• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL INTEGRASI PRODUKSI-DISTRIBUSI UNTUK PRODUK YANG MENGALAMI DETERIORASI DENGAN KEBIJAKAN BACKORDER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL INTEGRASI PRODUKSI-DISTRIBUSI UNTUK PRODUK YANG MENGALAMI DETERIORASI DENGAN KEBIJAKAN BACKORDER"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL INTEGRASI PRODUKSI-DISTRIBUSI

UNTUK PRODUK YANG MENGALAMI DETERIORASI

DENGAN KEBIJAKAN BACKORDER

Lusi Mei Cahya W

1

, I Nyoman Pujawan

2

, Stefanus Eko Wiratno

3

1,2,3)

Fakultas Teknologi Industri,Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: loucee_mei@yahoo.com,pujawan@ie.its.ac.id,eko_w@ie.its.ac.id

ABSTRAK

Model persediaan untuk produk yang mengalami deteriorasi sudah banyak diteliti, namun baru beberapa yang membahas tentang integrasi penentuan ukuran lot dalam rantai pasok. Penelitian ini membahas model produksi distribusi untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan diijinkan

shortage pada pembeli. Pembeli melakukan pemesanan kepada pemasok, kemudian pemasok

memproduksi dalam batch produksi dengan ukuran tertentu dan mengirimkannya kepada pembeli dengan beberapa kali pengiriman dengan ukuran sama.

Sebuah model integrasi penentuan ukuran lot gabungan pemasok pembeli dengan kebijakan

backorder dikembangkan untuk mendapatkan solusi global yang menguntungkan kedua belah pihak.

Tujuan model adalah minimasi total biaya sistem tahunan yang terjadi pada pemasok pembeli. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan integrasi pemasok pembeli untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan backorder memberikan total biaya sistem yang lebih rendah dibandingkan dengan kebijakan parsial pemasok pembeli. Selain itu penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan laju deteriorasi berpengaruh pada penurunan ukuran batch produksi dan waktu siklus serta meningkatnya total biaya sistem. Perubahan biaya transportasi per pengiriman sebesar 50% mengakibatkan kenaikan total biaya sistem sebesar 4% dan berpengaruh pada meningkatnya ukuran batch produksi. Penurunan biaya backorder sebesar 50% mengakibatkan penurunan total biaya sistem sebesar 7%, sedang penurunan biaya setup sebesar 50% mempengaruhi penurunan total biaya sistem sebesar 15%.

(2)

AN INTEGRATED PRODUCTION-DISTRIBUTION MODEL FOR A

DETERIORATING INVENTORY ITEM

WITH BACKORDER

ABSTRACT

Inventory model for deteriorating item have been widely studied, but only some that discuss the integration of lot size determination in Supply Chain. In this study we develop production-distribution model for a deteriorating item with possible shortage in buyers. Buyers make an order to supplier, it produces in batch and sends them to the buyer in multi deliveries with the same size. An integration lot sizing model with backorder has been develop to find the best solution for both. Objective model is minimizing system annual total cost occured on in buyer and supplier.The results of the study indicate that the integration of suppliers-buyers for deteriorating item provide lower total system cost than no integration. This study shows that increasing deterioration rate effect on increasing the total cost system and declining in production batch size and cycles time. Decreasing 50% of transportation cost results in increase of 4% in total system cost and affecting the production batch size. Reduction in backorder cost of 50% resulted in a decrease total system cost of 7%. Reduction in setup cost of 50% results in reduced total system cost by 15%.

Key Words : Integration, Inventory, Deteriorating, Backorder. .

1.

PENDAHULUAN

Pada kehidupan nyata terdapat beberapa item persediaan yang tidak umum seperti susu, buah buahan,sayur, dan produk pharmasi, yang mengalami decay atau deteriorate overtime. Penyimpanan terlalu lama dalam persediaan menimbulkan biaya deteriorasi. Ghare dan Shrader (1963) adalah peneliti pertama yang mempelajari dampak decay terhadap item persediaan. Istilah “inventory decay” digunakan untuk menjelaskan fenomena tersebut, termasuk keusangan, kerusakan fisik (physical depletion)

dan deterioration. Model persediaan yang

digunakan adalah model umum EOQ dengan permintaan konstan dengan laju deteriorasi eksponential. Kemudian dikembangkan oleh Covert dan Philip (1973) dan Tadikamalla dengan menggunakan laju deteriorasi berdistribusi Weibull dan Gamma.

Model persediaan untuk produk yang mengalami deteriorasi ini menarik perhatian para peneliti dewasa ini. Banyak model dikembangkan dengan membuat berbagai pola laju deteriorasi, fungsi dari permintaan dan kebijakan backorder. Pada banyak kasus laju deteriorasi diasumsikan konstan. Laju deteriorasi berdistribusi Weibull digunakan untuk beberapa item decay seperti yang

dilakukan Chakrabarty et al. (1998) dan beberapa peneliti fokus dengan adanya tanggal kadaluwarsa produk (Hsu et al.2006; Lo et al, 2007). Beberapa penelitian mengembangkan dari variasi permintaan dan harga.Wee (1993,1995) , Hariga et al. (1997), Bhunia Maiti (1998), Chung dan Tsai (2001), Balkhi (2004) ,Yang (2005), Manna Chandauri (2006) memberikan contoh pada model persediaan untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan asumsi yang berbeda dengan memperhatikan pola permintaan, laju deteriorasi

dan backorder.

Model persediaan untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan menggunakan EOQ digunakan secara independent dalam rantai pasok. Meskipun ada beberapa model kerjasama antara pemasok pembeli dalam literatur. Penelitian yang terintegrasi untuk produk yang mengalami deteriorasi dikembangkan oleh Rau et al. (2003) dengan beberapa eselon dengan tujuan minimasi fungsi biaya dari pemasok, pemanufaktur dan pembeli. Yang dan Wee (2003) juga mengembangkan model matematik untuk menentukan ukuran lot size produksi dengan multi item untuk produk yang mengalami deteriorasi. Manajemen rantai pasok terkini menerapkan sistem JIT dengan memproduksi dalam lot kecil. Yan (2010)

(3)

mengembangkan model integrasi produksi distribusi untuk produk yang mengalami deteriorasi, tetapi tidak diijinkan shortage. Penelitian ini memberi kontribusi dengan diijinkan shortage pada pembeli melalui kebijakan backorder..

2. PENGEMBANGAN MODEL

Pada model yang diusulkan , pemasok mengirimkan dalam jumlah tetap kepada pembeli dengan interval yang tetap dan kekurangan di pembeli diijinkan dengan kebijakan backorder, dimana kekurangan permintaan akan dipenuhi dengan pengiriman selanjutnya. Profil persediaan pemasok dan pembeli disajikan dalam gambar 1.

2.1 Asumsi

(a) Situasi deterministik dengan permintaan pembeli selama jangka waktu tertentu (tahun) pada tingkat yang tetap dan diketahui oleh pembeli dan pemasok. (b) Laju item deteriorasi adalah konstan

(c) Tingkat permintaan (D) pembeli dan tingkat produksi (P) pemasok adalah tetap dengan

D P> .

(d) Biaya transportasi dan biaya handling

ditanggung oleh pembeli.

(e) Biaya item deteriorasi adalah konstan. (f) Biaya backorder adalah tetap

(g) Tidak terjadi lost sale, permintaan yang tidak terpenuhi akan dilakukan backorder

dan dipenuhi dengan pengiriman berikutnya.

(h) Pemenuhan untuk backorder dilakukan seketika.

2.2 Notasi

1. Untuk Sistem Rantai Pasok:

N = jumlah pengiriman per siklus produksi

Q = ukuran produksi per batch (unit)

T = total waktu siklus (waktu)

q = ukuran pengiriman (unit)

θ = laju deteriorasi

Cd = biaya deteriorasi per unit ($)

2. Untuk Pemasok:

P = Laju produksi (unit/waktu)

C = biaya setup per siklus batch produksi ($/setup)

Hs = biaya simpan persediaan ($/unit/waktu)

Ssup= luasan dibawah kurva persediaan

pemasok

3. Untuk Pembeli

D = laju permintaan (unit/waktu)

A = biaya pesan ($/order)

Hb = biaya simpan persediaan ($/unit/waktu)

F = biaya tetap transportasi per pengiriman

($)

V = biaya variabel transportasi per unit ($)

Sbuy = luasan dibawah kurva persediaan

pembeli

J = ukuran stockout (unit)

K = biaya backorder ($/unit/waktu)

Total waktu siklus T dibagi menjadi dua komponen yaitu T1 adalah waktu selama

pemasok berproduksi, sedang T2 adalah waktu

dimana pemasok berhenti berproduksi dan hanya mengirimkan sejumlah unit kepada pembeli melalui persediaan yang ada. Biaya tahunan yang relevan adalah:

(a) Biaya setup per waktu = C/T

(b) Biaya simpan per waktu untuk pemasok =

HsSsup/T

(c) Biaya deteriorasi per unit waktu untuk pemasok = Cd θSsup/T

(d) Biaya pesan per waktu untuk pembeli = A/T

(e) Biaya simpan per waktu untuk pembeli =

HbSbuy/T

(f) Biaya transportasi tetap dan variabel pembeli = NF+VNq/T

(g) Biaya deteriorasi per unit waktu pembeli =

Cd θSbuy

(h) Biaya kekurangan = KZ

2.3 Model total biaya persediaan pembeli

Selama satu siklus pengiriman terdapat x jumlah yang rusak,sehingga ukuran pengiriman adalah

q=x+DT3

Sejumlah q digunakan untuk memenuhi permintaan DT3 dan x untuk jumlah yang rusak.Sehingga 2 3 3 qT DT q= +θ (1) q D Nq T θ + = 2 2 (2) q J J q X T S b buy 2 2 2 + − = = (3) q J Z 2 2 = (4)

(4)

Gambar 1.Tingkat persediaan pembeli pemasok

Dari persamaan 1, 2, 3 dan 4, biaya total

pembeli dapat dirumuskan sebagai P

y Nq T1 ( ) + = KZ C H X VNq NF A T J N q

TCB( , , )=1( + + )+ b( b+ dθ)+ Maka rata rata persediaan yang rusak di pemasok adalah q J K C H J q VNq NF A N Nq D J N q TC d b B 2 ) ( 2 ( ) ( 2 ) , , ( 2 + + − + + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⋅ = θ θ q J ) 2 2 + (5) ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − + = + P D P y Nq q P D T qT y 2 2 θ θ

Hal ini membawa

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = = P DN N P D qT y S 2 2 2 1 sup θ (6)

Berdasarkan persamaan 2 dan 6, total biaya pemasok dapat ditulis

2.4 Model total biaya persediaan pemasok

Jika y diekspresikan sebagai jumlah yang rusak pada pemasok di akhir siklus,maka

S C S H T T T C N q TCS s s d sup ) , ( =⋅ + + θ

(

)

y=θSsup ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⋅ = P DN N P D q C H C N Nq D N q TCS S d 2 2 2 1 2 ) , ( θ θ (7) Total jumlah yang rusak di pemasok

2 qT yy + Jika Nq Q=

(5)

2.5 Model Total Biaya Integrasi ) )( . ( ) ( ] ) [( 2 ) ( ) ( D P C H P C A V C H D F C A C H V C H d S d b d S d b − + + + + + + + + + + = θ θ θ θ θ θ θ TCSyst(q,N,J)=TCB+TCS ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + + + + + + = P DN N P D q C H KZ C H X C VNq NF A T d S d b b 2 2 2 1 . ). ( ) ( ) ( 1 θ θ (8) 2.5.1 Solusi Model

Untuk mendapatkan nilai optimal q,N dan J

maka dilakukan langkah sebagai berikut :

Nilai TCSyst(q,N,J) diturunkan terhadap q sama

dengan nol, sehingga didapat

N dV N P D N C H C H KJ C H J NF C A D q d S d b d b ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − + ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − + + + + + + + + + ⋅ = 1 ) 2 ( ) . ( ) . ( ) . ( ) ( 2 2 2 * θ θ θ (9) Untuk mendapatkan nilai optimal J, maka

TCSyst(q,N,J) diturunkan terhadap J sama

dengan nol didapat

(

H C K

)

q C H J d b d b + + + = θ θ) ( * (10)

(

H C K

)

C H B d b d b + + + = θ θ) ( , J*=Bq

Untuk mendapatkan nilai optimal N, maka

TCSyst(q,N,J) diturunkan terhadap N sama

dengan nol didapatkan

[

( . ) ( )

]

) )( 2 ( * 2 P D q C H P C A q D N d S+ + − + + ⋅ = θ θ (11)

2.5.2 Interval optimal untuk N

Jika N>1, menurut persamaan 8, q menjadi batas bawah bila N=1 hal ini menjadi

) ( ) ( ) . ( ) . ( ) ( 2 2 * K C H C H P VP C H D C H P NF C A DP q d b d b d S d b+ + + + − ++ + + + ⋅ ≤ θ θ θ θ (12) Ketika N meningkat maka q akan menurun sehingga persamaan 8 akan menjadi

N )] D P ( N D ][ V ) . C H [( ) NF C A ( PD q d b * − + + + + + ⋅ ≥ 2 2 θ θ (13) Karena itu ketika N >1 maka persamaan (9) menjadi

(14) 2.5.3 Prosedur penyelesaian

Untuk model integrasi diselesaikan dengan dengan prosedur

Langkah 1

Hitung nilai interval optimal N dengan menggunakan persamaan (14)

Langkah 2

Untuk semua bilangan integer dalam N (1,Nu)

gunakan persamaan (9) untuk menghitung q*

dan kemudian hitung J* dengan persamaan (10) Langkah 3

Dengan nilai N, q*, J* optimal hitung TCSyst

dengan persamaan (8) Langkah 4

Dapatkan total biaya minimum dan pilih N, q*, J* optimal yang memberi biaya minimum

3.CONTOH NUMERIK

Sebagai contoh numerik digunakan data yang diilustrasikan pada Yan (2010) dengan

menambahkan nilai K. Data yang digunakan adalah :

Untuk sistem Supply Chain:

Cd=$50 per unit

Untuk pemasok:

P =19200 unit per tahun C =$600 per batch

Hs=$6/unit/tahun

Untuk pembeli

D =4800 unit per tahun

A =$25 per pesan

Hb=$7/unit/tahun

F =$50 per pengiriman

V =$1/unit

K =$15/unit/tahun

3.1 Model Integrasi Pemasok Pembeli dengan

Backorder

Perhitungan untuk nilai θdari 0-0.2 dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Gambar 2 dan 3 terlihat bahwa ketika laju deteriorasi semakin besar maka ukuran lot menjadi semakin kecil, sedang dari total biaya menunjukkan bahwa ketika laju deteriorasi semakin besar biaya sistem pun meningkat. Hasil perhitungan model dasar (Yan, 2010) dapat dilihat pada Tabel 2.

(6)

θ 0 0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.150 0.175 0.2

1

Tabel 1. Hasil perhitungan model integrasi dengan backorder untuk θ berbeda beda.

Ukuran batch produksi (Q) 1136 952 900 860 889 848 817 752 732

Total waktu siklus (T dalam hari) 77 72 68 65 67 64 62 56 55

Jumlah pengiriman (N) 2 1 1 1 2 2 2 1

Ukuran pengiriman(q) 568 951 900 859 443 423 407 749 730

Ukuran stockout (J) 181 337 349 359 197 198 200 384 389

Total biaya sistem (TC dalam $) 10920 11425 11879 12259 12681 13040 13380 13700 14007

Tabel 2. Hasil perhitungan model integrasi tanpa backorder untuk θ berbeda beda.

θ 0 0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.150 0.175 0.2

3

Ukuran batch produksi (Q) 1130 1034 959 899 848 806 769 737 709

Total waktu siklus (T dalam hari) 86 79 73 68 64 61 58 55 53

Jumlah pengiriman (N) 3 3 3 3 3 3 3 3

Ukuran pengiriman (q) 376.5 344 319 298 281 267 255 244 234

Total biaya (TC dalam $) 11388 12014 12589 13126 13630 14108 14562 14997 15413

Tabel 3. Perbandingan elemen biaya sistem.

Variabel keputusan q*= 282 N*=3 Variabel keputusan q* = 443 N* =2 J* =197 Ukuran produksi Q=848 Ukuran produksi Q =889 Total waktu siklus T=64 Total waktu siklus T =67 PEMBELI B.Pesan 143 136 B.Simpan 983 478 B.Deteriorasi 702 342 B.Transportasi 5671 5366 B.Kekurangan 657

Total Biaya Pembeli 7499 6979

PEMASOK

B.Setup 3426 3266

B.Simpan 1475 1107

B.Deteriorasi 1229 1329

Total Biaya Pemasok 6130 5702

TOTAL BIAYA SISTEM 13629 12681

Elemen Ongkos

Model Integrasi tanpa Backorder

Model Integrasi dengan Backorder 600 800 1000 1200 0 0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.150 0.175 0.2 Q θ 1400 Production LotSize,Q vs θ

Gambar 2. Production lotsize Q vs θ.

9000 10000 11000 12000 13000 14000 15000 0 0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 0.150 0.175 0.2 TC θ 16000

Annual Total System ,TC vs θ

Gambar 3. Total Annual System TC vs θ

Perbandingan model tanpa backorder dan dengan backorder dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa dengan kebijakan backorder yang diijinkan pada pembeli akan menghasilkan total biaya lebih rendah daripada model integrasi tanpa

(7)

3.2 Model Tanpa Integrasi Pemasok Pembeli dengan Backorder

Pada model tanpa integrasi seperti pada Tabel 4 terlihat bahwa biaya yang paling tinggi ditanggung pihak pemasok . Hal ini disebabkan pamasok diharuskan memproduksi setiap pesanan yang datang dimana satu kali pesan dipenuhi dengan satu kali setup. Setup yang terlalu sering membuat total biaya pemasok menjadi tinggi.Sementara itu pihak pembeli menanggung biaya persediaan yang minimum karena ukuran lot pemesanan merupakan kondisi optimal bagi persediaannya.

Pada sistem integrasi, total biaya sistem yang dihasilkan adalah $12681 yang terdiri dari biaya pemasok $5702 dan biaya pembeli $6979. Disini terlihat bahwa dengan model integrasi pembeli dan pemasok sama sama mengalami penurunan biaya. Disisi lain pembeli mengalami peningkatan total biaya dan peningkatan ukuran lot pemesanan. Kenaikan ukuran lot pemesanan ini menurunkan biaya pesan pembeli namun menaikkan biaya simpan dan biaya kekurangannya. Secara keseluruhan total biaya sistem dengan integrasi menghasilkan total biaya lebih rendah.

Tabel 4. Perbandingan model tanpa integrasi

backorder dengan integrasi.

Variabel keputusan q* = 443 N* =2 J* =197 Ukuran produksi Q =889

Total waktu siklus T =67

B.Pesan 202 136

B.Simpan 324 478

B.Deteriorasi 231 341

B.Kekurangan 431 657

B.Transportasi 5623 5366 Total Biaya Pembeli 6811 6978

Ukuran produksi Q=598 Variabel keputusan q* = 443 N* =2 J* =197 Waktu siklus T=45 Ukuran produksi Q =889

Total waktu siklus T =67

B.Setup 4847 3266

B.Simpan 894 1107

B.Deteriorasi 745 1329

Total Biaya Pemasok 6486 5702

PEMASOK

Model Tanpa Integrasi dengan Backorder Model Integrasi dengan Backorder Elemen Ongkos Variabel keputusan q*=298 N*=2 J*=132 PEMBELI 3.3. Analisis Hasil

Pada penelitian ini dilakukan analisa perubahan nilai parameter pada model. Pada sisi pembeli perubahan nilai parameter dilakukan pada biaya pesan, biaya transportasi, biaya simpan dan biaya kekurangan. Sedang dari sisi pemasok dilakukan perubahan nilai parameter biaya setup, biaya simpan dan biaya deteriorasi sistem. Perubahan yang signifikan terdapat pada:

3.3.1 Perubahan biaya transportasi pembeli Perubahan biaya transportasi memberi pengaruh cukup besar terhadap total biaya.Perubahan biaya sebesar 50% menyebabkan perubahan total biaya sebesar 4,0%. Besarnya biaya transportasi mengakibatkan perubahan ukuran lot, karena semakin besar ukuran lot optimal semakin besar total biaya yang harus ditanggung pembeli. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 5. 3.3.2 Perubahan biaya kekurangan pembeli Perubahan biaya kekurangan memberi pengaruh cukup besar terhadap ukuran lot pesan maupun terhadap total biaya. Penurunan biaya kekurangan sebesar 50% mengakibatkan perubahan total biaya sebesar 7,0%. Dari hasil perhitungan pada Tabel 6 terlihat semakin besar biaya kekurangan menyebabkan turunnya ukuran lot produksi maupun lot pemesanan. Jika biaya kekurangan semakin kecil ukuran produksi maupun lot pemesanan meningkat 3.3.3 Perubahan biaya setup pemasok

Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 7 terlihat bahwa perubahan parameter biaya setup pemasok memberi pengaruh yang cukup significan terhadap ukuran lot pemasok sekaligus terhadap total biaya.Saat biaya setup bernilai 900 maka ukuran lot produksi optimal akan meningkat sebesar 20% , dari 889 menjadi 1060 unit.Disamping itu kenaikan biaya setup sebesar 50% akan meningkatkan total biaya sebesar 11,8% dan penurunan biaya setup akan menurunkan total biaya sebesar 15,8%.

(8)

Tabel 5. Perubahan biaya transportasi pembeli

% Nilai F Q T N q J TCsyst % TCsyst

-50 25,00 876 66 3 291 148 12650 -0,002 -25 37,50 859 64 2 427 217 12820 0,011 -10 45,00 867 65 2 432 219 12900 0,017 0 50,00 889 67 2 443 197 12681 0,000 10 55,00 879 66 2 434 222 13010 0,026 25 62,50 888 66 2 442 225 13100 0,033 50 75,00 902 67 2 449 228 13230 0,043

Tabel 6. Perubahan biaya kekurangan pembeli

% Nilai K Q T N q J TCsyst % TCsyst

-50 7,50 948 73 1 932 573 11789 -0,070 -25 11,50 870 71 1 856 428 12406 -0,022 -10 13,50 851 71 1 839 394 12556 -0,010 0 50,00 889 67 2 443 197 12681 0,000 10 16,50 883 70 2 439 185 12740 0,005 25 18,50 875 69 2 435 171 12820 0,011 50 22,50 926 69 2 429 149 12930 0,020

Tabel 7. Perubahan biaya setup pemasok

% Nilai C Q T N q J TCsyst % TCsyst

-50 300,00 618 55 1 615 273 10672 -0,158 -25 450,00 732 63 1 728 323 11751 -0,073 -10 540,00 792 67 1 788 350 12326 -0,028 0 600,00 889 67 2 443 197 12681 0,000 10 660,00 927 73 2 461 383 13000 0,025 25 750,00 978 77 2 486 216 13460 0,061 50 900,00 10660 83 2 526 234 14180 0,118 4 . KESIMPULAN

Pada penelitian ini telah dikembangkan model integrasi produksi distribusi pemasok pembeli untuk produk yang mengalami deteriorasi dengan kebijakan backorder. Model integrasi dengan backorder mendapatkan total biaya yang lebih baik dibanding dengan model tanpa backorder. Hasil penelitian juga menunjukkan ketika laju deteriorasi meningkat maka ukuran produksi menjadi menurun, sedang peningkatan laju deteriorasi menyebabkan kenaikan total biaya sistem.

Perubahan nilai parameter pada model integrasi pemasok pembeli dengan backorder

menyebabkan perubahan total biaya sistem. Peningkatan biaya transportasi per pengiriman sebesar 50% mengakibatkan kenaikan total biaya sistem sebesar 4% dan berpengaruh pada peningkatan ukuran batch produksi. Penurunan biaya backorder sebesar 50% mengakibatkan penurunan total biaya sistem sebesar 7% . Ini menunjukkan bahwa biaya backorder

mempunyai pengaruh yang signifikan pada model. Penurunan biaya setup sebesar 50%

mengakibatkan penurunan total biaya sistem sebesar 15%. Semakin besar biaya setup akan berpengaruh terhadap meningkatnya ukuran

batch produksi.

Untuk penelitian lanjutan model dapat dikembangkan dengan permasalahan yang berbeda seperti (i) multi produk, (ii) multi pembeli, (iii) multi pemasok. Serta biaya

backorder yang tidak konstan.

Daftar Pustaka

Bahagia, S.N., (2006), Sistem Inventori, Penerbit ITB, Bandung.

Ben-Daya M, Darwish,M,Ertogral K, (2008), “The Joint Economic Lot Sizing Problem: Review and extensions”, European Journal

of Operational Research , 185, 726–742.

Bhunia, A.K., Maiti, M.,(1998), “Deterministic Inventory Model for Deteriorating items with Finite Rate of Replenishment Dependent on Inventory Level”,Computers

(9)

Chakrabarty, T., Giri, B.C., Chaudhuri, K.S., (1998), “An EOQ Model for Items with Weibull Distribution Deterioration, Shortages and Trended Demand: An Extension of Philip’s Model”, Computers

& Operations Research, 25 (78), 649.

Chung, K.J., Tsai, S.F., (2001), “Inventory Systems for Deteriorating Items with Shortages and A Linear Trend in Demand-Taking Account of Time Value”,Computers & Operations Research,

28 (9), 915.

Covert, R.P., Philip, G.C., (1973),”An EOQ Model for Items with Weibull Distribution Deterioration”, AIIE Transactions 5, 323. Ghare, P.M., Schrader, S.F., (1963),”A Model

for Exponentially Decaying Inventory”,

Journal of Industrial Engineering, 14 (5),

238.

Goyal, S.K, Giri, B.C (2001), “Recent Trends in Modelling of Deteriorating Inventory”,

European Journal of Operational

Research, 134, 1-16.

Hadley G,Whitin,T.M (1963), Analysis of

Inventory Systems, Prentice Hall,Inc, 1-10.

Hariga, Moncer, Al-Alyan, Ali (1997),”A Lot Sizing Heuristic for Deteriorating Items with Shortages in Growing and Declining Markets”, Computers & Operations

Research, 24 (11), 1075.

Heng, K.J., Labban, J., Linn, R.L. (1991),”An Order-Level Lot-Size Inventory Model for Deteriorating Items with Finite Replenishment Rate”, Computers &

Industrial Engineering 20, 187.

Hou, K.L. (2006),”An inventory model for deteriorating items with stock-dependent consumption rate and shortages under inflation and time discounting”, European

Journal of Operational Research, 168 (2),

463.

Hsin Rau, Wu M.Y, Wee H.M (2003),”Integrated Inventory Model for Deteriorating Items Under A Multi-Echelon Supply Chain Environment”,

International Journal of Production

Economics ,86 (2003) 155–168.

Hsu, P.H.,Wee, H.M., Teng, H.M., (2006),”Optimal Lot Sizing for Deteriorating Items with Expiration Date”,

Journal of Information & Optimization

Sciences, 27 (2), 271.

Johnrinaldi (2004), Model Ukuran Lot Ekonomis Gabungan Antara Produsen dan

Pengecer untuk Produk yang Mengalami Deteriorasi Berdistribusi Weibull dengan Mengizinkan Penundaan dalam

Pembayaran, Tesis S-2, Teknik dan

Manajemen Industri, ITB.

Kosadat, A., dan Liman, S.D. (2000), Joint Economic Lot–Size Model with

Backordering Policy. Thesis Review,

Department of Industrial Engineering, Texas Tech University, Lubbock, Texas. http://webpages.acs.ttu.edu/vchatsir/images /JELS%20model%20with%20backordering %20policy%20(Arisa).pdf

Kim, S.L., Ha, D.A. (2003),” JIT Lot-Splitting Model for Supply Chain Management: Enhancing Buyer–Supplier Linkage”,

International Journal of Production

Economics 86, 1. Lo, S.T.

Mak, K.L. (1982),” A Production Lot Size Inventory Model for Deteriorating Items.

Computers & Industrial Engineering 6,

309.

Manna, S.K., Chaudhuri, K.S., (2006),” An EOQ Model with Ramp Type Demand Rate, Time Dependent Deterioration Rate, Unit Production Cost and Shortages,”

European Journal of Operational

Research, 171 (2), 557.

Raafat, Fred ( 1991), “Survey of Literature on Continuesly Deteriorating Inventory Models”, Journal of Operational Research

Society 42, 27.

Levi, D., Kaminsky, P., dan Simchi-Levi, E. (2000), Designing and Managing

the Supply Chain, McGraw-Hill Int. Ed.

Tersine, Richard J (1994), Principles of Inventory and Materials Management,

Fourth Edition, Prentice Hall Unc, 1-123. Wee, H.M., Huang, W.C., (2007),”An

Integrated Production-Inventory Model with Imperfect Production Process and Weibull Distribution Deterioration Under Inflation, International Journal of

Production Economics, 106, 493.

Yan C , Banerjee A , Yang L, (2010),”An Integrated Production – Distribution Model for A Deteriorating Inventory Item”,

International Journal of Production

Economics. Article In Press.

Yang, P.C, Wee, H.M, (2003),”An Integrated Multi Lot-Size Production Inventory Model for Deteriorating Item”, Computer &

(10)
(11)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah peta konsep dapat digunakan sebagai salah satu alternatif alat evaluasi untuk mengukur pemahaman siswa pada pokok bahasan besaran

Subjek penelitian adalah Mudir (pimpinan ma’had), Riayah, Murobbi (pengurus) dan Mahasiswa yang bertujuan untuk menemukan implementasi pendidikan karakter berbasis

Perafirran Pemerintah Nomor 2l Tahun 2OO4 tentang Penyrsunan Rcncana Kerja en frrggaran Kementerian Negara/Iembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

Pantai Indah Utara Pluit (021) 5880911 Pelayanan PruHospital Friend (PHF) tersedia.. 150 Port Medical Center, RS Jakarta Jakarta

Pada penelitian ini peneliti menemukan lansia yang mengalami gangguan tidur pada malam hari yaitu sangat baik tidak ada, cukup baik 11 orang, cukup buruk 4 orang dan

Sugriwa adalah seorang  pramuka penggalan rakit yang mempunyai tiga ekor kambing.. Supaya kambingnya tidak mudah tercekik saat diikat, Sugriwa sebaiknya

Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi kecil

Penggunaan minyak jelantah pada media yang telah diberi molase dan ampas tahu sebelumnya akan dapat meningkatkan produksi eritromisin yang dihasilkan.. Menurut