BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Modal Sosial
Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak
mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan
adanya kebersamaan dan kerja sama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang
berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Modal sosial muncul dari hasil
interaksi di dalam masyarakat dengan proses yang lama. Meskipun interaksi terjadi
karena berbagai alasan, orang-orang berinteraksi, berkomunikasi, dan kemudian
menjalin kerja sama pada dasarnya dipengaruhi oleh keinginan dengan berbagai cara
untuk mencapai tujuan bersama yang tidak jarang berbeda dengan tujuan dirinya sendiri.
Interaksi semacam ini melahirkan modal sosial yang berupa ikatan-ikatan emosional
yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan
kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang.
Modal sosial bukanlah modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan atau uang,
tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan aset atau modal nyata yang
penting dalam hidup bermasyarakat. Menurut para ahli modal sosial dapat didefinisikan
sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan
bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi. Menurut Hanifan, dalam modal
sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan
kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok
sosial (Syabra, 2003). Sedangkan Burt tahun 1992 (dalam Suparman 2012)
mendefinisikan, modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan
penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi
sosial yang lain.
Sejalan dengan Fukuyama (dalam Anconk 2007) menjelaskan bahwa modal
sosial adalah serangkaian nilai-nilaiatau norma-norma informal yang dimiliki bersama
diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerja
sama di antara mereka. Adapun menurut Cohen dan Prusak tahun 2001 (dalam
Suparman 2012), modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat
oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan
nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat
kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
Sependapat dengan penjelasan dari Cohen dan Prusak, (Hasbullah, 2006)
menjelaskan, modal sosial sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama
dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik,
ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust
(rasa saling mempercayai), hubungan timbal balik dan aturan-aturan kolektif dalam
suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Modal sosial juga adalah sebuah potensi
yang dimana dapat meningkatkan kesadaran bersama tentang banyaknya kemungkinan
peluang yang bisa dimanfaatkan dan juga kesadaran bahwa nasib bersama akan saling
terkait dan ditentukan oleh usaha bersama yang dilakukan. Berbagai pandangan tentang
kapital sosial tersebut di atas bukan sesuatu yang bertentangan. Ada keterkaitan dan
saling mengisi sebagai sebuah alat analisa penampakan kapital sosial di masyarakat.
Dengan menyimak tentang berbagai pengertian kapital sosial yang sudah dikemukakan
di atas, kita bisa mendapatkan pengertian kapital sosial yang lebih luas yaitu berupa
2.1.1 Dimensi Modal Sosial
Dimensi modal sosial disini membahas bahwa sebenarnya modal sosial (social
capital) berbeda definisi dan terminologinya dengan modal manusia (human capital) (Fukuyama, 1995). Bentuk human capital adalah pengetahuan dan keterampilan
manusia. Bentuk nyata dari human capital adalah dalam bentuk seperti halnya
pendidikan di sekolah atau universitas, pelatihan programmer computer, kursus bahasa
atau menyelenggarakan bentuk-bentuk pendidikan lainnya. Sedangkan modal sosial
adalah kemampuan atau keahlian yang muncul dari adanya kepercayaan umum di dalam
sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu di dalamnya. Modal sosial juga dapat
dilembagakan dalam bentuk kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga
kelompok-kelompok masyarakat paling besar seperti halnya negara (bangsa).
Dimensi modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi
nilai dan norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian
anggotanya (Woolcock dan Narayan, 2000). Oleh karena pendapat itu Adler dan Kwon
(2000) menyatakan, dimensi modal sosial adalah merupakan gambaran dari keterikatan
internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan keterkaitan satu sama lain dan
keuntungan-keuntungan bersama dari proses dinamika sosial yang terjadi di dalam
masyarakat. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan modal sosial antara lain:
sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan
menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma
yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan
masyarakat untuk secara terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai,
Inilah bentuk dari jati diri modal sosial yang sebenarnya yang mampu menopang
kekuatan dalam kehidupan bermasyarakat
Menurut Hasbullah (2006), dimensi inti dari modal sosial terletak pada
bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerja sama membangun suatu jaringan guna
mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola hubungan
timbal balik dan saling menguntungkan antara sesama individu yang dibangun di atas
kepercayaan dan ditopang oleh aturan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif
dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif
membuat jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang
saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan
diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya.
2.2. Elemen-Elemen Modal Sosial
Dilihat dari aspek sosiologis maka elemen-elemen modal sosial terdiri dari
2.2.1 Jaringan Sosial (Social Networks)
Jaringan sosial terjadi karena adanya keterkaitan (connectedness) antara individu
dan komunitas. Keterkaitan terwujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat
lokal maupun pada tingkat yang lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama
anggota dalam kelompok, mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan kekompakan.
Apalagi jika kelompok sosial kapital itu bentuknya kelompok formal. Adanya
jaringan-jaringan hubungan sosial antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat
dalam konteks pengelolaan sumber daya milik bersama, karena hal tersebut dapat
mempermudah koordinasi dan kerja sama untuk keuntungan yang bersifat timbal balik,
itulah yang dikatakan Putnam dalam Lubis (2001) tentang jaringan sosial sebagai salah
Badaruddin (2005), menyatakan dengan pelibatan warga dalam jaringan sosial
yang akan menjadi satuan sosial/organisasi lokal, maka terciptalah apa yang disebut
dengan kemampuan warga kolektif mengalihkan kepentingan ‘saya’ menjadi ‘kita’,
terbangunlah kekompakan dan solidaritas antar warga. Jaringan sosial yang meliputi:
adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, kerja sama dan keadilan (Lubis, 2001).
2.2.2 Kepercayaan
Sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen dari modal sosial adalah
merupakan sikap salah satu dasar bagi lahirnya sikap saling percaya yang terbangun
antar beberapa golongan komunitas dan merupakan dasar bagi munculnya keinginan
untuk membentuk jaringan sosial (networks) yang akhirnya di mapankan dalam wujud
pranata (institution). Adanya trust menyebabkan mudah dibina kerja sama yang saling
menguntungkan, sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprokal. Kepercayaan
adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya
hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan,
orang-orang dapat bekerjasama secara efektif.
Putnam dalam (Suharto, 2007) suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko
dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain
akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam
suatu pola tindakan yang saling mendukung. Paling tidak, yang lain tidak akan bertindak
merugikan diri dan kelompoknya. Fukuyama (2002) berpendapat bahwa unsur
terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan yang merupakan perekat bagi
langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan orang-orang
Dalam pandangan Francis Fukuyama, trust adalah sikap saling mempercayai di
masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain
dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Tindakan kolektif yang
didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai
bentuk dan dimensi terutama dalam konteks kemajuan bersama. Hal ini memungkinkan
masyarakat untuk bersatu dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.
Adanya jaminan tentang kejujuran dalam komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas
dan sifat kooperatif dalam komunitas. Pada aspek kepercayaan unsur unsur seperti
hubungan kekerabatan, posisi dan status sosial masih menjadi hal yang penting dalam
melihat aspek kepercayaan.
2.2.3 Nilai dan Norma
Setiap kehidupan sosial senantiasa ditandai dengan adanya aturan-aturan pokok
yang mengatur perilaku anggota-anggota masyarakat yang terdapat di dalam lingkungan
sosial tersebut. Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nila-nilai, harapan-harapan
dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang
(komunitas). Norma dapat bersumber dari agama, panduan moral maupun
standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Aturan-aturan ini biasanya
terinstitusionalisasi, tidak tertulis tapi dipahami sebagai penentu pola tingkah laku yang
baik dalam konteks hubungan sosial sehingga ada sangsi sosial yang diberikan jika
melanggar.
Dalam kehidupan manusia terdapat seperangkat pola hubungan yang tertata
dengan baik yang tidak disamai dengan mahluk lain. Pola-pola tersebut meliputi; (a)
segala sesuatu yang menjadi dasar-dasar tujuan kehidupan sosial ideal atas dasar
pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial, yang didalamnya terdapat
seperangkat perintah dan larangan berikut sanksinya yang dinamakan sistem norma.
Norma sosial akan menentukan kuatnya hubungan antar individu karena merangsang
kohesifitas sosial yang berdampak positif bagi perkembangan masyarakat. Oleh
karenanya norma sosial disebut sebagai salah satu modal sosial.
2.3. Solidaritas Sosial
Solidaritas adalah faktor utama dalam merekatkan hubungan sosial dalam sebuah
komunitas. Karena rasa solidaritaslah masyarakat bisa menyatukan persepsinya tentang
hal yang ingin mereka perjuangkan, Merujuk pada teori Emile Durkheim (Ritzer, 2003),
solidaritas itu terdiri dari dua jenis, yaitu mechanical solidarity dan organic solidarity.
Apa yang membedakan kedua jenis solidaritas ini adalah sumber dari solidaritas mereka,
atau hal apa yang telah menyatukan mereka. Kuncinya adalah pembagian kerja.
Pada solidaritas organis kondisi masyarakat cenderung sudah sangat kompleks,
masing-masing orang memiliki spesialisasi pekerjaan yang banyak jumlahnya, modal
sosial muncul bukan karena kesamaan pekerjaan/penghidupan, tetapi lebih pada tujuan
lain misalnya perjuangan memperoleh pendidikan yang layak. Pada solidaritas mekanis,
pekerjaan masyarakat cenderung sama dan modal sosial muncul karena tujuan-tujuan
yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, misalnya pada masyarakat petani atau
nelayan. Collective Conscience adalah argumen yang dipakai Durkhein dalam
mempertegas perbedaan antara solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Collective
Conscience adalah kesadaran kolektif dari anggota masyarakat bahwa mereka adalah bagian dari kelompok, suku atau bangsa. Apa yang menyatukan mereka adalah perasaan
bahwa pengetahuan dan ide orang perorang tidak akan menghasilkan manfaat yang
bahwa kekuatan pikiran dan ide-ide bersama akan lebih bermanfaat dan mempunyai
presure yang lebih efektif daripada secara individual. (Badaruddin, 2005).
2.4. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang- perorang, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang- perorang dengan kelompok manusia. Kontak sosial dan
komunikasi merupakan syarat mutlak dalam proses interaksi sosial, sehingga tanpa
kedua unsur tersebut maka sangatlah mustahil interaksi sosial terjadi (Soerjono
Soekanto, 2007: 61). Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya interaksi
sosial. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Bersifat positif jika mengarah
pada suatu kerja sama, dan bersifat negatif jika mengarah pada suatu pertentangan.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar orang-perorangan, antara
orang-perorangan dengan suatu kelompok, dan antara suatu kelompok dengan kelompok
lainnya.
Interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan mempelajari banyak masalah
di dalam masyarakat. Interaksi merupakan kunci semua kehidupan sosial karena tanpa
interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama (Soerjono Soekanto, 2007:
58). Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara individu dengan
golongan di dalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya dan di
dalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Abu Ahmadi, 2007: 100). Apabila
interaksi sosial itu diulang menurut bentuk yang sama dan bertahan untuk waktu yang
lama, maka akan terwujud hubungan sosial.
Hubungan sosial atau relasi sosial merupakan hubungan timbal balik antar
kesadaran untuk saling menolong. interaksi sosial merupakan proses mempengaruhi
diantara dua orang atau lebih. Dalam proses interaksi sosial akan ditemukan
kepentingan,pemikiran, sikap, cara-cara bertingkah laku keinginan, tujuan
dansebagainya yang dipertemukan dalam suatu wadah yang namanya komunitas sosial.
Teori pertukaran sosial (social exchange) menjelaskan interaksi sosial dalam
bentuk imbalan dan biaya. Teori ini lebih banyak berhubungan dengan interaksi dua
orang. Interaksi terjadi jika dua orang bertemu, kemudian ia saling menegur sapa,
berjabat tangan saling berbicara, bahkan sampai terjadi perkelahian, pertengkaran dan
sebagainya. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktifitas-aktifitas sosial
bahkan interaksi merupakan inti dari suatu kehidupan sosial, artinya tidak ada kehidupan
yang sesungguhnya apabila tidak ada interaksi.
2.5 Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani
Menurut Ferdinand Tonnies, masyarakat dapat dibedakan ke dalam dua jenis
kelompok yang disebut Gemeinshaft dan Gesellschaft. Gemeischaft digambarkannya
sebagai kehidupan bersama yang intim, pribadi dan eksklusif; suatu keterikatan yang
dibawa sejak lahir. Kelompok seperti ini dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat
desa, keluarga, kerabat dan sebagainya. Gesellschaft dilukiskannya sebagai kehidupan
publik; sebagai orang yang kebetulan hadir bersama tetapi masing-masing tetap mandiri.
Gesellschaft bersifat sementara dan semu. Menurut Tonnies perbedaan yang dijumpai antara kedua macam kelompok ini ialah bahwa dalam Gemeinschaft individu tetap
bersatu meskipun terdapat berbagai faktor yang memisahkan mereka, sedangkan
Gesellschaft individu pada dasarnya terpisah kendatipun terdapat banyak faktor pemersatu. (Kamanto Sunarto, 2004: 129).
Pada masyarakat desa yang bersifat Gemeinshaft, pada umumnya spesialisasi
individu tidak menonjol sehingga kedudukan individual tidak begitu penting.
Sebaliknya, pada masyarakat yang bersifat Gesellschaft atau kompleks dimana sudah
ada spesialisasi di atara para anggotanya sehingga tidak dapat idup secara tersendiri atau
dapat dipisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu kesatuan organisme oleh karenanya
strukturnya merupakan struktur organis. Tonnies membedakan antara tiga jenis
Gemeinschaft, yaitu:
1. Gemeinschaft by blood, mengacu pada ikatan-ikatan kekerabatan.
2. Gemeinschaft of place, pada dasarnya merupakan ikatan yang berlandaskan
kedekatan letak tempat tinggal serta tempat bekerja yang mendorong orang
untuk berhubungan secara intim satu dengan yang lain sehingga
dimungkinkan dapat saling tolong menolong.
3. Gemeinschaft of mind yaitu mengacu pada hubungan persahabatan, yang
disebabkan oleh persamaan keahlian atau pekerjaaan serta pandangan dan
pikirian yang mendorong orang untuk saling berhubungan secara teratur.
2.6. Marsiadapari Dalam Budaya Suku Batak Toba
Bagi suku Batak Toba, marsiadapari menjadi budaya yang melekat dalam hal
pengerjaan di sawah atau ladang, serta untuk kegiatan pesta adat. Jadi, kegiatan ini
dilakukan dalam rangka saling membantu antara satu dengan yang lain. Hal ini juga
menjadi tradisi tersendiri bagi orang Batak ketika musim panen atau marsuan
maka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gotong royong mempunyai arti
bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu).
Marsiadapari ini sifatnya untuk meringankan pekerjaan dengan sistem bersama-sama. Caranya juga unik dan menarik untuk dicermati. Misalkan saja dalam acara
panen (padi). Jadi sistem kerjanya adalah secara bersama mengerjakan sawah atau
ladang salah satu warga secara serentak dan demikian secara terus menerus dengan
jadwal hingga sampai semua mendapatkan giliran. Pekerjaanpun tuntas. Uniknya lagi,
marsiadapari ini dilakukan dengan penuh tanggungjawab bahwa pekerjaan itu dianggap sebagai miliknya, sehingga hasilnya akan lebih baik.
Marsiadapari dalam budaya Batak Toba adalah salah satu warisan budaya lokal yang turun temurun hingga sampai saat ini. Budaya ini menjadi suatu kehidupan yang
sangat baik untuk dilakukan di dalam masyarakat Batak Toba. Sistem marsiadapari
diartikan sebagai sistem saling membantu bekerja secara bergiliran atau sistem
hubungan pertukaran tenaga kerja (exchange for labor). Pada pinsipnya, sistem
marsiadapari memobilisasi tenaga kerja diluar keluarga inti untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di dalam keluarga pada usaha tani padi. Sistem ini diatur melalui
kebiasaaan setempat, dimana petani diminta untuk bekerja membantu pemilik lahan
untuk kegiatan tertentu di sawah seperti mencangkul, manggadui, marsuan, marbabo
dan panen tanpa diberi upah. Pemilik lahan hanya menyediakan makanan, tetapi pada
gilirannya mereka harus mengganti bantuannya tersebut secara proporsional pada waktu
diperlukan.
Marsiadapari adalah bertukar tenaga kerja. Masyarakat Batak Toba sering menyebut kata marsiadapari ini sama dengan marsiruppa. Tetapi perlu diketahui bahwa
dua kata tersebut terletak pada praktek kerjanya. Walaupun pada dasarnya mempunyai
makna yang sama yaitu gotong royong. Marsiadapari adalah saling tukar tenaga kerja
sedangkan marsirippa ataupun mangarumpa adalah saling memberikan bantuan umum.
Dilihat dari pengertian dua kata tersebut mempunyai makna yang sama yaitu gotong
royong ataupun yang lebih sering disebut pada saat ini adalah kerjasama.
Mangarumpa atau yang biasa disebut marsirippa adalah saling memberikan bantuan umum. Misalnya adalah jika desa tersebut membersihkan jalan umum ataupun
membangun Balai desa. Semua warga masyarakat ikut serta bekerja sama dalam
pelaksanaan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini juga warga masyarakat tidak akan
mendapatkan upah. Semua saling memberikan bantuan baik itu tenaga ataupun makanan
dan minuman untuk para pekerja.
2.7 Penelitian Terdahulu
Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian maka peneliti juga
mencamtumkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini
sebagai bahan rujukan yang dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
No Judul/ Peneliti/ Tahun/ Tujuan Metodologi Hasil penelitian 1. Penguatan Modal Sosial Untuk
Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Pengelolahan Agroekosistem Lahan Kering /Tri Pranadji / 2006 / Tujuan penelitian :
1.Menjelaskan adanya hubungan
Eratantara kerusakan ALK terhadap tingkat melemahnya modal sosial setempat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penganalisaan secara croossection.
Secara historis dapat dikatakan bahwa kerusakan ALK di desa-desa (boyolali) bagian hulu DAS dinilai sudah sangat parah, kemampuan masyarakat pedesaan dalam mengurangi tekanan terhadap ALK dipengaruhi oleh kekuatan modal sosial yang berhasil diwujudkan oleh masyarakat pedesaan setempat. Desa yang memiliki modal sosial yang paling kuat adalah adalah
2.Menganalisis pengaruh penerapan model pengelolaan ALK yang dikembangkan pemerintah terhadap tingkat kehidupan dan cara masyarakat pedesaan setempat. 3. Menganalisis elemen modal sosial dilandaskan pada nilai-nilai budaya, manajemen sosial, kepemimpinan, penyelenggaraan, pemerintah desa.
desa yang masyarakatnya memiliki modal sosial yang relatif kuat, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya cenderung tinggi dan proses tranformasi sosial ekonominya berlangsung lebih cepat.
2. Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Barat /Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran /2008 /
1. Mengidentifikasi dan mengukur kondisi modal sosial di Jawa Barat.
2. Menganalisis keterkaitan antara modal sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat.
3. Merumuskan desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinan Jawa Barat. Analisis data dilakukan, baik secara Kuantitatif maupun kualitatif Data yang diperoleh dalam studi kepustakaan dan focus group
discussion dianalisis dengan teknik analisis kualitatif berupa interpretasi.
Modal sosial yang ada, baik di kalangan masyarakat prural maupun urban masih dalam tahap bonding (sebagai pengikat saja), belum sebagai jembatan (bridging) yang menghubungkan seluruh potensi warga. Hal ini ditandai oleh: (a) kelompok-kelompok yang terbentuk mayoritas berdasarkan persamaan baik karena kekerabatan, persamaan etnik, persamaan agama, persamaan strata ekonomi, dsb; (b) kerjasama yang dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama; serta (c) pendanaan dalam kelompok tersebut pada umumnya swadaya dari iuran anggota.
3. Making Democracy Work Civic Traditionsin Modern Italy/Robert Putnam/1993/bertujuan untuk: pertama mengetahuhi hubungan antara modal sosial dengan tradisi kewargaan di tingkat lokal, kedua mengetahui pengaruh desentralisasi dikawasan Italy Utara dan Italy Selatan.
Penelitian ini menggunakan
Pendekatan Kualitatif
Pertama, Desentralisasi menumbuhkan modal sosial dan tradisi kewargaan di tingkat lokal. Kedua, kawasan Italia Utara jauh lebih unggul dan maju ketimbang kawasan Italia Selatan, dari sisi desentralisasi, demokrasi lokal, modal sosial, tradisi kewargaan, kinerja pembangunan ekonomi. 4. Modal Sosial Sebagai Sarana
Pengembangan Masyarakat (Studi kasus dikecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mamasa, Provinsi Sulawesi Selatan) Masdin AP /2002/ bertujuan: Pertama, Untuk mengetahui bentuk danperan modal sosial dalam pengembangan masyarakat yang
Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif untuk mencari fakta dengan interpretasi yang tepat.
Bentuk modal sosial dapat diketahui dengan tingginya nilai-nilai di dalam kemasyarakatan yang ditandai dengan sikap gotong royong di desa sumberjo dan bentuk modal sosial di dalam masyarakat petani adalah dengan adanya organisasi lokal seperti kelompok tani dan peran modal berhasil di dalam mengembangkan
dikhususkan pada aspek pertanian, Kedua mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuhnya modal sosial pada aspek pertanian di dalam pengembangan masyarakat.
masyarakat khususnya masyarakat tani.
5. Modal Sosial Komunitas Migran dalam Upaya Mempertahankan Eksistensi Komunitasnya (studi kasus warga PJKA di Permukiman Ilegal Jalan Bungur BesarRaya, JakPus/Triyani Anugrahini /2004 / bertujuan untuk memahami tentang bagaimana suatu komunitas migran di wilayah perkotaan.
Penelitian ini menggunakanPen dekatan
kualitatif.
Dari penelitian ini dijelaskan bahwa sebagai warga pendatang di perkotaan, mereka selalu dihadapkan pada persoalan tempat tinggal, pemenuhan kebutuhan sehari-hari, melakukan kegiatan sehari-hari atau usaha untuk mempertahankan eksistensinya di kota Jakarta.
6. Modal sosial dan Ketahanan Ekonomi Keluarga Miskin: studi Sosiologi pada Komunitas Bantaran Ciliwung. Oleh Ujianto Singgih Prayitno / 2004 / tujuan untuk menemukan modal sosial komunitas di Bantaran Ciliwung untuk mempengaruhi ketahanan ekonomi keluarga miskin. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kuantitatif pendekatan positivisme kualitatif pendekatan substantif.
Hasil analisis kuantitatif ditemukan bahwa ditemukan hubungan bermakna yang kuat diantara variabel yang di uji terhadap ketahanan ekonomi keluarga miskin. Uji korelasi terhadap ketahanan ekonomi keluarga miskin dengan variabel kelompok dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas, aksi kolektif dan kerjasama, informasi dan komunikasi, kohesi dan inklusi sosial terdapat hubungan bermakna lemah.
7. Fukuyama (1995) Modal Sosial, Efektivitas
organisasional
dan biaya transaksi.
Modal sosial berhubungan positif dengan efektivitas organisasional melalui pengurangan biaya transaksi organisasional.
8. Badarudin (2003)
Modal Sosial, Masyarakat nelayan.
1. Patron-klien yang lahir dari sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen modal sosial.
2. Koperasi sebagai salah satu perwujudan modal sosial sikap saling percaya, mampu menjadi kekuatan yang cukup potensial. 3. Serikat Tolong Menolong merupakan pranata yang berfungsi secara ekonomi dan juga berfungsi sosial dalam hal ritual keagamaan.
4. Arisan sebagai suatu pranata untuk mensiasati perangkap kemiskinan pada masyarakat nelayan.