1. Organisasi Pemerintahan
Di setiap negara modern, organisasi pemerintahan dan organisasi administrasi negara menjadi satu, sehingga pejabatnya yang bersangkutan harus selalu tahu dan sadar, bila dia sedang menjalankan fungsi pemerintahan, dan sedang melakukan fungsi administrasi (negara).
Asal kesadaran akan dwiorganisasi itu, organisasi pemerintahan dan administrasi negara untuk mudahnya dapat disingkat menjadi “organisasi pemerintahan”. Organisasi pemerintahan dan administrasi negara disesuaikan dengan dan bergantung pada tipe negara yang bersangkutan.
Negara Republik Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal tersebut berarti bahwa Negara Republik Indonesia tergolong dalam tipe negara kesejahteraan dan kemakmuran (welfare state).
Dalam abad yang lampau masih banyak negara yang merupakan etat gendarme (tipe negara jaga malam). Organisasinya sederhana dan murah penyelenggaraannya karena fungsi-fungsi negara hanya memiliki sedikit perbandingan.
a. pengambilan desisi birokratis, adalah cara pengambilan keputusan yang harus mengikuti prosedur dan formalitas tertentu sebagaimana ditetapkan oleh pejabat atasan,
b. pembentukan kekuasaan birokratis (bureaucratische machtsvorming), adalah pembentukan atau pengembangan suatu sirkit atau jaringan kekuasaan di antara pejabat-pejabat negeri berdasarkan kewenangan masing-masing yang bertautan satu sama lain. Pembentukan sirkit kekuasaan birokratis biasanya timbul bila perlu menghadapi golongan politisi yang mengancam integritas pemerintahan.
Di negara-negara yang melaksanakan atau menjalankan program pembangunan, di samping sistem birokrasi, timbul pula sistem teknokrasi. Sistem pemerintahan teknokrasi adalah pemerintahan yang dijalankan oleh teknokrat-teknokrat karena masalah yang dihadapi dan keputusan yang harus diambil bersifat terlampau teknis atau teknologis dan terlampau unik untuk dibirokratisasikan.
Sistem birokrasi memerlukan urusan dan masalah yang dapat distandardisasikan, sehingga dapat ditangani oleh pejabat-pejabat yang bekerja secara standardisasi atau normalisasi. Jika urusan atau masalahnya tidak dapat distandardisasi, penanganannya harus secara kasus demi kasus (case by case). Penanganan secara kasus demi kasus menelan banyak biaya dan waktu. Jika penanganannya memerlukan keahlian teknis tinggi harus diilakukan secara teknokrasi.
2. Jenis Organisasi Pemerintahan
Karena merupakan organisasi politik, sosial, fungsional, dan teritorial, Negara Republik Indonesia tersusun atas empat macam atau jenis organisasi pemerintahan. Adapun keempat jenis organisasi pemerintah itu adalah sebagai berikut.
1. Organisasi pemerintahan politik, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ditambah Dewan Perwakilan Rakyat, Kepala Daerah ditambah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Organisasi pemerintahan sosial otonom, yakni:
a. Negara Republik Indonesia = rukun nasional, b. Daerah Tingkat I = rukun provinsial, c. Daerah Tingkat II = rukun kabupaten,
d. Desa = rukun desa.
e. Rukun adalah unit sosial untuk mempersatukan atau mengatasi perbedaan antara suku, agama, aliran kepercayaan, profesi, dan sebagainya. Unit rukun terkecil adalah rukun tetangga (RT).
3. Organisasi pemerintahan fungsional, yakni organisasi pemerintahan sentral, dekonsentral, dan desentral.
4. Organisasi pemerintahan territorial, adalah organisasi pemerintahan kewilayahan:
a. Wilayah Republik Indonesia, wilayah provinsi, wilayah kota, b. Wilayah kabupaten, wilayah kotamadya, wilayah
kecamatan, kota administratif.
c. Wilayah dibentuk melalui pembagian (secara) administratif dari teritorium atau wilayah kedaulatan negara atau wilayah yurisdiksi negara.
d. Unit wilayah pada umumnya sekaligus menjadi wilayah jabatan (ambtsgebied, yurisdiksi) dari jabatan atau seorang pejabat negeri (negara).
Dengan demikian, organisasi negara modern mana pun selalu rumit (kompleks), dan harus dijaga jangan sampai menjadi ruwet, sehingga tidak terkendalikan oleh pemerintah. Tidak ada organisasi negara modern masa kini yang sederhana. Semua rumit sehingga organisasi negara tersebut memerlukan pejabat-pejabat negara dan negeri yang mampu berpikir secara rumit (kompleks, sistematis, rasional, matematis) di dalam menjalankan berbagai fungsi dan tugas negara. Oleh karena itu, banyak negara bekas jajahan setelah dimerdekakan dan ditinggal oleh pejabat-pejabat administrasi negara penjajah yang berpengalaman dan terdidik baik, menjadi berantakan dan kacau-balau.
Administrasi negara yang baik, efektif, dan sehat memerlukan:
1. pejabat-pejabat yang berpendidikan cukup tinggi,
2. pejabat-pejabat yang bermoral, paling tidak yang menjunjung tinggi etik kedinasan,
3. pejabat-pejabat yang mempunyai integritas tinggi, artinya yang mempunyai rasa tanggung jawab besar, tidak mau mengkhianati sumpah jabatannya dan tugasnya, tidak mau diajak kongkalikong atau korupsi, yang cukup bijaksana dan selalu berdaya upaya mencegah atau memecahkan problema.
Banyak negara bekas jajahan menjadi hancur dan kacau balau admininistrasi negaranya karena tidak dapat menggantikan pejabat-pejabat civil service penjajah (bangsa asing Barat) dengan tenaga-tenaga bangsa sendiri yang memenuhi syarat-syarat mentalitas dan attituda yang sederajat.
Pendidikan akademik dan teknis-teknologis memang sudah menjadi persyaratan utama dan dasar untuk pengadaan pegawai negeri dan penempatan personal negeri, terutama pada jabatan- jabatan yang harus banyak melakukan kalkulasi, perkiraan, planning, policy formulation dan decisions making secara modern. Di balik itu, yang tidak kalah pentingnya adalah syarat-syarat kepribadian karena para pejabat administrasi negara Indonesia harus banyak berhubungan dengan warga masyarakat atau rakyat biasa.
Dengan perkataan lain, di samping pandai bekerja secara modern, mereka juga harus pandai “merakyat”, pandai bergaul dengan dan melayani masyarakat yang masih belum modern dengan penuh rasa pengertian dan hati yang tulus untuk melayani mereka tanpa pamrih, artinya tanpa perhitungan untung rugi pribadi. Menyamaratakan perlakuan terhadap warga masyarakat yang masih belum berpendidikan cukup dengan yang sudah pandai dan kaya adalah tidak adil. Oleh sebab itu, organisasi daripada unit-unit atau instansi-instansi yang harus melayani warga dan badan masyarakat merupakan problema yang sangat penting, misalnya Kantor Kelurahan, Kantor Kepala Desa, Kantor Kecamatan, Kantor Dinas Daerah, Kantor Kepala Daerah, Kantor Bupati, Kantor Gubernur, Kantor Walikotamadya, Kantor Polisi, Kantor Kejaksaan, Kantor Panitera Pengadilan, Kantor Pajak, Kantor Imigrasi, Kantor Bea Cukai, dan seterusnya.
Organisasi administrasi negara mempunyai tiga arti, yakni:
1. sekelompok orang yang harus bekerja sama secara tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
2. struktur-struktur adalah suatu tatanan hubungan hierarkis antara orang-orang yang masing-masing memegang/
menjalankan jabatan/tugas/fungsi. Struktur mengendalikan mekanisme yang menggerakkan kegiatan-kegiatan dan sarana- sarana menuju tercapainya tujuan-tujuan.
3. kegiatan-kegiatan yang menggerakkan orang-orang dan sarana-sarana secara tertib menuju tercapainya maksud dan tujuan-tujuan tertentu.
Pada umumnya, organisasi dipergunakan dalam ketiga arti tersebut di atas secara silih berganti bergantung pada konteks pembicaraannya. Organisasi kantor atau instansi yang berhubungan langsung dengan warga atau badan masyarakat tersebut di atas harus sederhana. Bentuk organisasi yang akan atau harus dipergunakan adalah bentuk birokrasi.
Urusan-urusan yang tidak dapat diprogramasi, distandardisasi, dan dirutinisasi, harus ditangani dengan bentuk organisasi proyek atau bentuk organisasi team. Bagaimanapun, yang harus mendapatkan perhatian utama adalah organisasi policy dan decisions making, agar segala sesuatunya dapat berjalan lancar. Hal tersebut penting sekali karena di dalam keputusan yang diambil oleh seorang pejabat, bagaimanapun sederhananya, selalu terselip suatu policy.
3. Istilah dan Pengertian Penguasa
Istilah penguasa dipergunakan bagi semua jabatan atau pejabat atau badan yang mengemban dan menjalankan kekuasaan atau kewenangan atas nama negara di Indonesia terdapat beberapa penguasa, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Penguasa Konstitutif, berwenang mencipta konstitusi negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
2. Penguasa Legislatif, berwenang mencipta/membentuk Undang- undang (dalam arti formal), yaitu Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
3. Penguasa Eksekutif, berwenang menjalankan pemerintahan, mem- pergunakan kekuasaan, dan wibawa negara untuk melakukan politik negara, dan menjalankan undang-undang dalam arti luas, yakni: Presiden, berdasarkan UUD 1945, Pasal 4 ayat 1.
4. Penguasa Administratif, berwenang menjalankan administrasi negara, yakni Presiden sebagai Administrator Negara, sebagai
“penyelenggara pemerintahan” (UUD 1945, Penjelasan).
5. Penguasa Yudikatif, berwenang menjalankan pengadilan atas nama Negara Republik Indonesia, yakni Mahkamah Agung.
6. Penguasa Konsultatif, yang berwenang memberikan pertimbangan dan nasihat kepada Presiden Republik Indonesia, yakni Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
7. Penguasa Inspektif, yang berwenang melakukan inspeksi dan pengawasan terhadap penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (dalam arti luas) dan memberi laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal yang relevan bagi bahasan dalam buku ini adalah penguasa eksekutif, yakni pemerintah, yang menjalankan pemerintahan politik, dan penguasa administratif, yakni administrasi negara, atau pemerintah yang menjalankan pemerintahan administratif teknis.
Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang “Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah” mengetengahkan istilah dan pengertian
“Penguasa Tunggal”, artinya “Penguasa Eksekutif dan Administratif Wilayah Tunggal”. Pasal 80 menyebutkan sebagai berikut:
“Kepala Wilayah sebagai Wakil Pemerintah adalah Penguasa Tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang.”
Selanjutnya, di dalam Penjelasan Umum tertera, ... “Kepala Wilayah dalam semua tingkat sebagai wakil Pemerintah Pusat adalah Penguasa Tunggal di bidang pemerintahan di daerah, kecuali bidang pertahanan dan keamanan, bidang peradilan, bidang luar negeri, dan bidang moneter dalam arti mencetak uang, menentukan nilai mata uang dan sebagainya. Ia berkewajiban untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan, meng- koordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta membina kehidupan masyarakat dalam segala bidang. Dengan perkataan lain, Penguasa Tunggal adalah Administrator Pemerintahan, Administrator Pembangunan, dan Administrator Kemasyarakatan. Sebagai wakil Pemerintah dan Penguasa Tunggal, maka Kepala Wilayah adalah pejabat tertinggi di Wilayahnya di bidang pemerintahan, lepas dari persoalan pangkat.”
4. Koordinasi Kepala Wilayah
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang
“Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah” lebih mempertegas kedudukan Kepala Wilayah (Gubernur, Bupati, Walikotamadya, Walikota, dan Camat) sebagai Penguasa Tunggal di Daerah.
Menurut Pasal 2, “Kepala Wilayah di dalam rangka melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajiban urusan pemerintahan umum menyelenggarakan koordinasi atas kegiatan semua Instansi Vertikal, antara Instansi Vertikal dengan Dinas Daerah dan antara Instansi Vertikal dengan Instansi Vertikal lainnya. Instansi Vertikal adalah perangkat dari Departemen atau Lembaga Pemerintah non Departemen yang mempunyai lingkungan kerja di wilayah. Instansi Vertikal Departemen yang tertinggi di wilayah adalah Kantor Wilayah, disingkat Kanwil.”
Urusan Pemerintahan Umum, menurut undang-undang, adalah urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas suatu instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga daerah.
Dinas daerah adalah perangkat pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan-urusan pemerintahan yang telah menjadi wewenang otonomi sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dalam menjalankan koordinasi, kepala wilayah melakukan:
1. identifikasi kaitan dan kepentingan antara instansi, baik fungsional, sektoral maupun regional;
2. paduan kegiatan-kegiatan yang sejenis dan berkaitan;
3. penyerasian jadwal pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh berbagai instansi;
4. pantauan terhadap perkembangan pelaksanaan tugas instansi vertikal;
5. evaluasi terhadap pelaksanaan tugas instansi vertikal;
6. permintaan keterangan mengenai pelaksanaan tugas instansi vertikal.
Dalam menjalankan koordinasi tersebut, Kepala Wilayah Provinsi berkewajiban memberikan petunjuk umum kepada Kepala Instansi Vertikal dengan memerhatikan prinsip fungsionilisasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan kepala wilayah lainnya berkewajiban memberikan petunjuk pelaksanaan kepada para Kepala Instansi Vertikal.
Kepala Instansi Vertikal bertugas memimpin Instansi Vertikal sebagai penyelenggara sebagian tugas dan fungsi Departemen, atau Lembaga Pemerintah Non-departemen di Wilayah, dengan berpedoman kepada kebijaksanaan (policy) pelaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah non- Departemen (LPND) yang membidangi tugas tersebut. Kepala Instansi Vertikal melakukan bimbingan teknis pelaksanaan urusan- urusan pemerintahan kepada urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah. Kepala Instansi Vertikal secara teknis fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pimpinan Departemen atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-departemen, dan secara teknis operasional dikoordinasikan oleh Kepala Wilayah. Kepala Instansi Vertikal berkewajiban melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh Instansi Atasannya kepada Kepala Wilayah. Kepala Instansi Vertikal wajib mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Kepala Wilayah kepadanya, seraya melaporkan hal petunjuk umum tersebut kepada Instansi Atasannya di Pusat. Kepala Instansi Vertikal wajib melaporkan hasil koordinasi Kepala Wilayah yang bersangkutan atas rencana kegiatan sektoral kepada Instansi Atasannya di Pusat, menyampaikan laporan tertulis kepada Kepala Wilayah secara berkala mengenai perkembangan pelaksanaan tugas yang bersangkutan, dan wajib memberikan keterangan yang diminta oleh Kepala Wilayah.
Kepala Dinas Daerah bertugas memimpin dinas daerah sesuai dengan tugas dan fungsi dinas daerah yang bersangkutan. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Dinas Daerah berpedoman kepada kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Bupati/Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II sesuai dengan kebijaksanaan Departemen dan Lembaga Pemerintah Non-departemen (LPND) yang bersangkutan.
Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, Kepala Dinas Daerah mengikuti bimbingan teknis pelaksanaan yang ditetapkan Kepala Instansi Vertikal yang bersangkutan.
Selain itu, antara Kepala Dinas Daerah dan Kepala Instansi Vertikal harus ada tukar-menukar informasi. Di dalam rangka koordinasi, Kepala Dinas Daerah:
1. wajib melaporkan segala kebijaksanaan dan rencana kegiatan yang ditetapkan oleh Instansi Teknis kepada Kepala Wilayah.
2. wajib mematuhi petunjuk umum yang diberikan oleh Kepala Wilayah.
3. wajib menyampaikan usul rencana kegiatan kepada Kepala Daerah yang telah dikonsultasikan dengan Kepala Instansi Vertikal yang bersangkutan.
4. wajib menyampaikan laporan tertulis secara berkala kepada Kepala Daerah dengan tembusan kepada Kepala Instansi Vertikal yang bersangkutan mengenai perkembangan pelaksanaan tugasnya.
Kepala Dinas Daerah dalam menjalankan tugasnya, sepenuhnya (teknis administratif dan taktis operasional) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah (Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sebagai Kepala Daerah).
Kepala Instansi Vertikal (kecuali Kepala Instansi Vertikal BPKP atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dalam menjalankan tugasnya berada di bawah koordinasi Kepala Wilayah. Koordinasi dilakukan dengan jalan:
1. mengadakan Rapat Koordinasi oleh Kepala Wilayah,
2. tukar-menukar data, informasi, dan atau pendapat melalui berbagai forum yang ada,
3. konsultasi antara Kepala Instansi Vertikal dan antara Kepala Instansi Vertikal dan Kepala Dinas Daerah.
Dengan demikian, wilayah merupakan unit organisasi pemerintahan fungsional dan teritorial sekaligus.
5. Pamong Praja
Kepala Wilayah adalah Pejabat Pamong Praja, yakni Gubernur/Kepala Wilayah Provinsi, Bupati/Kepala Wilayah Kabupaten, dan Camat/Kepala Wilayah Kecamatan. Ada pendapat bahwa Walikotamadya/Kepala Wilayah Kotamadya dan Walikota/Kepala Wilayah Kota Administratif, juga merupakan Pejabat Pamong Praja. Hal ini dapat dibenarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974.
Menurut sejarah, dalam kategori Pejabat Pamong Praja tidak termasuk mereka yang hanya menjadi Kepala Wilayah urban atau perkotaan. Dari segi keanekaragaman fungsi-fungsi, Camat adalah jabatan yang paling berat karena Camat Kepala Kecamatan adalah:
a. Pejabat Pemerintah Pusat, Kepala Wilayah sebagai bagian dari Wilayah Negara Republik Indonesia, di bawah Bupati.
b. Pejabat Daerah Tingkat I, Kepala Wilayah sebagai bagian dari Wilayah Daerah Tingkat I, di bawah Kepala Daerah II.
c. Pejabat Daerah Tingkat II, Kepala Wilayah sebagai bagian daripada Wilayah Daerah II, di bawah Kepala Daerah II. Ada Camat yang merupakan Pejabat Kotamadya atau Kota Administratif, di bawah Walikotamadya atau Walikota.
d. Penguasa Tunggal Wilayah Kecamatan, dengan segala konsekuensinya, memerlukan seseorang sebagai pejabatnya yang berpendidikan tinggi, berpengalaman, dan diberi pangkat cukup tinggi (IVa–IVc PGPS).
e. Camat harus mampu mengembangkan dan menentukan strategi dan policy pemerintahan Kecamatan, dan mampu mengambil keputusan-keputusan pemerintahan dan administrasi negara yang efektif. Dengan demikian, Calon Bupati/Kepala Daerah II sebaiknya diambil dari para Camat dan Pembantu Bupati (Wedana) yang mempunyai kemampuan tinggi.
6. Tingkatan Pemerintahan
Selain adanya jenis-jenis organisasi pemerintahan sebagaimana diuraikan di atas, di Indonesia terdapat lima lapis atau tingkatan pemerintahan sentral, yakni sebagai berikut.
a. Pemerintahan Negara, terdiri atas Lembaga-lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung.
b. Pemerintah Pusat, terdiri atas Presiden dibantu oleh para Menteri, dan Pejabat-pejabat Pemerintah Pusat di Pusat.
c. Pemerintahan Provinsi Regional, terdiri atas Gubernur Kepala Wilayah Provinsi dibantu oleh Pejabat-pejabat Pemerintah Pusat di Provinsi.
d. Pemerintahan Kabupaten/Kotamadya, terdiri atas Bupati Kepala Wilayah Kabupaten dan Walikota Kepala Wilayah Kotamadya, dibantu oleh Pejabat-pejabat Pemerintah Pusat di Kabupaten dan Kotamadya.
e. Pemerintahan Kecamatan/Kota Administratif, terdiri atas Camat Kepala Wilayah Kecamatan dan Walikota Administratif dibantu oleh Pejabat-pejabat Pemerintah Pusat di Kecamatan dan Kota Administratif.
Selanjutnya, ada tiga tingkatan pemerintahan desentral (menjalankan pemerintahan terhadap masyarakat hukum otonom), yakni:
a. Pemerintahan Daerah Tingkat I, terdiri atas Kepala Daerah I dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah I, dibantu oleh para Pejabat dan Aparat Daerah Tingkat I.
b. Pemerintahan Daerah Tingkat II, terdiri atas Kepala Daerah II dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah II, dibantu oleh para Pejabat dan Aparat Daerah Tingkat II.
c. Pemerintahan Desa, terdiri atas Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa, dibantu oleh para Pejabat Pamong/Prabot Desa Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Tingkat II berdasar atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974, sedangkan Pemerintahan Desa berdasar atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979.
Dengan demikian, organisasi negara Indonesia begitu rumit sehingga untuk menjalankannya diperlukan tenaga-tenaga pejabat yang berpendidikan cukup tinggi, untuk berbagai jabatan harus profesional, dan disiplin kerjanya serta disiplin pimpinannya juga harus cukup tinggi.
7. Lingkungan Pemerintahan
Setiap organisasi berada dan bergerak di dalam suatu lingkungan (environment, omgeving). Demikian pula halnya dengan organisasi pemerintahan. Lingkungan pemerintahan terdiri atas:
a. lingkungan geografis (alam fisik asli dan buatan manusia), b. lingkungan demografis (penduduk, populasi menurut
susunan),
c. lingkungan kebudayaan dan masyarakat (society, community), d. lingkungan politik (masyarakat, partai, golongan politik).