• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Kedudukan Transaksi Jual Beli dan Sewa Menyewa Tanah Virtual di Metaverse

Dalam dokumen MUHAMAD IZAZI NURJAMAN TESIS (3) (Halaman 169-183)

ةرجاىف

D. Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Kedudukan Transaksi Jual Beli dan Sewa Menyewa Tanah Virtual di Metaverse

145

yang bersifat mu’a>wad}at (komersil) maupun objek akad yang bersifat tabarru’at (non-komersil). Sedangkan akad jual beli dan sewa menyewa barang (ija>rah ‘ala> al- a’ya>n) masuk dalam kategori akad yang bersifat mu’a>wad}at yaitu akad dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau komersil. Adapun kripto sebagai komoditas dalam bentuk benda bergerak tidak berwujud atau aset tidak berwujud (intangible assets) dalam bentuk aset digital. Selama kedudukannya dapat dikategorikan sebagai sil’ah maka dapat dijadikan objek jual beli maupun objek sewa menyewa.

D. Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Kedudukan Transaksi Jual

tidak berwujud (intangible assets) disingkat dengan ATB.223 Sehingga ketika terjadi transaksi jual beli dan sewa menyewa tanah virtual di metaverse dengan menggunakan kripto. Maka telah terjadi pertukaran antara tanah virtual sebagai benda/aset yang dijual (mus|man) dengan kripto sebagai harga (s|aman) dalam akad jual beli. Begitupun telah terjadi pertukaran antara tanah virtual sebagai mah}a>l al- manfaat/tempat terjadinya manfat beserta manfaatnya dengan kripto sebagai ujrah dalam akad ija>rah ala> al-a’ya>n atau sewa menyewa manfaat barang.

Berdasarkan praktik transaksi tersebut, hal itu menunjukkan telah terjadi transaksi jual beli dan sewa menyewa antar benda/aset tidak berwujud (immaterial/intangible assets). Kedudukan benda atau aset tidak berwujud sebagaimana telah dipaparkan di atas yaitu boleh dijadikan sebagai objek akad.

Sedangkan jual beli dan sewa menyewa merupakan bagian dari jenis akad mu’a>wad}at. Adapun bolehnya pertukaran benda atau aset tidak berwujud dalam transaksi jual beli dan sewa menyewa tanah virtual ini tentunya harus memenuhi syarat dan rukunnya. Penenuhan syarat dan rukun transaksi jual beli dan sewa menyewa tanah virtual, antara lain sebagai berikut:

223 Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar

Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka

147

Pertama, syarat dan rukun transaksi jual beli tanah virtual, antara lain:

No Rukun Akad

Syarat-Syarat Akad Syarat

Terbentuknya Akad

Syarat Sah Akad Syarat Berlakunya

Akad

Syarat Kelaziman

Akad

1.

Para Pihak (Pemilik tanah/penjual

dan Perusahaan /Perorangan/

Pembeli)

1. Tamyiz (Cakap hukum)

2. Berbilang

1. Adanya kewenangan sempurna.

2. Adanya kewenangan untuk melakukan tindakan hukum

Sudah tidak terdapat perjanjian

optional (khiyār).

2.

Ijab qabul (S}ig}at) (Perbuatan

Klik Ok Melalui Marketplace)

1. Para pihak harus balig dan berakal.

2. Kesesuaian Ijab qabul

3. Dilakukan dalam satu Majelis

3.

Objek Akad (ma’qu>d ‘alaih) Tanah Virtual

/Muśman dan Kripto/Śaman

Barang yang dijual (Muśman)

Suci, ada ketika akad, milik mutlak penjual, dapat

diserahterimakan, memiliki manfaat dan diketahui para pihak.

Terhindar dari enam kecacatan:

1. Ketidakjelasan (g}ara>r), 2. Pemaksaan, 3. Pembatasan waktu, 4. Berisiko atau

spekulasi, 5. Kerugian (d}ara>r) 6. Syarat-syarat yang

membatalkan transaksi.

Harga (Śaman) Jelas Jumlahnya, Suci/tidak haram dan dapat

diserahterimakan.

4.

Tujuan Jual Beli (ma’ud}u al-

bai’) Pemindahan

Aset dalam Bentuk NFT

(Kode Unik Blockchain)

Adanya Proses pemindahan kepemilikan barang yang sesuai syariah.

Tabel 9 Syarat dan Rukun Jual Beli Tanah Virtual

Berdasarkan tabel di atas, bahwa syarat transaksi jual beli selalu mengacu kepada rukunnya. Begitu juga dalam penerapannya pada transaksi jual beli tanah virtual di metaverse. Adapun syarat dan rukun itu antara lain: Pertama, berkaitan

dengan para pihak yang berakad. Transaksi jual beli tanah virtual dilakukan oleh pengembang metaverse yang pertama kali sebagai penyedia lahan virtual di metaverse atau oleh pihak lain yang sebelumnya sudah membeli tanah virtual kepada pengembang metaverse. Pengembang metaverse ini biasanya berbentuk perusahaan atau gabungan dari beberapa perusahaan. Kedudukan pengembang metaverse ini adalah sebagai penjual. Adapun yang berkedudukan sebagai pembeli adalah para pengusaha real estate virtual (tujuan dijual atau disewakan kembali) atau perseorangan yang ingin memiliki tanah virtual pribadi di metaverse.

Para pihak dalam transaksi jual beli tanah virtual bisa antar perseorangan, antar badan hukum, atau antara perseorangan dengan badan hukum. Hal itu menunjukkan terpenuhinya syarat terbentuknya akad (syuru>t} al-in’iqa>d) yaitu berbilang.Artinya, para pihaknya dilakukan antara dua orang yang memiliki kedudukan sebagai penjual dan pembeli bukan dilakukan oleh seorang fud}uli. Selain itu juga, para pihak harus memiliki kecakapan hukum dalam melakukan transaksi jual beli. Hal itu sesuai dengan ketentuan terkait para pihak dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 110 Tahun 2017 Tentang Jual Beli.224

Adapun berkaitan dengan syarat berlakunya akad (syuru>t} nafaz}) terdapat dalam dua ketentuan yaitu (1) apabila para pihak melakukan akad atas dirinya sendiri maka berlaku kewenangan sempurna atau wilayah as{liyyah. (2) apabila para pihak melakukan akad atas kepentingan orang lain maka berlaku kewenangan melakukan

224 DSN-MUI. Fatwa DSN-MUI Nomor 110 Tahun 2017 Tentang Jual Beli.

149

tindakan hukum atau yang disebut dengan wilayah niyabiyyah.225 Misalnya, seorang marketing menawarkan kavling tanah virtual milik pengembang di marketplace maka seorang marketing tersebut kedudukannya sebagai perantara wasat}ah. Keuntungan bagi si marketing sesuai dengan akad yang dilakukan dengan pihak pengembang/pemilik tanah, baik itu menggunakan akad waka>lah bi al-ujrah (keuntungan berupa ujrah), akad ju’a>lah (keuntungan berupa ju’l/komisi) atau akad bai’ samsarah (keuntungan berupa margin).226

Kedua, berkaitan dengan ijab qabul (s}ig}at ‘aqd). Transaksi jual beli tanah virtual dilakukan di marketplace khusus misalnya OpenSea. Sehingga ketika seseorang akan membeli tanah yang ditawarkan berdasarkan kriteria yang dipaparkan maka tinggal langsung mengklik fitur oke di platform marketplace tersebut.

Kemudian melakukan pembayaran harga sesuai dengan harga tanah melalui e-wallet yang disediakan.

Klik oke di marketplace menunjukkan terjadinya ijab qabul di antara para pihak. Keabsahan klik oke menunjukkan sebuah persetujuan dari pihak pembeli atas penawaran penjual melalui gambar dan kriteria yang dipaparkan di beranda marketplace. Sehingga setiap alat, fitur dan sarana apapun yang menunjukkan adanya kesepakatan bagi para pihak (ijab qabul) maka boleh digunakan dalam transaksi. Hal itu sesuai dengan Standar Internasional AAOIFI Nomor 38 Tentang Al-Ta’a>mulat al- Ma>liyyah bi al-Internet yang menyatakan bahwa melalui klik oke sudah

225 Wahbah al-Zuhaili. Fiqh Islam wa Adillatuhu… 48.

226 DSN-MUI. Fatwa Nomor 93 Tahun 2014 Tentang Keperantaraan (Wasat}ah).

dikategorikan sebagai qobul atas transaksi yang dilakukan melalui situs dan dikategorikan sebagai qabul yang sesuai syara’.227 Berdasarkan hal itu, ijab qabul dalam transaksi jual beli tanah virtual di metaverse dilakukan dalam satu majelis berupa jaringan internet yang saling menghubungkan antara pihak penjual dengan pembeli.228 Melalui ijab qabul ini akan melahirkan hak dan kewajiban di antara para pihak yang berakad yaitu bagi pihak penjual harus menyerahkan tanah virtual atau bukti kepemilikannya kepada pembeli sedangkan pembeli harus membayar harga sesuai yang disepakati bersama.

Ketiga, berkaitan dengan objek akad (ma’qu>d ‘alaih). Transaksi jual beli merupakan pertukaran antara barang yang di jual (mus|man) dengan harga (s|aman).

Adapun dalam transaksi jual beli tanah virtual di metaverse, kedudukan tanah virtual sebagai mus|man sedangkan yang menjadi s|aman-nya kripto. Kedua objek tersebut berbentuk benda/aset tidak berwujud. Sehingga dalam transaksi jual beli tanah virtual menunjukkan terjadinya pertukaran antar benda/aset tidak berwujud. Walaupun secara umum, transaksi jual beli terjadi antara barang dengan uang. Namun, berdasarkan teori yang dipaparkan Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa secara umum uang merupakan harga (s|aman), sedangkan barang yang dijual adalah mus|man atau mabi’. Adapun jika tidak menggunakan uang, barang yang dijual adalah mus|man

227 AAOIFI. Al-Ma’a>yyir al-Sar’iyyah. (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions), 965.

228 Muhamad Izazi Nurjaman, dkk, “Jual Beli Online dan Penentuan Hukum yang Terjadi didalamnya”. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, V 24 (2), 2021: 341-364.

151

sedangkan penukarnya adalah harga/s|aman.229 Sehingga kripto boleh dijadikan sebagai penukar atas sebidang tanah virtual.

Adapun karena kedua objek (mus|man/s|aman) berupa benda/aset tidak berwujud (intangible assets) maka syarat terhadap kedua objek tersebut adalah ada ketika akad (tanah virtual yang ditawarkan di marketplace harus ada dalam peta metaverse), milik mutlak penjual (tanah virtual harus milik mutlak dari pengembang atau pihak lain yang terlebih dahulu memberinya dari pihak pengembang) dapat diserahterimakan (serah terima jual beli tanah virtual dilakukan dalam bentuk penyerahan NFT sebagai bukti kepemilikan aset berupa kode unik yang tercatat di blockchain, memiliki manfaat (tanah virtual di metaverse memiliki manfaat sebagai aset pribadi atau objek dalam bisnis properti real estate virtual) dan diketahui para pihak.

Keempat, berkaitan dengan tujuan akad maud}u’ al- ‘aqd). Melalui transaksi jual beli tanah virtual di metaverse maka terdapat pemindahan kepemilikan aset dari pihak pengembang/pemilik tanah virtual (penjual) kepada perusahaan (pembeli).

Pemindahan kepemilikan itu dibuktikan dengan penyerahan NFT sebagai bukti kepemilikan aset berupa kode unik yang tidak memiliki kesepadanan dengan aset lain.

Sehingga pihak pembeli memiliki kewenangan mutlak untuk mempergunakan aset tanah virtualnya sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Penyerahan aset yang dilakukan merupakan penyerahan secara non-fisik (al-qabd} al-h}ukmi). Adapun

229 Wahbah AL-Zuhaili. Fiqh Islam wa Adillatuhu… 74.

penyerahan tersebut boleh dilakukan, karena standar syariahnya adalah terjadinya perpindahan kepemilikan aset.230

Kedua, syarat dan rukun transaksi sewa menyewa tanah virtual, antara lain:

No Rukun Akad

Syarat-Syarat Akad Syarat

Terbentuknya Akad

Syarat Sah Akad Syarat Berlakunya

Akad

Syarat Kelaziman

Akad

1.

Para Pihak (Pemilik Properti Tanah Virtual /Pemberi sewa

dan Perusahaan/

Perseorangan /penyewa)

1. Tamyiz (Cakap hukum) 2. Berbilang

1. Kerelaan kedua belah pihak.

2. Objek akad diketahui sifatnya (tempat manfaat, jangka waktu) 3. Objek akad dapat

diserahterimakan.

4. Objek akad dibenarkan syara.

5. Tercapainya manfaat melalui akad ija>rah.

1. Adanya kewenangan sempurna.

2. Adanya kewenangan untuk melakukan tindakan hukum

1. Terbebasnya barang yang disewakan dari kecacatan.

2. Tidak terjadi alasan yang membolehkan pembatalan.

2.

Ijab qabul (S}ig}at) (Perbuatan Klik Oke di Marketplace)

1. Para pihak harus balig dan berakal.

2. Kesesuaian Ijab qabul.

3. Dilakukan dalam satu Majelis

3.

Objek Akad (ma’qu>d ‘alaih) (Tanah Virtual

/ mah}a>l al- manfa’ah + Manfaatnya

dan Kripto/ujrah)

Manfaah Barang Memiliki manfaat yang jelas, sesuai dengan ketentuan syara dan pemanfaatan secara umum.

Ujrah

Jelas jenis dan jumlahnya, diketahui para pihak dan bukan yang sejenis dengan manfaat.

4.

Tujuan ija.rah (ma’ud}u al-

ija>rah) (Pemindahan

Manfaat Tanah Virtual)

Adanya Proses pemindahan

kepemilikan manfaat barang/ yang sesuai syariah.

Tabel 10 Syarat dan Rukun Sewa Menyewa Tanah Virtual

230 Oni Sahroni. Fikih Muamalah Kontemporer: Ekonomi Kekinian. (Jakarta: Republika, 2020),

126.

153

Berdasarkan tabel di atas, kedudukan sewa menyewa tanah virtual syarat dan rukunnya sama dengan akad syarat dan rukun akad jual beli di atas. Karena akad ija>rah memiliki hubungan dengan akad jual beli yaitu sama-sama bagian dari jenis akad pertukaran. Pertukaran dalam akad jual beli berupa pertukaran muśman dan śaman, sedangkan pertukaran dalam akad ija>rah berupa manfa’ah dari mah}a>l al- manfa’ah dengan ujrah. Adapun yang membedakan dari kedua akad tersebut adalah ma’qu>d ‘alaih atau objek akadnya.231

Adapun syarat dari ma’qu>d ‘alaih atau objek akad ija>rah yaitu bagi manfa’ah dari mah}a>l al-manfa’ah /tempat terjadinya manfaat yaitu kejelasan manfaat dari mah}a>l al-manfaah sehingga dapat dijadikan objek akad ija>rah (tanah virtual memiliki manfaat sebagai aset pribadi atau objek bisnis properti di metaverse). Manfaat harus sesuai dengan ketentuan umum atau penggunaan manfaat barang sesuai dengan fungsi dan kegunaan yang berlaku umum di masyarakat serta sesuai dengan ketentuan syara’ (syuru>t} al-in’iqa>d). Berdasarkan syarat tersebut, tanah virtual digunakan sesuai dengan fungsi dan kegunaan sebagaimana harapan dari pengembangan objek tersebut di metaverse.

Selain itu juga, kedudukan manfaat dapat diserahterimakan dengan penyerahan mah}a>l al-manfa’ah -nya. Dengan kata lain, penyerahan tanah virtual untuk dimanfaatkan oleh pihak penyewa menjadi syarat terpenuhinya akad sewa menyewa tanah virtual. Adapun syarat selanjutnya adalah adanya kejelasan akan kriteria objek

231 Jaih Mubarok dan Hasanudin. Fikih Mu’amalah Maliyyah: Akad Ijārah dan Ju’alah… 6.

akad dan jangka waktu sewa yang disepakati serta tercapainya manfaat melalui akad ija>rah (syuru>t} s}ih}ah).

Berkaitan dengan bagaimana tercapainya manfaat melalui akad ija>rah atas penyewaan tanah virtual yang kedudukannya sebagai ATB (intangible assets). Maka untuk menjadikan tanah virtual memiliki manfaat adalah dengan bantuan barang lain yaitu barang berwujud (tangible assets). Hal itu sebagaimana kedudukan metaverse yang dapat diakses melalui program komputer yaitu perpaduan antara perangkat keras (hardware) yaitu komputer, laptop, notebook dan yang sejenis, kacamata virtual (virtual reality atau augmented reality) dan perangkat lunak (software) yaitu platform metaverse. Tanpa sistem kerja dari dua perangkat tersebut, maka aset tanah virtual di metaverse tidak dapat diakses dan dimanfaatkan. Sehingga hal itu menjadikan tidak tercapainya manfaat atas akad ija>rah yang dilakukan.

Barang atau ATB itu adalah bagian dari harta nafi’ yang tidak terlihat dan tidak dapat disimpan namun memiliki sifat a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa.232 Sehingga secara perlahan dapat menimbulkan manfaat sesuai dengan fungsi dan kapasitasnya. Dengan kata lain, ATB ini memerlukan waktu dan media atau tempat berupa benda berwujud (tangible assets) sebagai tumpuan suatu ATB itu dapat menimbulkan manfaat. Menurut hemat peneliti, dibutuhkannya barang lain (barang berwujud) atau suatu cara atau proses bagaimana ATB itu dapat

232 Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Pengantar Fiqh Muamalah… 153.

155

menimbulkan manfaat menjadi syarat terbentuk dan syarat sahnya ATB yang dijadikan sebagai objek akad dengan maksud terpenuhinya tujuan dari suatu akad.

Argumen tersebut dapat disamakan ketika Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dijadikan sebagai objek wakaf dalam Pasal 16 ayat 3 huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf (UU Wakaf).233 Karena HKI tersebut sesuai dengan Pasal 8 UU Hak Cipta memiliki hak ekonomi bagi para penciptanya. 234 Salah satu hak ekonomi yang dimiliki pencipta adalah dengan melakukan pendistribusian hak cipta, baik dengan menjual, menyewakan atau memberikan izin pihak lain untuk mendistribusikannya.235 Sehingga dari proses pemanfaatan hak ekonomi pendistribusian inilah, pencipta berhak mendapatkan royalti. Hasil dari royalti inilah yang menjadi objek wakaf dengan dimaksudkan untuk pengelolaan atau pemanfaatan yang disepakati pencipta dengan naz}ir. Dengan kata lain, ada proses hak ekonomi pencipta melalui pendistribusian itulah sehingga hak cipta itu memiliki manfaat yang dapat dijadikan sebagai objek akad.

Maka dari itu, tinjauan hukum ekonomi syariah terhadap kedudukan transaksi jual beli dan sewa menyewa tanah virtual di metaverse boleh dilakukan karena telah memenuhi syarat dan rukunnya. Para praktiknya, transaksi jual beli dan sewa menyewa tanah virtual tersebut merupakan akad pertukaran yang objek akadnya

233 Pasal 16 ayat 3 huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

234 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

235 Muh. Hasbi Ash-Shiddiq, “Hak Atas Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Wakaf dalam Konteks Fiqh dan Hukum Positif, Al-SYAKHSHIYYAH: Jurnal Hukum Keluarga dan Kemanusiaan, V 1 (2), 2019, 128-142.

sama-sama berupa benda atau aset tidak berwujud (intangible assets). Sedangkan sebagaimana pembahasan di atas bahwa ATB boleh dijadikan sebagai objek akad.

Bolehnya transaksi jual beli dan sewa menyewa tanah virtual ditegaskan pula dalam kaidah fiqh, antara lain:

ِلَد َّلُدَي أنَأ َّلًِإِ ُةَحَبِ ألْا ِةَلَُماَعُمَألا ِفِ ُلأصَألْا اَهَِأيِْرأَتَ ىَلَُع لأيْ

“Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”236

Maksud kaidah ini adalah bahwa setiap bentuk muamalah dan transaksi pada dasarnya adalah boleh dilakukan, dalam hal ini adalah akad jual beli dan sewa menyewa (ija>rah) kecuali ada dalil yang mengharamkannya seperti dalam praktik kedua akad tersebut terdapat ketidakjelasan, kemudharatan, tipuan, judi dan riba, maka hukumnya menjadi haram untuk dilakukan.237

Selain itu juga, ketika suatua aset dapat dijadikan sebagai objek jual beli, maka dapat pula menjadi objek akad ija>rah atas manfaat suatu barang (ija>rah ‘ala> al-a’ya>n).

Hal itu sesuai dengan kaidah fiqh, antara lain:

لُكَف ُهُعْيَب َزاَجاَمِ

َزاَج ُهُت َراَجِا

Setiap sesuatu yang boleh diperjualbelikan, maka boleh untuk disewakan.238

236 Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Selalu Menggunakan Kaidah Ini dalam Setiap Keputusannya. Lihat Kumpulan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) 2000-2007.

237 A. Djajuli. Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan masalah-masalah yang Praktis… 130.

238 Syihabudin Ahmad Ibnu Idris Al-Qurafi. Al-Z}akhirah.… 402.

157

Kaidah tersebut berkaitan dengan kedudukan akad sewa menyewa (ijārah) yang merupakan bagian dari akad jual jual beli yaitu pertukaran harta dengan harta. Harta yang dipertukarkan adalah berupa barang (ujrah) dengan manfaat (manfaat dari suatu benda, baik yang berwujud maupun benda tidak berwujud). 239

Adapun yang perlu diperhatikan adalah pada praktik penyewaan aset tidak berwujud (intangible assets) (tanah virtual) yaitu adanya pengembangan objek akad (ma’qud ‘alaih) atas akad ija>rah ‘ala> al-a’ya>n yang secara umum biasanya berupa manfaat dari suatu benda yang berwujud (harta ‘ain) melainkan juga berasal dari mah}a>l al-manfa’ah (tempat terjadinya manfaat) dari benda atau aset tidak berwujud (intangible assets) (harta nafi’). Adapun pemanfaatan atas benda atau aset tidak berwujud (intangible assets) itu memerlukan benda lain (benda berwujud) atau cara/proses yang menjadikannya memiliki manfaat. Sehingga tujuan akad (maud}u al-

‘aqd) dalam akad ija>rah yaitu pertukaran antara harta dengan harta, harta yang dipertukarkan adalah manfaat barang dengan barang (ujrah) dapat terpenuhi.

Tanpa adanya benda lain (benda berwujud) atau cara/proses itu, aset tidak berwujud (intangible assets) tidak dapat memiliki manfaat. Sehingga akan mempengaruhi tujuan akad maud}u al-‘aqd) yang dilakukan yaitu tidak terpenuhinya tujuan akad yang akan meninbulkan kerugian di antara salah satu pihak, dalam hal ini adalah penyewa. Sehingga pemberi sewa menyewakan benda yang tidak memiliki manfaat. Apabila seperti itu, maka akad ija>rah yang dilakukan tidak memenuhi syarat

239 Enang Hidayat. Kaidah Fiqh Muamalah…80.

dan rukunnya. Secara tidak langsung, membutuhkan barang lain (benda berwujud) atau cara/proses yang membuat aset tidak berwujud (intangible assets) memiliki manfaat merupakan bagian dari syarat terjadinya akad (syuru>t} in’iqad) berkaitan dengan benda atas aset tidak berwujud (intangible assets) yang dijadikan sebagai objek akad (ma’qu>d ‘alaih).

159

BAB V PENUTUP

Dalam dokumen MUHAMAD IZAZI NURJAMAN TESIS (3) (Halaman 169-183)