Etos Kerja Guru Perempuan dalam Perspektif Hadis di Tengah Tantangan Peran Ganda
: :
ىلاعَتَ هَلَّلا نّإِ مَلَّسَوَ هَيْلَّعَ هَلَّلا ىلَّصَ هَلَّلا لُوْسَرَ لُاقَ تْلاقَ اهَنْعَ هَلَّلا يَضِرَ ةَشَئِاعَ نْعَ
)يَقهَيْبلاوَ يَنربطلا هاوَرَ هَنْقتْيُ نّأَ- لاًمَعَ مَكُدُحَأَ لَمَعَ اذَإِ بّحِيُ(
Artinya: Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara itqan (professional)”. (HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334).
Makna Mufrodat
Hadis di atas memuat beberapa kata kunci (mufrodat) penting yang menjadi inti pemaknaannya, terutama dalam konteks etos kerja dan profesionalisme. Di antaranya:
1. 7بّحِيُ (yuhibbu)
Kata ini berasal dari akar kata ḥabba - yuḥibbu - ḥubban, yang berarti mencintai.
Dalam konteks hadis ini, kata "yuḥibbu" menunjukkan bahwa kecintaan Allah adalah terhadap perilaku tertentu, bukan hanya individu, yaitu ketika seseorang melakukan pekerjaan secara sempurna dan bertanggung jawab. Cinta di sini bukan sekadar emosional, tetapi bentuk apresiasi ilahiyah terhadap kerja yang berkualitas.
2. لَمَعَ (ʿamila)
Berarti melakukan atau mengerjakan. Kata ini merupakan bentuk fiʿl māḍī dari kata kerja ‘amala, yang umum digunakan dalam Al-Qur’an dan hadis untuk merujuk pada tindakan nyata atau amal perbuatan. Dalam konteks ini, ‘amila berarti melakukan suatu pekerjaan atau tugas, baik fisik maupun intelektual.
3. -لاًمَعَ (ʿamalan)
Bentuk isim dari kata kerja ʿamila, yaitu pekerjaan atau perbuatan. Kata ini menunjukkan objek dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Dalam hadis ini, kata "ʿamalan" mencakup semua bentuk tugas, baik dalam ranah spiritual, sosial, maupun profesional.
4. هَنْقتْيُ (yutqinahu)
Kata ini berasal dari akar kata -اناقتَإِ - نْقتْيُ - نْقتَأَ, yang berarti menyempurnakan , menguasai, atau mengerjakan dengan baik dan rapi. Ini merupakan inti pesan dari hadis tersebut. Itqān berarti mengerjakan suatu tugas dengan standar kualitas tinggi, ketekunan, dan tanggung jawab penuh. Menurut perspektif linguistik, itqān mencakup aspek teknis dan moral dalam bekerja.
Dalam kajian semantik hadis, kata itqān tidak hanya merujuk pada aspek efisiensi atau produktivitas, tetapi juga pada etika kerja dalam Islam yang menuntut kejujuran, konsistensi, dan kesempurnaan hasil kerja. Maka, hadis ini sangat penting sebagai basis nilai kerja Islami, terutama dalam profesi seperti guru, yang pekerjaannya berdampak luas pada generasi penerus (Siregar & Harahap, 2024).
Asbāb al-Wurūd Hadis Itqan: Analisis Historis dan Periwayatan
Secara periwayatan, hadis ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad-nya (no. 4386) dan oleh al-Bayhaqi dalam Shu'ab al-Iman, serta dinilai hasan oleh sebagian ulama walaupun terdapat iktlāf terkait validitas sebagian perawi seperti Shaddad ibn Aws.
Analisis sanad menunjukkan bahwa perawi seperti Hatim ibn Isma’il dinilai tsiqah, meskipun sebagian ulama menganggap bahwa hadis ini tergolong mursal dalam sebagian jalurnya, sehingga dikategorikan hasan li ghayrihi menurut sebagian ahli hadis (Yusuf Zulkifli et al., 2024).
Meskipun tidak ditemukan riwayat spesifik yang menjelaskan asbāb al-wurūd hadis ini secara eksplisit, para ulama hadis kontemporer menafsirkannya sebagai bentuk penguatan nilai profesionalitas dan kualitas kerja dalam Islam, yang disampaikan Nabi Muhammad saw. kepada para sahabat dalam rangka menanamkan etos kerja Islami dalam kehidupan bermasyarakat, terutama setelah periode pembinaan komunitas Islam Madinah. Beberapa penelitian juga menjelaskan bahwa hadis-hadis bertema sosial seperti ini seringkali muncul dalam situasi umum (siyāsah syar‘iyyah) tanpa asbāb khusus, namun tetap bersifat universal dan kontekstual (Nurdin, 2020).
Dari sisi pemaknaan, itqan merupakan bentuk dari ihsan dalam amal, sebagaimana ditegaskan oleh al-Nawawi dan Ibn Rajab bahwa itqan adalah pengejawantahan dari keimanan yang mendalam kepada Allah dalam ranah pekerjaan. Pemaknaan ini juga
melihat relevansi hadis ini dalam pengembangan karakter tenaga pendidik, khususnya perempuan yang menjalani peran ganda di rumah dan di sekolah (Syafe et al., 2020).
Dengan demikian, sekalipun hadis ini tidak memiliki konteks sebab pewahyuan yang spesifik seperti dalam kasus-kasus hukum atau ibadah, namun semangatnya selaras dengan pesan-pesan kenabian untuk membentuk masyarakat yang produktif dan bertanggung jawab. Hal ini menjadi sangat relevan dalam isu kontemporer seperti profesionalitas guru perempuan, yang dihadapkan pada tantangan peran domestik dan profesional secara bersamaan.
Syarḥ Hadis tentang Itqan: Penjelasan Berdasarkan Kitab Syarḥ dan Jurnal Ilmiah Hadis tentang itqan, tidak secara eksplisit terdapat dalam kitab-kitab syarḥ hadis klasik seperti Fath al-Bari karya Ibn Hajar al-‘Asqalani atau Syarḥ Sahih Muslim karya Imam al- Nawawi. Namun, prinsip itqan sebagai bentuk kesempurnaan dalam amal telah dibahas dalam konteks hadis-hadis lain yang menekankan pentingnya kualitas dan kesungguhan dalam beramal. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menekankan bahwa setiap amal harus dilakukan dengan niat yang ikhlas dan kesungguhan, yang merupakan manifestasi dari itqan. Hal ini menunjukkan bahwa itqan merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk selalu berusaha menyempurnakan amal perbuatan mereka (Ali, 2018)
Dalam kajian kontemporer, jurnal Al-Itqan: Journal of Islamic Sciences and Comparative Studies memuat artikel-artikel yang membahas konsep itqan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks profesionalisme dan etos kerja. Salah satu artikel dalam jurnal tersebut menekankan bahwa itqan tidak hanya berkaitan dengan kesempurnaan teknis dalam pekerjaan, tetapi juga mencakup aspek moral dan spiritual, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan integritas. Dengan demikian, itqan menjadi prinsip yang mendasari profesionalisme dalam perspektif Islam, yang menuntut kesempurnaan dalam kualitas kerja serta integritas moral dan spiritual (Shehu, 2025).
Analisis dan Relevansi Hadis dengan Masalah Kontemporer (Profesionalisme Guru Perempuan)
Hadis Nabi Muhammad ﷺ: "Innallāha yuḥibbu idzā ʿamila aḥadukum ʿamalan an yutqinah" (Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila melakukan suatu pekerjaan, ia menyempurnakannya), memiliki kandungan normatif yang tinggi tentang etos kerja dan tanggung jawab profesional. Istilah yutqinah dalam hadis ini berasal dari akar kata itqān, yang bermakna melakukan sesuatu dengan rapi, teliti, dan sempurna.
Konsep ini menjadi dasar penting dalam membangun budaya kerja yang unggul dan bertanggung jawab, terutama dalam profesi yang menuntut dedikasi tinggi seperti guru (Rahmadsyah Berutu, 2023).
Dalam konteks pendidikan dasar di Indonesia, mayoritas guru adalah perempuan yang juga memikul peran ganda sebagai pendidik dan ibu rumah tangga. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2022) menunjukkan bahwa lebih dari 65% guru SD di Indonesia adalah perempuan, yang banyak di antaranya menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan profesionalisme dengan tanggung jawab domestik. Dalam hal ini, hadis tentang itqān memberikan motivasi spiritual yang kuat bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan optimal akan mendapatkan kecintaan dari Allah, sehingga menjadi energi moral bagi para guru perempuan untuk tetap menjaga kualitas kerja mereka (Lestari, 2015).
Secara interdisipliner, pendekatan sosiologis dalam studi hadis menekankan bahwa teks hadis tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial dan peran gender yang berkembang dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan gagasan bahwa hadis tidak hanya dipahami secara tekstual, tetapi juga melalui analisis struktural terhadap relasi sosial di mana hadis itu diterapkan. Dengan demikian, itqān dapat dibaca sebagai seruan universal untuk menjunjung tinggi integritas profesional dalam semua bidang pekerjaan, tanpa mengabaikan konteks sosial peran perempuan (Far Assagaf, 2015).
Pendekatan psikologis dalam memahami hadis ini juga penting, karena tekanan psikologis dari beban ganda kerja-rumah tangga berpotensi menurunkan motivasi dan performa guru perempuan. Hadis ini, bila dikaji lebih dalam, menyajikan sebuah healing spiritual yang memberikan ketenangan dan rasa percaya diri bagi guru dalam menjalankan amanahnya sebagai pendidik, tanpa mengabaikan tanggung jawab domestik yang melekat pada dirinya sebagai ibu dan istri. Dalam hal ini, hadis dapat menjadi instrumen pemberdayaan dan bukan sekadar nasihat etis (Siregar & Harahap, 2024).
Dari sisi manajemen pendidikan, hadis ini mendesak lembaga pendidikan dan pembuat kebijakan untuk tidak hanya menuntut profesionalisme guru perempuan, tetapi juga menyediakan sistem kerja yang adaptif dan ramah terhadap kebutuhan perempuan, seperti kebijakan flexible hours, kerja hibrid, dan support system berbasis komunitas guru. Dengan demikian, itqān tidak hanya menjadi beban individu, tetapi juga semangat kolektif dalam sistem pendidikan Islam yang adil gender (Zahruddin, 2020).
Oleh karena itu, hadis ini tidak hanya memiliki relevansi spiritual, tetapi juga dapat dijadikan sebagai dasar moral dan etis untuk membangun kebijakan pendidikan yang humanis, responsif gender, dan berkelanjutan. Guru perempuan bukan hanya aktor pasif dalam sistem, tetapi juga subjek perubahan yang mengintegrasikan nilai-nilai keimanan dalam etos profesionalnya. Dengan landasan hadis ini, tanggung jawab profesional bukan dilihat sebagai beban, melainkan sebagai wujud ibadah dalam kerangka kerja yang berkualitas dan penuh berkah.
Daftar Pustaka
Ali, M. (2018). WAWASAN HADIS TENTANG ETOS KERJA.
Far Assagaf, J. ’. (2015). STUDI HADIS DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS:
Paradigma Living-Hadis. Jurnal Holistic Al-Hadis, 01(02).
Lestari, L. (2015). EPISTEMOLOGI ILMU ASBA< B AL-WURU< D HADIS (Vol. 16, Issue 2).
Nurdin, F. (2020). Pandangan Al-Quran Dan Hadist Terhadap Etos Kerja. 17, 137–150.
Rahmadsyah Berutu, W. (2023). TEORI ASBAB AL-WURUD DALAM HADIS. Jurnal Holistic, 9(1), 41–54. https://doi.org/10.24252/tahdis.v6i1.7143
Shehu, F. (2025). ةيدقن ةسارد :يرتسبش دنع يحولا موهفم ديدجت. AL-ITQAN: JOURNAL OF ISLAMIC SCIENCES AND COMPARATIVE STUDIES, 10(1), 1–19.
https://doi.org/10.31436/alitqan.v10i1.321
Siregar, H. R., & Harahap, A. P. (2024). KESEIMBANGAN PERAN PEREMPUAN SEBAGAI IBU DAN PEKERJA: TINJAUAN KOMPREHENSIF DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADIS. IBN ABBAS : Jurnal Ilmu Alquran Dan Tafsir, 7(5), 133–150. https://doi.org/10.1177/0146167218797294
Syafe, I., Mashvufah, H., & susanti, A. (2020). Al-Tadzkiyyah: KONSEP GENDER DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM. 11.
Yusuf Zulkifli, M., Universitas Al Washliyah Darussalam Banda Aceh, D., pada STAI Nusantara, D., & Aceh, B. (2024). JURNAL IKHTIBAR NUSANTARA Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Islam Kontemporer: Pengembangan Kolaborasi antara Ulama dan Intelektual Muslim. Jurnal Ikhtibar Nusantara, 3(1), 139.
Zahruddin. (2020). PROFESIONALISME GURU DALAM PERSFEKTIF ISLAM.