ini bisa berubah menjadi kasus trafiking, ketika seorang gadis menikah atas tekanan keluarganya (terutama bila masih berumur di bawah 18 tahun) dan berakhir dalam kondisi perbudakan atau eksploitasi.

Hal ini masih berhubungan pula dengan sejarah sosial budaya yang dimana pada masa dulu orang tua menjodohkan anaknya tanpa memperhatikan pilihan dan keinginan dari anaknya sendiri. Hal ini memang tidaklah menjadi budaya yang dianggap masih perlu dilakukan lagi bagi orang tua masa kini. Hanya saja, tidak tertutup pula hal ini

71

Pasal 8 Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.

(18)

masih terjadi dan hal ini adalah melaggar hak seseorang untuk menikah dengan bebas dan atas persetujuan penuh dari dirinya sendiri.72

e. Pekerja Anak

Setelah adanya pernikahan, bukanlah kebahagiaan dan kehidupan layaknya keluarga yang justru didapat. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks atau rumah bordil.

Kendati tidak semua kasus pengantin pesanan ini berakhir menyedihkan atau melibatkan perdagangan, banyak kasus melibatkan perempuan di bawah umur, dan pemalsuan dokumen. Kebanyakan pernikahan difasilitasi oleh calo setempat.

Pekerja anak ini sudah banyak terjadi di banyak Negara yang dimana Indonesia merupakan Negara yang ikut termasuk di dalamnya pula. Banyak anak yang dijual orang tuanya sendiri atau bahkan diculik dari keluarga atau diambil paksa guna dipekerjakan sebagai buruh, pengemis, pengedar narkoba dan lainnya.

f. Penjualan Organ Tubuh

Masalah ini merupakan bentuk baru dari perdagangan orang yang dimana dalam protokol Palermo disebutkan bahwa pemindahan organ tubuh adalah merupakan trafiking. Hal ini mungkin dianggap hal yang baru karena pada awalnya banyak terjadi pendonoran organ tubuh dengan pemberian imbalan kepada si pendonor. Namun pada masa ini, banyak terjadi hal dimana organ di perdagangkan secara ilegal yang mana

72

(19)

diambil dari sipendonor yang tidak sadar atau bahkan diambil dari korban pembunuhan.73

Secara internasional penjualan organ tubuh ini sering terjadi dalam berbagai modus. Seperti di China sendiri diketahui bahwa organ yang diperjual-belikan ialah merupakan organ tubuh dari mara pidana yang di hukum mati. Baru-baru ini saja, dilansir bahwa Bos Mafia penjualan organ tubuh manusia ini telah tertangkap.

Tidak jarang pula yang terjadi ialah para TKI yang menjadi korban kekejaman majikannya dan meninggal namun setelah menjadi mayatpun tetap dicuri organ-organ tubuhnya kemudian dipulangkan ke keluarganya.

74

3. Unsur-unsur penting trafiking

Kejahatan internasional yang diselidiki oleh Interpol ini memperdagangkan organ tubuh anak-anak.

Dari definisi yang tertuang di dalam Protokol Palermo, tindakan yang disebut sebagai trafiking manusia dapat dibagi menjadi tiga unsur yang saling tergantung antara yang satu dengan yang lainnya dan secara kumulatif harus ada untuk pelanggaran terhadap pasal Protokol tersebut, yakni unsur kegiatan/aksi, dan unsur maksud dilakukannya kegiatan atau aksi.

Unsur Kegiatan/aksi meliputi: perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan orang(manusia).

Unsur Sarana menjamin kegiatan/aksi meliputi:ancaman, atau paksaan dengan kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan lain, penculikan penipuan, penyiksaan/penganiayaan, pemberian atau penerimaan bayaran, atau tindakan penyewaan

73

Kapanlagi.com, Penjualan Organ Tubuh TKI Jadi Tren Baru Trafficking, Diakses tanggal 1 Mei 2010

74

Bos Mafia Yahudi Penjual Organ Tubuh Manusia Di Tangkap, Diakses tanggal 1 Mei 2010.

(20)

untuk mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk persetujuan atau mengendalikan orang lain.

Unsur Maksud kegiatan/aksi meliputi: eksploitasi pada orang dengan cara-cara yang disebutkan dalam pasal 3 Protokol Palermo.

Agar dapat dimasukkan sebagai tindak pidana trafiking atau perdagangan manusia, maka masing-masing unsur diatas harus ada. Kegiatan harus dicapai dengan sebuah sarana, dan keduanya harus bertujuan untuk mencapai maksud eksploitatif. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka syarat-syarat yang diperlukan untuk sebuah tindak pidana trafiking manusia sebagaimana ditentukan oleh pasal 3 Protokol Palermo belum terpenuhi.

Table 1. Unsur-unsur pokok Trafiking manusia

PROSES + CARA + TUJUAN

Perekrutan atau Pengangkutan atau Penampungan atau Pengiriman atau Pemindahan atau Penerimaan dan Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan atau penculikan atau penyekapan atau pemalsuan atau dan Eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi di bidang prostitusi atau pornografi atau kekerasan/eksploitasi seksual atau kerja paksa

(21)

penipuan atau penyalahgunaan kekuasaan atau penyalahgunaan posisi rentan atau penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut perbuidakkan/praktik serupa perbudakan Sumber :

Dalam table ini dapat dilihat bahwa yang dimaksudkan ialah apabila salah satu saja unsur dari tiap-tiap kolom terpenuhi maka hasilnya ialah trafiking atau perdagangan manusia. Adanya persetujuan dari korban tidaklah relevan untuk diperhitungkan atau dipertimbangkan sebagai salah satu unsur yang harus ada atau dipenuhi.

F. Metodologi Penelitian

Penulis dalam penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Trafiking di Indonesia Dikaitkan dengan Konteks Hukum Internasional” menggunakan metode penelitian yang mana antara lain dengan langkah yaitu:

(22)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam hal ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum Normatif sering pula disebut sebagai penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian terhadap apa yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan atau norma dan kaidah khususnya dalam hal ini bagaimana pengaturan terhadap perdagangan manusia secara nasional dan internasional.75

2. Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder ialah data yang diperoleh oleh orang lain atau organisasi yang telah atau sudah pernah mengelola sebelumnya. Dalam hal ini data sekunder terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang antara lain seperti :

1. Pancasila

2. UUD 1945

3. Ketetapan MPR

4. Bahan hukum yang tidak dikodifikasi

5. Yurisprudensi

6. Traktat

Dalam hal ini, salah satu bahan hukum primer dalam penelitian ini ialah KUHP, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

75

Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, 2009, hal. 127

(23)

Perdagangan Orang, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti hasil karya ilmiah dan hasil penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder seperti table, kamus dan sebagainya. 3. Metode Pengumpulan Data

Materi dalam penulisan skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari berbagai literatur atau Penelitian Kepustakaan yang berkaitan dengan perdagangan manusia ini.

4. Analisis Data

Dalam penulisan skripsi ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan intepretasi otentik yaitu dengan cara mendeskripsikan, mensistematisasi, dan mengevaluasi tentang keadaan dan pengaturan trafiking dalam peraturan-peraturan yang mengatur masalah perdagangan manusia khususnya wanita dan anak.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam mengikuti sajian pembahasan materi skripsi ini, penulis akan menguraikan secara singkat bab demi bab yang terkait guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap arah pembahasan seperti dibawah ini :

1. BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, manfaat dan tujuan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang terdiri dari

(24)

definisi dari trafiking atau perdagangan orang berdasar Undang-undang PTPPO dan Protokol Palermo, bentuk-bentuk tarfiking dan unsure dari tindak pidana trafiking ini. Serta metodelogi penelitian dan rumusan masalah.

2. BAB II PERKEMBANGAN MASALAH TINDAK PIDANA TRAFIKING SECARA NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana mengenai bagaimana keadaan peristiwa atau tindak pidana trafiking ini secara umum yang terjadi di Indonesia dan juga dunia dan bagaimana perkembangan yang terjadi baik dari modus operandi, tujuan trafiking hingga bagaimana kemajuan usaha pemerintah guna mencegah dan mengatasi masalah ini.

3. BAB III PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING MENURUT HUKUM NASIONAL

Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pula pengaturan hukum tindak pidana trafiking di Indonesia menurut KUHP dan peraturan perundangan lain sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007.

4. BAB IV PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pengaturan tindak pidana

trafiking dalam konvensi-konvensi internasional dan konvensi internasional yang terkait sebagai suatu tindak pidana transnational crimes.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini berisikan mengenai kesimpulan yang penulis yang penulis tuangkan sesuai dengan apa yang sudah penulis teliti mengenai masalah-masalah yang ada pada bab-bab sebelumnya dan juga berisikan mengenai saran-saran

(25)

yang coba diberikan oleh penulis dalam mengatasi dan mencegah masalah yang ada di dalam tindak pidana perdagangan orang.

Gambar

Table 1. Unsur-unsur pokok Trafiking manusia

Referensi

Dokumen terkait

peran Humas dilihat dari perencanaan Program, Perencanaan Strategi, Aplikasi Strategi, dan Evaluasi dan kontrol, jika semua itu diprioritaskan untuk

Studi yang dilakukan oleh Schwenk dkk (1998) dengan memakai parameter BIA pada pasien sepsis mendapatkan adanya perubahan pada komposisi cairan tubuh, dimana terjadi perpindahan

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

Berdasarkan penelitian terdahulu (Putri dan Ferdinand; 2016) bahwa harga kompetitif berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian, begitu juga pada penelitian Reven

Dalam lingkungan kerja yang seperti ini para karyawan merasa tidak enak dan tidak aman dalam bekerja, sehingga produktivitas dan efisiensi kerja akan menurun, ini

Berpendoman pada kandungan protein yang dapat diharapkan sama dengan kandungan gizi pakan dari insdustri makanan ternak sehingga biaya pakan dapat ditekan maka keuntungan

Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Kasim maupun Ketua Muhammadiyah pada waktu itu, dimutasi paksa oleh Pemerintah Belanda ke Makassar (1934). Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa struktur politik yang