• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Salak

Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang mempunyai prospek sebagai usaha pertanian yang berbasis agribisnis. Daerah asal tanaman salak tidak jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan Indonesia. Beberapa sumber menyatakan bahwa tanaman salak (Salacca edulis) berasal dari Pulau Jawa. Diperkirakan tanaman salak bermula dari biji-bijinya yang dibawa oleh para saudagar saat masa penjajahan hingga menyebar keseluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filifina, Malaysia, Brunei dan Muangthai (Guntoro et al.,2010).

2.2 Morfologi Tanaman Salak

Soetomo ( 1990) menyatakan bahwa, secara umum salak termasuk jenis tanaman berduri, memiliki bentuk daun yang menyirip berwarna hijau, tinggi dua sampai lima meter, dengan masa hidup produktif yang relatif panjang yaitu kurang lebih 80 tahun. Menurut Suprayitno (1996), tanaman salak juga tersebar di daerah-daerah di seluruh nusantara, karena salak merupakan tanaman asli Indonesia.

Sunarjono (2003) menyatakan, berdasarkan bunganya, di Indonesia dikenal tiga macam pohon salak yaitu:

a. Salak sempurna c ampuran, setiap pohon salak mempunyai seludang bunga jantan dan seludang bunga sempurna (hermaprodit) yang fertil seluruhnya.

(2)

Salak Bali adalah macam salak bunga sempurna campuran.

b. Salak betina, setiap pohon salak mempunyai bunga jantan yang rudimenter, sedangkan bunga jantan dari seludang bunga sempurna rudimentar pula sehingga yang tampak hanya bunga betina saja, contoh adalah salak Pondoh dan Codet.

c. Salak jantan setiap pohon salak hanya mempunyai seludang jantan yang fertil, sedangkan bunga betina pada seludang bunga sempurna termasuk rudimentar sehingga yang tampak hanya bunga jantan semuanya, contoh pada salak Pondoh dan Condet.

2.3 Deskripsi Salak Gula Pasir

Salak Gula Pasir termasuk salah satu kultivar salak Bali, rasa buahnya sangat manis seperti Gula Pasir sehingga disebut dengan salak Gula Pasir. Ukuran buahnya tergolong kecil dan tiap satu kilogramnya kira-kira berisi 18 buah. Buahnya berbentuk bulat telur terbalik mengarah ke bentuk lonjong dengan panjang 4,0-7,5 cm. Kulit bijinya bersisik kecil dan berwarna cokelat kehitaman. Daging buahnya berwarna putih, cukup tebal antara 0,1-1,0 cm, berat buah 45-75 gram/buah, jumlah buah per tanaman dan 22-36 buah (rata-rata duapuluh delapan buah), kandungan airnya sedikit, dan rasanya sangat manis. Istimewanya sejak masih muda buah salak ini sudah terasa manis. Seperti jenis salak Bali pada umumnya, aroma salak ini tidak wangi meskipun buah sudah matang. Bijinya kecil-kecil, biasanya berjumlah satu sampai dua per buah (Wijana, 1997).

(3)

Pengembangan salak Gula Pasir oleh petani lebih banyak dilakukan secara generatif yaitu dengan biji, benih salak diperoleh dengan pembuatan pesemaian biji yang diperoleh dari biji buah yang telah matang. Kelemahan dari perbanyakkan tanaman dengan biji yaitu membutuhkan waktu yang lama dari masa penanaman sampai dapat berproduksi, tanaman yang dihasilkan belum tentu sesuai dengan sifat keunggulan induknya sehingga luas populasi salak Gula Pasir dibangding salak lainnya persentasenya masih rendah (5%). Lambatnya perkembangan populasi salak Gula Pasir disebabkan karena kesulitan mengganti tanaman yang lama dengan salak Gula Pasir yang baru karena membutuhkan waktu yang lama sampai dapat berproduksi (Guntoro et al., 2010).

2.4 Syarat Tumbuh

Tanaman Salak dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 700 meter di atas permukaan laut dengan tipe iklim basah, jenis tanah podsolik dan regosol atau latosol sangat cocok untuk tanaman salak. Lingkungan yang dikehendaki mempunyai pH 5-7, curah hujan 1500-3000 mm per tahun dengan musim kering antara empat sampai enam bulan. Lingkungan yang sesuai, tanaman mulai berbuah pada umur tiga tahun. Tanaman salak muda lebih senang hidup di tempat teduh atau di bawah naungan. Tanaman Salak yang diusahakan oleh petani banyak ditanam di bawah tanaman duku, durian, atau pohon jinjing atau sengon (Albezia sp.) (Dharmawan, 2005).

Tanaman muda sampai tanaman berproduksi membutuhkan air sangat bervariatif. Tanaman muda membutuhkan air relatif lebih besar berbanding persentase biomassa bahan kering sedangkan semakin tua tanaman persentase

(4)

kebutuhan air semakin kecil, kecuali saat menjelang pembentukan buah (fruit-set) persentase kebutuhan air meningkat, karena kekurangan ketersediaan air akan berakibat gagalnya pembentukan buah sehingga produksi buah relatif sedikit. Guntoro et al. (2010) menyatakan bahwa, tanaman salak dalam fase vegetatif maupun generatif membutuhkan air dengan volume rata-rata satu liter per hari per pohon, utamanya saat pembungaan sampai terbentuknya buah sebesar kelereng. Sedangkan kebutuhan air juga bergantung kepada intensitas penyinaran matahari. Saat musim kemarau air yang diperlukan relatif lebih tinggi dibanding saat musim hujan, sehingga saat musim kemarau pohon penaung dibiarkan agak rimbun agar intensitas cahaya matahari dapat dikurangi guna menekan penguapan.

Menurut Utomo (2007) bahwa, lama penyinaran dan intensitas cahaya sinar matahari salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman salak. Fisiologis dan morfologis agar berjalan ideal membutuhkan panjang hari menyinaran lebih dari 4 jam per hari, dengan intensitas cahaya relatif sedang yaitu 70-80%. Jika intensitas berlebihan berakibat tingginya penguapan, sehingga bunga akan cepat mengering sebelum terjadi penyerbukan dan pembentukan buah akan terhambat.

2.5 Peranan Pengairan pada Pembungaan dan Pembuahan

Air merupakan bagian yang penting dalam proses fotosintesa dan dalam proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuh tumbuhan melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel,

(5)

stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata dan kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Martin, 2011).

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Kandungan air relatif (KAR) daun rendah yang menyebabkan bunga mengalami kegagalan fruit-set terjadi pada pembungaan sela I (April) dan pembungaan Gadu (Juli) karena pada musim pembungaan tersebut tanaman kekurangan air irigasi tetapi hanya mengandalkan pengairan dari air hujan. Perentase fruit set berkorelasi positif nyata dengan KAR daun dan KAR daun berkorelasi positif nyata dengan curah hujan dan hari hujan (Rai et al., 2010). Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Arsyad, 2000).

Setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap faktor lingkungan. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai hukum toleransi Shelford, yang berbunyi: setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungannya (Dharmawan, 2005). Kondisi di atas maupun di bawah batas kisaran toleransi, mahluk hidup akan mengalami cekaman (stress) fisiologis sehingga pertumbuhan dan populasinya akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi, maka organisme tersebut akan mati dan tentu hal ini berlaku juga pada tanaman salak.

(6)

Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Sofyan et al. (2008) menyatakan bahwa, cekaman kekeringan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:

a. Cekaman ringan; jika potensial air daun menurun 0,1 Mpa atau kandungan air nisbi menurun delapan sampai sepuluh persen.

b. Cekaman sedang; jika potensial air daun menurun 1,2 s/d 1,5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 10 – 20 %.

c. Cekaman berat; jika potensial air daun menurun >1,5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun > 20%.

Lebih lanjut dikemukan bahwa apabila tanaman kehilangan lebih dari separoh air jaringannya dapat dikatakan bahwa tanaman mengalami kekeringan.

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati, 2008). Respon tanaman terhadap stress air sangat ditentukan oleh tingkat stress yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti

(7)

perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).

Menurut Fitter dan Hay (1981), secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruhnya pada metabolisme secara langsung melalui fotosintesis, dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Fungsi utama cahaya dalam reaksi fotosintesis adalah sebagai sumber energi dari proses penggabungan karbon dioksida dengan air yang membentuk karbohidrat (Suara et al., 2005).

Persentase fruit-set yang rendah pada musim pembungaan gadu pada tanaman salak Gula Pasir disebabkan karena terbatasnya tanaman mendapatkan air sebagai akibat curah hujan dan hari hujan rendah dan saat itu pula tanaman tidak mendapatkan pasokan air irigasi. Keterbatasan akar mengabsorpsi air pada musim gadu berakibat rendahnya kandungan air relatif (KAR) daun dan lebih rendah dibanding dengan musim sela I dan sela II (Rai et al., 2010).

Luis et al. (1995) menyatakan bahwa, secara fisiologis gugurnya bunga pada tanaman buah-buahan sangat ditentukan oleh kecukupan suplai fotosintat dan regulasi hormonal khususnya kecukupan hormon IAA. Rai et al. (2010) menyatakan bahwa, pemberian irigasi tetes dapat menanggulangi getah kuning pada manggis yang ditunjukkan oleh lebih rendahnya persentase buah gugur dan serangan getah kuning di kulit luar buah dan jumlah eksresi getah kuning di ruang

(8)

interseluler. Menurut Fahn dalam Rai et al. (2009), bahwa terjadinya ekskresi yaitu eleminasi dari produk akhir proses metabolism tertentu misalnya gummosis (keluarnya getah) disebabkan oleh penyakit, insekta, atau luka mekanis serta gangguan fisiologis dalam tumbuhan . Lebih rendahnya persentase serangan getah kuning di kulit luar buah dan jumlah ekskresi getah kuning di ruang interseluler pada perlakuan irigasi tetes berkaitan dengan lebih tingginya kandungan kalsium pada daun dan kulit buah serta lebih tingginya kandungan gula pereduksi, gula tototal dan sukrosa pada perlakuan tersebut. Pemberian irigasi tetes juga secara tidak langsung meningkatkan integritas dinding sel dengan peningkatnya serapan unsur hara utamanya Ca ke kulit buah sehingga mengurangi buah yang terserang getah kuning, baik dikulit luar buah maupun berupa ekskresi getah pada ruang interseluler buah.

2.6 Antitranspiran dalam Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Kehilangan air dari tanaman oleh transpirasi merupakan suatu akibat yang tidak dapat dielakkan. Kebutuhan air yang diperlukan tanaman untuk membuka dan menutupnya stomata serta untuk masuknya CO2. Kehilangan air melalui transpirasi lebih besar melalui stomata daripada melalui kutikula. Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata. Peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah,

(9)

yang paling kurang aktif dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil (Rekso, 2010). Menurut Utamaningsih dan Setianingwulan (2013), bahwa cekaman air yang terjadi pada paruh kedua dari siklus hidup tanaman ercis mengakibatkan penurunan nilai LAI (leaf area index) setelah pembungaan. Hal ini menyebabkan rendahnya hasil biji ercis bila dibandingkan dengan hasil pada musim tanam sebelumnya, dimana curah hujan selama paruh pertama siklus hidupnya lebih besar. Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesa, karena turgiditas sel penjaga stomata akan menurun dan menyebabkan stomata menutup.

Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan pada akhirnya akan mengurangi laju fotosintesa. Disamping itu penutupan stomata merupakan faktor yang sangat penting dalam perlindungan mesophyta terhadap cekaman air yang berat. Waktu antara penyebaran benih dan pemasakan dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung pada intensitas dan waktu terjadinya cekaman air. Menurut Turk dan Hal (1980), bahwa tanaman kacang-kacangan lebih peka terhadap cekapan air utamanya saat fase pembungaan. Lawn (1982) menyatakan bahwa, kacang tunggak berbunga dan masak lebih awal dibawah tingkat cekaman air sedang, tetapi cekaman air yang berat menunda aktivitas reproduktif. Menurut Cambell (2003), bahwa tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air, kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup stomata.

(10)

Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga. Daun juga berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, daun akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari.

Antitranspiran chitosan (poly-β-1,4 glucosarmine) merupakan Antitranspiran organic cair siap semprot (ready-to-use spray) terbuat dari bahan alami yaitu dari kulit udang atau rujungan dengan struktur molekul menyerupai selulosa (serat pada sayuran dan buah-buahan), mudah terurai (biodegradable), dan tidak toksin terhadap mata dan kulit (Rai et al., 2010). Fungsinya ganda disamping sebagai inhibitor metabolic juga sebagai film- forming antitraspirans, apabila disemprotkan pada tanaman akan membentuk lapisan pelindung (gloss film) tidak berwarna, mengurangi transpirasi, tetapi tidak mempengaruhi proses respirasi dan fotosintesis.

Menurut Berkowitz dan Rabin (1988), bahwa pemberian Antitranspiran ABA pada tanaman lada berpengaruh meningkatkan kandungan air relatif daun (KAR), meningkatkan potensi air daun, dan mengurangi stress pada saat bibit

(11)

dipindahkan ke lapangan (transplant shock) sehingga hasil buahnya nyata lebih tinggi dibandingkan control.

Antitranspiran chitosan adalah senyawa yang diaplikasikan pada permukaan daun tanaman untuk mengurangi transpirasi atau penguapan dari permukaan daun. Antitranspiran bagi tanaman dapat berfungi untuk menghindari cekaman (stres) karena kehilangan air berlebihan dan sekaligus dapat melindungi tanaman dari serangan serangga dan jamur. Menurut Widodo (2010), antitranspiran ada yang bersifat sebagai inhibitor metabolic (metabolic inhibitors), apabila disemprotkan pada daun berfungsi mengurangi pembukaan stomata dan meningkatkan resistensi daun terhadap difusi uap air tanpa mempengaruhi tingkat menyerapan CO2 misalnya fenilmercuri asetat, asam absisat (ABA) dan asipirin; dan ada yang bersifat menurunkan vikositas lapisan lilin daun (film-formingantitranspirans), apabila disemprotkan pada permukaan daun dapat permeable terhadap CO2 dan O2 tetapi impermeable terhadap penguapan air, misalnya silicon dan emulsi lilin paraffin (paraffin wax).

Rai et al. (2009) menyatakan bahwa, pemberian antitranspiran chitosan pada tanaman Manggis dapat meningkatkan kandungan air relatif (KAR) daun , menurunkan persentase buah yang terkena getah kuning dengan serangan berat, menurunkan persentase buah yang daging/arilnya tidak bergetah kuning dan menurunkan jumlah ekskresi getah kuning dalam ruang interseluler. Pemberian Antitranspiran chitosan juga dapat meningkatkan kandungan ca daun dan ca kulit buah pada semua umur.

(12)

Kandungan Air Relatif (KAR) daun yang lebih tinggi pada tanaman yang mendapatkan antitranspiran chitosan menunjukkan bahwa chitosan dapat mengurangi transpirasi atau penguapan dari permukaan daun sehingga kandungan air pada tanaman dapat meningkat. Menurut Rai et al. (2010), bahwa berkurangnya transpirasi pada tanaman manggis yang diberi chitosan ternyata tidak menurunkan proses fotosintesis yang terjadi yang ditunjukkan oleh tidak menurunnya kandungan guka pereduksi, gula total dan sukrosa daun. Dinyatakan pula bahwa kandungan KAR daun yang lebih tinggi pada pemberian antitranspiran chitosan berasosiasi dengan meningkatnya kandungan Ca daun dan Ca kulit buah, baik pada fase muda maupun fase perkembangan buah cepat dan fase buah dewasa. Terjadi interaksi antara pemberian irigasi tetes dan antitranspiran chitosan terhadap kandungan Ca kulit buah pada fase pembuahan muda, dan semakin tinggi konsentrasi antitranspiran chitosan yang diberikan semakin tinggi kandungan Ca kulit buah.

Referensi

Dokumen terkait

Alasannya adalah karena hasil yang mau dicapai adalah merupakan hasil yang  berlaku pada kasus ini saja dan permasalahan pengambilan keputusan ini merupakan hal yang

Uang elektronik tidak dapat disamakan dengan alat pembayaran berbentuk kartu seperti kartu ATM atau kartu debit, dan kartu kredit, karena penerbitannya tidak

Telah berhasil dilakukan modifikasi permukaan elektrode karbon aktif monolit untuk sel superkapasitor dari kayu karet dengan metode aktivasi fisika dan kimia.. Penggunaan

Tujuan dari pelayanan rawat jalan adalah mengupayakan kesembuhn dan pemulihan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang dapat

Di samping itu, penilaian yang berfokus kepada pengentasan masalah ataupun perolehan klien secara lebih komprehensip dapat dilakukan terutama setelah klien menjalani satu jenis

Spora berwarna krem hingga kekuningan, atau kemerahmudaan, berbentuk ellip, permukaan licin , berukuran 6–8 x 3–3,5 mikron.Habitat: pada hutan cemara atau kayu lapuk, hidup

Kunjungan pastoral TTSS ke jemaat-jemaat GMIT terdampak Siklon Seroja di Desa Pukuafu (Pulau Rote) dan di Pulau Ndao (sebelah barat dari Pulau Rote) pada 3–6 Juni

aplikasi multimedia huruf-huruf Jepang ini, penulis menggunakan software-software yang meliputi software desain grafik yg mendukung semua aplikasi, mulai dari teks,