• Tidak ada hasil yang ditemukan

Organisasi Administrasi Peradilan

Dalam dokumen 7. Buku Ilmu Administrasi Negara (Halaman 167-170)

D. Administrasi Peradilan (The Administration of Justice)

4. Organisasi Administrasi Peradilan

Administrasi peradilan di tiap negara dibangun sesuai dengan tujuan hukumnya.

Oleh sebab itu, Undang-Undang Dasar dan berbagai undang- undang harus jelas dan tegas mengenai tujuan atau fungsi hukum yang hendak ditegakkan, disertai dengan penegasan tentang instansi atau aparatur yang berwajib dan bertanggung jawab atas penyelenggaraannya.

Sebagaimana diketahui, hukum itu bermacam-macam menurut bidang dan subjek hukumnya. Selain itu, setiap hukum mempunyai

beberapa tujuan atau fungsi, bergantung pada materi atau bidang apa yang diatur atau dicakup, sehingga pengertian “adil” itu relatif kepada bidang atau materi hukum yang bersangkutan.

Adil jika setiap kali “apa yang menjadi tujuan hukum” yang bersangkutan telah dicapai melalui keputusan (beschikking) atau putusan (vonnis) dari pejabat yang berwenang dan berwajib.

Dengan terkaitnya pengertian “adil” kepada yang menjadi tujuan atau fungsi hukum yang bersangkutan, organisasi administrasi peradilan itu menjadi sangat kompleks, artinya:

1. ada organisasi peradilan hukum modern, 2. ada organisasi peradilan hukum nonmodern.

Selain itu, masih ada pembedaan antara:

1. organisasi peradilan umum,

2. organisasi peradilan administrasi negara, 3. organisasi peradilan khusus,

4. organisasi peradilan adat, 5. organisasi peradilan agama.

Dengan perkataan lain, pengertian “adil” di dalam praktik selalu bersifat relatif, bergantung pada tujuan hukum yang dikejar dan jenis hukum menurut bidang atau materi hukum masing- masing.

Di dalam konteks pandangan tersebut, kita melihat adanya dua pengertian hukum, yakni:

1. pengertian hukum di dalam rangka asas negara hukum. Dalam pengertian ini hukum merupakan kekuasaan dan kekuatan tertinggi yang membawahi semuanya, termasuk membawahi negara;

2. pengertian hukum di dalam rangka hukum yang berlaku sah.

Hukum yang berlaku sah atau hukum positif adalah hukum yang dicipta oleh negara sebagai organisasi bangsa dan masyarakat politik, tempat negara berperan sebagai pencipta atau peresmi daripada hukum yang berlaku.

Dalam arti dan pengertian hukum yang pertama, penegaknya adalah hakim. Oleh sebab itu, kedudukan hakim harus bebas dan independen pada saat berfungsi sebagai hakim di pengadilannya,

walaupun hakim diangkat oleh pemerintah dan badan pengadilannya dibentuk oleh pemerintah. Di luar pengadilan, dia berkedudukan sebagai pejabat pemerintah biasa (bilamana misalnya berdinas dalam muspida) atau sebagai warga masyarakat biasa di dalam kehidupan kemanusiaan sehari-hari.

Dalam arti dan pengertian yang kedua, penegaknya adalah semua pejabat pemerintah, menurut tugas, wewenang, dan kewajiban di bidang masing-masing. Seperti telah disinggung di atas, di Indonesia terdapat beberapa macam atau kategori hukum yang mempunyai tujuan dan pengertian “keadilan” masing- masing, yakni:

a. Hukum Modern:

1. Hukum Konstitusi Negara (Hukum Tata Negara), 2. Hukum Administrasi Negara Umum,

3. Hukum Administrasi Negara Khusus:

a) Hukum Administrasi Keuangan Negara, b) Hukum Administrasi Kepegawaian Negara, c) Hukum Administrasi Harta Benda Negara,

d) Hukum Administrasi Kearsipan Negara, dan seterusnya.

4. Hukum Perundang-undangan Khusus:

a) Hukum Pidana Modern (KUHP),

b) Hukum Perdata Barat (B.W., KUH Perdata), c) Hukum Dagang (WvK, KUHD),

d) Hukum Agraria,

e) Hukum Pertambangan, dan seterusnya.

b. Hukum Nonmodern:

1. Hukum adat, 2. Hukum agama.

c. Hukum antargolongan hukum (hukum intergentil).

d. Hukum Internasional.

Karena terdapat perbedaan yang cukup besar dalam pengerti- an “keadilan” menurut golongan atau kategori hukum tersebut, dalam organisasi peradilan di Indonesia dapat dilihat adanya lima macam organisasi peradilan.

1. Organisasi Peradilan Umum

Administrator organisasi peradilan umum dari segi penyelenggaraan adalah Menteri Kehakiman. Administrator Organisasi Peradilan Umum dari segi mutu hakim dan mutu putusan adalah Ketua Mahkamah Agung.

Organisasi Peradilan Umum ini terdiri atas:

a. Pengadilan-pengadilan Negeri;

b. Pengadilan-pengadilan Tinggi, c. Mahkamah Agung.

Peradilan Umum terdiri atas:

a. Peradilan Pidana, b. Peradilan Perdata,

c. Peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan Umum dijalankan oleh hakim-hakim Umum, yakni:

a. Hakim Negeri pada tingkat Pengadilan Negeri, b. Hakim Tinggi pada tingkat Pengadilan Tinggi, dan c. Hakim Agung pada Mahkamah Agung.

Hakim Umum adalah hakim yang pada prinsipnya berwenang menangani perkara yuridis dari jenis mana pun.

Administrator dan penanggung jawab organisasi peradilan umum dari segi:

a. mutu hakim,

b. mutu putusan-putusan hakim,

c. kesatuan hukum, adalah Ketua Mahkamah Agung.

Administrator dan penanggung jawab dari organisasi peradilan umum dari segi:

a. pembelanjaan dan pembiayaan badan-badan pengadilan umum,

b. urusan kepegawaian dan kesejahteraannya (perumahan, dan sebagainya),

c. pengaturan tata tertib dan keamanan,

d. penerbitan dan cetakan-cetakan, adalah Menteri Kehakiman.

Putusan-putusan Hakim Peradilan Umum yang sudah dieksekusi wajib dilaksanakan dan dijalankan oleh para pejabat pemerintah yang bersangkutan: Panitera, Juru Sita, Jaksa,

Polisi (POLRI), LP (Lembaga Pemasyarakatan), Departemen Keuangan (Denda, Klaim ganti rugi, dan sebagainya).

Pelaksanaan Putusan-putusan Hakim Peradilan Umum tersebut memerlukan administrasi, organisasi, manajemen, operasi, dan tata usaha yang tidak sedikit masalahnya.

Tata cara fungsional dan operasional Organisasi Peradilan Umum terdapat dalam hukum acara masing-masing, terutama hukum acara pidana dan hukum acara perdata, ditambah dengan berbagai peraturan Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman. Dalam hal pidana, masih ada peraturan- peraturan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Negara (KAPOLRI). Salah satu masalah utamanya adalah masalah organisasi dan manajemen kehukumacaraan.

2. Organisasi Peradilan Agama

Yang ada sekarang adalah Organisasi Peradilan Agama Islam yang berada dalam lingkungan Departemen Agama.

Administrator Organisasi Peradilan Agama adalah Menteri Agama. Dalam Undang Undang mengenai Peradilan Agama Islam ditetapkan apa yang menjadi objek hukum Islam dan siapa yang menjadi subjek hukum Islam di Indonesia.

Administrator dan penanggung jawab daripada organisasi peradilan agama adalah Menteri Agama. Yang masih perlu diatur lebih lanjut antara lain, hubungan antara Peradilan Agama dan Majelis Ulama Islam (MUI) yang bertanggung jawab atas penegakan kesatuan ajaran Islam di Indonesia.

Pada agama mana pun selalu terdapat tiga unsur:

1. Ajaran inti

Ajaran inti di dunia ini sama menurut agama masing-masing.

2. Praktik terapan.

Praktik ibadah ini berbeda-beda, menurut mazhab, sekte, dan sebagainya.

3. Kebudayaan umat agama

Kebudayaan umat agama berbeda-beda, dan kebanyakan berbeda menurut keadaan etnik (suku bangsa, daerah, dan sebagainya).

Demikianlah, sifat dan keadaan umat Islam di Indonesia berbeda dari di negara-negara lain. Apalagi negara Indonesia

adalah negara Pancasila, yang agama Islam tidak merupakan agama negara, seperti di Malaysia atau Mesir. Di balik itu, keadaan masyarakat dan umat Islam di Indonesia berkembang begitu cepat sehingga perlu adanya pengendalian yang efektif terhadap penyesuaian, ijma, dan sebagainya, guna mencegah kekacauan dan kegelisahan. Sebagai negara Pancasila, harus dicegah jangan sampai Peradilan Agama Islam dalam putusan- putusannya merugikan umat agama yang lain yang sah.

3. Organisasi Peradilan Adat

Yang dapat bertindak sebagai hakim adat murni pada waktu ini pada prinsipnya adalah kepala desa yang mempunyai masyarakat hukum adat karena tidak semua desa di Indonesia mempunyai masyarakat hukum adat.

Peradilan adat diatur oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I masing-masing menurut peraturan dan petunjuk yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Administrator dan penanggung jawab dari organisasi peradilan adat sehari-hari adalah camat kepala wilayah.

4. Organisasi Peradilan Administrasi Negara

Semua Pejabat Pemerintah berwajib dan berwenang menjalankan peradilan (mencari penyelesaian dari suatu sengketa secara seadil-adilnya menurut policy pemerintah, norma, kriteria, dan kondisi yang berlaku) terhadap keputusan- keputusan atau tindakan-tindakan pejabat-pejabat bawahannya, yang diprotes atau diadukan oleh warga masyarakat, badan masyarakat, atau rekan pejabat instansi pemerintah lainnya yang bersangkutan. Dalam hal atau urusan tertentu, penanganan sengketanya dapat atau wajib diserahkan kepada panitia, lembaga, dewan, atau badan yang khusus, misalnya badan arbitrase. Administrator dan penanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga urusan peradilan administrasi negara khusus tersebut di atas adalah menteri yang bersangkutan.

5. Organisasi Peradilan Khusus

Yang termasuk peradilan khusus adalah:

a. Peradilan Militer,

b. Peradilan Perkara Subversi.

Administrator dan penanggung jawab dari organisasi peradilan militer adalah Menteri Pertahanan.

Dengan adanya kategori-hukum dan organisasi-peradilan yang bermaeam-macam tersebut, diperlukan pejabat-pejabat yang terdidik cukup luas, baik dalam hukum materiil maupun hukum formal, ditambah dengan pendidikan administrasi dan manajemen yang cukup sesuai dengan tugas dan jabatan masing-masing.

Selain itu, para pejabat tersebut harus cukup terjamin keadaannya, baik dalam arti status (hak, wewenang, dan kewajiban) maupun dalam arti kondisi kerjanya (gaji, perumahan, asuransi, kesehatan, dan sebagainya) agar mereka mampu menjalankan administrasi peradilan secara efektif.

Masalah-masalah hukum dan keadilan masyarakat kian lama kian kompleks, baik dalam arti sifat kualitatifnya, kebutuhan organisasionalnya, maupun isinya (materinya). Jika kenyataan tersebut tidak disadari, dan tidak diambil langkah atau upaya yang cukup untuk menampung perkembangan tersebut di atas, akan timbul kekisruhan di dalam bidang hukum dan keamanan.

Kita mengetahui, bahwa di bidang pidana, misalnya, tujuan hukum pidana yang utama adalah kepastian hukum, sebagaimana prinsip hukum yang tertera pada Pasal 1, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan, bahwa

“tiada orang boleh dihukum tanpa adanya ketentuan undang- undang yang sah yang mengatakan sebelumnya, bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindak pidana sehingga dapat dihukum”.

Selain itu, masih banyak prinsip hukum yang terdapat, misalnya, dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mencegah adanya atau bertindak terhadap perbuatan-perbuatan sewenang-wenang, terutama dari para pejabat kepolisian.

Salah satu undang-undang yang ingin menegakkan keadilan sosial, yang saat ini belum mendapat perhatian pelaksanaannya adalah, misalnya Undang-undang Anti Riba (Woeker Ordonnantie 1938) yang bermaksud mencegah

adanya praktik-praktik pemerasan oleh para pelepas uang (yang dapat diberi izin berdasarkan Geldschie-tersordonnatie 1927) dan lembaga-lembaga kredit pada umumnya.

Bunga pinjaman yang diperkenankan oleh undang- undang tersebut, dan hingga kini menjadi pegangan hakim pengadilan perdata pada umumnya di dalam perkara- perkara utang-piutang adalah 6% (enam persen) setahun maksimal.

Jadi, jelas bahwa administrasi peradilan pada pokoknya adalah administrasi negara yang bersifat tata penyelenggaraan ketentuan undang-undang yang hendak mencapai atau menegakkan keadilan.

Dengan adanya kewajiban berlaku adil bagi para pejabat penguasa atau pejabat pemerintah pada umumnmya, fungsi administrasi peradilan itu sebenarnya merupakan bagian integral fungsi setiap pejabat administrasi negara.

Dalam dokumen 7. Buku Ilmu Administrasi Negara (Halaman 167-170)