• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAPITA SELEKTA SOSIOLOGI - Copy

N/A
N/A
Fahmi Ikhsan

Academic year: 2025

Membagikan "KAPITA SELEKTA SOSIOLOGI - Copy"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

RUANG PUBLIK SEBAGAI ARENA KONTESTASI:

HEGEMONI KELOMPOK DOMINAN DAN MARGINALISASI DI KOTA PEKANBARU

Proposal Penelitian

Dosen Pembimbing:

MITA ROSALIZA, S.Sos, M.Si

Oleh:

FAHMI IKHSANNUDIN 2201113320

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS RIAU

2025

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...ii

BAB I...3

PENDAHULUAN...3

1.1 Latar Belakang... 3

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian...5

BAB II...7

KAJIAN PUSTAKA...7

2.1 Ruang Publik...7

2.2 Teori Hegemoni Budaya Gramsci...7

2.3 Penelitian Terdahulu...8

BAB III...12

METODE PENELITIAN...12

3.1 Jenis Penelitian...12

3.2 Lokasi Penelitian...12

3.3 Waktu Penelitian...13

3.4 Teknik Pengumpulan Data...13

3.5 Teknik Analisis Data...15

BAB IV... 17

DAFTAR ISI... 17

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kota Pekanbaru, yang dahulu dikenal sebagai pusat perdagangan Melayu tradisional, kini telah bertransformasi menjadi kota metropolis modern dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,06% pada tahun 2023 yang ditopang oleh sektor perdagangan, industri migas, serta perkebunan (BPS, 2024). Pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru yang semakin pesat tersebut tentunya menjadi daya tarik bagi penduduk daerah lain untuk melakukan mobilitas penduduk. Sehingga Kota Pekanbaru menjadi kota multietnis.

Beberapa etnis mayoritasnya ialah Suku Minang, Melayu, Jawa, Batak, serta Tionghoa. Namun, ledakan urbanisasi ini tidak hanya mengubah lanskap kota, melainkan juga memicu munculnya ketegangan sosial akibat ketimpangan akses pada sumber daya, salah satunya pada ruang publik.

Dalam kehidupan perkotaan, ruang publik adalah jantung interaksi masyarakat perkotaan. Ruang publik sejatinya adalah kontestasi demokrasi tempat masyarakat dari berbagai latar belakang melakukan kontak sosial, berinteraksi, dan membangun kedekatan atau yang disebut kohesi sosial. Di Kota Pekanbaru, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan CFD Jenderal Sudirman menjadi contoh konkret bagaimana kedua tempat tersebut menjadi tempat ekspresi identitas kultural. Mulai dari pertunjukan tradisional seperti tarian tradisional dan musik tradisional, pertunjukan kesenian modern, hingga berbagai kuliner lokal maupun mancanegara yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Namun, dibalik pernyataan utopis tersebut, terdapat pembatasan yang tidak kasat mata pada penggunaan ruang publik. Misalnya, Taman Tengku Agung Sultanah Latifah yang megah justru didominasi kalangan menengah atas karena fasilitas berbayar seperti arena bermain anak dan kafe eksklusif. Sementara itu, lapangan komunitas di kawasan permukiman padat, seperti di Marpoyan Damai, kerap terbengkalai akibat minimnya anggaran pemeliharaan. Kontras ini mengafirmasi tesis Soja (2010) tentang spatial injustice, di mana ruang publik justru menjadi alat reproduksi ketimpangan

(4)

melalui desain yang bias kelas. Di CFD Jenderal Sudirman, pedagang kecil kerap diusir dengan dalih "menjaga estetika kota", sementara usaha bermodal besar leluasa menguasai area strategis. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan ketidakadilan akses, tetapi juga mengikis potensi ruang publik sebagai medium integrasi sosial. Padahal, dalam masyarakat multietnis seperti Pekanbaru, ruang publik seharusnya menjadi melting pot yang memediasi dialog antarkelompok (Fauzi & Pratama, 2020). Sayangnya, ketiadaan kebijakan afirmatif untuk kelompok marginal seperti penyandang disabilitas atau masyarakat miskin membuat ruang publik lebih sering berfungsi sebagai cermin fragmentasi sosial ketimbang solusi.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut, maka didapatlah beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana relasi kuasa antarkelompok sosial (etnis, kelas, gender) yang terlihat dalam penggunaan ruang publik di Pekanbaru?

2. Bagaimana kelompok subordinan mengalami keterbatasan akses terhadap ruang publik?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan di atas. Berikut adalah tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini:

1. Mengetahui relasi kuasa antar kelompok sosial (etnis, kelas, dan gender) yang terlihat dalam penggunaan ruang publik di Pekanbaru.

2. Mengetahui keterbatasan akses terhadap ruang publik oleh kelompok subordinan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang dapat dilihat melalui dua aspek, yakni kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan (manfaat teoritis) dan relevansinya dalam menjawab tantangan nyata di lapangan (manfaat praktis). Secara lebih rinci, manfaat tersebut meliputi:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian diharapkan dapat menambah perkembangan ilmu pengetahuan khusunya ilmu sosiologi, yakni bidang sosiologi perkotaan dengan menggunakan pendekatan konflik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi, informasi, serta menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan riset dengan studi kasus dan/atau pendekatan yang serupa.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjembatani antara teori dan realitas yang terjadi di lapangan. Bagi peneliti, penelitian ini diharapakan

(6)

dapat memberikan manfaat baru dalam memberikan wawasan dan pengalaman baru dalam menerapkan ilmu perkuliahan di dunia akademik (universitas). Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban dan menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat, khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan ruang publik agar menjadi lebih inklusif dan berkeadilan.

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ruang Publik

Ruang publik dapat diartikan sebagai ruang fisik ataupun simbolis dalam suatu kota yang terbuka untuk diakses, dimanfaatkan, dan diklaim oleh seluruh masyarakat tanpa diskriminasi. Pengertian ruang publik juga telah dijelaskan oleh berbagai ahli dengan menggunakan berbagai pembahasan yang berbeda, mengikuti sudut pandang pembahasan mengenai ruang publik tersebut. Beberapa pengertian tersebut antara lain:

1. Ruang publik memiliki arti setiap ruang dalam suatu kota dimana siapapun dalam kota tersebut memiliki akses secara bebas untuk memanfaatkan, dan mengoptimalkan kebergunaan ruang tersebut demi mewujudkan sosok kota yang lebih hidup dan manusiawi (Ulfah, 2023).

2. Ruang publik adalah tempat atau ruang yang terbentuk oleh kebutuhan akan tempat untuk bertemu ataupun bersosialisasi. Dengan kata lain, ruang publik dapat diartikan sebagai suatu wadah yang mampu menampung kegiatan tertentu oleh manusia, baik secara individu maupun berkelompok (Hakim, 2003).

3. Dalam sosiologi, ruang publik bukan sekadar Lokasi geografis, tetapi produk relasi sosial yang merefleksikan dinamika kekuasaan, indentias, dan partisipasi (Lefebvre, 1991).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, secara umum ruang publik dapat didefinisikan sebagai tempat yang digunakan untuk berinteraksi dan berekspresi masyarakat yang membentuk suatu relasi antarsesama masyarakat.

2.2 Teori Hegemoni Budaya Gramsci

Konsep hegemoni Gramsci (1971) menekankan bahwa kelompok dominan mempertahankan kekuasaan bukan hanya melalui paksaan, tetapi juga konsensus budaya, yaitu menciptakan norma dan nilai yang dianggap

"wajar" oleh masyarakat. Di Pekanbaru, hegemoni ini terlihat dari:

(8)

1. Hegemoni budaya Melayu dan Islam dalam berekspresi, yakni hanya kepercayaan tertentu saja yang dapat melakukan sosialisasi ataupun melakukan kegiatan laininya dengan membawa identitas keagamaan.

2. Regulasi tata ruang yang berpihak pada kepentingan komersial, seperti larangan berjualan bagi pedagang tanpa izin di CFD Jenderal Sudirman, sementara gerai berlabel modern diizinkan.

3. Narasi pembangunan kota modern yang digunakan pemerintah untuk melegitimasi penggusuran pedagang kecil ataupun pengusiran masyarakat miski jalanan (Harahap, 2019).

Hegemoni ini menghasilkan kesadaran palsu di masyarakat, yakni ketimpangan dianggap sebagai konsekuensi alami dari kemajuan kota, bukan hasil rekayasa kekuasaan.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dimanfaatkan untuk membantu peneliti dalam memperoleh gambaran umum terkait penelitian ini dan menjadi dasar dalam menyusun kerangka pemikiran. Selain itu, studi-studi sebelumnya juga berperan dalam mengidentifikasi persamaan dan perbedaan antarpenelitian, serta mengungkap faktor-faktor kunci yang menjadi bahan analisis guna memperluas perspektif intelektual peneliti. Hasil kajian terhadap penelitian terdahulu dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel berikut:

NO JUDUL

1. DIAN ROESMIATI/HEGEMONI BAHASA DAN KARUT MARUT WAJAH RUANG PUBLIK (SELAYANG PANDANG WAJAH BAHASA RUANG PUBLIK DI JAWA TIMUR)

Balai Bahasa Jawa Timur, 2019.

Tujuan

Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menyelidiki kondisi penggunaan bahasa di ruang publik di Jawa Timur, terutama terkait dominasi bahasa asing dan

(9)

pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia. Mengevaluasi peran pemerintah dalam mengawasi dan memartabatkan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik sesuai UU No. 24 Tahun 2009.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah observasi langsung terhadap 515 wilayah kabupaten/kota di Indonesia (tahun 2017), dengan fokus pada Jawa Timur. Analisis Data dilakukan dengan penilaian tujuh kategori objek di ruang publik, seperti nama lembaga, sarana umum, papan petunjuk, nama ruangan, nama jabatan, nama produk/jasa, serta spanduk/baliho.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan Banyak nama mal, hotel, properti, dan fasilitas publik di Jawa Timur menggunakan istilah asing (contoh: Alana Hotel, Lippo Mall, "flyover"). Masyarakat cenderung menganggap bahasa asing lebih "gagah" dan modern, sehingga mengabaikan padanan bahasa Indonesia yang telah ada.

2. Hamada Adzani Mahaswara/Menggugat Ruang Publik Melalui Gerakan Masyarakat (Studi Kasus Gerakan Warga Berdaya di Yogyakarta.

Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 2, Agustus 2016 Tujuan

Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis bentuk, pola, dan jaringan aktivisme Gerakan Warga Berdaya dalam memperjuangkan ruang publik di Yogyakarta.

2. Memahami konteks sosial, kultural, dan politik yang melatarbelakangi kemunculan gerakan tersebut, terutama terkait perubahan fisik dan komersialisasi ruang publik.

3. Mengeksplorasi respons masyarakat dan pemerintah terhadap gerakan serta dampaknya

(10)

terhadap tata kelola ruang kota.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Studi Kasus Kualitatif dengan Fokus pada Gerakan Warga Berdaya di Yogyakarta dan Sleman (2012–2015).

Pengumpulan Data menggunakan tiga teknik, yakni:

1. Observasi langsung di lokasi aksi gerakan (e.g., Jalan Kaliurang, Jembatan Kleringan).

2. Wawancara dengan anggota gerakan, aktivis, dan pihak terkait.

3. Analisis dokumen kebijakan, laporan media, dan arsip gerakan.

Hasil Penelitian

Gerakan Warga Berdaya di Yogyakarta berhasil menanggulangi komersialisasi ruang publik melalui aksi kolaboratif lintas komunitas, advokasi kreatif, dan mobilisasi akar rumput, meski menghadapi tantangan dari dominasi korporasi dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, sehingga meningkatkan partisipasi warga dan penguatan identitas kultural.

3. Martinus Maria Join, Irenius D. Bernad, Adrianus Naja/Membongkar Egosentrisme, Eksklusivisme dan Fiksasi Agama dalam Ruang Publik

Jurnal FOCUS, Vol. 2, No. 1 (2021), pp. 59~66.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji akar konflik agama di ruang publik Indonesia yang disebabkan oleh egosentrisme, eksklusivisme, dan fiksasi beragama.

Penulis berupaya mengeksplorasi bagaimana sikap- sikap tersebut merusak harmoni sosial, menggerogoti nilai Pancasila, dan mengubah agama dari sumber kebaikan menjadi alat kekerasan. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menawarkan solusi filosofis melalui konsep rekonsiliasi dan relasionalitas guna memulihkan

(11)

fungsi agama sebagai perekat kebersamaan di ruang publik.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (literature review) dengan pendekatan filosofis dan teologis. Penulis menggali pemikiran dari tokoh seperti Hannah Arendt (konsep ruang publik), Karen Armstrong (esensi agama), dan Armada Riyanto (filsafat relasionalitas). Analisis dilakukan terhadap fenomena konflik agama di Indonesia, seperti radikalisme, penistaan, dan kekerasan atas nama agama, serta dikaitkan dengan teori-teori tentang relasi manusia, dialog, dan rekonsiliasi. Penulis juga mengutip karya-karya filosofis untuk membangun argumen tentang pentingnya mengembalikan agama pada nilai dasarnya: kebaikan, keindahan, dan kebebasan.

Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa

3.3 Relasionalitas: Konsep Armada Riyanto tentang relasi "aku-liyan" menekankan bahwa manusia adalah makhluk relasional yang harus mengakui keberadaan "yang lain" tanpa dominasi. Relasi ini harus dibangun atas dasar cinta, dialog, dan pengampunan.

3.4 Rekonsiliasi: Diperlukan kesadaran kolektif untuk menerima perbedaan sebagai kekayaan, bukan ancaman. Rekonsiliasi melibatkan proses memaafkan, membuka ruang dialog, dan menciptakan tata kelola ruang publik yang inklusif.

BAB III

METODE PENELITIAN

(12)

3.1 Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif memiliki karakteristik alami (Natural serfing) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil. Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif dan makna makna merupakan hal yang esensial. (Lexy Moleong, 2006: 04)

Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah, atau natural setting, sehingga penelitian ini sering disebut penelitian naturalistic.

Obyek yang alami adalah objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki objek, setelah berada di objek dan keluar dari objek relatif tidak berubah. Dalam penelitian kualitatif peneliti menjadi instrumen. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau Human instrument. Untuk menjadi instrumen peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan mengkontruksi objek yang diteliti menjadi jelas dan bermakana. Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna dibalik yang terlihat dan terucap tersebut ( Sugiyono, 2008: 02).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di beberapa tempat ruang publik di Pekanbaru dengan berjumlah 3 lokasi. Berikut adalah daftar lokasinya:

Tabel 1. Daftar Lokasi Ruang Publik Kota Pekanbaru

No. Ruang Publik Lokasi

1. Car Free Day Kota Pekanbaru Jalan Jendral Sudirman – Jalan Diponegoro

(13)

2. Ruang Terbuka Hijau Putri Kaca

Mayang Jalan Sumatera

3. Taman Kota Pekanbaru Jalan Diponegoro

Peneliti memilih lokasi penelitian di Ruang Publik Kota Pekanbaru karena berdasarkan pengamatan di lapangan masih terdapat kesenjangan akses terhadap ruang-ruang publik di Kota Pekanbaru bagi beberapa kalangan dan kelas, terdapat relasi kuasa antarkelompok sosial (etnis, kelas, gender) yang terlihat dalam penggunaan ruang publik di Pekanbaru.

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan terhitung dari perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai pembuatan laporan penelitian. Penelitian dilaksanakan di bulan Maret 2025 sampai dengan bulan Juni 2025.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data utama, yaitu observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumen. Teknik-teknik tersebut dipilih untuk menjawab rumusan masalah serta mencapai tujuan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang holistik. Berikut penjelasannya:

1. Observasi Partisipatif

Observasi dilakukan secara langsung di tiga ruang publik Kota Pekanbaru, yaitu Car Free Day Jenderal Sudirman, Ruang Terbuka Hijau Putri Kaca Mayang, dan Taman Kota Pekanbaru. Peneliti terlibat dalam aktivitas di lokasi penelitian untuk mengamati dinamika interaksi antarkelompok sosial, pola penggunaan ruang, serta fenomena marginalisasi yang terjadi. Fokus observasi meliputi:

a. Aktivitas dominasi kelompok tertentu (etnis, kelas, gender) dalam mengakses fasilitas ruang publik.

b. Pembatasan akses terhadap kelompok subordinan (misalnya pedagang kecil, masyarakat miskin, penyandang disabilitas).

c. Kebijakan atau regulasi informal yang memengaruhi penggunaan ruang.

(14)

Data dicatat dalam bentuk catatan lapangan (field notes) dan didukung dengan dokumentasi visual (foto/video) setelah memperoleh izin dari pihak terkait.

2. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview)

Wawancara dilakukan secara semi-terstruktur dengan 15 informan yang terdiri dari:

a. Kelompok dominan: Pengelola ruang publik, pedagang bermodal besar, dan pengguna dari kalangan menengah atas.

b. Kelompok subordinan: Pedagang kaki lima, masyarakat miskin, penyandang disabilitas, dan perwakilan etnis minoritas.

c. Pihak terkait: Pejabat dinas tata kota, aktivis LSM, serta tokoh masyarakat.

Pertanyaan wawancara difokuskan pada pengalaman subjek dalam mengakses ruang publik, persepsi tentang keadilan spasial, serta hambatan struktural yang dihadapi. Wawancara direkam (dengan persetujuan informan) dan ditranskrip untuk memastikan akurasi data.

3. Studi Dokumen

Studi dokumen digunakan untuk melengkapi data primer dengan menganalisis:

a. Kebijakan pemerintah daerah terkait tata kelola ruang publik (misalnya Perda RTRW Kota Pekanbaru, Surat Keputusan tentang CFD).

b. Laporan tahunan Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Pekanbaru.

c. Artikel media lokal yang membahas konflik ruang publik di Pekanbaru.

d. Dokumen foto/video historis ruang publik untuk mengidentifikasi

perubahan fisik dan sosial.

Analisis dokumen bertujuan untuk memahami konteks struktural dan legal yang memperkuat ketimpangan akses.

Untuk memastikan validitas data, peneliti melakukan triangulasi dengan membandingkan hasil observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hal ini memungkinkan peneliti mengonfirmasi konsistensi informasi serta mengurangi bias subjektivitas.

(15)

Dengan kombinasi teknik tersebut, penelitian ini diharapkan mampu menggali relasi kuasa dan ketidakadilan spasial secara mendalam, sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif yang menekankan konteks alamiah (natural setting) dan makna subjektif (Lexy Moleong, 2006).

3.5 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif interaktif berdasarkan model Miles, Huberman, dan Saldana (2014). Analisis dilakukan secara manual melalui tiga tahap utama: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi, dengan integrasi teori dan konteks empiris. Berikut penjelasannya:

1. Reduksi Data

Data mentah dari observasi, wawancara, dan studi dokumen diorganisasikan melalui:

a. Transkripsi dan Koding Manual:

Hasil wawancara ditranskrip secara tertulis dan dikelompokkan berdasarkan tema. Koding dilakukan dengan memberi tanda warna atau simbol pada transkrip untuk mengidentifikasi pola seperti:

Hegemoni kelompok dominan (e.g., fasilitas berbayar, regulasi diskriminatif di CFD Jenderal Sudirman).

Marginalisasi akses (e.g., pengusiran pedagang kecil, minimnya fasilitas inklusif).

Relasi kuasa (e.g., interaksi antaretnis, kelas, dan gender di RTH Putri Kaca Mayang).

b. Seleksi Data:

Data yang tidak relevan dieliminasi, sementara data kritis dipertajam untuk fokus pada rumusan masalah.

2. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk naratif dan visual untuk memudahkan interpretasi:

a. Narasi Tematik:

Menjelaskan pola ketimpangan akses dan relasi kuasa melalui kutipan wawancara, catatan observasi, dan dokumen. Contoh:

Dominasi kalangan menengah atas di Taman Tengku Agung Sultanah Latifah vs. ruang publik terbengkalai di Marpoyan Damai.

b. Matriks Komparatif Manual:

Membuat tabel perbandingan dinamika tiga lokasi penelitian (Car Free Day, RTH Putri Kaca Mayang, Taman Kota) berdasarkan kategori etnis, kelas, dan gender.

c. Pemetaan Spasial Manual:

(16)

Menggunakan sketsa lokasi dan foto lapangan untuk memvisualisasikan area dominasi vs. marginalisasi.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Temuan dianalisis secara kritis dengan langkah:

a. Interpretasi Kontekstual:

Mengintegrasikan temuan dengan teori hegemoni budaya (Gramsci, 1971) dan ketidakadilan spasial (Soja, 2010).

Contoh: Regulasi tata ruang yang bias komersial sebagai bentuk reproduksi kekuasaan.

b. Triangulasi:

Memvalidasi data dengan membandingkan perspektif informan (kelompok dominan, subordinan, pemerintah), hasil observasi, dan dokumen kebijakan.

c. Member Check:

Melakukan klarifikasi temuan dengan informan kunci untuk memastikan akurasi representasi pengalaman mereka.

(17)

BAB IV DAFTAR ISI

Badan Pusat Statistik (BPS). (2024). Laporan Pertumbuhan Ekonomi Kota Pekanbaru 2023. Pekanbaru: BPS Kota Pekanbaru.

Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using Thematic Analysis in Psychology. Qualitative Research in Psychology, 3(2), 77-101.

Fauzi, A., & Pratama, R. (2020). Ruang Publik sebagai Medium Integrasi Sosial dalam Masyarakat Multietnis. Jurnal Sosiologi Perkotaan, 12(1), 45-60.

Gramsci, A. (1971). Selections from the Prison Notebooks. New York: International Publishers.

Hakim, R. (2003). Dasar-Dasar Perancangan Kota. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Harahap, D. (2019). Hegemoni Ruang Publik dalam Narasi Pembangunan Kota Modern. Jurnal Antropologi Sosial, 7(2), 112-125.

Lefebvre, H. (1991). The Production of Space. Oxford: Blackwell.

Lexy J. Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook. California: SAGE Publications.

Roesmiati, D. (2019). Hegemoni Bahasa dan Karut Marut Wajah Ruang Publik (Selayang Pandang Wajah Bahasa Ruang Publik di Jawa Timur). Balai Bahasa Jawa Timur.

Soja, E. W. (2010). Seeking Spatial Justice. Minneapolis: University of Minnesota Press.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Ulfah, M. (2023). Ruang Publik dan Dinamika Sosial di Perkotaan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Kota Pekanbaru memiliki 4,35% RTH publik dalam bentuk kawasan lindung (jalur hijau, taman kota, hutan kota), kuburan dan danau

Lokasi trotoar pada Taman Kota berada pada jalan Jaksa agung Suprapto, Taman kota sebagai salah satu ruang publik merupakan salah satu pusat terkonsentrasinya

Pengamatan lapangan, dokumentasi, dan wawancara menjadi sumber data primer dalam menganalisa kualitas ruang terbuka publik Lapangan Merdeka Kota Binjai terhadap aktifitas

Pengamatan lapangan, dokumentasi, dan wawancara menjadi sumber data primer dalam menganalisa kualitas ruang terbuka publik Lapangan Merdeka Kota Binjai terhadap aktifitas

Manajemen ruang publik kota merupakan pengamatan tentang bagaimana orang menggunakan semua bentuk ruang publik seperti jalan, taman, plasa, dan fasilitas

Peserta diminta untuk memilih sendiri lokasi di area Indonesia (dapat berupa taman publik, taman publek area perkotaan, plaza area perkotaan, ruang terbuka area

Selain itu juga kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap layanan kesehatan yang bermutu di kota pekanbaru belum memadai, penyediaan sarana kesehatan hams dibarengi

Analisis pemukiman di Kelurahan Padang Bulan, Senapelan, mencakup lokasi, akses, dan sirkulasi dalam kawasan pemukiman di tengah kota