Pengertian kepemerintahan (governance) adalah suatu kegiatan (proses), bahwa governance lebih merupakan “……serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dan masyarakat dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan- kepentingan tersebut.”
Pengertian tentang kepemerintahan (governence) lebih lanjut adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah atau government: The authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a nation, state, city, etc.
(pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya).
2. The governing body of a nation, state, city, etc. (Lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya).
3. Istilah kepemerintahan atau dalam bahasa Inggris governance berarti “the act, fact, manner, of governing.” (tindakan, fakta, pola dari kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan).
Governance adalah suatu proses tentang pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan. Apabila dalam proses keperintahan, unsur-unsur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, itu merupakan istilah kepemerintahan yang baik (good governance).
United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for Sustainable Human Development, January 1997 ”, mnyebutkan pengertian governence adalah “Governance is the exercise of economic, political, and administrative authory to manage a country’s affairs all levels and means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the well- being of their population” (Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat).
Dalam masyarakat kontemporer yang dinamis dan kompleks terdapat beberapa karakteristik berikut.
1. permasalahan sosial dalam masyarakat pada umumnya disebabkan oleh interaksi berbagai faktor (yang tidak semuanya selalu dapat diidentifikasi) dan tidak bisa dibatasi oleh sebab munculnya faktor tertentu secara terisolasi.
2. Pengetahuan politis dan teknis mengenai berbagai permasalahan dan kemungkinan pemecahannya, pada kenyataannya sangat tersebar di antara berbagai faktor.
3. Tujuan kebijakan publik tidak mudah untuk dirumuskan, bahkan lebih sering menjadi bahan untuk disempurnakan, ketidakpastian menjadi aturan bahkan sebagai pengecualian.
4. Proses koordinasi, pengendalian, (steering), pemengaruhan (influencing), dan penyeimbangan (balancing) setiap hubungan interaksi.
5. Format pemerintahan yang baru diperlukan untuk memenuhi tuntutan perubahan pola interaksi sosial politik antara pemerintahan dan masyarakat.
Dalam masyarakat modern atau post-modern saat ini, pola pemerintahan yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya adalah sebagai berikut.
1. Kompleksitas: dalam menghadapi kondisi yang kompleks, pola penyelenggaraan pemerintah perlu ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi.
2. Dinamika: dalam hal ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan adalah pengaturan atau pengendalian dan kolibrasi.
3. Keanekaragaman: masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat diatasi dengan pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pada pengaturan dan integrasi atau keterpaduan.
Intervensi pelaku politik dan sosial yang berorientasi hasil, diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau dapat diprediksikan dalam suatu sistem (sosial-politik), sesuai harapan ataupun tujuan dari para pelaku intervensi tersebut.
Konsep kepemerintahan (governence) adalah sebagai berikut:
1. mencakup berbagai metode yang digunakan untuk mendistribusikan kekuasaan/kewenangan dan mengelola sumber daya publik, dan berbagai organisasi yang membentuk pemerintahan serta melaksanakan kebijakan-kebijakannya;
2. meliputi mekanisme, proses, dan kelembagaan yang digunakan oleh masyarakat, baik individu maupun kelompok, untuk mengartikulasikan kepentingan mereka, memenuhi hak hukum, memenuhi tanggung jawab dan kewajiban sebagai warga negara dan menyelesaikan perbedaan antara sesama.
Ada tiga konsep tentang model sistem kepemerintahan yang diberlakukan di lembaga negara, yakni:
1. model kepemerintahan ekonomi (economic governance model), meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Economic governance mempunyai implikasi terhadap kesetaraan, kemiskinan, dan kualitas hidup;
2. model kepemerintahan politik (political governance model), mencakup proses pembuatan berbagai keputusan untuk perumusan kebijakan;
Prinsip mendasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi kepemerintahan (governance) dengan pola pemerintahan yang tradisional.
Terletak pada adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat (termasuk dunia usaha dan LSM/Ornop) semakin ditingkatkan dan terbuka aksesnya.
Hasil studi interaksi antara pemerintahan dan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Duclaud Williams, yaitu:
1. keberadaan struktur kekuasaan, metode, dan instrumen pemerintahan tradisional saat ini telah gagal;
2. berbagai bentuk dan ruang lingkup kegiatan interaksi sosial politik yang baru telah muncul, tetapi format kelembagaan dan pola tindakan mediasi berbagai kepentingan yang berbeda pada kenyataannya masih belum tersedia;
3. terdapat berbagai isu baru yang sangat strategis dan menjadi pusat perhatian seluruh aktor yang terlibat dalam interaksi sosial politik, baik dari lingkungan pemerintah maupun masyarakat;
4. diperlukan adanya koverensi atau kesearahan tujuan dan kepentingan untuk menghasilkan dampak yang bersifat sinergis atau situasi “menang-menang” (win-win solution).
Kondisi subjektif yang harus dimunculkan dalam diri setiap aktor yang terlibat dalam rangka pengembangan konsep kepemerintahan adalah adanya:
1. derajat tertentu dalam sikap saling memercayai atau saling memahami;
2. kesiapan untuk memikul tanggung jawab (bersama);
3. derajat tertentu terlibat politik dan dukungan sosial masyarakat.
Dalam masyarakat modern yang dinamis dan kompleks, serta sangat beragam saat ini, pemerintah (dan masyarakat umum) memiliki tugas baru, yaitu:
1. pemberdayaan interaksi sosial politik, hal ini mengandung arti penarikan diri dalam berbagai kesempatan, namun seringnya (dan pada saat yang sama) hal ini berarti mengambil tanggung jawab untuk mengorganisasikan interaksi sosial politik untuk mengatur dirinya sendiri;
3. model kepemerintahan administratif (administrative governance model), sistem implementasi kebijakan.
Kelembagaan dalam governance meliputi tiga domain, yaitu:
1. negara, yaitu menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif;
2. sektor swasta, yaitu menciptakan pekerjaan dan pendapatan;
3. masyarakat, yaitu memfasilitasi interaksi sosial budaya dan politik, menggerakkan kelompok dalam masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik.
Ketiganya merupakan satu kesatuan antara satu dan lainnya, saling berinteraksi dalam menjalankan fungsinya masing-masing.
Dalam kaitan dengan masyarakat “Governance is more government” Bank Dunia (World Bank) merumuskan konsep governance sebagai “The exercise of political powers to manage a nation’s affairs” (pelaksanaan kekuasaan politik untuk me-manage masalah-masalah suatu negara). Dasar konsep mengenai bagaimana pemerintahan berinteraksi dengan masyarakat dalam kepemerintahan bidang ekonomi, sosial, dan politik dalam upaya pemenuhan kepentingan masyarakat.
Pada dasarnya, unsur kepemerintahan dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
1. Negara/pemerintahan: konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani (civil society organizations).
2. Sektor swasta: pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti industri pengolahan (manufacturing), perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
3. Masyarakat madani (civil society): kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada di antara atau tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi.
2. pembentukan dan pemeliharaan kelangsungan berbagai jenis dan bentuk co arrangements, yaitu permasalahan tanggung jawab dan tindakan kolektif ditanggung bersama.
Pedoman sebagai kerangka acuan dalam perumusan meng- aktualisasikan gagasan konsepsional kepemerintahan, di antaranya:
1. orientasi interaksi dan eksternal bagi organisasi pemerintah merupakan salah satu hal yang sangat penting dan strategis;
2. administrasi publik harus mampu memberikan perhatian terhadap beragam sudut pandang administratif, poltik ilimiah, dan sosial; dan harus mampu mempertimbangkan berbagai pengertian yang berlaku mengenai permasalahan tindakan kolektif dan upaya pemecahannya, dari dalam diri administrasi publik tersebut;
3. pemerintah harus mampu mencoba mendelegasikan tanggung jawab makro terhadap berbagai unsur pelaku sosial, dan pada saat yang sama mendorong dan memberdayakan mereka untuk mengambil dan menerima tanggung jawab tersebut;
4. peranan pemerintah pada akhirnya perlu dibekali dengan kemampuan diri dan kompetensi untuk menjembatani konflik di antara berbagai kelompok kepentingan dan berbagai hambatan lainnya dalam kerangka sosial politik.
Perbandingan pola kepemerintahan tradisional dan kontemporer dalam hubungan dengan kompleksitas, dinamika, dan keanekaragaman interaksi sosial politik masyarakat.
Konsep Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
Secara konseptual, pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman, yaitu:
1. nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial;
2. aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Kepemerintahan yang baik (good governance) berorientasi pada dua hal, yaitu:
1. orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.
2. pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional.
Pada dasarnya, tentang pemerintahan yang baik (good governance) harus memenuhi kriteria berikut:
1. partisipasi;
2. transparasi;
Karakteristik Internal Sosial Politik Kompleksitas
Perintah Tradisional
“Do it Alone”
• Hubungan sebab akibat
• Ketergantungan yang bersifat unilateral
• Terbagi ke dalam berbagai unit organisasi/
disiplin keilmuan
Kepemimpinan Modern
“Co-arrangement”
• Menyeluruh dan bagian- bagianya
• Saling ketergantungan yang bersifat multidisiplin
• Pengelolaan melalui jaringan komunikasi
Dinamika
Keanekaragaman
• Linieritas dan prediktablilitas
• Kontinuitas dan reversalitas (reversability)
• Pendekatan/
analisis
didasarkan pada pola perhitungan rata-rata
• Perubahan pengaturan dari orientasi hukum dan perundang- undangan kepada berbagai
pengecualian
• Polanya bersifat nonlinier dan choatic
• Diskontinuitas ireversalitas (irreversability)
• Memanfaatkan model pemecahan permasalahan melalui penggunaan
mekanisme feed while/feed-back.
• Analisis bersifat situasional
• Dari pengecualian kepada aturan perundang-undangan
3. akuntabilitas;
4. efektivitas;
5. memperlakukan semua sama.
Selanjutnya, UNDP memberikan definisi good governance
“sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). UNDP mengajukan karakteristik good governance sebagai berikut:
1. partisipasi,
2. supremasi hukum, 3. transparansi, 4. cepat tanggap,
5. membangun konsensus, 6. kesetaraan,
7. efektif dan efisien, 8. bertanggung jawab, 9. visi strategi.
Good governance adalah kepemerintahan yang membangun dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparasi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supermasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat .
Rencana strategi dalam good governance, yaitu perlunya pendekatan baru dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan yang terarah pada terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yakni: “… Proses pengelolaan pemerintah yang demokratis, profesional, menjunjung tinggi supermasi hukum dan HAM, desentralistik, partisipatif, transparan, keadilan, bersih dan akuntabel; selain berdaya guna, berhasil guna, dan berorientasi pada peningkatan daya saing bangsa.”
“Unsur-unsur utama governance” (bukan prinsip), yaitu:
akuntabilitas, (accountability), transparasi (transparancy), keterbukaan (opennes), dan aturan hukum (rule of law) ditambah dengan kompetensi manajemen (management competence), dan hak- hak asasi manusia (human right).
Empat unsur utama yang dapat memberikan gambaran administrasi publik yang berciri kepemerintahan yang baik adalah sebagai berikut.
1. Akuntabilitas
Mengandung arti adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya.
2. Transparasi
Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik tingkat pusat maupun daerah.
3. Keterbukaan
Prinsip ini menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan.
4. Aturan hukum (rule of law)
Prinsip ini mengandung arti kepemerintahan yang baik mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
UNDP (1997) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktik penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi sebagai berikut.
1. Partisipasi (participation), setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung, maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
2. Aturan hukum (rule of law), kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia.
3. Transparasi (transparency), transparasi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi.
4. Daya tanggap (responsiveness), setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).
5. Berorientasi konsesus (consensus orientation), pemerintahan yang baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsesus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan setiap pihak, dan jika dimungkinkan, dapat memberlakukan berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
6. Berkeadilan (equity), pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang baik terhadap laki-laki dan perempuan dalam upaya meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.
7. Efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficency), setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia.
8. Akuntabilitas (accountability), para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders).
9. Visi strategis (strategic vision), para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan pembangunan manusia (human development) bersama dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
10. Saling keterbukaan (interrelated), keseluruhan ciri good governance tersebut adalah saling memperkuat dan saling terkait (mutually reinforcing) dan tidak bisa berdiri sendiri.