Dengan demikian, negara modern seperti Negara Republik
2. kepala negara merangkap sebagai pemerintah (gubernur jenderal) dan bertanggung jawab menurut Undang Undang Dasar.
Sejak tahun itu, wilayah negara Indonesia sebenarnya tidak pernah berubah sampai ditambah dengan Wilayah Provinsi Timor Timur pada bulan Juli tahun 1976. Negara Indonesia merdeka, yakni Negara Republik Indonesia, lahir pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi negara Indonesia kesatuan modern, dilihat dari segi wilayah dan organisasi pemerintahan, dapatlah dikatakan, lahir secara formal pada tanggal 1 Januari 1800, dan secara kenyataan, lahir pada tahun 1824 dengan suatu Traktat antara negeri Belanda dan Inggris.
Yang meletakkan dasar-dasar administrasi negara modern di Indonesia adalah gubernur Jenderal Daendels, dengan cara:
1. mencipta jabatan-jabatan kenegaraan (ambten, publik offices) untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, dengan rumusan tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawab setiap jabatan, dengan gaji (salaris, salary) menurut skala gaji tertentu yang dibayarkan dari kas negara,
2. membentuk kas negara (fiskus) yang diisi melalui pemungutan pajak, bea, dan cukai secara resmi melalui pejabat-pejabat perpajakan yang resmi pula,
3. membentuk direktorat jenderal keuangan yang menyusun anggaran, dan mengelola keuangan negara hasil pungutan- pungutan pajak, bea, dan cukai resmi,
4. membentuk Badan Pemeriksa Keuangan (Generate Rekenkamer) yang bertugas memeriksa semua penerimaan dan pengeluaran uang negara, dengan membentuk inspeksi-inspeksi pajak di berbagai tempat yang dianggap penting,
5. membentuk sistem pemerintahan wilayah provinsi, keresidenan, kabupaten, distrik, kecamatan, dan kemantren, masing-masing dikepalai oleh seorang pejabat negeri resmi, 6. membentuk sistem kepolisian, sistem kejaksaan, dan sistem
peradilan modern.
Pola pikir dan pola organisasi kenegaraan Daendels berasal dari Prancis di bawah Kaisar Napoleon, yang sesuai dengan
zamannya, pada waktu itu berwarna organisasi militer. Apa yang terbentuk kemudian di Indonesia merupakan pengembangan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi, namun dasar-dasarnya telah diletakkan oleh Daendels antara tahun 1808- 1811.
Dalam buku Ilmu Administrasi Negara ini, kita tidak mempersoalkan cara-cara pemerintahan dan administrasi negara apa dan bagaimana yang telah dipergunakan oleh Daendels selama dan berkuasa karena hal tersebut dapat dibahas dalam buku Sejarah Politik dan Pemerintahan di Indonesia. Sesuai dengan zamannya (keadaan darurat perang menghadapi Inggris), Daendels harus bertindak cepat, tegas, dan keras. Tidak sedikit orang yang dihukum gantung, di antaranya seorang bupati, pada saat Daendels memerintahkan dan menyelenggarakan pembangunan
“Jalan Raya Pos dan Pertahanan” (Post en Defensieweg) dari Anyer sampai Banyuwangi, dalam waktu hanya dua tahun, dengan panjang jalan lebih dari 1.000 kilometer. Sungguh, suatu prestasi luar biasa bagi putra-putra bangsa Indonesia yang telah mengerjakan dan membangun jalan raya tersebut tanpa traktor dan buldoser. Akan tetapi, prestasi itu tidak akan tercapai tanpa organisasi dan disiplin yang keras, serta pengalaman membangun jalan dan gedung yang telah ada sejak sebelum zaman imperium Majapahit.
Dari peninggalan gedung-gedung dan bangunan infrastruktur (antara lain sistem pipa dari keramik untuk distribusi air) di Lumajang, Wlingi Blitar, Singosari, Kediri, Mojokerto, dan beberapa tempat di Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Jambi, dan sebagainya, tampak adanya bukti-bukti bahwa bangsa Indonesia sudah berabad-abad mempunyai keterampilan dan keahlian di bidang konstruksi jalan dan bangunan. Jadi, pembuatan jalan raya tersebut, selain merupakan penghidupan kembali keahlian dan keterampilan yang terpendam oleh sejarah, sekaligus juga merupakan wadah dan kesempatan pendidikan dan latihan besar-besaran bagi bangsa kita di bidang pembuatan jalan dan jembatan secara kilat dan berskala besar. Seperti halnya pada waktu ini, pembuatan jalan, jembatan, gedung, dan perumahan secara modern dan besar-besaran selama Pelita I–IV, yang
melibatkan ratusan ribu tenaga kerja dari desa-desa, telah mengubah arsitektur dan konstruksi rumah-rumah penduduk di mana-mana. Modernisasi memang selalu dimulai dengan bentuk dan bangun rumah terlebih dulu, lalu budaya dan gaya hidupnya menyusul.
Sayang sekali, saya belum pernah menjumpai dalam buku sejarah nama-nama pemimpin Indonesia dan bupati yang berjasa di dalam pembangunan Jalan Raya Daendels tersebut. Karena orang Belanda hanya sedikit pada waktu itu, sukses pembangunan Jalan Raya Daendels dari Anyer sampai Banyuwangi terletak pada orang-orang Indonesianya. Segi positif dari penjajahan bahwa kita belajar berpikir dan bekerja secara teratur dan sistematis dalam kehidupan, termasuk memerhatikan kebersihan, kesehatan, kerapian, dan sebagainya. Di samping itu, kita belajar memerhatikan hal-hal dalam alam sekeliling secara ilmiah.
Seperti telah dikemukakan di atas, pengalaman membangun jalan sudah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman Majapahit, bahkan sebelumnya. Hal ini terbukti dengan perjalanan Kaisar Hayam Wuruk mengelilingi sebagian Pulau Jawa dengan menaiki kereta, tidak seluruhnya digotong dengan tandu.
Memang betul bahwa grandmaster dari jalan raya tersebut adalah Daendels, tetapi tanpa pengalaman membangun jalan sebelumnya dan tanpa prestasi kerja para petugas dan pekerja Indonesia, jalan raya Daendels tidak akan jadi. Hal ini dilupakan oleh buku-buku sejarah yang ditulis oleh Belanda, seolah-olah hanya Belandanya yang berjasa dan jagoan. Hingga sekarang, kita masih mempergunakan jalan raya Anyer–Banyuwangi tersebut walaupun telah diubah trasenya (alurnya) dan telah diperlebar.
Peninggalan lain dari administrasi Daendels adalah Gedung Departemen Keuangan pada Lapangan Banteng Jakarta.
Selama periode Pemerintahan Inggris (Raffles, 1811–1816) tidak banyak perubahan pada sistem yang dibangun oleh Daendels.
Hanya nama-nama sebutannya yang banyak diubah oleh Raffles, namun sistem pemerintahan dan administrasinya pada dasarnya sama. Akan tetapi, yang telah diubah secara radikal oleh Raffles adalah jiwa pemerintahannya, yakni dari jiwa otokratis militer menjadi demokratis sipil.
Daendels memerintah secara militer, keras, dan otokratis. Dia berpangkat Jenderal Besar (Marsekal) dalam tentara Napoleon.
Sistem pemerintahan yang hendak dia kembangkan di Indonesia seperti yang ada di Prancis pada waktu itu (prefektur, arondissemen, kanton, dan sebagainya), dan yang berkuasa adalah militer.
Raffles adalah pembawa dan penyebar ajaran demokrasi modern di Indonesia, dan sikap serta tindakan-tindakannya telah banyak mengubah atituda (sikap mental) sementara pejabat-pejabat Belanda yang kemudian berperan di dalam pemerintahan setelah pada tahun 1816 Inggris meninggalkan Indonesia. Raffles adalah penganut aliran demokrasi modern yang sedang tumbuh dan berkembang di Inggris pada waktu itu. Dan yang berkuasa di Inggris serta dalam sistem pemerintahan Inggris, sampai di negara- negara bekas jajahannya pun hingga sekarang adalah para pejabat sipil dan politisi.
Di samping itu, menurut sejarah, bangsa Inggris memang tidak senang pada sistem pemerintahan militer sebab jiwa demokrasi Inggris menghendaki adanya orang-orang sipil bebas dan merdeka yang berkuasa. Oleh karena itu, Raffles ingin meletakkan titik berat sistem pemerintahannya pada “village administration”
(administrasi desa), dan tidak lagi pada administrasi bupati, yang dianggap Raffles sebagai sumber korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan terhadap rakyat kecil. Raffles ingin memberikan hak tanah yang jelas kepada para warga desa dengan “sertifikat” yang resmi. Berdasarkan hak-tanah resmi tersebut, setiap pemegang hak tanah harus membayar “sewa” (rent) kepada pemerintah, sebagai pengurus tanah negara, setiap tahun.
Berdasarkan keinginan dan rencana tersebut, lahir landrent system (sistem sewa tanah) dari Raffles, yang oleh Pemerintah Belanda kemudian dijadikan landrentestelsel (sistem landrente) dan berubah sifat menjadi sistem pajak tanah. Sekarang, pajak tanah ini berupa PBB (pajak bumi dan bangunan).
Yang banyak mengalami perubahan sepanjang masa sejak 1816 hingga kini, adalah sistem pemerintahan dan sistem administrasi pemerintahan, sistem administrasi keuangan, dan sistem peradilan serta aistem administrasi peradilan.
Perubahan-perubahan tersebut berlangsung secara bertahap, yaitu 1866 - 1870 - 1890 - 1903 - 1906 - 1912 - 1916 - 1922 - 1925- 1930- 1938 - 1941.
1. 1866: lahirnya Sistem Pemerintahan Departemental, berikut Sistem APBN dengan bab-bab menurut Departemen.
2. 1870: pembebasan Pamong Praja dari tugas pengurusan perkebunan pemerintah. Perusahaan perkebunan swasta mulai memainkan peran dalam perekonomian Indonesia. Berbeda dari perkebunan pemerintah, perkebunan swasta ini membawa ikatan kerja dan tata kerja baru disertai dengan pengembangan teknologi perkebunan baru yang diambil dari ilmu pertanian di Negeri Belanda.
3. 1890: gerakan memisahkan (memerdekakan) Indonesia dari pengendalian pemerintah Belanda, terutama dari kewajiban
“menyumbang” kepada kas negara Belanda.
4. 1903: Indonesia finansial merdeka, artinya: bebas dari kewajiban menyumbang kepada negeri Belanda. Nilai rupiah Indonesia lepas dari Gulden Belanda; APBN Indonesia lepas dari sistem APBN Belanda. Akan tetapi, pemisahan secara total baru tercapai pada tahun 1912. Lahirnya decentralisatiewet:
Undang-Undang Desentralisasi 1903 yang menjadi dasar hukum untuk pengembangan Otonomi Pemerintah di Indonesia.
5. 1906: Permulaan pengembangan sistem otonomi pemerintahan daerah dengan locale raaden ordonnantie (desentralisasi). Locale raad adalah Dewan Pemerintah Daerah atau Dewan Lokal yang menjalankan pemerintahan terhadap locaal ressort atau gedecentaliseerd gewest (wilayah yang didesentralisasikan). Di atas kertas, dewan ini dihadapkan pada adanya partisipasi rakyat, tetapi dalam praktik, dewan-dewan tersebut didominasi oleh pejabat-pejabat negeri dan pamong praja. Rakyat masih belum memperoleh pendidikan modern, sehingga tidak mengerti maksud desentralisasi atau otonomi pemerintahan.
Tahun ini juga merupakan permulaan pengembangan proyek- proyek (rencana-rencana) pembangunan ekonomi. Permulaan adanya administrasi pembangunan di Indonesia, yang kemudian melahirkan antara lain VRM (Verbeterde Rijstbouw
Methode, BIMAS Padi), VMF (Voedingsmiddelen Fonds, sekarang BULOG), sistem pengairan Pekalen (sekarang DAS), dan sebagainya sebagai sarana-sarana pembangunan sosial-ekonomi.
6. 1912: Lahirnya Pasal 1 ICW, yakni Indonesia dijadikan badan hukum (rechtspersoon). Dengan demikian, secara finansial Indonesia 100% merdeka, bebas dari negeri Belanda. Dalam tahun 1913, utang luar negeri Indonesia kurang lebih F.100 juta (sama dengan nilai sekarang 1988: Rp l triliun), dan pada tahun 1923 meningkat menjadi F.1400 juta atau sama dengan Rp 14 triliun = Rp14.000.000.000.000,-). Sesudah tahun 1924, keadaan ekonomi membaik dan pada tahun 1928 utang kurang dari Rp 1 triliun, 1916 : Modernisasi dan demokratisasi Pamong Praja bangsa Indonesia, disusul dengan pembentukan Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat). Dengan pemberian kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat di dalam sidang Volksraad, berlangsunglah pendidikan politik pada tingkat nasional. Dalam tahun tiga puluhan tokoh-tokoh politik anggota Volksraad yang terkenal antara lain, Soangkupon, Soetardjo, dan Mohammad Husni Thamrin. Volksraad ikut menetapkan APBN Indonesia, apalagi pada tahun-tahun 1938–1942.
7. 1922: Pembentukan badan-badan otonomi teritorial: Provincie, Regentschap, dan Stadsgemeente di Pulau Jawa dan Madura.
8. 1925: Pamong Praja Indonesia di Pulau Jawa dan Madura berfungsi bebas (pejabat Eropa hanya bertindak sebagai penasihat). Bupati bertanggung jawab langsung kepada Gubernur.
9. 1930: Permulaan sistem perizinan perusahaan karena keadaan dilanda krisis ekonomi dunia (bedrijfsreglementeringsordonnantie).
10. 1938: Gerakan menuju status Dominion. Antara 1938–1942 banyak terbit undang-undang baru yang bersifat modernisasi kehidupan sosial-politik-ekonomi, antara lain Undang-Undang Desa 1941.
Pada waktu invasi (penyerbuan) tentara Jepang di Indonesia (Maret 1942), keadaan sistem pemerintahan dan administrasi negara Indonesia sangat kacau. Gambaran dan pola tersebut di atas sangat penting artinya karena menjadi pola-pikir sistem ketatanegaraan dalam perancangan susunan Undang-Undang Dasar 1945.
Pola dan sistem ketatanegaraan Indonesia yang ada pada bulan Maret 1942 merupakan produk dari perkembangan dan pengembangan selama lebih dari 100 tahun, yang melibatkan hampir 300.000 orang pegawai (pejabat) negeri Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dan dari semua eselon yang telah terdidik dan terlatih dalam berpikir dan bekerja menurut Pola Maret 1942 tersebut, sebagian terbesar pandai dan fasih dalam bahasa Belanda, sehingga logis bila terdapat kecenderungan berpikir untuk
“kembali” ke pola dan sistem ketatanegaraan Maret 1942 tersebut pada waktu menyusun segala sesuatunya pada bulan Agustus 1945.
Keadaan sosial-ekonomi-politik menjelang pendudukan Jepang memang sangat rumit karena penduduk mayoritas allohton dikuasai ekonominya oleh penduduk allohton Barat dan Timur, dan politiknya dikuasai oleh golongan allohton Barat.
Indonesia secara administratif dibagi menjadi delapan gewest (sekarang menurut istilah UU No. 5/1974: provinsi), masing- masing dikepalai oleh seorang gubernur:
1. gewest/provinsi Sumatra, Ibukota: Medan, 2. gewest/provinsi Jawa Barat, Ibukota: Bandung, 3. gewest/provinsi Jawa Tengah, Ibukota: Semarang, 4. gewest/provinsi Jawa Timur, Ibukota: Surabaya, 5. gewest/provinsi Surakarta, Ibukota: Solo,
6. gewest/provinsi Jogjakarta, Ibukota: Jogja (Yogya), 7. gewest/provinsi Kalimantan, Ibukota: Banjarmasin, dan
8. gewest/provinsi Timur Besar, Ibukota: Makassar (Ujung Pandang).
Di Pulau Jawa dan Madura, Gubernur Gewest Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, merangkap sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat serta Dewan Pemerintah Harian Provincie masing-masing. Selain itu, berlaku prinsip bahwa setiap gewest merupakan suatu gupermen (goevernement), artinya semua urusan pemerintahan dan administrasi negara harus diselesaikan paling tinggi oleh gubernur berdasarkan peraturan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh gubernur jenderal dan atau direktur/kepala departemen (istilah sekarang menteri/pemimpin departemen).
Hanya urusan yang bersifat nasional atau internasional harus diselesaikan di pusat.
Dengan demikian, administrasi negara mikro berada di bawah peringkat gubernur, dan pemerintah pusat hanya menjalankan administrasi negara makro dan meso, serta mengambil keputusan- keputusan mengenai urusan atau masalah yang bersifat nasional- strategis dan atau internasional.
Selain klasifikasi administrasi negara makro, meso, mini, dan mikro, dalam pola dan sistem ketatanegaraan Maret 1942 masih terdapat sistem pembedaan sebagai berikut.
1. administrasi gewest atau administrasi wilayah,
2. administrasi provincie, atau administrasi wilayah otonom, 3. administrasi groepsgemeenschap, atau administrasi masyarakat
budaya otonom, atau administrasi daerah menurut istilah UU No. 5/1974 sekarang,
4. administrasi swapraja yang bersifat Indonesia asli, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta sekarang (1989).
Groepsgemeenschap adalah suatu Daerah I hukum Adat yang organisasi, pemerintahan, dan administrasinya telah dimodernkan, serta mempunyai status otonomi seperti Provincie di Jawa dan Madura pada waktu itu. Yang sudah ada pada bulan Maret 1942 antara lain, Groepsgemeenschap Minangkabau, Groepsgemeenschap Palembang, dan Groepsgemeenschap Banjar, sedangkan Groepsgemeenschap Minahassa dan Maluku berada dalam tingkat persiapan.
Swapraja adalah Kerajaan Indonesia asli, seperti sekarang Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menjadi Kepala Daerah adalah Sri Sultan Hamengku Buwono. Jumlah Swapraja di seluruh Indonesia pada bulan Maret 1942 kurang lebih 330 besar dan kecil, termasuk Kesultanan Yogyakarta, Kesultanan Surakarta, Pakualaman, Mangkunegaran, Kesultanan Deli, Kesultanan Langkat, Kesultanan Siak, Kesultanan Bone, Kesultanan Goa, Kesultanan Bima dan Kerajaan-kerajaan di Bali dan masih banyak lagi. Penyelenggaraan Swapraja tersebut dari segi Keuangan Negara sangat menguntungkan oleh karena biayanya sangat rendah dibandingkan dengan penyelenggaraan gewest, provinsi, keresidenan, kabupaten, dan sebagainya. Dalam setiap swapraja terdapat sistem pemerintahan dan administrasi negara asli Indonesia
yang bersifat tradisional. Di Kesultanan Yogyakarta, Kesunanan Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran termasuk yang paling maju dan bermutu tinggi.
Dari uraian di atas tampak, bahwa pola dan sistem pemerintahan dan dministrasi negara Maret 1942 sangat rumit, seolah-olah merupakan produk tambal sulam sepanjang masa 1800- 1942. Inti sistem pemerintahan dan administrasi negara umum Indonesia sampai 1942 adalah Pamong Praja.
Korps Pamong Praja ini lahir dan berkembang secara mantap, kurang lebih sejak tahun 1850, yakni sejak Undang-Undang Dasar 1848 di Negeri Belanda melarang Raja Willem untuk memerintah Indonesia (Gubernur Jenderal) secara langsung. Berakhirlah jiwa ikatan “kerajaan”, dan mulai timbul ikatan atau hubungan
“zakelijk”. Korps Pamong Praja lalu menjadi Korps Pejabat Negeri atau Korps Pejabat Pemerintahan Umum (Ambtenaren van Algemeen Bestuur), lepas dari ikatan atau hubungan kraton (Istana Raja) yang hidup dengan budaya kraton, dengan cita-cita dan nilai-nilai sebagaimana terdapat dalam buku-buku Sastra Kraton seperti misalnya karya Mangku Negoro IV, Paku Buwono IV, Ronggowarsito. Korps Pamong Praja mengembangkan budaya feodal baru yang lepas dari budaya kraton dan disebut budaya priayi (gentlemanship, gentilhomme, gentillesse) yang masih hidup sampai sekarang di kalangan pejabat golongan tertentu.
Priayi atau gentleman atau gentilhomme adalah seorang yang selalu tenggang rasa, selalu menghormati dan menjaga perasaan orang lain, memerhatikan tata-krama dan tata-kesopanan di dalam pergaulan, menjunjung tinggi dan melindungi kedudukan serta hak milik orang lain, termasuk milik negara, memperjuangkan perbaikan nasib rakyat kecil dan melindungi pihak lemah.
Pamong Praja menjalankan tugas pemerintahan umum. Pejabat teknis menjalankan tugas pemerintahan teknis. Sistem pemerintahan dan administrasi negara teknis berpuncak pada tiap-tiap departemen teknis: Departemen Keuangan, Departemen Pekerjaan Umum dan Perhubungan, Departemen Perekonomian, Departemen Kehakiman, Departemen Kesehatan, dan sebagainya.
Sekretaris Umum (algemene secretarie) di bawah gubernur jenderal fungsinya praktis sama dengan sekretariat negara di bawah presiden Republik Indonesia sekarang. Sekretariat adalah lembaga yang dipimpin oleh sekretaris. Sekretaris adalah bagian inti dari sekretariat yang secara khas berfungsi sebagai pengolah urusan-urusan pemerintahan dan administrasi negara. Sekretaris adalah “kabinet” pimpinan pemerintahan yang mengolah naskah- naskah keputusan pemerintahan dan menyelenggarakan “arsip rahasia” (geheim archief).
Pola dan sistem pemerintahan dan administrasi negara Republik Indonesia sekarang jauh lebih maju dan praktis daripada pola dan sistem pemerintahan dan administrasi negara Indonesia pada bulan Maret 1942.
Hanya, yang perlu didayaupayakan sekarang adalah agar sistem remunerasinya (pergajian, tunjangan, jaminan hari tua, dan sebagainya) bisa sesuai dengan kebutuhan zaman dan standar internasional, serta peningkatan profesionalitas yang setinggi- tingginya. Dalam pengertian “profesionalitas” termasuk:
1. etos kerja yang tinggi (moral, etik, semangat);
2. mutu pendidikan yang setinggi-tingginya, termasuk pendidikan dalam ilmu administrasi negara modern;
3. pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan secara sistematis;
4. penggunaan peralatan (equipment) yang modern efektif.
Modernisasi Pamong Praja harus dilanjutkan dan dipergiat, jangan sampai kalah dengan mutu korps-korps dinas teknis.
Dengan modernisasi pamong praja, budaya priayi akan berubah dan meningkat menjadi budaya pemerintahan modern yang berasas dan mengejar:
1. demokratisasi, 2. profesionalisasi, 3. etika modern, 4. organisasionalisasi,
5. penggunaan teknologi modern.
Pranata Pamong Praja merupakan institusi dan sistem yang asli Indonesia dan dapat terus dikembangkan menjelang tahun 2000 dan seterusnya karena sesuai dengan jiwa dan budaya demokrasi
Pancasila, walaupun kebudayaannya harus berubah, yakni dari budaya kraton (sebelum 1850) ke budaya priayi dan menuju ke budaya Pancasila modern sebagaimana telah dirumuskan dalam Sapta Prasetia Korpri.
Seperti telah diuraikan dalam Bab I dan II, buku ini mencoba mengembangkan ilmu administrasi negara Indonesia yang merupakan pengintegrasian dari aliran Amerika Serikat, aliran Eropa Barat, dan aliran Indonesia asli di bidang ilmu pemerintahan.
Orang dan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari bangsa Asia tidak akan senang hidup dengan gaya Barat yang jiwanya sangat berlainan dasar filsafat dan kebudayaannya. Masyarakat dan bangsa Barat makin lama semakin jauh berbeda dari bangsa- bangsa Asia dalam hal filsafat hidup, gaya hidup, dan kebudayaan.
Kebudayaan di sini diartikan sebagai keseluruhan nilai, norma, kepercayaan, dan pandangan, yang dianut bersama dan dijunjung tinggi bersama oleh warga masyarakat, dan memberi corak serta arah kepada perilaku mereka. Walaupun demikian, perubahan-perubahan situasi dunia masih didominasi oleh Barat (Amerika Serikat dan Eropa Barat), sehingga mau tidak mau modernisasi Pamong Praja masih harus memperhitungkan perubahan-perubahan tersebut.
Selama beribu-ribu tahun, umat manusia hidup dari hasil bumi dan alam, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, perhutanan, pertambangan, dan sebagainya, serta dari produk- produknya yang diolah menurut proses alamiah dan kebanyakan secara manual.
Sampai akhir abad ke-19, Pamong Praja berperan aktif dalam sektor agraris tersebut di atas. Bahkan, sampai tahun 1880 masih terdapat fungsi mantri kebun yang kemudian menjadi mantri polisi di bawah camat atau diperbantukan kepada wedana.
Sejak akhir abad ke-18 di Eropa Barat (kemudian merembet ke Amerika Serikat) terjadi Revolusi Industri I, dan sejak awal abad ke-19 dunia mulai dibanjiri barang-barang industri hasil pengolahan secara fabrikase.
1. Revolusi Industri I masih merupakan revolusi mekanisasi dan penggunaan tenaga mesin uap untuk menggerakkan berbagai mesin dan pesawat yang mengoper skills manusia (1780-1880).
2. Revolusi Industri II berintikan elektrifikasi, penggunaan tenaga listrik, dan tenaga mesin ledak (diesel, bensin) untuk menggerakkan mesin dan pesawat pengoper skills manusia dan kecerdasan manusia (permulaan otomat) 1880-1920.
Pamong Praja sejak tahun 1910 mulai dimodernisasi untuk menghadapi era listrik dan pabrik. Lahirnya Undang-undang Pabrik 1899 yang bermaksud melindungi rakyat desa terhadap efek negatif dari adanya pabrik-pabrik, terutama pabrik gula dan pabrik nila (indigo), telah menimbulkan tugas dan kewajiban baru bagi Pamong Praja yang memerlukan kemampuan berpikir secara modern. Kemudian menyusul Undang-undang Gangguan 1926 yang bertujuan melindungi dan melestarikan lingkungan hidup, yang juga menjadi beban Pamong Praja untuk melaksanakannya.
Pendidikan calon pejabat Pamong Praja modern dimulai dengan pendirian OSVIA (Sekolah Pendidikan Pejabat Negeri (ambtenaar Indonesia) pada tahun 1906 di Bandung, Magelang, Probolinggo, Serang, Madiun, Blitar, Tondano, Makasar (Ujung Pandang), dan Bukittinggi.
Bestuursschool (Sekolah Tinggi Pemerintahan) didirikan pada tahun 1916 di Jakarta (Batavia). Sekolah ini kemudian menjadi Bestuursacademie yang lebih tinggi daripada APDN sekarang, hampir setingkat dengan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP).
3. Revolusi Industri III berupa munculnya Sistem Produksi Massa (secara besar-besaran; misalnya Ford) 1917, yang berkembang sampai dengan Perang Dunia II dan membuat Amerika Serikat memenangkan Perang Dunia II. Pamong Praja dimodernisasi terus dengan ditingkatkannya Bestuursschool menjadi Bestuursacademie pada tahun 1938 sebagaimana telah dikemukakan di atas, yang dalam tahun 1941 dijadikan bagian daripada fakultas gabungan hukum dan indologi di Jakarta.
Upaya peningkatan mutu Pamong Praja dilakukan dengan penerimaan banyak akademisi (sarjana) lulusan universitas ke dalam dinas Pamong Praja.
4. Revolusi Industri IV, pada waktu ini sampai jauh melewati tahun 2000 kita sedang berada dalam masa Revolusi Industri IV yang sangat dahsyat dan sedang merombak tatanan dunia