• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Sungai merupakan sumber air bagi kehidupan manusia. Sungai dicirikan dengan arus yang searah dan relatif kencang dengan kecepatan berkisar antara 0,1-1,0 m/detik dan sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase. Pada perairan sungai terjadi percampuran massa air secara menyeluruh, kecepatan arus, erosi dan sedimentasi adalah tiga faktor yang mempengaruhi kehidupan flora fauna di dalamnya (Effendi 2003).

Umumnya aliran sungai dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir. Bagian hulu adalah aliran yang melalui lembah-lembah di daerah pegunungan, aliran tengah adalah bagian hilir setelah turun dari daerah pegunungan ke daerah yang mulai datar sehingga alirannya mulai lambat geraknya. Sedangkan bagian hilir adalah bagian dengan aliran air yang tidak deras lagi dan volume air tergolong besar (Prawirodihardjo 2003).

Ekosistem sungai mencakup segala sesuatu komponen yang berkaitan dengan sungai tersebut. Adanya daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai (DAS) sangat mempengaruhi ekosistem sungai dari kuantitas dan kualitasnya. Menurut Suripin (2002) DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung, bukit atau gunung maupun batas buatan seperti jalan, tanggul yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke laut, didalamnya terjadi interaksi antara faktor biotik, abiotik dan manusia.

Secara sederhana Verbist et al. (2009) mendefenisikan DAS sebagai suatu daerah yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang melaluinya. DAS sebagai suatu wadas besar membentuk sistem yang kompleks untuk memproses input air dan mengeluarkannya dalam bentuk air pula melalui muara sungai, mata air, sumur arthesis dan lainnya (Suryanta 2007). Komponen masukan DAS adalah curah hujan sedangkan komponen keluarannya adalah debit air dan muatan sedimen. Wilayah DAS ini terbagi tiga yaitu DAS bagian hulu, bagian tengah dan hilir. Kualitas dari masing-masing DAS tersebut tergantung dari interaksi berbagai

(2)

komponen di dalamnya yang mampu mendukung fungsi perlindungan terhadap DAS tersebut. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air (DKKSA 2004) menyatakan kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi beberapa kriteria :

a. Debit sungai konstan dari tahun ke tahun b. Kualitas air baik dari tahun ke tahun

c. Fluktuasi debit antara debit maksimum dan minimum kecil. d. Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun.

2.2 Pencemaran Air

Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya (Fardiaz 1992). Pencemaran air menyebabkan terjadinya gangguan pada kuantitas dan kualitas air tersebut. Pencemaran air dapat juga didefenisikan sebagai suatu penyimpangan dari keadaan normal perairan yang terutama disebabkan oleh hasil aktivitas manusia dalam bentuk limbah yang masuk keperairan. Limbah ini dibedakan oleh Katz 1971 diacu dalam Warouw (1986) menjadi 4 tipe yaitu:

1. Limbah domestik 2. Limbah industri 3. Limbah pertanian 4. Limbah radioaktif

Tingkat pencemaran dari limbah domestik dapat dikelompokkan berdasarkan parameter kualitas air seperti tertera pada tabel berikut :

Tabel 1 Klasifikasi tingkat pencemaran dari limbah domestik berdasarkan parameter kualitas air

No Parameter Tingkat pencemaran

Berat Sedang Ringan

1 Padatan total (mg/l) 1000 500 200

2 Bahan padatan terendapkan (mg/l) 12 8 4

3 BOD (mg/l) 300 200 100 4 COD (mg/l) 800 600 400 5 Nitrogen total (mg/l) 85 50 25 6 Amonia-nitrogen (mg/l) 30 30 15 7 Klorida (mg/l) 175 100 15 8 Alkalinitas(mg/l CaCO3) 200 100 50

9 Minyak dan lemak 40 20 0

(3)

Keadaan normal air masih tergantung pada kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air. Ukuran air disebut bersih dan tidak tercemar tidak ditentukan oleh kemurnian air (Wardhana 2001).

Pencemaran air menurut Darmono (2006) terdiri dari beberapa jenis, antara lain pencemaran mikroorganisme dalam air, pencemaran air oleh bahan inorganik nutrisi tanaman, pencemaran oleh limbah organik, pencemaran oleh bahan kimia organik dan inorganik, pencemaran oleh sedimen, bahan tersuspensi dan substansi radioaktif. Mulyanto (2007) menyatakan bahwa pencemaran air dapat berasal dari sumber terpusat yang membawa pencemar dari lokasi-lokasi khusus seperti pabrik-pabrik, instansi pengolah limbah dan tanker minyak dan sumber tak terpusat yang ditimbulkan jika hujan dan salju cair mengalir melewati lahan dan menghanyutkan pencemar-pencemar diatasnya, sumber ini berperan utama menimbulkan pencemaran pada sungai-sungai.

Ciri-ciri air yang tercemar ini sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan pencemaran. Fardiaz (1992) mengelompokkan polutan air atas 9 grup berdasarkan perbedaaan sifat-sifatnya, polutan tersebut yaitu :

1. Padatan

2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen 3. Mikroorganisme

4. Komponen organik sintetik 5. Nutrien tanaman,

6. Minyak

7. Senyawa anorganik dan mineral 8. Bahan radioaktif

9. Panas.

2.3 Parameter Kualitas Air

Kelayakan suatu sumber air untuk digunakan dapat dilihat dan diuji dari kualitas airnya. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia (Suripin 2002). Kualitas air juga dapat didefenisikan sebagai sifat air dan kandungan makhluk

(4)

hidup, zat,energi, atau komponen lain di dalam air yang dinyatakan dalam tiga parameter yaitu parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi (Effendi, 2003).

Artiola et al. (2004) menyatakan kriteria yang bisa digunakan untuk ketiga parameter tersebut adalah 1) parameter fisika terdiri dari parameter utama (temperatur dan Total Suspensi Padatan/TSS) dan proses utama (aliran arus berupa aliran limbah/buangan masuk dan infiltrasi, perubahan keadaan oleh proses evapotranspirasi, kondensasi, solidfikasi dan sublimasi, serta campuran dari beberapa proses tersebut), 2) parameter kimia terdiri dari parameter utama {pH, total padatan terlarut (TDSs), kesadahan (total Ca+Mg), alkalinitas, total oksigen terlarut, kation terlarut(Ca, Mg, Na, K, NH4), anion terlarut (Cl, So4, HCO3, CO3, PO4, H2S, NO3), total karbon organik, dan BOD}, Bahan kimia inorganik {anion (Se,As,Cr (VI),V,Mo,B), kation (Fe, Al,Cu, Zn, Mn, Ba, Be, Co, Ni, Cd, Hg, Pb, Cr (III), Li, Sn, Th), netral (Si) dan radionuklida (U, Ra, Rn)}, 3) Fraksi karbon organik terdiri dari substansi alami (lignin, asam humik, klorofil, asam amino, asam lemak jenuh, fenol, poliaromatik dan hidrokarbon alifatik), proses utama (oksidasi, reduksi, disolusi, presipitasi) dan substansi antropogenik (hidrokarbon terklorisasi, Volatil organik hidrokarbon dan semi volatil hidrokarbon), 3) Parameter biologi dilihat dari indikator berupa mikrooganisme seperti bakteri, virus, protozoa, helmint, dan alga.

Fardiaz (1992) menyebutkan bahwa sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air antara lain : nilai pH, keasaman, suhu, warna, bau dan rasa, total padatan, nilai BOD dan COD, pencemaran mikroorganisme patogen, kandungan minyak, kandungan logam berat, dan kandungan bahan radioaktif.

2.3.1 Parameter fisika 2.3.1.1 Suhu

Suhu air menentukan kelarutan oksigen dan secara tidak langsung mempengaruhi komposisi dan produktivitas ekosistem budidaya air (Lee 1988). Air buangan dari industri yang dibuang ke sungai dapat meningkatkan suhu air sungai. Fardiaz (1992) menyatakan kenaikan suhu air akan menimbulkan:

(5)

1. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun 2. Kecepatan reaksi kimia meningkat

3. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya akan terganggu

4. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati.

Suhu air sungai yang tinggi dapat ditandai dengan munculnya ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen. Suripin (2002) menyatakan suhu air tergantung dari sumbernya, untuk sistem air bersih suhu ideal berkisar antara 5°C sampai 10°C.

2.3.1.2 Warna, bau, dan rasa air

Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya pencemaran. Warna air dibedakan menjadi dua yaitu warna sejati yang disebabkan oleh bahan-bahan terlarut dan warna semu yang selain disebabkan oleh bahan-bahan terlarut juga disebabkan oleh bahan tersuspensi (Fardiaz 1992). Wardhana (2001) menyatakan bahan buangan dan limbah pabrik dapat memyebabkan perubahan warna air dan menimbulkan bau yang menyengat pada hidung. Secara umum bau air ini tergantung dari sumbernya. Air yang normal umumnya tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang menyimpang sering dikaitkan dengan bau yang tidak normal yang secara langsung menunjukkan adanya pencemaran.

2.3.1.3 Total padatan

Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA 1976 diacu dalam Effendi 2003). Bahan padatan ini secara keseluruhan mempengaruhi kualitas air dalam proses koagulasi dan filtrasi (Suripin 2002). Menurut Fardiaz (1992) air yang tercemar selalu mengandung padatan dimana Fardiaz membedakannya atas empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya terutama kelarutannya yaitu: padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi dan koloid (TSS), padatan terlarut (TDS), minyak, dan lemak.

Padatan terendap (sedimen) terjadi akibat proses erosi yang mengangkut tanah lapisan atas yang subur yang mengalami sedimentasi dibagian hilir badan

(6)

air sehingga mengakibatkan pendangkalan. Kebanyakan sungai dan DAS selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan oleh erosi alamiah dari pinggir sungai. Namun untuk kandungan sedimen yang terlarut selalu terjadi peningkatan pada sungai akibat erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan (Darmono 2006). Hal ini mempengaruhi kualitas air berupa penurunan nilai kecerahan serta peningkatan nilai kekeruhan.

Total Padatan Terlarut (TDS)

Zat padat terlarut (TDS) adalah zat organik dan anorganik serta ion-ion terlarut dalam air (DTLH 2003). Rao (1992) diacu dalam Effendi (2003) menambahkan bahwa TDS adalah bahan terlarut yang berdiameter < 10-6 mm dan koloid yag berdiameter 10-6 mm-10-3 mm yang berupa senyawa-senyawa kimia serta bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm. Nilai TDS dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan tanah dan pengaruh antropogenik. Baku mutu untuk nilai TDS pada suatu perairan berdasarkan SK. Gub. KDH TK./Jabar No. 38/1991 diacu dalam DTLH (2003) adalah 1000 ppm.

Total Padatan Tersuspensi (TSS)

Jenis padatan lainnya adalah zat padat tersuspensi (TSS). Padatan tersuspensi didefenisikan oleh Effendi (2003) sebagai bahan tersuspensi yang berdiameter > 1μm yang terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik yang disebabkan oleh kikisan tanah dan erosi yang terbawa oleh badan air. Zamrin (2007) menambahkan bahwa padatan ini menyebabkan kekeruhan air, tidak larut dan tidak dapat mengendap lansung, adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman, menurunnya luasan hutan dapat meningkatkan erosi yang berdampak pada peningkatan padatan tersuspensi. Klein (1971) menyatakan bahwa padatan tersuspensi mengandung bahan organik yang dapat mengalami pemubusukan, mudah mengendap dan menutupi dasar sungai sehingga dapat mengganggu tumbuhan dan kehidupan hewan aquatik seperti tidak sesuainya dasar sungai untuk tempat bertelur ikan. Berdasarkan SK. Gub. KDH TK./Jabar No. 38/1991 diacu dalam DTLH (2003) baku mutu untuk nilai TSS di perairan adalah sebesar < 200 ppm.

(7)

2.3.2 Parameter kimia 2.3.2.1 pH

Nilai pH untuk air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan adalah berkisar antara 6,5-7,5 (Wardhana 2001). Sedangkan nilai pH untuk air yang tercemar menurut Fardiaz (1992) berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Umumnya bakteri tumbuh baik pada pH netral dan alkalis sedangkan jamur lebih menyukai pH rendah (Effendi 2003). Selain itu Lee (1988) menyatakan sungai-sungai yang mengalir dari kawasan dimana batuan-batuan tahan terhadap pelapukan dan miskin akan ion penyebab alkalinitas maka penambahan asam terhadap sungai tersebut akan mengakibatkan pengurangan pH secara serius.

2.3.2.2 BOD

William Dibdin (1882) diacu dalam Mayer (2001) menyatakan variabel BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah mg oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang dinyatakan dalam satu liter sampel air. Bahan organik tersebut adalah bahan biologis yang membusuk atau mengalami dekomposisi menjadi substansi sederhana oleh dekomposer seperti bakteri dan jamur.

Peningkatan jumlah bahan organik dalam lingkungan aquatik menstimulasi pertumbuhan populasi dekomposer. Sejak dekomposer membutuhkan oksigen untuk respirasi, tumbuh menjadi jumlah yang besar sehingga meningkatkan permintaan untuk oksigen terlarut. Pengaruh dari BOD di sungai berpengaruh terhadap tinggi rendahnya nilai DO dari nilai limbah yang ditambahkan. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l (Jeffries dan mills 1996, diacu dalam Suripin 2002). Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/liter dianggap telah mengalami pencemaran.

Sementara itu Hill (2004) menyatakan bahwa BOD yang sifatnya alami seperti sisa tumbuhan dan kotoran satwa liar hampir selalu ada. Sedangkan sekarang, tingginya nilai BOD sering diindikasikan dengan tingginya hasil aktivitas manusia seperti kotoran ataupun limbah. Aktivitas manusia yang mudah menimbulkan limbah dan berpengaruh terhadap BOD meliputi pengolahan limbah

(8)

di perkotaan, industri makanan, pengolahan kimia tumbuhan, industri pulp dan kertas, penyamak kulit dan rumah pemotongan hewan.

Nilai BOD yang tinggi bisa mengurangi ketersediaan oksigen dalam air yang secara umum dapat mempengaruhi ekosistem aquatik bahkan dapat menyebabkan kematian pada organisme aquatik. Hasil penelitian Zamrin (2007) tentang kualitas air sungai Cisadane juga menjelaskan bahwa penduduk dan peternakan memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap peningkatan nilai BOD. Dengan asumsi bahwa semua penduduk di DAS Cisadane menggunakan septic tank maka diduga penduduk menyumbangkan bahan buangan yang meningkatkan BOD sebesar 9.442 ton/tahun, ternak sapi 3.939,2 ton/tahun, ternak kambing 2.162,9 ton/tahun, ayam 5.164,7 ton/tahun.

2.3.2.3 COD

COD adalah jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang terdegradasi secara biologis maupun yang sukar terdegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Effendi 2003).

Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (UNESCO/WHO/UNEP 1992, diacu dalam Effendi 2003).

2.3.2.4 Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting sebagai indikator dalam kemurnian air. Konsentrasi DO di air ini juga merupakan kebutuhan dasar bagi organisme aquatik untuk keberlangsungan hidupnya. Organisme air seperti ikan biasanya memerlukan DO sebesar 5,8 mg/l (Palmeri 2001, diacu dalam Kurniawan 2005). Menurut Klein (1971), faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi DO secara signifikan antara lain jumlah dan sifat bahan organik, temperatur, aktivitas bakteri, pengenceran, fotosintesis dan reaeration dari atmosphere. Klasifikasi kualitas air sungai berdasarkan konsentrasi

(9)

DO dalam % saturasi (tingkat kejenuhan oksigen dikaitkan dengan suhu) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2 Klasifikasi kualitas air sungai berdasarkan konsentrasi DO

Sumber: Klein 1971

2.3.2.5 Fosfat

Fosfat merupakan senyawa yang mengandung unsur fosfor. Menurut Mahida (1984) diacu dalam Pribadi (2005), fosfor merupakan komponen yang sangat penting dalam permasalahan air, sumber-sumber fosfor berupa pencemaran industri, hanyutan dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil dengan kadar lebih sedikit dari nitrogen karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu perairan oligotrofik yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0-0,02 mg/l; perairan mesotrofik yang memiliki kadar fosfat total 0,0021-0,005 mg/l; dan perairan eutrofik yang memiliki kadar fosfat total 0,051-0,2 mg/l (Effendi 2003).

2.4 Kriteria dan Baku Mutu Air

Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang harus ada atau unsur pencemar yang masih diperbolehkan dalam sumber air tertentu, sesuai dengan peruntukannya (Effendi 2003). Baku mutu air dapat dilihat pada PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Mutu air diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

Tipe air sungai DO (% saturasi)

Bagus >90

Sedang 75-90

Agak tercemar 50-75

(10)

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.5 Pemanfaatan Sumberdaya Air

Pemanfaatan sumberdaya air berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah dan pengetahuan penduduk. Dalam perkembangannya terjadi variasi dalam penggunaan air berdasarkan jenis aktivitas manusia. Awalnya air hanya digunakan untuk kebutuhan minum dan pertanian. Namun dewasa ini air juga digunakan untuk keperluan perikanan, rekreasi, industri, pelayaran dan sebagainya. Air permukaan digunakan di kawasan insitu untuk rekreasi, perikanan, pelayaran, pembangkit listrik dan apresiasi estetika.

Pemanfaatan air untuk berbagai macam akivitas ini dapat menimbulkan limbah/sumber pencemar yang mempengaruhi kualitas air. Berdasarkan penelitian Pramesti (2007) juga dijelaskan bahwa menurunnya kualitas air disebabkan oleh beberapa sumber pencemar diantaranya penduduk, ternak, industri, lahan kritis yang berupa erosi dan zat organik dan pertanian, semakin tinggi jumlah penduduk yang ada di suatu DAS maka semakin tinggi pula pencemar yang dihasilkan oleh penduduk tersebut.

Wardhana (2001) menyatakan dalam pemanfaatan sumberdaya air diperlukan adanya standar air bersih guna menentukan kualitas air yang layak untuk berbagai keperluan. Namun hal ini tergantung pada faktor penentu berupa kegunaan air dan asal sumber air sebagai berikut :

a. Kegunaan air

1. Air untuk minum

2. Air untuk keperluan rumah tangga 3. Air untuk industri

(11)

4. Air untuk mengairi sawah

5. Air untuk kolam perikanan, dan lain-lain b. Asal sumber air

1. Air dari mata air di pegunungan 2. Air danau

3. Air sungai 4. Air sumur

5. Air hujan, dan lain-lain

Air bersih harus mempunyai kualitas tinggi secara fisik, kimiawi maupun biologi.

2.6 Perubahan Tutupan Lahan

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan lahan juga meningkat. Hal ini mendorong terjadinya pemanfaatan lahan yang berupa eksploitasi atau konversi lahan secara berlebihan di beberapa tempat tidak terkecuali wilayah DAS. Arwindrasti (1997) menyatakan bahwa pemanfaatan lahan di DAS Cisadane dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu pertanian, industri dan pemukiman. Kondisi ini menunjukkan terjadinya perubahan tutupan lahan di wilayah DAS yang awalnya berupa hutan menjadi lahan dengan beragam jenis tutupan sepeti lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, industri, lahan kosong dan lain-lain.

Kondisi tutupan lahan ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas air di DAS tersebut. Marsono (2004) menyatakan bahwa air yang dihasilkan oleh suatu DAS sangat ditentukan oleh karakteristik ekosistem dan dipengaruhi oleh teknik pemanfaatan lahannya. Keberadan hutan dengan beragam vegetasi adalah suatu jenis tutupan lahan yang terdapat di DAS yang secara langsung mendukung fungsi suatu ekosistem DAS.

2.6.1 Pengaruh perubahan tutupan/penggunaan lahan terhadap kualitas air Hasil penelitian (Rasyidin 1995) menjelaskan bahwa perubahan tata guna lahan atau tanah mempengaruhi kualitas air pada musim hujan dan musim kemarau. Berkurangnya hutan dan bertambahnya penggunaan lahan menyebabkan

(12)

peningkatan parameter kualitas air seperti TSS, BOD dan COD pada musim penghujan dan musim kering. Hal yang serupa juga diperoleh Zamrin (2007) bahwa perubahan tutupan lahan mengakibatkan terjadinya peningkatan laju erosi yang berdampak pada nilai kekeruhan dan TSS air sungai.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspaningsih (1997) jenis tutupan lahan memiliki laju erosi yang berbeda tergantung pada persen tutupan tanah dan vegetasi. Laju erosi di tipe penggunaan lahan berupa kebun campuran lebih kecil daripada tipe penggunaan lahan berupa pemukiman karena banyaknya lahan pemukiman dengan tanah yang ditutupi bangunan dan jaringan jalan yang menyebabkan aliran permukaan besar. Prediksi erosi di hutan lindung, sawah dan kebun campuran dengan kerapatan tinggi lebih kecil daripada nilai erosi yang masih diperbolehkan tetapi tingkat erosi di semak belukar, tegalan, hutan tanaman dan pemukiman lebih besar daripada nilai erosi yang diperbolehkan.

Sementara itu Lee (1988) mengemukakan bahwa adanya kegiatan konversi hutan berupa penggundulan, pemangkasan, pembalakan dan penebangan hutan akan cenderung mengurangi produksi air, meningkatkan erosi, pemakaian bahan kimia untuk kegiatan tersebut akan mempengaruhi kualitas air. Perubahan tutupan lahan tersebut juga akan berakibat buruk pada pola hidrologi DAS Cisadane (Arwindrasti 1997). Senada dengan hal tersebut, Marsono (2004) menyimpulkan secara umum bahwa jika ekosistem DAS tidak mengalami kerusakan akibat pemanfaatan yang berlebihan, maka jumlah, sebaran air dan kualitas airnya sepanjang tahun akan berjalan normal dan optimal sesuai dengan karakteristik DAS yang bersangkutan.

Referensi

Dokumen terkait

Intervensi yang diberikan untuk klien dengan masalah keperawatan Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah meliputi managemen hiperglikemi untuk mengontrol kadar

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa bahwa stabilitas keuangan tidak berpe- ngaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan, kedua menunjukkan

Penelitian mengenai teknologi AJAX yang dibahas pada artikel ini akan menggunakan contoh website (subdomain) pada Universitas Matana yang akan digunakan oleh para

BADAN PERIZINAN, PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI DAERAH.. UNIT LAYANAN

Kepatuhan. 5) Dalam hal terdapat perubahan informasi yang cenderung bersifat cepat ( prone to rapid change ) antara lain terkait perubahan kondisi ekonomi,

Namun, praktek money politic menjadi sangat tidak wajar atau bahkan bisa menjadi masalah jika dilakukan oleh seseorang yang sangat diagungkan dan dihormati seperti

Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa pelayanan tingkat desa di Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan yang menyatakan “Baik” apabila diklasifikasikan berdasarkan jenis

Proses belajar pendidikan jasmani merupakan suatu peristiwa belajar yang dilakukan oleh seluruh siswa dan siswi di sekolah, di mana dalam pelaksanaannya diperlukan adanya suatu