• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ZONASI MANGROVE DI KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI ZONASI MANGROVE DI KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ZONASI MANGROVE DI KAMPUNG GISI DESA TEMBELING

KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Ibnu Hafizh

1

, Chandra J. Koenawan, S.Pi, M.Si

1

, Falmi Yandri, S.Pi, M.Si

2 Prodi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang Kepulauan Riau

hafishu_sang@yahoo.com

ABSTRAK

Melalui hasil perhitungan dominansi mangrove baik tingkat pohon, pancang dan semai didapatkan hasil zonasi mangrove yang terdapat di Kampung Gisi dibagi dalam 3 zona mangrove dengan kisaran salinitas 20 - 30‰ yaitu:Zona I atau zona yang dekat dengan laut ditumbuhi atau didominasi oleh jenis Rhizopora apiculata dan dapat dijumpai Xylocarpus granatum, Scyphiphora hydropillaceae dan Soneratia alba dengan kisaran salinitas 25 - 30‰. Zona II atau zona tengah ditumbuhi atau didominasi oleh jenis Scyphiphora hydropillaceae dan dapat dijumpai Xylocarpus granatum serta Lumnitzera litorea dengan kisaran salinitas 23 -27‰. Zona III atau zona yang dekat ke arah daratan ditumbuhi atau didominasi oleh jenis Lumnitzera litorea diselingi dengan Scyphiphora hydropillaceae dengan kisaran salinitas 21 -27‰.

Kata Kunci: Mangrove, Zona, Spesies

STUDY OF MANGROVE ZONE AT GISI VILLAGE TEMBELING

VILLAGE SUBDISTRICT OF BINTAN REGENCY OF RIAU ISLAND

PROVINCE

Ibnu Hafizh

1

, Chandra J. Koenawan, S.Pi, M.Si

1

, Falmi Yandri, S.Pi, M.Si

2

Marine Science Program, School of Marine Sciences and Fisheries, Maritime

University Raja Ali Haji Tanjungpinang Kepulauan Riau

hafishu_sang@yahoo.com

ABSTRACT

According to calculation result, mangrove dominantion tree level, pole and seed mangrove

zonation result which there is in Gisi village, divided in 3 mangrove zones with salinity

prediction 20-30% a first zone or near zone with the sea that grew or dominated by Rhizopora

apiculata and can be found Xylocarpus granatum, Scyphiphora hydropillaceae and Soneratia

alba with salinity prediction 25-30%. Second zone or middle zone grew or dominated by

Scyphiphora hydropillaceae and can be found Xylocarpus granatum also Lumnitzera litorea

with salinity prediction 23-27%. Third zone or near zone toward land grew or dominated by

Lumnitzera litorea species with salinity prediction 21-27%.

Key words: Mangrove, Zone,Species

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah pesisir Kampung Gisi merupakan wilayah yang terletak di Desa Tembeling Kabupaten Bintan yang memiliki kawasan hutan mangrove. Hutan mangrove

merupakan komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut (FAO, 1982). Hutan mangrove memiliki berbagai fungsi seperti penahan gelombang, daerah asuhan larva-larva hewan laut dan perangkap sedimen. Selain memiliki berbagai fungsi, mangrove juga membentuk susunan atau distribusi vegetasi

(2)

mangrove yang dimulai dari arah laut hingga kearah daratan yang disebut dengan zonasi mangrove. Setiap ekosistem mangrove memiliki zonasi yang berbeda-beda disetiap kawasan atau pulau yang salah satunya adalah kawasan mangrove yang terdapat di Kampung Gisi.

Berbagai penelitian di berbagai daerah menunjukkan zonasi yang berbeda disetiap daerah atau pulau dilihat berdasarkan karakteristik perairan yang mendukung terbentuknya zonasi seperti substrat, salinitas dan pasang surut. Beberapa ahli seperti Chapman (1977) dan Bunt dan Williams (1981), menyatakan bahwa hal tersebut berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang surut. Pasang surut dan arus yang membawa material sedimen dan substrat yang terjadi secara priodik menyebabkan perbedaaan dalam pembentukan zonasi mangrove. Di Indonesia, substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata dan Avicennia marina (Kint, 1934). Jenis-jenis lain seperti Rhizopora stylosa tumbuh dengan baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki substrat berupa pecahan karang, kerang dan bagian-bagian dari Halimeda (Ding Hou, 1958). Avicennia merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan marga lainnya. Avicenia marina mampu tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 ‰ (MacNae, 1966;1968).

1.2. Perumusan Masalah

Dengan karakteristik perairan yang berbeda-beda seperti substrat, salinitas dan pasang surut di suatu daerah atau pulau akan menyebabkan terbentuknya zonasi yang berbeda salah satunya yang terdapat di Kampung Gisi. Namun belum adanya penelitian mengenai zonasi mangrove yang dilakukan di Kampung Gisi tersebut. Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan studi tentang zonasi ekosistem mangrove di Kampung Gisi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui zonasi ekosistem mangrove

dan kondisi umum perairan mangrove di Kampung Gisi Desa Tembeling Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan.

1.4. Manfaat Penelitian

Data yang didapat dapat dijadikan bahan untuk penelitian lanjutan serta menambah ilmu pengetahuan dan referensi mengenai zonasi mangrove yang terdapat di Indonesia khususnya ekosistem mangrove yang terdapat di Kampung Gisi Kabupaten Bintan.

II. METODA

2.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dengan persiapan, penelitian dan seminar yang dimulai pada bulan Maret hingga Mei 2013 yang berlokasi di Kampung Gisi Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian (Sumber:Google earth)

2.2.

Metode Penzonasian Mangrove

Pengambilan data zonasi mangrove dilakukan dengan menggunakan Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line Plot) yaitu metode pencuplikan contoh populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut (Kepmen LH No. 201 Tahun 2004). Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:

1. Menarik tali transek dimulai dari arah laut atau bagian terluar dari mangrove hingga mencapai daratan atau zona terakhir mangrove seperti ditemukan Nypa.

2. Tarik kembali tali transek dimulai dari arah lautan atau dimulai dari darat untuk

# # # Stasiun I Stasiun II Stasiun III 0.3 0 0.3 0.6 Miles N E W S Laut Mangrove # Stasiun Jalan Transek Vegetasi daratan

PETA LOKASI PENELITIAN

Sumber: Goggle earth Dibuat oleh: Ibnu Hafizh

(3)

membuat plot contoh secara kontiniu tanpa memiliki jarak antara satu plot dengan plot lainya dengan alasan agar tidak adanya mangrove yang tidak terhitung atau terambil sehingga data mangrove yang ditemukan lebih valid untuk dijadikan zonasi mangrove dengan ukuran ukuran 10 x 10 m2 untuk kelompok pohon berdiameter >10 cm yang ditempatkan di sepanjang garis transek. Kelompok kedua yaitu kelompok pancang yang terdiri dari anakan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm diambil pada petak berukuran 5 x 5 m2 yang ditempatkan pada petak kelompok pancang dan kelompok yang ketiga adalah kelompok semai yang terdiri dari anakan dari ukuran kecambah sampai ukuran tertinggi kurang dari 1,5 m diambil pada petak berukuran 1 x 1 m2yang ditempatkan pada kelompok semai.

Keterangan:

3. Vegetasi mangrove yang ditemukan baik tingkat pohon, pancang dan

semai sesuai dengan ukuran plot masing-masing, diidentifikasi jenis mangrove tersebut dan dihitung jumlah mangrove baik tingkat pohon, pancang dan semai. Ukur diameter batang setiap pohon mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m) sebagai data perhitungan mangrove seperti kerapatan, frekuensi, tutupan, indeks keanekaragaman dan indeks nilai penting. Selanjutnya ukur parameter lingkungan yang ditentukan pada masing-masing plot yaitu salinitas, substrat, pH tanah dan pH air dan arus permukaan yang diukur per stasiun serta pasang surut untuk 1 wilayah keseluruhan pengamatan stasiun yang beberapa seperti salinitas, substrat dan pasut akan dijadikan acuan dalam penentuan zonasi mangrove dan kondisi umum perairan mangrove.

2.3 Penzonasian Mangrove di

Kampung Gisi

Dalam menentukan zonasi mangrove di Kampung Gisi menggunakan cara yaitu:

1. Jumlah mangrove pada masing-masing plot baik tingkat pohon, pancang dan semai dijumlahkan menjadi satu sesuai dengan jenisnya masing-masing.

2. Jumlah jenis mangrove terbanyak pada masing-masing plot tersebut dihitung kembali secara vertikal pada setiap jenis untuk melihat jenis mana yang paling banyak ditemukan atau jenis mana yang paling mendominasi untuk dijadikan zona mangrove.

2.4. Identifikasi Mangrove

Teknik pengidentifikasian jenis mangrove dapat di lakukan dengan cara melihat bentuk/karakteristik/ciri umum dari bentuk pohon, bentuk akar, bentuk buah, dan bentuk bunga, untuk lebih jelasnya agar mengurangi tingkat kesalahan dalam pengidentifikasian kita dapat menggunakan gambar/referensi jenis-jenis dari buku atau literatur spesies mangrove yang ada. Data ini kemudian di tulis dalam tabel pengamatan yang kemudian akan di deskripsikan serta dianalisis.

2.5. Analisis Data

2.5.1 Indeks Keanekaragaman Shannon

(Shanoon’s Indeks)

H’=-Σ(pi Ln pi); dengan pi= (ni/ n)

H’= Indeks keanekaragaman shannon

ni = Jumlah individu suatu jenis ke-i dalam

petak ukur n = Jumlah individu

Barbour etal., (1987) menyatakan nilai H’ berkisar antara 0 – 7 dengan kriteria (a) 0–2 tergolong rendah, (b) 2 –3 tergolong sedang, (c) 3 atau lebih tergolong tinggi.

2.6. Pengukuran Parameter Perairan

Mangrove

2.6.1. Pasang Surut

Pengukuran pasang surut dilakukan pada 1 wilayah kajian penelitian yang digunakan untuk melihat ketergenangan zonasi A: Petak pengukuran untuk semai dan tumbuhan bawah (1 x

1m2)

B: Petak pengukuran untuk pancang (5 x 5m2)

C: Petak pengukuran untuk pohon (10 x 10m2)

Gambar 4. Skema Penempatan Petak Contoh (Modifikasi)

(4)

n i i

n

1   n i1Fi   n i1Pi

mangrove. Salah satu faktor terbentuknya zonasi adalah pasang surut yang dilihat sejauh mana pasang mencapai daratan atau vegetasi terakhir mangrove.

2.6.2. Substrat

Pengukuran substrat dilakukan pada masing-masing plot pada setiap transek. Penggolongan jenis substrat dengan menggunakan metode ayakan kering, yaitu dengan cara mengambil sample substrat pada masing-masing plot pada setiap transek dengan menggunakan skop atau tangan lalu sample tersebut dikeringkan. Setelah sample dikeringkan langsung di analisis dengan menggunakan ayakan bertingkat dengan mata ayakan (meshes) ukuran messize berturut-turut 2,36 mm, 2,00 mm, 1,18 mm, 500 µm, 250 µm, 125 µm dan 106 µm. Jumlah sample sedimen yang diperlukan sekitar 100 gram, bila melebihi 100 gram dapat menyebabkan over loading yang berakibat sumbatnya lubang ayakan (mesh). Analisis substrat berdasarkan bentuk ukuran butir sedimen menurut skala Wentworth.

2.6.3. Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan pada masing-masing plot pada setiap transek. Mengukur salinitas dengan menggunakan refraktometer. Sampel air laut diambil pada setiap plot masing-masing transek lalu diteteskan pada kaca refraktometer lalu diarahkan kesumber cahaya untuk mempermudah kita melihat hasilnya. Hasil data dicatat pada lembaran data.

2.6.4. Arus Permukaan

Pada penelitian ini pengukuran kecepatan arus dilakukan pada masing-masing stasiun. Kecepatan arus yang diukur adalah kecepatan arus permukaan. Kecepatan arus permukaan diukur dengan metode sederhana yaitu dengan memberikan tali pada botol dengan prinsip kerja berdasarkan pada arus permukaan laut yang dapat diketahui melalui botol. Botol diletakkan dan dibiarkan tali yang telah diikatkan dengan botol sepanjang 1 meter hingga menegang kemudian diukur jarak tempuh botol tersebut dalam satuan waktu yaitu meter per detik (m/det) dari jarak awal diletakan. nilai kecepatan arus diperoleh dengan rumus:

2.6.5. pH Tanah

Pengukuran pH tanah dilakukan pada masing-masing plot pada setiap transek. Pada pengukuran pH tanah menggunakan alat yang disebut dengan Soil Tester yang ditancapkan kedalam tanah pada masing-masing plot pada setiap transek. Lalu tunggu 1-3 menit hingga nilai pada layar berhenti untuk melihat nilai pH tanah yang sesungguhnya lalu dicatat pada tabel pengamatan.

2.6.6. pH Air

Pengukuran pH air dilakukan pada setiap plot pada masing-masing transek. Pengukuran pH air dengan menggunakan pH indikator (kertas lakmus) yang dicelupkan kedalam perairan dan dibiarkan selama beberapa menit. Kemudian tentukan besar pH dengan perbandingan warna kertas dengan tabel warna penentu besar pH pada kotak pH indikator untuk mendapatkan nilai pHnya.

2.7. Perhitungan Mangrove

2.7.1. Vegetasi Mangrove Menurut

Bengen (2002)

Kerapatan Jenis (Di)

Di = kerapatan jenis i

ni = jumlah total individu dari jenis

A = luas area total pengambilan contoh Dalam hal ini unit luasan yang digunakan adalah meter persegi (m2).

Kerapatan Relatif Jenis (RDi)

(RDi) = Kerapatan relatif jenis

(ni) = Jumlah individu jenis i

= Total individu seluruh jenis

Frekuensi Jenis (F

i

)

F

i

= Frekuensi jenis i

= Jumlah total petak contoh yang

diamati

P

i

= Jumlah petak contoh dimana

ditemukan jenis i

Frekuensi Relatif jenis (RF

i

)

RF

i

= Frekuensi relatif jenis

A

n

D

i i  100 1                 n i i i i n n RD

  n i i i i

p

p

F

1 100 1                 n i i i i F F RF V = S/t Dimana :

V : Kecepatan arus (m/det) S : Jarak (m)

(5)

n i Ci 1

=

Jumlah frekuensi untuk seluruh

jenis

F

i

= Frekuensi jenis ke i

Penutupan jenis (C

i

)

BA

=

π

DBH

2

: 4 (dalam Cm

2

)

π

= konstanta (3,14)

DBH

= diameter pohon dari jenis i

A

= luas area total pengambilan

contoh

(luas

total

petak/plot/kuadrat)

DBH

= CBH/ π (dalam Cm),

CBH

adalah

lingkaran

pohon

setinggi dada

Penutupan Relatif Jenis (RC

i

)

RC

i

= Penutupan relatif jenis dan luas

total area

C

i

= Luas area penutupan jenis i

= Penutupan untuk seluruh jenis

3.7.3 Indeks Nilai Penting (IVi)

IVi = Indeks nilai penting

RDi = Kerapatan relatif

RFi = Frekuensi relatif

RCi = Penutupan relatif

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Zonasi Ekosistem Mangrove di

Kampung Gisi

Berdasarkan proses generalisasi faktor pembentuk zonasi mangrove yang paling dominan di Kampung Gisi dilihat berdasarkan salinitas. Hal ini disebabkan oleh adanya fluktuasi perbedaan salinitas yang cukup signifikan antara zona yang satu dengan yang lainya. Salinitas semakin kearah daratan semakin rendah yang disebabkan oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah pasokan air tawar sehingga menyebabkan perbedaan zonasi mangrove antara zona yang satu dengan yang lainya.

Melalui hasil perhitungan dominansi mangrove baik tingkat pohon, pancang dan semai ataupun dari perhitungan kerapatan didapatkan hasil zonasi mangrove yang

terdapat di Kampung Gisi dibagi dalam 3 zona mangrove dengan kisaran salinitas 20 - 30‰ yaitu:

1. Zona I atau zona yang dekat dengan laut ditumbuhi atau didominasi oleh jenis Rhizopora apiculata dan dapat dijumpai Xylocarpus granatum, Scyphiphora hydropillaceae dan Soneratia alba dengan kisaran salinitas 25 -30‰.

2. Zona II atau zona tengah ditumbuhi atau didominasi oleh jenis Scyphiphora hydropillaceae dan dapat dijumpai Xylocarpus granatum serta Lumnitzera litorea dengan kisaran salinitas 23 -27‰.

3. Zona III atau zona yang dekat ke arah daratan ditumbuhi atau didominasi oleh jenis Lumnitzera litorea diselingi dengan Scyphiphora hydropillaceae dengan kisaran salinitas 21 -27‰.

Hasil zonasi ini juga sesuai dengan perhitungan indeks keanekaragaman dimana adanya dominansi suatu jenis tertentu dan tekanan lingkungan yang menyebabkan hanya beberapa jenis mendominasi di daerah tersebut.

3.2. Parameter Perairan Ekosistem

Mangrove

3.2.1. Kecepatan Arus

Kecepatan arus yang diukur adalah kecepatan arus permukaan. Kecepatan arus rata-rata pada saat pasang 0,030 m/det dan pada saat surut sebesar 0,024 m/det.

Kecepatan arus di perairan ekosistem mangrove di Kampung Gisi berkisar antara 0,019 – 0,033 m/dtk. Timbulnya arus di A BA n i i C    1 100 1                 n i i i i C C RC IVi= RDi+ RFi+ RCi Lumnitzera litorea

Gambar 1. Zonasi Mangrove Kampung Gisi Rhizopora apiculata Scyphiphora hydropillaceae Lumnitzera litorea

(6)

perairan ekosistem mangrove terutama di permukaan selain dipengaruhi oleh angin juga dipengaruhi oleh pasut. Arus juga membawa distribusi buah mangrove ke tempat lain untuk ditumbuhi sesuai karakteristik perairan baik faktor kimia dan fisika.

3.2.2. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas pada masing-masing plot pada masing-masing transek menunjukkan nilai yang berbeda-beda pada saat pasang dan surut. Stasiun I memiliki nilai rata-rata salinitas pada saat pasang yaitu 27,4 permil dan surut yaitu 25,9 permil dengan kisaran salinitas yaitu 21-30 permil. Stasiun II memiliki nilai rata-rata salinitas pada saat pasang yaitu 26,7 permil dan surut yaitu 25,8 permil dengan kisaran salinitas yaitu 23-30 permil dan stasiun III memiliki nilai rata-rata salinitas pada saat pasang yaitu 26,4 dan surut yaitu 25,1 permil dengan kisaran salinitas yaitu 21-30 permil.

Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan mangrove adalah 10-40 ‰dan nilai optimumnya adalah 35 ‰.Penurunan salinitas

akan menurunkan kemampuan mangrove untuk melakukan fotosintesis. Toleransi mangrove terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur. Mangrove yang tua dapat mentolerir fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomasa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas Widodo dan Suadi dalam Hendri (2012).

3.2.3. pH Tanah

Hasil pengukuran pH Tanah menunjukkan nilai yang berbeda-beda pada setiap plot masing-masing transek. pH tanah pada stasiun I memiliki rata-rata nilai yaitu 6 dengan kisaran pH tanah yaitu 6-7. Stasiun II memiliki rata-rata nilai yaitu 7 pada setiap transek dengan kisaran pH tanah yaitu 7 dan pada stasiun III memiliki rata-rata nilai yaitu 7 dengan kisaran pH tanah yaitu 6-7.

3.2.4. pH Air

Hasil pengukuran pH air menunjukkan nilai yang sama pada setiap plot masing-masing transek sehingga cenderung homogen. Dari hasil pengukuran dari ketiga stasiun pada masing-masing plot tersebut menunjukkan bahwa pH air pada ekosistem

mangrove di Kampung Gisi yaitu 5. Menurut LPPM dalam Rizwan (2012), ekosistem mangrove akan tumbuh baik pada daerah kisaran nilai pH antara 6-9. Sehingga pH air pada kawasan mangrove Kampung Gisi tergolong rendah.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Hasil penelitian yang dilakukan di Kampung Gisi ditemukan 7 jenis mangrove yang terdiri mangrove yang terdiri dari Rhizopora apiculata, Xylocarpus granatum, Soneratia alba, Lumnitzera Litorea, Scyphiphora hydropillaceae, Aegiceras floridium dan Avicenia alba.

2. Hasil penelitian mengenai zonasi mangrove menunjukkan pada zona I atau zona dekat dengan laut ditumbuhi oleh Rhizopora apiculata dengan kisaran salinitas 25 - 30‰. Zona II atau zona tengah ditumbuhi oleh jenis Scyphiphora hydropillaceae dengan kisaran salinitas 23 - 27‰ dan pada zona belakang atau zona lebih dekat ke arah daratan ditumbuhi oleh jenis Lumnitzera litorea dengan kisaran salinitas 21 -27‰.

3.

Hasil

penelitian

pengukuran

kondisi

umum

perarairan

mangrove pada zonasi mangrove

pada stasiun I stasiun I memiliki

nilai rata-rata salinitas pada saat

pasang yaitu 27,4 permil dan

surut yaitu 25,9 permil dengan

kisaran salinitas yaitu 21-30

permil. Stasiun II memiliki nilai

rata-rata

salinitas

pada

saat

pasang yaitu 26,7 permil dan

surut yaitu 25,8 permil dengan

kisaran salinitas yaitu 23-30

permil dan stasiun III memiliki

nilai rata-rata salinitas pada saat

pasang yaitu 26,4 dan surut yaitu

25,1

permil

dengan

kisaran

salinitas yaitu 21-30 permil. Hasil

pengukuran substrat untuk stasiun

I,II dan III didominasi oleh

substrat

lumpur.

Hasil

(7)

pengukuran

pH

Tanah

menunjukkan nilai yang

berbeda-beda pada setiap plot

masing-masing transek. pH tanah pada

stasiun I memiliki rata-rata nilai

yaitu 6 dengan kisaran pH tanah

yaitu 6-7. Stasiun II memiliki

rata-rata nilai yaitu 7 pada setiap

transek dengan kisaran pH tanah

yaitu 7 dan pada stasiun III

memiliki rata-rata nilai yaitu 7

dengan kisaran pH tanah yaitu

6-7. Hasil pengukuran pH air

menunjukkan nilai yang sama

pada setiap plot masing-masing

transek

sehingga

cenderung

homogen. Dari hasil pengukuran

dari ketiga stasiun pada

masing-masing

plot

tersebut

menunjukkan bahwa pH air pada

ekosistem mangrove di Kampung

Gisi yaitu 5. Kecepatan arus yang

diukur adalah kecepatan arus

permukaan. Kecepatan arus

rata-rata pada saat pasang 0,030 m/det

dan pada saat surut sebesar 0,024

m/det. Kecepatan arus di perairan

ekosistem mangrove di Kampung

Gisi berkisar antara 0,019

0,033

m/dtk.

4.2. Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pasut untuk melihat ketergenangan sebagai pembentuk zonasi mangrove selama 1 tahun untuk melihat berapa kali setiap jenis maupun zona mangrove tergenang oleh pasut selama 1 bulan.

2. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk melihat faktor pembentuk zonasi mangrove yang paling dominan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada allah SWT yang mana telah memberikan penulis kesehatan untuk dapat menyelesaikan skripsi hingga saat ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, tanpa doa dan dukungan beliau penulis tidak

dapat mungkin menyelesaikan skripsi dan tak lupa juga kepada dosen dan pembimbing penulis yang telah mengajar dan membimbing penulis untuk menyelesaikan skrispsi ini hingga akhir.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Z. 2012. Identifikasi dan Zonasi Vegetasi Mangrove di Pulau Los Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Arief, 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit: Kanisius, Yogyakarta.

Baehaqie, A. Dan Indrawan. 1993. “Hutan Mangrove, Lahan Basah yang Kaya Raya.” Dalam: Warta Konservasi Lahan Basah. 2 (1).

Bengen, D.G. 2003. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. In: Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 (Knight, M. Dan S. Tighe, Editor). Coastal Resource Center, University of Rhode Island, Narragansett, Rhode Island, USA.

Bunt, J.S. & W.T. Williams. 1981.

Vegetational Relationships in The Mangroves of Tropical Australia. Marine Ecology - Progress Series, 4: 349-359.

Chapman, V.J. editor. 1977. Wet Coastal Ecosystems. Ecosystems of the World: 1. Elsevier Scientific Publishing Company, 428 hal. Ding Hou. 1958. Rhizophoraceae. Flora

Malesiana, Ser.I, 5: 429-493.

Effendi, 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius: Jakarta.

Giesen, W. & B. van Balen. 1991. Several Short Surveys of Sumatran

(8)

Wetlands. Notes and Observations. Laporan Proyek PHPA/AWB Sumatra Wetlands No. 26, 98 hal. FAO, 1982. Management and Utilization of

Mangrove in Asia and the Pasific. FAO Enviromental paper III. Rome. Handayanto, E dan Hairiah, K. 2007. Biologi

Tanah. Penerbit: Pustaka Adipura, Yogyakarta.

Hendri, 2012. Stuktur Vegetasi Mangrove di Kelurahan Senggarang Kecamatan Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau. Usulan Penelitian. Jurusan Managemen Sumberdaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1993. Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove. Prosiding Lokakarya Pemantapan Strategi Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Kapal Kerinci, 11-13 September 1993, 47 hal.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 201 Tahun 2004.

Kint, A. 1934. De luchtfoto en de topografische terreingesteldheid in de mangrove. De Tropische Natuur, 23: 173-189.

Komiyama, A., H. Moriya, S. Prawiroatmodjo, T. Tomi & K. Ogino. 1988. Forest as an Ecosystem, Its Structure and Function; #1: Floristic Composition and Stand Structure. Dalam Biological System of Mangroves. Laporan Ekspedisi.

Kordi, H.G.M dan Tancung, B.A. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Penerbit: Rineka Cipta, Jakarta.

Longman, K.A dan J. Jenik. 1974. Tropical Forest and Its Environment.

Longman Group Limited, London. 196 h.

Mac Nae, W. 1968. “A General Account of Fauna and Flora of Mangrove Swamps and Forest in The Indowest-Pacific Region. “dalm: Adv. Mar. Biol. 6:73-270.

Monkhouse, F.J. dan J. Small. 1978. A Dictionary of The Natural Environtmen. Edward Arnold. London. 320 h.

Noor, R.Y. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit: Djambatan, Jakarta.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara Edisi 2007 Revisi. Penerbit: Djambatan, Jakarta. Nybakken, W.J. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis Terjemahan Gramedia Jakarta: 459 Hal.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Jakarta : PT. Gramedia.

Rizwan. 2012. Struktur Komunitas Mangrove di Perairan Desa Mantang Baru Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Maritim Raja Ali Haji Samingan, M.T. 1980. Notes on The

Vegetation of The Tidal Areas of South Sumatra, Indonesia, with Special Reference to Karang Agung. Dalam International Social. Tropical Ecologi, Kuala Lumpur. Hal. 1107-1112.

Snedaker, S.C. 1978. Mangrove Their Values and Perpetuation. Nat. Res. 14: 6-13. Tjandra, E. dan Ronaldo, Y. 2011. Mengenal

Hutan Mangrove. Penerbit: Cita Insan Madani, Jawa Barat.

Tuwo, 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Penerbit: Brilian Internasional, Surabaya.

(9)

Van Steenis, C.G.G.J. 1958. Ecology of Mangroves. Introduction to Account of the Rhizophoraceae by Ding Hou, Flora Malesiana, Ser. I, 5: 431- 441. Wibisono, 2010. Pengantar Ilmu kelautan.

Penerbit: UI press, Jakarta.

Yasin, M. 2012. Studi Biologi dan Ekologi Vegetasi Mangrove di Pulau Nikoi Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Maritim Raja Ali Haji.

(10)
(11)
(12)

Gambar

Gambar  3. Peta  Lokasi  Penelitian (Sumber:Google earth)
Gambar 1. Zonasi Mangrove Kampung Gisi

Referensi

Dokumen terkait

Susanto dalam Ifa Seftia, dkk (2016: 70) media pembelajaran yakni media yang mencakup semua yang dapat membantu peserta didik dan guru dalam mencapai tujuan

Ukuran bisa digunakan untuk menunjukkan elemen mana yang terpenting dengan membuatnya berukuran paling besar, juga bisa memberikan kesadaran akan besar kecilnya

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 11 November 2014 – 5 Desember 2014 dengan Ni Ketut Sucita selaku manajer Koperasi Pasar Srinadi

Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks yaitu kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada

Sementara untuk faktor kritis dari penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM adalah: Komitmen dengan bobot sebesar 48,8%, Kebijakan dan

Harga saham juga dapat diartikan sebagai harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatar belakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan,

Steganografi telah digunakan se- jak zaman dahulu dalam berbagai cara, antara lain dengan menyembunyikan pe- san pada orang sebagai pembawa pesan, tinta yang tidak

digester (reaktor biogas), berfungsi untuk menampung material organik (dalam hal ini feses ternak) dan sebagai tempat terjadinya proses penguraian material organik