• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

i

MENJADI MUZAKKI

(Studi Kasus Pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat PKPU Jawa Tengah)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Mencapai Derajat Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah (MD)

Hasan Asy’ari Syaikho 071311016

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii

(Studi Kasus pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat PKPU Jawa Tengah).

Dari judul skripsi tersebut, penelitian difokuskan pada dua permasalahan yaitu bagaimana pengelolaan zakat, infaq, dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengah dan bagaimana proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk memahami pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengan dan untuk memahami proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.

Peneliti menggunakan beberapa metode yang dianggap relevan untuk menggali data, menganalisis dan menarik sebuah kesimpulan dari persoalan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun sumber data yang dipakai peneliti adalah data primer yaitu pengurus PKPU Jawa Tengah; data sekunder yaitu dokumen-dokumen, foto-foto, dan perundang-undangan. Dari sumber data tersebut peneliti berusaha mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukan pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengah, dalam pelaksanaannya sesuai dengan syari’at Islam dan instruksi pemerintah. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam pendayagunaan dana ZIS kepada mustahiq PKPU Jawa Tengah memprioritaskan fakir miskin dan mustahiq yang bersifat darurat yang perlu penanganan cepat seperti korban bencana. Sedangkan dalam proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah melalui program pemberdayaan mustahiq telah menunjukkan positif yaitu adanya pertumbuhan ekonomi yang diperoleh. Mereka sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

(3)
(4)
(5)

v

sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, 3 Mei 2012 Yang menyatakan

Hasan Asy’ari Syaikho NIM: 71311016

(6)

vi

Kupersembahkan karya ini untuk orang-orang yang penuh arti dalam hidupku

Ayahku tercinta (Bapak Syihaburromli) dan Ibuku terkasih (Ibu Khoridah) yang dengan cinta, kasih-sayang dan do’a beliau berdua aku selalu optimis untuk meraih

kesuksesan yang gemilang dalam hidup ini.

Guru-guruku yang telah memberikan ilmunya kepadaku dengan penuh kesabaran dan ketelatenan.

Adik-adikku (Masrur Bayanul Alam dan Atiek Nazli Rahmatika)

yang selalu memberikan dukungan terhadapku. Dan tak lupa pula keluargaku semua yang selalu mendoakan kesuksesan buatku.

Sahabat-sahabatku tercinta

yang telah membuat hidupku lebih bermakna dan dinamis.

Terima kasih ku ucapkan atas keikhlasan dan ketulusannya dalam mencurahkan cinta, kasih-sayang dan do’anya untukku.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang dapat meraih kesuksesan dan kebahagiaan dunia-akhirat.

(7)

vii





.



“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan

(8)

viii

menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqoh Dalam Upaya Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki”, (Studi Kasus Pos Kemanusiaan Peduli Umat Jawa Tengah) tanpa mengalami hambatan yang berarti.

Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Nabiyullah Agung Muhammad SAW, pembawa risalah kebenaran, petunjuk arah dari dunia penuh kegelapan, kedholiman, kepada dunia terang benderang, penuh hidayah dan berkah. Semoga dengan sholawat ini, penulis memperoleh syafaat beliau dari dunia sampai yaumil qiyamah. Amin.

Penulisan hasil penelitian ini merupakan sebagian dari sekian syarat-syarat guna menyelesaikan gelar sarjana Strata Satu (S.Sos.I) di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.

Dengan kerendahan hati dan kesadaran penuh, penulis sampaikan bahwa skripsi ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu. Adapun ucapan terima kasih secara khusus peneliti sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.

2. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.

3. Ketua Jurusan Manajemen Dakwah (MD) Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk membahas dan mengkaji masalah ini.

(9)

ix

5. Bapak Thohir Yuli Kusmanto, S. Sos., M. SI., selaku dosen wali studi.

6. Seluruh Dosen, karyawan dan civitas akademika Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah berpartisipasi memberikan support terhadap penulis.

7. Ayah, Ibu tercinta dan adik-adikku serta keluargaku yang aku cintai, semuanya yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan baik material maupun spiritual sampai selesainya skripsi ini.

8. Abah Dr. H. Awaluddin Pimay, Lc., M. Ag., dan se-keluarga (Ibu Wardah, Irham, Ilham dan Idham), ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas dukungannya, baik moril maupun materiil. Hanya Allah SWT. yang mampu membalas kebaikannya.

9. Sahabat-sahabat keluarga besar MD (Manajemen Dakwah) 2007 yang telah menghibur penulis & selalu memotifasi penulis. Semoga perjuangan kita akan memberikan kesuksesan.

10.Keluarga besar Graha Walisongo Semarang yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memotivasi dan memberikan pernak-pernik perjalanan hidup penulis dalam menuntut ilmu di IAIN Walisongo Semarang.

11.Dan semua pihak yang memberikan bantuan berupa pemikiran maupun motivasi kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih atas semuanya.

Semoga Allah SWT melimpahkan anugerah cinta-Nya pada kita semua. Sehingga kita memiliki hati yang senantiasa bersih, lapang dan dipenuhi oleh aura cinta-Nya yang murni. Sebagai manusia yang tak luput dari salah dan dosa, penulis pun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini.

(10)

x

Semarang, 3 Mei 2012 Penulis

(11)

xi

NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 8

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4.Tinjauan pustaka ... 9

1.5.Metode penelitian ... 12

1.6.Metode Analisis ... 16

1.7.Sistematika Penulisan ... 17

BAB II. DAKWAH, ZAKAT, DAN PENGELOLAANNYA SERTA PERUBAHAN STATUS MANUSIA DALAM DAKWAH ZAKAT 2.1.Konsep Dakwah dan Zakat ... 19

2.1.1. Dakwah ... 19

2.1.1.1. Pengertian Dakwah ... 19

2.1.1.2. Dasar Hukum Dakwah ... 20

2.1.1.3. Fungsi Dakwah ... 21

(12)

xii

2.1.2.4. Macam-macam Zakat ... 33

2.1.2.5. Syarat-syarat Zakat dan Wajib Zakat ... 36

2.1.2.6. Golongan yang Berhak Menerima Zakat ... 38

2.1.2.7. Sanksi ... 41

2.1.2.8. Fungsi Zakat ... 41

2.1.3. Zakat sebagai Pesan Dakwah... 43

2.2.Perubahan Status Manusia dalam Dakwah Zakat ... 47

2.2.1. Pengertian Perubahan ... 47

2.2.2. Unsur Manusia dalam Dakwah Zakat... 49

2.2.3. Proses Perubahan Status Manusia dalam Dakwah Zakat ... 54

2.3.Konsep Pengelolaan Zakat ... 57

2.3.1. Pengertian Pengelolaan Zakat... 57

2.3.2. Pengumpulan Zakat ... 60

2.3.3. Pendayagunaan Zakat ... 62

2.3.4. Pengawasan Zakat ... 68

2.3.5. Lembaga Pengelolaan Zakat ... 70

BAB III. GAMBARAN UMUM PKPU JAWA TENGAH DAN PENGELOLAAN ZIS DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI 3.1.Gambaran Umum PKPU Jawa Tengah ... 74

3.1.1. Sejarah PKPU ... 74

3.1.2. Visi dan Misi PKPU Jawa Tengah ... 76

3.1.3. Program Kerja PKPU Jawa Tengah ... 77

(13)

xiii

Tengah ... 86

3.3.Perubahan Status Mustahiq menjadi Muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah ... 96

3.3.1. Kriteria Mustahiq ... 96

3.3.2. Kriteria Muzakki ... 98

3.3.3. Proses Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki ... 101

BAB IV. ANALISIS PENGELOLAAN ZIS DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI PADA PKPU JAWA TENGAH 4.1.Analisis Pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah ... 115

4.2.Analisis Proses Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah ... .127

BAB V. PENUTUP 5.1.KESIMPULAN ... 135

(14)

xiv

Tabel 2 Alokasi anggaran program PKPU Jawa Tengah tahun2010 dan 2011 94 Tabel 3 Penerimaan ZIS PKPU Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011 100 Tabel 4 Daftar KSM PKPU Jawa Tengah masih dalam pendampingan 105 Tabel 5 Daftar KSM PKPU Jawa Tengah yang sudah mandiri 106 LAMPIRAN

Lampiran 1. Jenis zakat dan ketentuan wajib zakat. Lampiran 2. Foto-foto.

(15)

PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH DALAM UPAYA MENGUBAH STATUS MUSTAHIQ MENJADI MUZAKKI (Studi Kasus Pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat PKPU Jawa Tengah)

1.1. Latar Belakang

Kita melihat Islam muncul sebagai sistem nilai yang mewarnai perilaku ekonomi masyarakat Muslim kita. Dalam hal ini, zakat memiliki potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan bangsa Indonesia. Sehingga diharapkan bisa mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional, khususnya penguatan pemberdayaan ekonomi umat.

Di masyarakat kita terutama masyarakat Islam yang hidup di Jawa Tengah, pengetahuan, kesadaran dan pengalaman terhadap perintah untuk berzakat masih lemah (http://www.pkpu.or.id/2009/08/31). Misalnya pemahaman tentang lembaga zakat, pemahaman mengenai konsepsi fikih zakat yang masih menggunakan perumusan para ahli beberapa abad yang lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi (setempat) masa itu. Dalam perekonomian modern perumusan tersebut banyak yang tidak tepat lagi dipergunakan mengatur zakat dalam masyarakat modern sekarang ini, seperti sektor industri dan pelayanan jasa, tidak tertampung oleh fikih zakat yang telah ada itu. Akibatnya, karena kurang paham, umat Islam kurang pula melaksanakan zakat (Ali, 1988: 53).

(16)

Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat tentang pelaksanaan zakat, masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap penyelenggaraan zakat. Selain itu, masih ada kebiasaan para wajib zakat terutama di pedesaan, menyerahkan zakatnya tidak kepada kedelapan golongan atau beberapa dari delapan golongan yang berhak menerima zakat, tetapi kepada para pemimpin agama setempat. Pemimpin agama ini (kiai atau anjengan) tidak bertindak sebagai amil yang berkewajiban membagikan atau menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya, tetapi bertindak sebagai mustahiq sendiri dalam kategori sabilillah yakni orang yang berjuang di jalan Allah (Ali, 1988: 54-56). Cara dan sikap ini tidak sepenuhnya salah, namun sikap tersebut seyogyanya ditinggalkan, di antaranya untuk menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu, padahal salah satu dari tujuan zakat adalah pemerataan ekonomi untuk mencapai keadilan sosial.

Sedangkan upaya peningkatan kesejahteraan umat Islam salah satunya memaksimalkan potensi zakat. Berdasarkan survey yang dilakukan LAZ PKPU Jawa Tengah bahwa potensi zakat di Indonesia begitu besar misalnya di wilayah Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 9.356 triliun setiap tahun, berasal dari Zakat, Infak dan Shodaqoh sebesar Rp 8.982 triliun, sementara dari Zakat fitrah sebesar Rp 374.275 miliar. Namun, kendala optimalisasi zakat di Jawa tengah adalah masalah sosialisasi dan payung hukum pengaturannya. Hal ini disebabkan belum efektifnya lembaga zakat yang menyangkut aspek pengumpulan, administrasi, pendistribusian, monitoring

(17)

serta evaluasinya. Dengan kata lain, sistem organisasi dan manajemen pengelolaan zakat hingga kini masih bertaraf klasikal, bersifat konsumtif dan terkesan inefisiensi, sehingga kurang berdampak sosial yang berarti (http://www.pkpu.or.id/2009/08/31).

Data statistik menunjukan pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa Tengah sebanyak 33,18 juta jiwa. Sementara jumlah rumah tangga miskin (RTM) mencapai 3,1 juta keluarga dari 6,7 juta rumah tangga yang ada di Jateng (46,26 %). Sementara jumlah keluarga prasejahtera 3.198.596 kepala keluarga, penduduk miskin 12,66 juta. Sedangkan jumlah penduduk muslim saat ini di Jateng 29 juta jiwa, seandainya 30 % umat Islam membayar zakat, dana yang akan bisa kita gunakan untuk membantu masyarakat kurang mampu sudah sangat besar (http://www.pkpu.or.id/2009/08/31). Sesungguhnya potensi di Jawa Tengah dihitung berdasarkan pada asumsi rata-rata sepertiga penduduk muslim Jawa Tengah memberikan ZIS sebesar Rp 1 juta pertahun, maka masalah kemiskinan di Jawa Tengah ini bisa diangkat dengan pendekatan partnership, melalui zakat.

Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, sebagaimana yang diungkapkan dalam berbagai hadits Nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidhdharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari

(18)

keislaman seseorang (Yafie, 1994: 231). Di dalam Al-Qur’an terdapat dua puluh tujuh ayat yang mensejajarkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata (Ali, 1988: 90). Salah satu ayat Al-Qur’an yang mensejajarkan zakat dengan ibadah shalat ada dalam surat al-Baqarah ayat 43 yang berbunyi :

































 Artinya :

“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku”. (Dept. Agama, 1978: 16)

Hal ini menegaskan adanya kaitan antara ibadah shalat dan Zakat. Jika shalat berdimensi vertikal-ketuhanan, maka zakat merupakan ibadah yang berdimensi horizontal-kemanusiaan. Di dalam Al-Qur’an terdapat pula berbagai ayat yang memuji orang-orang yang secara sungguh-sungguh menunaikannya, dan sebaliknya memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya. Zakat bukan sekadar kebaikan hati orang-orang kaya terhadap orang miskin, tetapi zakat adalah hak Tuhan dan hak orang miskin yang terdapat dalam harta orang kaya, sehingga zakat wajib dikeluarkan. Demikian kuatnya pengaruh zakat, sampai Khalifah Abu Bakar Ashshiddiq bertekad memerangi orang-orang yang shalat, tetapi tidak mau mengeluarkan zakat dimasa pemerintahannya (Ensiklopedi Hukum Islam, 1997: 1987). Di dalam tafsir Qurthubi, sebagaimana dikutip oleh Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al- Khaubawiy (2007 : 627) diriwayatkan :

(19)

Bahwa Nabi Musa as. pada suatu hari melewati seorang lelaki yang sedang shalat dengan khusyu’ dan tunduk. Maka Nabi Musa berkata: “Ya Tuhanku, alangkah bagusnya shalat orang ini.” Allah Ta’ala menjawab: “Hai Musa, kalaupun dia shalat tiap hari dan tiap malam seribu rakaat, memerdekakan seribu hamba sahaya, berhaji seribu kali dan mengantarkan seribu jenazah, namun itu takkan berguna baginya sebelum dia menunaikan zakat dari hartanya.

Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan dan jika hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan berbagai kedurhakaan dan kemaksiatan lainnya.

Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia, sebenarnya memiliki potensi strategis yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrument pemerataan pendapatan, yakni institusi zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dan secara kultural, kewajiban zakat, dorongan berinfaq, dan bershodaqoh di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat muslim (Bamualim, 2005: 2). Dengan demikian, mayoritas penduduk Indonesia, secara ideal, bisa terlibat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila hal itu bisa terlaksana dalam aktivitas sehari-hari umat Islam, maka secara hipotetik, zakat berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional, termasuk di dalamnya adalah penguatan pemberdayaan ekonomi nasional.

Secara substantif, zakat, infaq, dan shodaqoh adalah bagian dari mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambil dari harta orang berkelebihan dan disalurkan kepada orang yang kekurangan. Zakat tidak dimaksudkan untuk memiskinkan orang

(20)

kaya, juga tidak untuk melecehkan jerih payah orang kaya. hal ini disebabkan karena zakat diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu yang wajib di zakati. Oleh karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu.

Seperti halnya dengan zakat, walaupun infaq dan shodaqoh tidak wajib, tetapi infaq dan shodaqoh merupakan media pemerataan pendapatan bagi umat Islam yang sangat dianjurkan. Dengan kata lain, infaq dan shodaqoh merupakan media untuk memperbaiki taraf kehidupan, di samping adanya zakat yang diwajibkan kepada orang Islam yang mampu. Dengan demikian dana zakat, infaq, dan shodaqoh bisa diupayakan secara maksimal untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Badan amil zakat atau lembaga amil zakat diharapkan tidak hanya terpaku pada memikirkan kebutuhan sendiri, melainkan juga mau terlibat dan melibatkan diri untuk memberi kepedulian terhadap warga masyarakat guna mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Dengan demikian, kehadiran badan amil zakat atau lembaga amil zakat di samping bersifat keagamaan, juga ditempatkan dalam konteks cita-cita bangsa, yaitu membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Oleh karena itu peningkatan daya guna lembaga amil zakat, khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat mesti dilakukan.

Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat, kini memasuki era baru, yakni dikeluarkannya

(21)

Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

Undang-undang tersebut berisi tentang perlunya BAZ dan LAZ meningkatkan kinerja menjadi amil zakat yang profesional, amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana, mampu mengelola zakat, baik pengambilannya maupun pendistribusiannya dengan terarah, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para mustahiq. Dalam hal ini, pendistribusian zakat diutamakan untuk usaha produktif. Mustahiq dididik untuk giat berusaha dan perlahan tapi pasti menjadi mandiri, lalu naik tingkat menjadi muzakki, sesuai dengan visi daripada zakat yaitu untuk mengubah status mustahiq menjadi muzakki, maka BAZ dan LAZ dituntut untuk berperan aktif dalam mencapai visinya sehingga zakat dapat berdaya guna dan berhasil guna. Atas dasar kenyataan ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian, guna mengetahui tentang pengelolaan zakat pada Lembaga Amil Zakat menyangkut aspek pengumpulan, administrasi, pendistribusian, monitoring, serta evaluasi pada Lembaga Amil Zakat Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah. Penelitian penulis berjudul “Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqoh Dalam Upaya Mengubah Status Mustahiq Menjadi Muzakki (Studi Kasus pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat PKPU Jawa Tengah)”.

(22)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengah ?

2. Bagaimana proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan diadakan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengah.

b. Untuk mengetahui proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang bisa diharapkan antara lain :

a. Dilihat dari sudut pandang kegunaan teoritis, penelitian ini diharapkan :

pertama, dapat menambah khazanah ke Islaman dan keilmuan

manajemen dakwah khususnya pada konsentrasi manajemen ZIS di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Kedua, sebagai acuan referensi bagi penelitian selanjutnya dan bahan pustaka siapa yang membutuhkan, terutama tentang pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah.

(23)

b. Dilihat dari sudut pandang kegunaan praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan ilmu pengetahuan bagi semua pihak, khususnya bagi:

1) Peneliti, penelitian ini berguna sebagai tambahan wawasan ilmu pengetahuan yang pada akhirnya dapat berguna ketika peneliti sudah berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.

2) masyarakat, hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan bagi masyarakat.

3) lembaga-lembaga zakat, diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, sehingga permasalahan-permasalahan umat, khususnya mengenai zakat dapat teratasi.

1.4. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai zakat telah banyak ditulis oleh banyak ulama dan pakar zakat di Indonesia. Termasuk dalam pembahasan konsep pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat dengan metode secara produktif, Arif Mufraini menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi dan Manajemen Zakat” bahwa ada dua pola yang dapat dilakukan dalam mendistribusikan dana zakat yaitu dengan cara qardhul hasan dan mudharabah. Dikalangan mahasiswa sendiri zakat menjadi tema dalam skripsi diantaranya adalah ;

1. Mujiati (1104052) Fak. Dakwah Jurusan Manajemen Dakwah IAIN Walisongo Semarang tahun 2009 dengan judul “Pelaksanaan Pengawasan dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Zakat Mal Di

(24)

Dompet Peduli Umat Darut Tauhid DPU DT Cabang Semarang Tahun 2005-2008 (Perspektif Manajemen Dakwah)”. Di dalamnya berisi pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan zakat mal di DPU DT Cabang Semarang Tahun 2005-2008 dilakukan dengan memberikan laporan keuangan baik bulanan maupun tahunan kepada kantor pusat. Implikasi pengawasan terhadap pengelolaan zakat mal di DPU DT Cabang Semarang tahun 2005-2008 adalah proses pengelolaan zakat baik yang dapat dipercaya oleh masyarakat, dari sudut administrasi pengawasan yang baik akan dapat menghindarkan kesalahan dalam pengelolaan dana yang masuk. Sedangkan dilihat dari sudut dakwah Islam, pengawasan zakat mal yang dilakukan DPU DT Cabang Semarang dapat menjadi bentuk dakwah Islam yang mengarahkan umat Islam untuk selalu berjalan dijalan Allah SWT dengan memberikan sebagai hartanya yang telah disyariatkan menjadi hak orang lain.

2. Skripsi Sumanto 2007, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang dengan judul skripsi Manajemen Zakat, Infaq dan Shadaqah Badan Amil Zakat KUA di Kecamatan Semarang Barat. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Sumanto tersebut menyimpulkan bahwasanya Badan Amil Zakat KUA di Kecamatan Semarang Barat telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Akan tetapi masih ada

(25)

kekurangan dalam hal perhatian dan dukungan dari pemerintah sehingga terlihat saling berjalan sendiri.

3. Sayidi (1101083) Fak. Dakwah Jurusan Manajemen Dakwah IAIN Walisongo Semarang tahun 2007, dengan judul “ Pengelolaan Zakat Mal dari Hasil Penangkapan Ikan pada Masyarakat Nelayan di Kec. Rowosari Kab. Kendal”. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Sayidi tersebut menyimpulkan bahwasanya pengelolaan zakat mal dari hasil penangkapan ikan, terutama dalam pengumpulannya dilakukan oleh nelayan itu sendiri yaitu dengan cara menghitung sendiri nishabnya serta didistribusikan sendiri kepada yang berhak menerimanya dan ada juga yang mengeluarkan zakat malnya melalui lembaga zakat dan Badan Pelaksanaan Urusan Zakat Muhammadiyah (Bapelurzam). Sedangkan sistem pendistribusiaannya setiap awal bulan Syawal sampai awal bulan Dzulhijjah yang dilakukan oleh tiap-tiap amilin ranting yaitu rumah ke rumah.

4. Fiyah Mukafiyah (1101134) Fak. Dakwah IAIN Walisongo Semarang tahun 2007, dengan judul “Pengorganisasian Zakat Untuk Pengembangan Dakwah di Kelurahan Sumurboto Kec. Banyumanik Semarang (Studi Kasus PKPU Jateng Periode 2004-2005)”. Dalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang membahas tentang organisasi zakat dalam pengembangan dakwah yang dilakukan oleh PKPU Jateng. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskripsi. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan

(26)

pengorganisasian zakat yang dilakukan PKPU Jateng untuk pengembangan dakwah di Kelurahan Sumurboto Kec. Banyumanik Semarang.

Dari penelitian-penelitian di atas dapat dipahami bahwa penelitian yang penulis lakukan ini memiliki sudut pandang yang berbeda. Penulis menyimpulkan dua permasalahan yaitu bagaimana pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah dan bagaimana proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.

1.5. Metode Penelitian. 1.6.1. Jenis Penelitian.

Penelitian yang penulis lakukan berupa penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkaan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong ,2002 : 3). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan analisisnya dalam proses penyimpulan induktif, serta analisisnya terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dan menggunakan logika ilmiah.

1.6.2. Sumber dan Jenis Data

Data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian. Jenis data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber informasi yang langsung bertanggung jawab terhadap pengumpulan atau penyimpanan data. Data primer ini juga bisa dikatakan

(27)

sebagai sumber utama. Data primer bisa dalam bentuk verbal atau kata-kata /ucapan lisan dan perilaku dari subyek yang berkaitan. Sedangkan data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber bukan utama yang memuat informasi atau data tentang penelitian tersebut dan bisa dikatakan sebagai pendukung dan pelengkap dari sumber-sumber data primer (Amirin, 1995: 132). Adapun sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari semua informan melalui teknik wawancara dan observasi terhadap obyek penelitian tentang pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh dalam upaya mengubah status mustahiq menjadi muzakki pada Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen, foto-foto, dan sumber lain yang dapat digunakan sebagai pelengkap data primer.

1.6.3. Metode Pengumpulan Data.

Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan. Karena penelitian ini adalah penelitian lapangan, maka yang hendak dijaring dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan data empiris. Adapun beberapa teknik yang penulis gunakan adalah:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara yaitu percakapan atau tanya jawab lisan antara dua orang atau yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan dengan masalah tertentu (Moleong, 2002: 186).

(28)

Adapun teknik atau metode wawancara dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan interview guide (panduan wawancara) (Soekanto, 1986: 25). Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data dari para informan yang memiliki relevansi dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

Kalau kita tinjau dari jenisnya, wawancara ada dua macam, yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan dan wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check list (Arikunto, 2006: 227).

Wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (sugiyono, 2009: 140). Disini pertanyaan tidak tersusun secara ketat, sehingga memudahkan peneliti untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan guna mendapatkan informasi yang lebih mendalam dengan menyesuaikan sesuai keadaan dan ciri yang unik dari informan. Dengan begitu, diharapkan nantinya mampu menghasilkan data-data yang lebih mendalam terkait tema penelitian yang telah ditentukan. Dalam hal ini penulis akan

(29)

mewancarai pengurus Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah (yaitu Direktur PKPU Jawa Tengah, Kepala bidang penghimpunan dan Kepala bidang pendayagunaan), dan mustahiq yang dalam proses perubahan menjadi muzakki (anggota kelompok swadaya masyarakat) serta karyawan lembaga zakat tersebut.

b. Observasi

Secara luas, observasi adalah metode yang digunakan melalui pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan keseluruhan alat indra (Danim, 1998: 146). Observasi dalam dunia ilmiah biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki (Danim, 1998: 146).

Teknik ini digunakan untuk mengamati fenomena yang dilakukan Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah mengenai pengelolaan dan pendayagunaan zakat, hal ini dilakukan untuk mengetahui secara pasti dan langsung pengelolaan zakat pada PKPU Jawa Tengah khususnya dalam proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari data-data otentik yang bersifat dokumentasi, baik data itu berupa catatan harian, memori atau catatan penting lainnya. Adapun

(30)

yang dimaksud dengan dokumen di sini adalah data/dokumen yang tertulis (Sarlito, 2000: 71-73). Dalam penelitian ini penulis memanfaatkan dokumen yang dimilki oleh Lembaga seperti program kerja, dan dokumen lain yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian.

1.6. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis. Data itu sendiri terdiri dari deskripsi-deskripsi yang rinci mengenai situasi, peristiwa, orang, interaksi dan perilaku yang diolah dan dikelola untuk dilaporkan secara sistematis.

Menurut Miles dan Huberman (1992: 16), analisis data ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data (menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data), penyajian data (menemukan pola-pola hubungan yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan) dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (membuat pola makna tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh melalui interview dan observasi yang berupa data kualitatif (Arikunto, 1997: 245). Agar data kualitatif hasil interview dan observasi mudah dipahami, data dianalisis dengan teknik berpikir induktif, yakni berangkat dari fakta-fakta atau

(31)

peristiwa-peristiwa yang bersifat empiris kemudian temuan tersebut dipelajari dan dianalisis sehingga bisa dibuat suatu kesimpulan dan generalisasi yang bersifat umum. Analisis data dalam penelitian ini tidak diwujudkan dalam bentuk angka melainkan berupa laporan dan uraian deskriptif mengenai pengelolaan ZIS pada PKPU Jawa Tengah dan proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.

1.7. Sistematik Penulisan Skripsi

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, maka penulis perlu menyusun sistematika sedemikian rupa sehingga dapat menunjukan hasil penelitian yang baik dan mudah dipahami. Adapun sistematika tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, dalam bab ini berisi tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, metode analisis data dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II Kajian teoritis, membahas mengenai berbagai topik yang relevan dengan penelitian ini, yang berasal dari studi perpustakaan, literatur-literatur, artikel, internet dan bacaan lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Dalam bab ini peneliti akan menguraikan tentang konsep dakwah dan zakat; konsep dakwah, meliputi: pengertian dakwah, dasar hukum dakwah, fungsi dakwah dan unsur-unsur dakwah; selanjutnya konsep zakat, meliputi: pengertian zakat, infaq dan shodaqoh, dasar hukum zakat, macam-macam zakat, syarat-syarat zakat dan wajib zakat, golongan yang berhak menerima

(32)

zakat, sanksi dan fungsi zakat, serta menguraikan zakat sebagai pesan dakwah; perubahan status manusia dalam dakwah zakat, meliputi: pengertian perubahan, unsur manusia dalam dakwah zakat dan proses perubahan status manusia dalam dakwah zakat. Kemudian yang terakhir menguraikan konsep pengelolaan zakat, meliputi: pengertian pengelolaan zakat, pengumpulan, pendayagunaan dan pengawasan zakat, dan menjelaskan tentang lembaga pengelolaan zakat.

BAB III Hasil penelitian dan pembahasan, bab ini membahas mengenai objek penelitian secara komprehensif, berisi data-data objek penelitian yang mencakup data umum maupun data khusus. Dalam hal ini berisi tentang gambaran umum lembaga PKPU Jawa Tengah meliputi sejarah singkat PKPU Jawa Tengah, visi dan misi, program kerja dan struktur organisasi PKPU Jawa Tengah. Serta menguraikan tentang pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengah dan proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.

BAB IV Analisis data, membahas hasil dari penelitian yang meliputi analisis data dan analisis komparatif dari objek penelitian. Dalam bab ini berisi tentang analisis pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh pada PKPU Jawa Tengah dan analisis proses mengubah status mustahiq menjadi muzakki yang dilakukan PKPU Jawa Tengah.

BAB V, merupakan bab terakhir dari keseluruhan penulisan skripsi ini, yang didalamnya mencakup tentang kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.

(33)

BAB II

DAKWAH, ZAKAT, DAN PENGELOLAANNYA

SERTA PERUBAHAN STATUS MANUSIA DALAM DAKWAH-ZAKAT

2.1. Konsep Dakwah dan Zakat 2.1.1. Dakwah

2.1.1.1. Pengertian Dakwah

Kata dakwah dalam Kamus Al-Munawwir: Arab-Indonesia (1997: 406) berasal dari kata اىعد – ىعدي – اعد yang artinya “memanggil, mengundang, mengajak atau menyeru. Dalam Ilmu Tata Bahasa Arab kata dakwah berbentuk isim masdar yaitu اوعد , sedangkan bentuk fi‟il-nya adalah ىعدي – اعد.

Sementara pengertian dakwah secara konseptual telah dirumuskan oleh para ulama dengan pengertian yang beragam. Pengertian dakwah tersebut dikemukakan oleh para pakar dakwah sebagai berikut:

1) Menurut Ali Mahfudz, dakwah adalah mendorong manusia kepada kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah mereka berbuat ma‟ruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat (Awaluddin, 2006: 6). 2) Menurut Amrullah Achmad (1983: 17) mengungkapkan bahwa

dakwah adalah mengadakan dan memberikan arah perubahan. Mengubah struktur masyarakat dan budaya dari kedhaliman ke arah

(34)

keadilan, kebodohan ke arah kemajuan/kecerdasan, kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke arah kemajuan yang semuanya dalam rangka meningkatkan derajat manusia dan masyarakat ke arah puncak kemanusiaan.

3) Quraish Shihab mendefinisikan dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun masyarakat (Munir, 2006: 20).

Dari beberapa definisi dakwah di atas, sesuai dengan kerangka teoritik penelitian ini, maka di sini akan digunakan definisi yang kedua yaitu dakwah adalah mengadakan dan memberikan arah perubahan. Mengubah struktur masyarakat dan budaya dari kedhaliman ke arah keadilan, kebodohan ke arah kemajuan/kecerdasan, kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke arah kemajuan yang semuanya dalam rangka meningkatkan derajat manusia dan masyarakat ke arah puncak kemanusiaan.

2.1.1.2. Dasar Hukum Dakwah

Dasar hukum kewajiban dakwah banyak disebutkan dalam al-Qur‟an, di antaranya adalah surat Ali Imran ayat 104:

















































(35)

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Dept. Agama, 1978: 93).

Di samping itu, pandangan yang menyatakan bahwa dakwah hukumnya wajib juga didasari hadits Nabi SAW :

ٍديب ٍريغيلف اركٌه نكٌه يأر يه

,

ًَاسلبف عطتسي نل ىاف

,

نل ىاف

ىاويلاا فعضا كلذو َبلقبف عطتسي

.

(

دوحلاا ٍاور

)

Artinya: “barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah merubahnya dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan, jika tidak mampu dengan hati dan itu selemah-lemah daripada iman” (HR. Ahmad).

2.1.1.3. Fungsi Dakwah

Dilihat dari targetnya, fungsi dakwah dapat dibedakan menjadi empat yaitu: i‟tiyadi, muharrik, iqaf dan takhfif. Dalam Kamus Al-Munawwir: Arab-Indonesia istilah i‟tiyadi berasal dari kata “aa‟da” yang artinya kembali, kebiasaan atau adat. Sedangkan kata Muharrik merupakan bentuk masdar dari kata “harraka” yang artinya bergerak atau penggerak. Kemudian kata iqaf berasal dari kata “waqafa” yang artinya berhenti atau penghentian, dan yang terakhir kata takhfif berasal dari kata “khaffafa” yang artinya meringankan.

Dari istilah tersebut di atas, fungsi dakwah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(36)

1. I‟tiyadi, yaitu ketika target dakwah adalah normalisasi tata nilai yang telah ada, hidup dan berkembang di suatu komunitas agar tata nilai itu kembali kepada yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman.

2. Muharriq, ketika target dakwah berupa peningkatan tatanan sosial yang sebenarnya sudah Islami agar semakin meningkat lagi nilai-nilai keislamannya hidup dalam komunitas tersebut.

3. Iqaf, ketika dakwah adalah upaya preventif dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan peringatan-peringatan yang relevan agar komunitas tersebut tidak terjerumus ke dalam tatanan yang tidak Islami atau kurang mencerminkan nilai-nilai keislaman.

4. Takhfif, ketika target dakwah adalah upaya membantu untuk ikut meringankan beban penderitaan akibat problem-problem yang secara riil telah mempersulit kehidupan komunitas (Sulthon, 2003: 140-141).

2.1.1.4. Unsur-unsur Dakwah

Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur dakwah tersebut adalah:

a. Da‟i (Pelaku dakwah)

Da‟i adalah orang yang menyampaikam pesan atau

menyebarluaskan ajaran agama kepada masyarakat umum. Sedangkan secara praktis, da‟i dapat dipahami dalam dua pengertian. Pertama, da‟i adalah setiap muslim/muslimat yang melakukan aktivitas dakwah sebagai kewajiban yang melekat dan tak terpisahkan dari misinya

(37)

sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah “ballighu „anni walau ayat” (Awaluddin, 2006: 21).

Menurut pengertian ini, semua muslim termasuk dalam kategori da‟i, sebab ia mempunyai kewajiban menyampaikan pesan-pesan agama setidak-tidaknya kepada anak, keluarga atau pada dirinya sendiri. Jadi, pengertian da‟i semacam ini lebih bersifat universal, karena semua orang Islam termasuk dalam kategori da‟i.

Kedua, da‟i dialamatkan kepada mereka yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang dakwah Islam dan mempraktekkan keahlian tersebut dalam menyampaikan pesan-pesan agama dengan segenap kemampuannya baik dari segi penguasaan konsep, teori, maupun metode tertentu dalam berdakwah. Dengan kata lain, kategori da‟i di sini hanyalah mereka yang secara khusus menekuni bidang dakwah yang dilengkapi dengan ilmu-ilmu pendukungnya (Awaluddin, 2006: 22).

Oleh karena itu, visi seorang da‟i, karakter, keluasan dan kedalaman ilmu, keluhuran akhlak, kredibilitas, kapabilitas, akseptabilitas dan sikap-sikap positif lainnya sangat menentukan keberhasilan seorang da‟i dalam menjalankan tugas dakwah. Inilah salah satu aspek yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad dihadapan umatnya sehingga beliau mendapatkan keberhasilan yang gemilang dalam menjalankan tugas dakwah.

(38)

Selanjutnya, dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat. Untuk itu dapat dilakukan beberapa hal yang bermakna, yaitu dakwah untuk pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan budaya, dan pendidikan sebagai pusat dakwah Islam (Awaluddin, 2006: 28).

b. Mad‟u (Objek dakwah)

Mad‟u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak; atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang-orang yang telah beragama Islam, dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam, dan ikhsan (Munir, 2006: 23).

Oleh karena masyarakat yang menjadi sasaran dakwah sangat heterogen dan memiliki pluralitas yang sangat tinggi dalam berbagai aspek, baik segi usia, status sosial, tingkat ekonomi, profesi, tradisi, masyarakat, aspirasi politik dan keragaman aspek-aspek lainnya, maka seorang da‟i dituntut untuk memiliki ketajaman yang kreatif untuk mendeteksi dan mengidentifikasi kondisi riil masyarakat yang akan dihadapi. Kekeliruan penerapan cara dalam membidik komunikan sangat memungkinkan terjadinya kegagalan dalam melakukan tugas dakwah.

(39)

Dalam hal ini, maka da‟i sebelum terjun ke lapangan untuk berhadapan dengan komunikan, harus melakukan kerja pra-kondisi. Da‟i harus menganalisis secara tepat metode, strategi, materi dan media yang akan digunakan dalam melakukan tugas dakwah. Tanpa melalui tahapan ini maka sangat dimungkinkan pesan-pesan dakwah yang diberikan kepada komunikan akan mengalami pembiasan yang jauh dari harapan. Sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan akan sia-sia belaka dan tidak memiliki signifikansi yang strategis bagi masyarakat itu sendiri.

c. Materi Dakwah

Materi dakwah adalah pesan yang disampaikan oleh da‟i kepada mad‟u yang mengandung kebenaran dan kebaikan bagi manusia yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Dengan demikian materi dakwah merupakan inti dari dakwah itu sendiri. Oleh karena itu hakekat materi dakwah tidak lepas dari tujuan dakwah.

Tujuan dakwah dilihat dari segi materi ada tiga macam. Pertama, tujuan aqidah, yakni tertanamnya aqidah tauhid yang mantap di dalam hati setiap manusia, sehingga keyakinannya terhadap ajaran-ajaran Islam tidak diikuti dengan keragu-raguan. Realisasi dari tujuan ini adalah orang yang belum beriman menjadi beriman, dan orang yang sudah beriman semakin mantap keimanannya. Kedua, tujuan hukum, yakni kepatuhan setiap manusia terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah SWT. Realisasi dari tujuan ini adalah orang yang

(40)

belum mau menjalankan ibadah menjadi beribadah. Misalnya dari orang yang belum mau mendirikan sholat dan menunaikan zakat menjadi mau mendirikan sholat dan menunaikan zakat tanpa diseru lagi. Ketiga, tujuan akhlak yakni terbentuknya pribadi muslim yang berbudi luhur dan dihiasi denga sifat-sifat terpuji serta bersih dari sifat-sifat tercela. Realisasinya dapat terwujud melalui hubungan manusia dengan tuhannya, sikap terhadap dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia lain dengan sesama muslim dan lingkungannya (Awaluddin, 2006: 12).

d. Metode Dakwah

Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah metode sangat penting karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak baik, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.

Dilihat dari segi bentuk kegiatannya, secara umum dakwah dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu dakwah bil lisan dan bil hal. Dakwah bil lisan adalah dakwah secara langsung dimana da‟i menyampaikan ajaran dakwahnya kepada mad‟u (Sanwar, 1986: 77).

Dakwah bil hal merupakan kegiatan-kegiatan dakwah yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan umat. Di tengah-tengah kegairahan dan kesemarakan dakwah Islam di Indonesia dalam dasa warsa terakhir ini, dakwah yang lebih menyentuh dan

(41)

dinilai sebagai cara yang baik dan efektif adalah jenis dakwah bil hal. Dakwah bil hal merupakan dakwah yang lebih mengutamakan amal nyata di banding sekedar berpidato di mimbar (Ayyub dkk,1998: 7)

Tujuan dakwah bil hal adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat umat, terutama kaum dhu‟afa atau kaum berpenghasilan rendah (Pustaka Panjimas, 1989: 286). Sasaran dakwah bil hal adalah golongan berpenghasilan rendah, dhu‟afa kaum lemah sosial ekonomi yang berada di kota dan di desa. Terutama di tempat-tempt terpencil yang rawan pangan, lahan gersang, daerah transmigrasi baru, akibat bencana alam dan sebagainya.

e. Media Dakwah

Media dakwah adalah sarana yang digunakan da‟i untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad‟u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai media. Menurut Hamzah Ya‟kub dalam bukunya Munir (2006: 32) membagi media dakwah menjadi lima macam, yaitu:

1) Lisan, seperti dakwah berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan dan penyuluhan.

2) Tulisan, seperti melalui buku, majalah, surat kabar dan spanduk. 3) Lukisan, seperti melalui gambar dan karikatur.

(42)

5) Akhlak, yaitu dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad‟u.

f. Efek Dakwah (Atsar)

Efek dakwah merupakan akibat dari pelaksaan proses dakwah. Efek dakwah tersebut bisa berupa efek positif bisa pula negatif. Efek negatif maupun positif dari proses dakwah berkaitan dengan unsur-unsur dakwah lainnya. Efek dakwah menjadi ukuran berhasil atau tidaknya sebuah proses dakwah.

Efek sering disebut sebagai feed back (umpan balik) dari proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da‟i. kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal efek dakwah sangat berarti untuk menentukan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis efek dakwah maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya dengan menganalisis efek dakwah secara cermat dan tepat, maka kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya.

Evaluasi terhadap efek dakwah harus dilakukan secara komprehensif artinya tidak secara parsial atau setengah-setengah. Seluruh komponen sistem unsur-unsur dakwah harus dievaluasi secara komprehensif. Oleh karena itu, para da‟i harus memiliki jiwa terbuka

(43)

untuk melakukan pembaharuan dan perubahan, disamping bekerja menggunakan ilmu (Munir, 2006: 34).

2.1.2. Zakat

2.1.2.1. Pengertian Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk dasar (masdar) dari “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sedangkan dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Dalam pengertian syar‟iy (terminology), menurut para ulama zakat adalah sejumlah harta yang diwajibkan oleh Allah SWT diambil dari harta orang tertentu, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan syarat tertentu (Nuruddin, 2006: 6).

Menurut mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian dari harta yang khusus yang telah mencapai nisab (batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah. Menurut mazhab Syafi‟i zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut mazhab Hambali, zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang diisyaratkan dalam Al-qur‟an (Nuruddin, 2006: 6-7).

(44)

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, kendatipun rumusan dan pengertiannya berbeda tetapi esensinya sama yaitu pengelolaan sejumlah harta yang diambil dari orang yang wajib membayar zakat (muzakki) untuk diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq).

2.1.2.2. Pengertian Infaq dan Shodaqoh.

“Infaq” berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut terminology syari‟at, infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam (Djuanda, 2006: 11). Jika zakat ada nisabnya, infaq tidak mengenal nisab. Jika zakat harus diberikan pada mustahiq tertentu (8 ashnaf), infaq boleh diberikan kepada siapa pun juga. Sedangkan orang yang mengeluarkan infaq disebut munfiq.

“Shodaqoh” berasal dari kata shadaqa yang berarti “benar”. Menurut terminology syari‟at, pengertian shodaqoh adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya (Ali, 1988: 23). Sedangkan orang yang memberikan shodaqoh disebut mushoddiq. Sebenarnya pengertian shodaqoh dan infaq sama termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi, shodaqoh memiliki arti lebih luas dari sekadar material, misal

(45)

senyum itu shodaqoh. Dari hal ini yang perlu diperhatikan adalah jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfaq atau bershodaqoh.

2.1.2.3. Dasar Hukum Zakat.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, zakat diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat fitrah. Di dalam Al-Qur‟an terdapat dua puluh tujuh ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata (Ali, 1988: 90). Zakat merupakan kewajiban bagi orang beriman (muzakki) yang mempunyai harta yang telah mencapai ukuran tertentu (nisab) dan waktu tertentu (haul) untuk diberikan pada orang yang berhak (mustahiq). Sedangkan kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat fundamental, saling berkaitan erat dengan aspek-aspek ke Tuhanan, juga ekonomi sosial (Nuruddin, 2006:1). Sebagai rukun ketiga dari rukun Islam, zakat juga menjadi salah satu diantara panji-panji Islam yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun juga. Oleh karena itu, orang yang enggan membayar zakat boleh diperangi dan orang yang menolak kewajiban zakat dianggap kafir (Ar-Rahman, 2003: 177).

Dasar hukum kewajiban zakat diantaranya adalah: a. Al-Qur‟an

1) Surat Al-Baqarah ayat 43 :



































(46)

Artinya: “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah beserta orang-orang yang ruku.” (Dept. Agama, 1978: 16)

2) Surat At-Taubah ayat 103 :









































Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Dept. Agama, 1978: 297-298)

b. Hadits

Adapun dalil-dalil sunnah ialah sebagai berikut :

يع

لاق نّلسو َيلع للها ًّلص للها لىسر ّىا اوهٌع للها ًضر روع يبا

:

َيٌُِب

ٍسْوَخ ًلَع ُماَلْسِاْلا

,

ُللها ُلْىُسَر اًدَوَحُه َىَأَو ُللهااَلِإ ََلِإ اَل ْىَأ ُةَداَهَش

,

ِماَقِإَو

َةاَلَصّلا

,

ِةاَكَزّلا ِءاَتإ

,

ِتْيَبْلا ِجَّحَو

,

ِىاَضَهَر ِمْىَصَو

.

(

َيلع قفته

)

Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Islam itu didirikan atas lima sendi, yaitu persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa di bulan Ramadhan.”(HR. Mutafaq Alaih) (Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, 1999: 220).

Dalam hadits lain diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:

(47)

“Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang, sehingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah mengerjakan hal itu, maka terjagalah harta dan darah mereka kecuali dengan hak Islam, sedang perhitungan (hisab) mereka terserah Allah.” ( HR. Mutafaq Alaih) (Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, 1999: 220). 2.1.2.4. Macam- Macam Zakat.

Macam zakat dalam ketentuan hukum Islam itu ada dua, yaitu : a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah merupakan zakat untuk

menyucikan diri. Zakat fitrah ini dapat berbentuk bahan pangan atau makanan pokok sesuai daerah yang ditempati, maupun berupa uang yang nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau makanan pokok tersebut (Djuanda, 2006: 11). Jumlah yang harus dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah satu sha‟ (satu gantang), baik untuk gandum, kurma, anggur kering, maupun jagung, dan seterusnya yang menjadi makanan pokoknya (Mughniyah, 2001: 197). Kalau standar masyarakat Indonesia, beras dua setengah kilogram atau uang yang senilai dengan harga beras itu. Waktu mengeluarkan zakat fitrah yaitu masuknya malam hari raya Idul Fitri. Kewajiban melaksanakannya, mulai tenggelamnya matahari sampai tergelincirnya matahari. Dan yang lebih utama dalam melaksanakannya adalah sebelum pelaksanaan shalat hari raya, menurut Imamiyah. Sedangkan menurut Imam Syafi‟i, diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal, artinya pada tenggelamnya matahari dan

(48)

sebelum sedikit (dalam jangka waktu dekat) pada hari akhir bulan Ramadhan (Mughniyah, 2001: 197). Orang yang berhak menerima zakat fitrah adalah orang-orang yang berhak menerima secara umum, yaitu orang-orang yang dijelaskan dalam al-Quran surat Taubah ayat 60.

b. Zakat Mal (zakat harta), adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu (Ali, 1988: 42).

Namun dalam menentukan harta atau barang apa aja yang wajib dikeluarkan zakat, terjadi perbedaan pendapat yang semuanya karena perbedaan dalam memandang nas-nas yang ada. Menurut Abdurrahman al-Jaziri, para ulama mazhab empat secara ittifaq mengatakan bahwa jenis harta yang wajib dizakatkan ada lima macam, yaitu: (1) binatang ternak (unta, sapi, kerbau, kambing/domba), (2) emas dan perak, (3) perdagangan, (4) pertambangan dan harta temuan, (5) pertanian (gandum, korma, anggur). Sedangkan Ibnu Rusyd menyebutkan empat jenis harta yang wajib dizakati, yaitu: (1) barang tambang (emas dan perak yang tidak menjadi perhiasan), (2) hewan ternak yang tidak dipekerjakan (unta, lembu dan kambing), (3) biji-bijian (gandum), (4) buah-buahan (korma, dan anggur kering). Sementara itu, menurut Yusuf al-Qardhawi jenis-jenis harta yang dizakati, adalah: binatang ternak, emas dan perak, hasil perdagangan, hasil pertanian, hasil sewa

(49)

tanah, madu dan produksi hewan lainnya, barang tambang dan hasil laut, hasil investasi, pabrik dan gudang, hasil pencaharian dan profesi, hasil saham dan obligasi (Asnaini, 2008: 35-36).

Memperhatikan pendapat di atas, maka jenis harta yang wajib dizakati ini mengalami perubahan dan perkembangan. Artinya jenis-jenis zakat sebagaimana disebutkan di atas, masih dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan ekonomi dan dunia usaha. Didin Hafidhuddin (2002: 91-121) mengemukakan jenis harta yang wajib dizakati sesuai dengan perkembangan perekonomian modern saat ini meliputi:

1) Zakat profesi. 2) Zakat perusahaan.

3) Zakat surat-surat berharga. 4) Zakat perdagangan mata uang.

5) Zakat hewan ternak yang diperdagangkan. 6) Zakat madu dan produk hewani.

7) Zakat investasi properti. 8) Zakat asuransi syari‟ah.

9) Zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung wallet, ikan hias, dan sector modern lainnya yang sejenis.

(50)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 11 disebutkan tujuh jenis zakat yang dikenai zakat, yaitu:

1) Emas, perak dan uang. 2) Perdagangan dan perusahaan.

3) Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan. 4) Hasil pertambangan.

5) Hasil peternakan.

6) Hasil pendapatan dan jasa. 7) Rikaz.

Harta-harta kekayaan sebagaimana disebutkan di atas, wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat (mencapai nisab, kadar dan waktu/haul). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 1.

2.1.2.5. Syarat-Syarat Zakat dan Wajib Zakat. a. Syarat-syarat Zakat

Dalam ketentuan hukum Islam ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Muhammad Daud Ali (1988: 41) mengatakan dalam Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf bahwa Syarat-syarat zakat adalah :

(51)

1) Pemilikan yang pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.

2) Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia.

3) Melebihi kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.

4) Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.

5) Mencapai nisab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.

6) Mencapai haul. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.

b. Syarat-syarat Wajib Zakat

Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah muslim, merdeka, baligh, berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nisab, dan mencapai haul. Sedangkan syarat sahnya, juga menurut kesepakatan ulama adalah niat yang menyertai pelaksanaan zakat (Al-Zuhayly, 2005: 98).

(52)

2.1.2.6. Golongan yang Berhak Menerima Zakat

Sulaiman Rasyid (1994: 210) mengatakan dalam Fiqh Islam bahwa orang-orang yang berhak menerima zakat hanya mereka yang telah ditentukan Allah SWT. dalam Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 60.

Firman Allah SWT.:



















































































Artinya : “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang-orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Dept. Agama, 1978: 288)

Dari ayat di atas, Zakiah Daradjat (1995: 240-241) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan masing-masing ashnaf yang delapan itu, sebagaimana penjelasan berikut ini:

a. Orang fakir adalah orang yang melarat yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

b. Orang miskin, adalah orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. Apabila kita perbandingkan kehidupan

Referensi

Dokumen terkait

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang Masalah ... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Manfaat teoritis ... Manfaat praktis ... Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan. Memuat tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan kajian

Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, teori, sumber data, metode

Bab ini berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pertanyaan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori yakni, konsep aliansi

Pada bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah yang mengantarkan sekilas tentang sesuatu yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, rumusan

BAB I : Pendahuluan. Meliputi latar belakang masalah, penegasan istilah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kajian pustaka dan Sistematika

17 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab I pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, manfaat penelitian, dan

1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab 1 ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan kerangka penelitian yang