• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sisdiknas No 20/2003, Pasal 5 ayat 1) dalam memperoleh mutu sekolah, tentunya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sisdiknas No 20/2003, Pasal 5 ayat 1) dalam memperoleh mutu sekolah, tentunya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. (UU Sisdiknas No 20/2003, Pasal 5 ayat 1) dalam memperoleh mutu sekolah, tentunya sesuai dengan PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, dengan definisi kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia, berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan, dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu dan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Analisis logis dari regulasi diatas, dapat memberikan keleluasaan kepada kepala sekolah dan unsur-unsur didalamnya untuk membentuk iklim sekolah yang diharapkan guna mencapai mutu sekolah yang sesuai dengan cita-cita bersama:

1. Mengembangkan rencana strategis pendidikan dalam pengembangan sekolah dan lebih mengutamakan dalam standar acuan yang dibuat oleh pemerintah terutama dalam pelaksanaan kinerja kepala sekolah, kinerja guru, memotivasi siswa, mengapresiasi keberhasilan guru dan siswa, menghargai struktur organisasi.

(2)

2. Mengawasi dan mengevaluasi kinerja dari proses pendidikan yang telah dicapai dan mendeterminasikan apakah visi, misi dan tujuannya telah sesuai dengan standar acuan pemerintah dan kebutuhan dalam peningkatan mutu sekolah.

3. Memaparkan dan mengumumkan laporan input pendidikan, proses pendidikan, output pendidikan dan outcome pendidikan dari konstruk keberhasilan pendidikan kepada orang tua siswa, masyarakat dan pemerintah (pertanggung jawaban kepada stake-holders) yang merupakan konsumen dari hasil layanan pendidikan.

Bahkan Tilaar (2009:73) menyatakan bahwa PBB telah menyusun tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals) yang antara lain ialah penghapusan kemiskinan dan memajukan pendidikan yang berkualitas/bermutu khususnya untuk golongan masyarakat yang tersisihkan.

Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 1999 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pendidikan, merupakan tonggak baru penyelenggaraan pendidikan. Dengan undang-undang ini kebijakan pendidikan berubah, yang tadinya otoritas penyelenggaraan pendidikan berada ditangan pemerintah pusat, sekarang otoritas tersebut berada ditangan pemerintah daerah. Chaniago, S (Pusat informasi kemendiknas, 2010: 61-62).

Oleh karena itu, bahwa tanggung jawab peningkatan mutu sekolah secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi

(3)

dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.

Tapi sungguh sangat ironis, Yang tentunya kita, sepakat bahwa peningkatan sumber daya manusia dilakukan dengan mutu pendidikan yang baik, sedangkan mutu pendidikan kita berada pada kategori rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga, seperti malaysia dan korsel. fakta menunjukkan bahwa kualitas/mutu pendidikan kita masih rendah, tertinggal dibanding dengan negara lain. Laporan

United Nation Educational, Scientific, and Cultural (UNESCO), November 2007,

menyebutkan peringkat Indonesia di bidang pendidikan menurun dari 58 ke 62. Dalam peringkat 130 negara itu, Malaysia berada diurutan 56 dan korsel berada pada urutan ke-5. Tangkilisan dalam Pusat Informasi Kemendiknas (2010: 67).

Sehingga berdampak kepada mutu sumber daya manusia hal ini sesuai berdasarkan data hasil survei tentang Human Development Index (HDI) oleh United

Nation Development Program atau UNDP (Brodjonegoro, dalam Pikiran Rakyat, 28

Oktober, 2005), menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat 113 dari 177 negara didunia.

Bahkan Syahril C. (Pusat Informasi Kemendiknas, 2010: 63) menyatakan peningkatan mutu pendidikan dari segi proses pendidikan belum berjalan baik karena para guru dan tenaga pengajar lain masih lebih banyak berpendidikan dibawah s1, kebijakan penyelenggraan pendidikan yang dilakukan selama ini masih dalam tarap

(4)

peningkatan kompetensi guru hingga D2. Hal ini khususnya terjadi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Masih pernyataan Syahril C. (Pusat Informasi Kemendiknas, 2010: 63) yang menyatakan bahwa output pendidikan selama ini tidak ada kriteria kelulusan berdasarkan hasil ujian, sehingga hampir semua peserta ujian memperoleh predikat tamat dan dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan selanjutnya. Dengan mengambil batas nilai 5,5 (asumsi) sebagai kriteria minimal kelulusan, berarti hanya 36,79% siswa SLTP yang lulus, sisanya memperoleh tamat belajar. Dari paparan akademis, tingkat penguasaan materi pada umumnya sangat memprihatinkan.

Masih menurut Syahril C. (Pusat Informasi Kemendiknas, 2010: 63) menyatakan peningkatan mutu pendidikan dari segi input siswa. Tanpa kesehatan nutrisi yang cukup, ketekunan, kehadiran yang tetap, dan dukungan rumah, kegiatan pembelajaran dikelas tidak akan efektif. Siswa harus mampu bertahan mengikuti pembelajaran selama jam pelajaran, sehingga harus didukung oleh nutrisi yang cukup.

Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu sekolah.

Institusi pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan secara keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otorits pendiidikan lainnya memiliki tanggung jawab

(5)

untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.

Jelaslah, bahwa peningkatan mutu sekolah ini membawa pengelolaan pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya.

Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar terpenuhi. Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan dengan

(6)

dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang boleh/tidak boleh dilakukan.

Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah agar dapat menentukan visi dan misi nya utnuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.

Sebagai sebuah sistem, sekolah juga terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Apabila ada satu komponen saja yang “error”, maka sistem sekolah juga akan turut “error”. Masalahnya, bagaimana sekolah harus distrukturkan agar mampu menciptakan mutu layanan yang di kehendaki? Aspek-aspek daya dukung dan masalah – masalah kontekstual sangat mungkin berpengaruh dalam penataan struktur organisasi sekolah yang memenuhi kriteria untuk mencapai mutu. Danim (2007: 55)

Mutu sekolah juga dapat di lihat dari kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah yang diharapkan terdapat keterbukaan dalam peningkatan mutu sekolah, kepemimpinan adalah suatu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan sekolah, oleh sebab itu kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci keberhasilan organisasi sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah. Esensi kepemimpinan adalah kepengikutan kemauan orang lain untuk mengikuti keinginan pemimpin. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu

(7)

menimbulkan kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para bawahan dalam melaksanakan tugas masing-masing serta memberikan bimbingan dan mengarahkan para bawahan serta memberikan dorongan, memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi dalam mencapai tujuan.

Upaya untuk meningkatkan kepemimpinan kepala sekolah dalam menjalankan fungsi kepemimpinan dan menjaga stabilitas iklim sekolah, diperlukan pemahaman dan penguasaan kompetensi yang diperlukan bahwa kepala sekolah memiliki kemampuan dan orientasi dalam kompetensi kepemimpinan dan manajerial di mana

kepala sekolah memiliki kemampuan merencanakan, mengorganisasikan,

mengkomunikasikan, memotivasi, mengarahkan dan pengawasan serta tinda lanjut terhadap kegiatan sekolah.

Keberhasilan atau kegagalan suatu sekolah dalam menampilkan kinerjanya, banyak tergantung pada kualitas kepemimpinan kepala sekolahnya. Sejauh mana kepala sekolah mampu menampilkan gaya kepemimpinannya yang baik, berpengaruh langsung terhadap mutu sekolah. Kinerja sekolah ditunjukkan oleh iklim kehidupan sekolah, budaya orgniasasi sekolah, etos kerja, semangat kerja guru, prestasi belajar siswa, disiplin warga sekolah secara keseluruhan.

Banyaknya pandangan yang berkembang muncul dan ini hanya dilakukan pada saat penelti melakukan interview dan wawancara dengan sebagian kepala sekolah dan orang-orang yang terlibat dalam pendidikan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan mutu sekolah saat ini adalah; 1) kepala sekolah tidak mempunyai visi yang jelas dalam pengembangan mutu sekolah, 2) kepala sekolah

(8)

tidak memiliki strategi dalam mengembangkan mutu sekolah dalam rangka menunjukkan hasil yang memuaskan, 3) minimnya pendidikan dan pelatihan tentang

pengelolaan sekolah, 4) kurangnya upaya peningkatan profesionalisme

kepemimpinan sebagai perilaku kepemimpinan kepala sekolah sebagai wujud pemenuhan kebutuhan (kemampuan dan ketrampilan), 5) kepala sekolah belum

sepenuhnya mempunyai strategi alternatif dalam memecahkan masalah

kepemimpinan sekolah yang berhasil menciptakan iklim sekolah guna menunjang mutu sekolah yang menjadi harapan semua pihak.

Salah satu faktor penentu, tinggi rendahnya mutu pendidikan ialah kepemimpinan kepala sekolah. Hal itu dapat dimengerti karena kepemimpinan bukan hanya mengambil inisiatif, melainkan bermakna pula kemampuan manajerial, yaitu kemampuan mengatur dan menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.

Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, dituntut kemampuan dan dedikasi yang tinggi untuk mengelola sekolah, terutama untuk memenuhi tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, ia perlu menganalisis beragam pandangan dan kecenderungan dengan kemampuannya sendiri, dan menanggapi problema yang dihadapi bawahannya. Meskipun perubahan struktural untuk meningkatkan unjuk kerja manajemen sekolah telah banyak dilakukan, tetapi hasilnya belum begitu tampak. Kepemimpinan kepala sekolah dan pengelolaan pendidikan di tingkat persekolahan pun masih menghadapi permasalahan.

(9)

Permasalahan itu muncul karena pengangkatan kepala sekolah tidak mempersyaratkan pendidikan khusus dan kinerja kepala sekolah dalam mengelola masih lemah. Kelemahan-kelemahan kepala sekolah selama ini muncul karena kemandirian kepala sekolah belum terbina. Mereka terkadang mengikuti kebijakan dan perintah atasan dan melupakan diri sebagai pemimpin yang mandiri.

Ditinjau dari pengembangan sumber daya manusia kependidikan, sejauh itu rekrutmen kepala sekolah belum memenuhi tuntutan pembaharuan. Ada kecenderungan bahwa dalam pengangkatan atau rotasi kepala sekolah masih bersifat subjektif, tidak didasarkan pada standar kualitas prestasi yang jelas seperti tingkat pendidikan kepala sekolah, lamanya menduduki jabatan kepala sekolah atau kemampuan menyelesaikan program kerja sekolah. Dengan demikian dapat difahami bahwa kemampuan kepala sekolah untuk meningkatkan efektifitas sekolah masih belum optimal.

Permasalahan muncul ketika mutu diterapkan dalam dunia pendidikan, ada dua pertanyaan mendasar yang perlu diungkapkan; pertama, apa produknya? dan kedua siapakah pelanggannya?. Seringkali pelajar dianggap sebagai produk dari pendidikan, padahal pelajar sebagai produk dari pendidikan adalah sangat sulit didefinisikan dalam dunia pendidikan yang bersifat praktis, yang dihasilkan berdasarkan standar jaminan tertentu adalah hal yang mustahil.

Gray (Sallis, 2008:62) mengungkapkan : “ manusia tidak sama, dan mereka berada dalam situasi pendidikan dengan pengalaman, emosi, dan opini yang tidak bisa disamaratakan”. Sehingga, menilai mutu dalam pendidikan sangat berbeda

(10)

dengan memeriksa hasil produksi pabrik atau menilai sebuah jasa, karena akan menghilangkan kompleksitas proses belajar dan keunikan setiap individu pelajar. Lalu bagaimana mendefinisikan produk dalam pendidikan? Sebaiknya kita melihat produk yang dihasilkan adalah sebagai sebuah jasa atau layanan.

Dan peneliti terfokus lebih kepada pandangan Usman untuk dianalisis secara lebih dalam, sehingga memperoleh mutu pendidikan yang lebih komprehensip.

Tidak hanya kepemimpinan kepala sekolah yang mempengaruhi mutu sebuah sekolah, bahkan iklim Sekolah juga dapat mempengaruhi mutu sebuah sekolah. Hoy dan Miskel (2001:28) mendefinisikan lingkungan secara luas, yaitu: ”environment is

everything that is outside the organizing”. Salusu (2004:319) mengungkapkan

lingkungan meliputi kondisi, situasi keadaan, dan pengaruh-pengaruh yang mengelillingi dan mempengaruhi perkembangan organisasi. Robbins (1994:226) mengidentifikasikan lingkungan sebagai segala sesuatu yang berada diluar batas organisasi.

Hoy & Miskel (2001:259) mengkategorikan lingkungan eksternal kepada dua kategori, yaitu persfektif tugas dan institusi. Sedangkan Pearce & Robinson (1996:109) membagi lingkungan eksternal sekolah kepada lima bagian, yaitu: faktor ekonomi, sosial, politik, teknologi, dan ekologi.

Berdasarkan analisis permasalahan tersebut di atas, maka topik penelitian ini dirumuskan kedalam judul “Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Sekolah terhadap Mutu Sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon.”

(11)

B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Usman (2009: 513) yang menyatakan mutu di bidang pendidikan meliputi mutu

input, Proses, output, dan outcome. Input pendidikan dinyatakan bermutu jika siap

berproses. Proses pendidikan bermutu jika mampu menciptakan suasana yang PAKEMB (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Menyenangkan, dan Bermakna).

Output dinyatakan bermutu jika hasil belajar akademik dan non akademik siswa

tinggi. Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap ke dunia kerja, gaji wajar, semua pihak mengakui kehebatan lulusan dan merasa puas.

Untuk memperoleh mutu sekolah yang baik diperlukan faktor

pemicu/pendukung seperti: kondisi/iklim sekolah yang harmonis, perilaku kepemimpinan kepala sekolah, kebijakan sekolah yang mendukung pengembangan guru, ketersediaan fasilitas yang memadai, kompensasi, tingkat pendidikan, pengalaman bekerja, kompetensi guru, supervisi, motivasi, penyelenggaraan diklat, dan lain-lain. Faktor tersebut diperlukan untuk menjaga mutu sekolah agar tetap pada kondisi yang diharapkan.

Dari sekian banyak faktor yang disebutkan diatas, perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu sekolah dibandingkan dengan fakor lainnya. Perilaku kepemimpinan kepala

(12)

sekolah memiliki peran penting dalam memberikan Kompetensi, Komitmen, dan motivasi dalam meningkatkan mutu sekolah.

Kondisi yang ada di lapangan tidak memenuhi ketiga hal hanya pada salah satunya saja, seperti kepala sekolah memiliki keterampilan tetapi tidak bisa memiliki komitmen terhadap kesepakatn dan motivasi kepada bawahannya, sehingga hal ini akan menjadi menarik jika kepala sekolah mempunyai kita menganalisisnya secara lebih mendalam terhadap ketiga aspek tersebut.

Sedangkan iklim sekolah memegang peranan penting dalam standar disiplin, lingkungan fisik yang mendukung, aman dan nyaman untuk proses PMB, penghargaan dan insentif kepada guru, harapan yang tinggi dari komunitas sekolah, menciptakan suasana harmonis dengan personil sekolah.

Kondisinya iklim sekolah ini apabila peranan dalam aspek yang disebutkan diatas dijalankan oleh semua anggota masyarakat sekolah diharapkan mampu mencipatakn mutu sekolah yang diharapkan.

Dari deskripsi yang dipaparkan diatas, maka peneliti ingin membatasi dan lebih memfokuskan penelitiannya pada faktor pendukung terhadap mutu sekolah SMPN di Kabupaten Cirebon, yakni perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah yang dikemukakan diatas, penulis selanjutnya menjabarkan ke dalam beberapa rumusan masalah yang hendak diteliti, yakni:

(13)

a) Bagaimana gambaran perilaku kepemimpinan kepala sekolah pada SMPN kabupaten Cirebon?

b) Bagaimana gambaran iklim sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon? c) Bagaimana gambaran mutu sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon?

d) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap mutu sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon?

e) Seberapa besar pengaruh iklim sekolah terhadap mutu sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon?

f) Seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah terhadap mutu sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah terhadap mutu sekolah pada SMPN Kabupaten Cirebon?

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

a) Mengetahui gambaran tentang perilaku kepemimpinan kepala sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon.

(14)

c) Mengetahui gambaran tentang mutu sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon.

d) Menganalisis besarnya pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap mutu sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon.

e) Menganalisis besarnya pengaruh iklim sekolah terhadap mutu sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon.

f) Menganalisis besarnya pengaruh perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah terhadap mutu sekolah pada SMPN di Kabupaten Cirebon.

[

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk kepentingan teoritis dan praktis.

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

a) Menguji kembali beberapa teori yang berhubungan dengan perilaku kepemimpinan kepala sekolah, iklim Sekolah, dan mutu sekolah

b) Bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini

c) Pengembangan khasanah keilmuwan yang berhubungan dengan kajian perilaku kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah secara luas

2. Secara Praktis

(15)

a) Sebagai evaluasi perilaku kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah, dan mutu sekolah.

b) Sebagai bahan rujukan dalam merumuskan materi kependidikan di lembaga pendidikan dalam mengembangkan kepemimpinan, membangun iklim sekolah, dan meningkatkan mutu sekolah.

c) Sebagai masukan bagi kepemimpinan kepala sekolah, dan masukan dalam menciptakan iklim sekolah sehingga dapat meningkatkan mutu sekolah.

E. Struktur Organisasi Tesis

Tesis terdiri dari 5 bagian, setiap bagian disebut bab, sesuai dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang dikeluarkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia.

Bab I: Berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari tesis dan berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian serta struktur organisasi tesis.

Bab II: Kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Pada bab ini akan disajikan landasan teoritik dalam menyusun pertanyaan penelitian, tujuan, serta hipotesis penelitian.

Bab III: Metode Penelitian. Bab ini berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, lokasi penelitian, populasi/sampel penelitian, serta teknik pengolahan data penelitian.

Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini berisi penjabaran yang rinci mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari dua hal utama yaitu;

(16)

1. Pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian,

2. Pembahasan atau analisis temuan yang dikaitkan dengan dasar teoritik yang telah dibahas dalam bab kajian pusataka dan temuan sebelumnya.

Bab V : Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian, yang terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi.

Referensi

Dokumen terkait

PROFIL KEMAMPUAN INKUIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN STRATEGI TEACHING LEARNING SEQUENCES DALAM INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI GAYA GESEK.. Universitas Pendidikan

Oleh karena itu dalam penelitian ini, fokus permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai perencanaan dan pemilihan karir peserta didik yang disesuaikan dengan

Dalam pengumpulan data dengan metode wawancara, peneliti menetapkan beberapa narasumber yang menjadi informan penelitian yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini yaitu

Pengaruh Modifikasi Dasar Permainan Bola Basket Terhadap Peningkatan Kemampuan Gerak Manipulatif Anak Tunagrahita Ringan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Data tanggapan responden yang diperoleh berupa ceklist. Berikut adalah kriteria penilaian butir soal.. Memberikan skor pada jawaban item dengan menggunakan CVR. Setelah semua

Sepakbola merupakan cabang olahraga yang populer dan banyak digemari, tapi tidak semua orang mengenal taktik-taktik dalam sepakbola oleh karena itu penulis mencoba membuat

“ Bagaimanakah kualitas tes tertulis Two-tier Multiple Choice yang dikembangkan pada materi pokok Organisasi

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Tindakan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang kecamatan Pahae Julu Kabupaten