• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSIKOLOGI BENCANA: Analisis Bencana

N/A
N/A
나나

Academic year: 2023

Membagikan "PSIKOLOGI BENCANA: Analisis Bencana"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PSIKOLOGI BENCANA

“Analisis Bencana”

Disusun Oleh:

Kelompok 1 Psikologi Bencana A

Niken Meilani Putri (2010321008) Nadia Hikary Tusa’dyah (2010321011) Fitri Hayati (2010321024) Siti Nurnajmi Oktafiana (2010321030) Lutfiana Putri (2010321036) Raihana Ravika Noviendri (2010323013)

Dosen Pengampu:

Diny Amenike, M.Psi., Psikolog Septi Mayang Sari, M.Psi., Psikolog

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2023

(2)

Analisis Kasus Psikologi Bencana I. Identifikasi Terminologi

No Terminologi Identifikasi

1. Risiko Menurut KBBI, risiko merupakan suatu akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu peristiwa ataupun tindakan.

2. Dampak bencana Akibat yang membawa pengaruh negative maupun positif dari adanya bencana

3. Gempa Bumi Menurut BNPB, gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi, disebabkan oleh tumbukan antar lempeng, patahan aktif, aktivitas gunung api, dan runtuhan batuan.

4. Banjir Bandang Menurut BNPB, banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar, disebabkan oleh terbendungnya aliran sungai pada alur sungai. Menurut JICA (2012), ketinggian permukaan gelombang dari banjir bandang ini bisa mencapai 3-6 meter.

5. Galodo Galodo merupakan sebutan banjir bandang di daerah Sumatera Barat. Galodo merupakan banjir besar yang terjadi secara tiba-tiba di daerah yang dataran atau permukaan tanahnya rendah.

Diakibatkan oleh intensitas hujan yang cukup tinggi dan terus menerus. Akibat dari galodo ini dapat menghanyutkan rumah, binatang ternak, bahkan manusia.

6. Hujan Hujan merupakan kondensasi uap air pada atmosfer yang mengalami penambahan uap air dan pendinginan. Terdapat beberapa jenis hujan, yaitu

1. gerimis: butiran air yang halus, memiliki diameter kurang dari 500 mikrometer, berasal dari awan dengan ketinggian sedang yaitu 2000 - 7000 kaki di atas permukaan laut

2. hujan deras: air yang turun memiliki diameter 700-1000 mikrometer dengan volume yang besar

3. hujan es: jarang terjadi dan biasanya terjadi kurang lebih 10 menit

(3)

4. salju: hujan yang berbentuk padat pada daerah dingin

7. Regulasi Regulasi adalah aturan yang dibuat otoritas untuk mengawasi segala hal agar berjalan tertib dan lancar

8. Community disaster risk reduction

merupakan sebuah kelompok yang membantu dalam meminimalisir korban bencana, kerugian yang diakibatkan bencana, maupun ketergantungan terhadap bantuan

9. Kontribusi kontribusi adalah sumbangsih yang diberikan dalam berbagai bentuk, baik sumbangan berupa dana, program, sumbangan ide, tenaga yang diberikan kepada pihak lain untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dan efisien

10. Kerugian Kerugian berarti tidak mendapat manfaat, keuntungan, dan sesuatu yang kurang baik. Ada dua jenis kerugian yaitu kerugian materiil dan immateriil

a. Kerugian materiil adalah kerugian yang secara nyata diderita.

b. Kerugian immateriil adalah kerugian atas manfaat atau keuntungan yang mungkin diterima di kemudian hari.

II. Identifikasi Masalah

1. Apa faktor penyebab terjadinya bencana galodo atau banjir bandang?

2. Seperti apa kesiapsiagaan yang perlu dilakukan dalam menghadapi bencana banjir bandang?

3. Apa yang menyebabkan sebuah daerah memiliki risiko bencana yang tinggi jika dikaitkan dengan kasus?

4. Apa dampak yang ditimbulkan apabila regulasi penebangan pohon tidak diatur dengan baik?

5. Bagaimana peran seorang mahasiswa terkhusus sebagai anak asli daerah yang dinyatakan memiliki risiko bencana yang tinggi?

6. Apa saja akibat dari banjir bandang yang terjadi?

7. Bagaimana bentuk dari program komunitas yang diusulkan oleh mahasiswa?

8. Apa itu community disaster risk reduction yang diusulkan oleh mahasiswa dan apa tujuannya?

9. Apa saja tahapan dari proses community disaster risk reduction?

(4)

10. Apa yang menyebabkan warga tidak siap jika dihadapkan kembali dengan bencana setelah melewati kejadian bencana alam yang cukup dahsyat?

11. Bagaimana langkah edukasi untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat agar tidak terlalu khawatir secara berlebihan?

III. Analisa Masalah

1. Faktor penyebab terjadinya banjir bandang

Berdasarkan BPBD, terdapat beberapa penyebab terjadinya banjir bandang yaitu:

a. curah hujan tinggi,

b. membuang sampah sembarangan c. penebangan hutan liar

d. bangunan di daerah resapan air e. faktor tinggi rendahnya daratan f. volume air yang sangat besar

2. Kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi bencana banjir bandang

Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan masyarakat saat terjadinya bencana banjir bandang, diantaranya yaitu:

a. waspada terhadap kubangan, saluran air, arus bawah, dan tempat-tempat tergenangnya air. Adapun resiko yang dapat ditimbulkan ketika melewati area tersebut ialah tenggelam dan terbawa arus.

b. saat banjir terjadi secara tiba-tiba, berusahalah mencari tempat yang lebih tinggi untuk evakuasi diri dan barang-barang berharga.

c. mematikan seluruh aliran listrik, hal ini dapat mencegah resiko kesetrum listrik di atas maupun di dalam air.

d. membersihkan dan menyiapkan tempat untuk penampungan air bersih e. tidak mengemudikan mobil di wilayah banjir, agar tidak terbawa arus banjir.

Tidak hanya itu, masyarakat perlu juga mewaspadai beberapa hal setelah terjadinya bencana banjir, diantaranya yaitu:

1) waspada dengan aliran listrik

2) menghindari air banjir, dikarenakan banyak bakteri dan virus 3) menghindari area yang airnya baru saja surut

4) menghindari air yang bergerak 5) berhati-hati saat memasuki bangunan

6) mencuci tangan dan kaki yang terkena air banjir

7) membuang makanan dan minuman yang terkontaminasi air banjir

(5)

8) melakukan pemberantasan sarang nyamuk

3. Melihat dari kasus yang disajikan, dapat dinyatakan bahwa daerah tersebut memiliki risiko terjadinya bencana salah satunya yaitu banjir bandang. Hal ini dikarenakan lokasi rumah yang banyak dikelilingi bukit dan hutan yang lebat serta adanya aliran sungai.

Daerah yang memiliki risiko terkena bencana adalah sebagai berikut:

1. Daerah yang dulunya sudah pernah terjadi bencana serupa. Daerah seperti ini sangat rawan mendapatkan bencana yang serupa apabila penyebab dari bencana sebelumnya sudah mulai dilupakan oleh masyarakat setempat, sehingga daerah tersebut mulai meningkatkan risiko untuk bencana selanjutnya.

2. Daerah yang berlokasi di area perbukitan, hutan dan aliran sungai. Daerah yang berlokasi di area ini sangat lebih rentang terkena bencana seperti longsor bahkan banjir bandang atau yang lebih dikenal dengan galodo. Hal ini dikarenakan daerah area ini sangat tergantung dari bagaimana kondisi bukit dan hutan yang akan dijaga oleh masyarakatnya.

3. Daerah yang minim peraturan dalam regulasi penebangan pohon. Daerah yang tidak menetapkan dengan jelas aturan dan batasan dalam proses penebangan pohon dan bahkan mencapai pada penggundulan hutan sangat berpotensi terjadinya bencana longsor maupun banjir bandang.

4. Dampak yang ditimbulkan apabila regulasi penebangan pohon tidak diatur dengan baik yaitu akan banyaknya oknum yang menebang pohon apa saja yang memang berada di ladangnya. Ketika hal ini terjadi maka daerah tersebut akan menjadi gersang dan tidak ada lagi yang membantu tanah menyerap lebih banyak air. Ketika terjadi hujan lebat, hutan sebagai penyerap air tidak dapat lagi menyerap dan menyimpan air dalam jumlah banyak. Sehingga suatu daerah akan menjadi rawan terhadap bencana seperti tanah longsor, banjir, erosi,dll.

5. Sebagai bagian dari daerah yang dinyatakan memiliki risiko tinggi mengalami bencana, seorang mahasiswa seharusnya ikut andil dalam menjaga daerahnya sebagai bentuk pengabdian kepada lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu mahasiswa psikologi dalam kasus yang disajikan dapat melaksanakan upaya dalam menurunkan risiko bencana di daerahnya dengan cara sebagai berikut :

a. mengusulkan agar bisa dibuatkan program komunitas dalam rangka pengurangan risiko bencana atau community disaster risk reduction.

(6)

b. mengajak teman-teman sejurusan ataupun teman-teman seperantauan yang berasal dari wilayah yang sama untuk bisa memberikan kontribusi.

c. berperan aktif dalam penyampaian pentingnya menjaga lingkungan kepada masyarakat sebagai upaya awal untuk menurunkan risiko terjadinya bencana.

d. selanjutnya dalam jangka panjang dan semisal bencana terjadi, maka mahasiswa psikologi tersebut sebaiknya ikut dalam pelatihan PFA (Psychological First Aid) agar ia dapat memberikan bantuan secara psikologis kepada masyarakat yang terdampak.

6. Banjir bandang mengakibatkan 20 rumah rusak berat, 1 sekolah rusak berat, akses jalan yang terputus, 1 orang warga hilang dan ditemukan meninggal dunia, dan 10 orang mengalami luka sedang hingga berat. Beberapa potongan batang pohon beserta material lumpur yang terbawa arus mengenai beberapa rumah warga sehingga mengakibatkan kerusakan. Kerugian yang tentunya tidak sedikit dialami warga desa baik secara material maupun non material.

7. Program yang diusulkan oleh mahasiswa adalah program komunitas community disaster risk reduction. Program ini dibuat untuk mengurangi risiko bencana karena regulasi terkait dengan penebangan pohon tidak diatur dengan baik. Karena regulasi tidak diatur dengan baik, siapapun bisa menebang pohon apa saja yang ada di ladangnya. Program ini disetujui oleh pihak wali nagari. Peran mahasiswa dalam komunitas ini adalah merancang materi, mempersiapkan materi yang dibutuhkan oleh komunitas, dan mengajak teman sejurusan atau teman seperantauan dari wilayah yang sama untuk memberikan kontribusi.

8. Pengurangan resiko bencana atau disaster risk reduction adalah suatu program yang ditujukan untuk mencegah risiko bencana baru dan mengurangi dampak bencana yang ada dan mengelola risiko residual, yang semuanya berkontribusi untuk memperkuat ketahanan dan mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan.

9. Disaster risk reduction terdiri dari tiga tahapan yaitu implementation, monitoring, dan evaluation. Setelah rancangan program diimplementasikan, Penting untuk memantau implementasi kebijakan dan kerangka kerja strategis yang disepakati, serta program dan proyek individu sehingga berbagai pemangku kepentingan mulai dari penyandang dana dan pembayar pajak hingga orang-orang di lapangan yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan dari tindakan ini dapat diyakinkan bahwa implementasi berada di jalur yang benar; atau jika tidak, tindakan korektif dapat diambil. Evaluasi melibatkan proses analitis yang objektif dan ketat menggunakan berbagai jenis data dan metodologi

(7)

untuk meningkatkan pemahaman kita tentang mekanisme kausal dan faktor yang mendasari mengapa intervensi berhasil atau tidak berhasil, dalam keadaan apa, dan untuk siapa.

10. Perasaan yang Intens atau Tak Terduga. Korban bencana mungkin akan merasa cemas, gugup, kewalahan, atau sedih yang mendalam. Mereka juga mungkin merasa lebih mudah tersinggung atau murung dari biasanya. Hal tersebut wajar terjadi karena memiliki rasa trauma dan takut akan datangnya bencana. Namun dengan adanya dukungan dan evakuasi dini akan meminimalisir terjadinya rasa stress berlebihan yang menyebabkan depresi bagi masyarakat

11. Melansir halodoc, Ada sejumlah langkah yang dapat dilakukan untuk membangun kesejahteraan emosional dan mendapatkan rasa kendali setelah bencana. Caranya antara lain:

a. Beri Waktu untuk Menyesuaikan Diri. Masa-masa setelah bencana bisa menjadi momen yang sangat sulit dalam hidup. Biarkan individu meratapi kehilangan yang dialami dan cobalah memberikan dukungan

b. Memberikan Dukungan. Memberikan dukungan kepada korban bencana akan sangat membantu proses penyembuhan trauma. Dukungan sosial adalah komponen kunci untuk pemulihan pasca bencana. Keluarga dan teman bisa menjadi sumber penting. Individu tersebut juga dapat menemukan dukungan dan kesamaan dari mereka yang juga selamat dari bencana.

c. Komunikasikan Pengalamanmu. Ekspresikan apa yang korban rasakan dengan cara apa pun yang ia rasa nyaman, misalnya seperti berbicara dengan keluarga atau teman dekat, membuat buku harian, atau terlibat dalam aktivitas kreatif.

d. Bergabung dengan Kelompok Pendukung. Temukan kelompok pendukung yang dipimpin oleh para profesional yang terlatih dan berpengalaman.

Kelompok dukungan sering tersedia untuk para korban bencana dan diskusi kelompok dapat membantumu menyadari bahwa kamu tidak sendirian.

e. Terapkan Gaya Hidup Sehat untuk Mencegah Stres. Makan makanan dengan gizi seimbang dan perbanyak istirahat. Jika terus-menerus mengalami kesulitan tidur, mungkin bisa menemukan beberapa bantuan melalui teknik relaksasi. Hindari alkohol dan obat-obatan karena dapat menjadi pengalihan yang berbahaya.

(8)

f. Lakukan Kembali Rutinitas Harian. Melakukan beberapa hal seperti tidur dan bangun dengan siklus yang teratur atau mengikuti program olahraga.

Bangun beberapa rutinitas positif untuk mendapatkan sesuatu untuk dinantikan selama masa sulit ini, seperti melakukan hobi, berjalan-jalan di taman, atau membaca buku yang bagus.

IV. Skema

V. Perumusan Learning Objective

1. Mengetahui definisi dari sebuah risiko dalam kajian bencana 2. Mengetahui definisi dari disaster risk reduction

3. Mengetahui konsep community disaster risk reduction

4. Mengetahui pendekatan dalam edukasi disaster risk reduction 5. Mengetahui kesiapsiagaan bencana berdasarkan tinjauan sosial

(9)

6. Mengetahui upaya pengurangan risiko bencana berbasis ekosistem 7. Mengetahui hal yang harus dipertimbangkan dalam manajemen bencana VI. Pembahasan Learning Objective

1. Risiko didefinisikan sebagai unsur dalam suatu bahaya maupun kerentanan (Uitto

& Shaw, 2016). Bahaya adalah fenomena alam yang terjadi sejak dahulu kala yang biasanya mengarah pada definisi dari sebuah bencana. Sebuah Bencana di masa sekarang dapat dipelajari secara sistematis dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolog sehingga masyarakat lebih bisa mengetahui titik-titik rawan berbagai jenis bahaya – seperti daerah yang aktif secara seismik, daerah rawan siklon, daerah rawan banjir, dan sebagainya. Diketahui juga bahwa beberapa jenis bahaya sangat sulit atau hampir mustahil untuk diprediksi seperti gempa bumi. Oleh karena itu, kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi mendapat perhatian yang tinggi untuk meminimalkan dampak bahaya ini terhadap pemukiman manusia dan ekosistem tempat mereka bergantung. Kerentanan jauh lebih dinamis dan sulit untuk dipahami sehingga muncul sebagai permasalahan utama dalam melindungi umat manusia dari bahaya yang berkaitan dengan lingkungan dan iklim. penjelasan lain terkait risiko oleh UNISDR (2009) menggabungkan dalam Disaster Risk yaitu Potensi kerugian akibat bencana, berupa nyawa, status kesehatan, mata pencaharian, aset dan layanan, yang dapat terjadi pada komunitas atau masyarakat tertentu dalam jangka waktu tertentu di masa depan. Selanjutnya secara lebih jelas resiko dapat dilihat dalam beberapa sudut pandang yaitu (Uitto & Shaw, 2016) :

a. Revisiting and Framing Risk i. Disaster Risk

Umumnya bencana diketahui memiliki dua pembagian yaitu bencana dari alam dan bencana akibat ulah manusia. Namun, belakangan ini pandangan tersebut telah berubah dimana bencana bukanlah sesuatu yang bersifat alami, melainkan merupakan produk dari lingkungan yang diciptakan melalui keputusan manusia tertentu tanpa mempertimbangkan bahaya alam atau mempertimbangkan dampak keputusan terhadap lingkungan secara luas. Oleh karena itu risiko dari sebuah bencana bergantung kepada bagaimana keputusan manusia didalamnya. langkah-langkah pengurangan risiko secara signifikan mengurangi hilangnya nyawa dan aset di daerah rawan bencana.

(10)

ii. Risk from Climate Change

Perubahan iklim dianggap sebagai penyebab utama meningkatnya frekuensi dan intensitas bahaya hidrometeorologi. Laporan SREX mencatat bahwa “Risiko bencana muncul dari interaksi kejadian cuaca atau iklim, kontributor fisik terhadap risiko bencana, dengan paparan dan kerentanan, kontributor risiko dari sisi manusia” (IPCC 2012). Bahaya kesehatan yang berhubungan dengan iklim dan cuaca, seperti penyakit yang ditularkan melalui air dan vektor serta gangguan yang disebabkan oleh tekanan panas diperkirakan akan memperburuk masalah kesehatan.

iii. Risk from Environmental Degradation

Interaksi lingkungan dan bencana belum dieksplorasi sepenuhnya di dunia yang mengalami urbanisasi tinggi. Daerah perkotaan mengalami pertumbuhan baik secara horizontal maupun vertikal.

Ekspansi perkotaan memakan lahan di daerah pinggiran kota dan pedesaan, termasuk lahan pertanian, lahan reklamasi, saluran drainase alami, daerah dataran rendah, perbukitan dan lereng, dan bahkan lahan hutan. Perluasan perkotaan juga mengakibatkan peningkatan permukaan beraspal/keras berupa jalan, area parkir, bangunan, infrastruktur lainnya, dll. Permukaan keras tidak memungkinkan air hujan meresap sehingga mempengaruhi proses pengisian ulang air tanah. Peningkatan banjir bandang baru-baru ini dan genangan air yang berkepanjangan di pemukiman manusia juga merupakan hal yang sama disebabkan oleh dampak buruk urbanisasi.

Deforestasi dan degradasi hutan, perubahan penggunaan lahan tanpa mempertimbangkan sensitivitas ekologis, pembuangan limbah di lahan terbuka tanpa pengolahan ilmiah, pencemaran permukaan dan tanah dengan membuang limbah manusia dan industri, serta pencemaran udara, air, dan kebisingan – semuanya termasuk dalam kategori kegiatan-kegiatan yang menyebabkan degradasi lingkungan.

iv. Risk from Psychological Perspective

(11)

Mengingat sifat perspektif risiko psikologis, kita harus ingat bahwa keadaan psikologis tidak pernah menyebabkan bahaya apa pun.

Penelitian psikologis tentang bencana biasanya tidak membahas bahayanya. Sebaliknya, risiko bencana dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kerentanan dan dampak kerusakan, ketahanan, dan adaptasi. Meskipun keadaan psikologis secara tidak langsung berkaitan dengan terjadinya suatu bahaya, jenis dan sifat bahaya dibahas dalam hubungan langsung dengan keadaan psikologis.

Ketika seseorang mempertimbangkan risiko, kerusakan yang disebabkan oleh suatu bahaya biasanya diperlakukan sebagai variabel terikat yang dipengaruhi oleh kerentanan individu dan komunitas.

Namun, dalam kasus risiko psikologis, kerusakan fisik yang disebabkan oleh suatu bahaya dihitung sebagai variabel independen.

Hal ini karena reaksi psikologis tidak disebabkan oleh bahaya itu sendiri, melainkan oleh makna dan pengalaman dari bahaya tersebut.

b. Dimensions of Human Vulnerability i. Physical Vulnerability

Kerentanan fisik pada dasarnya bergantung pada paparan terhadap suatu bahaya. Hal ini pada gilirannya terkait erat dengan lokasi dan sebaran bahaya secara spasial. Oleh karena itu, tampaknya adalah mungkin untuk mengatasi kerentanan dengan mengatasi paparan melalui cara-cara seperti perencanaan penggunaan lahan, zonasi, dan rekayasa struktural. Solusi-solusi seperti ini nampaknya menarik bagi para politisi dan pihak berwenang karena bersifat konkrit dan terkesan apolitis. Tidak ada keraguan bahwa tindakan rekayasa penting untuk mengurangi kerentanan. Bangunan yang dibangun dengan baik dan struktur lainnya, misalnya, dapat menahan guncangan yang disebabkan oleh gempa bumi atau angin kencang saat badai.

ii. Social Vulnerability

Kerentanan sosial dimaksudkan untuk mencakup dimensi-dimensi seperti status ekonomi, karakteristik sosial, dan kekuatan politik individu, kelompok, dan komunitas. Tingkat kerentanan sosial

(12)

ditentukan oleh berbagai faktor yang terkait. Kerentanan sosial berkaitan dengan kerentanan fisik dan mempunyai dimensi geografis.

Masyarakat dan kelompok yang kurang beruntung sering kali diasingkan ke lokasi yang rentan. Di perkotaan, masyarakat miskin tinggal di lingkungan yang rentan terhadap bahaya alam dan bencana akibat ulah manusia kerentanan bervariasi secara spasial karena lingkungan alam serta perumahan dan struktur sosial.

iii. Psychological Vulnerability

Ketika sebuah bencana menimpa manusia, mereka akan segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk bertahan hidup, dan terkadang hal tersebut terlihat penyesuaian berlebihan dan menimbulkan perasaan bahagia karena telah selamat (disebut fase bulan madu); tapi seiring berjalannya waktu mereka menemukan apa yang hilang dan tingkat penyesuaiannya menurun (disebut fase Kekecewaan). Kemudian orang-orang memulai proses pemulihan yang sebenarnya secara bertahap. Beberapa orang tidak bisa mengikuti hal ini jalur dan harus kembali ke kehidupan sehari-hari sambil menjaga kondisi maladaptif; namun orang lain tidak dapat kembali ke kehidupannya sama sekali. Ini adalah saat kejadian PTSD terjadi.

2. Menurut UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction) Disaster Risk Reduction merupakan konsep dan praktik pengurangan risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisis dan mengelola faktor-faktor penyebab bencana, termasuk melalui pengurangan paparan terhadap bahaya, pengurangan kerentanan manusia dan harta benda, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap kejadian buruk (UNISDR, 2009).

3. Pendekatan berbasis komunitas telah diterima sebagai salah satu praktik standar untuk menyelesaikan isu-isu lingkungan hidup atau isu-isu pengurangan risiko bencana (Uitto & Shaw, 2016). Pendekatan pengurangan risiko berbasis masyarakat/komunitas sering digambarkan dan dianalisis sebagai tantangan penting dalam pengurangan risiko berbasis masyarakat yang berkembang dalam dua isu pedoman yaitu :

(13)

a. isu keberlanjutan : bagaimana mempertahankan inisiatif masyarakat dalam jangka waktu yang lebih lama

b. isu peningkatan : bagaimana menyebarkan pengalaman intervensi masyarakat percontohan ke masyarakat yang lebih luas

Uitto & Shaw (2016) didalam bukunya menyebutkan beberapa daerah/negara yang telah melaksanakan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas. berdasarkan contoh tersebut dapat diketahui bahwa isu-isu pengurangan risiko dari suatu bencana baik untuk aspek kesiapsiagaan sebelum bencana maupun isu-isu pemulihan pasca bencana perlu dikaitkan dengan isu-isu pembangunan untuk keberlanjutannya dalam pendekatan berbasis masyarakat. Ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan untuk ini seperti :

a. Pertama, penting untuk mempertimbangkan kebutuhan pembangunan yang tepat di tingkat lokal. Berdasarkan konteks perkotaan dan pedesaan, kebutuhan pembangunan berbeda. Penting untuk menemukan kebutuhan pembangunan yang tepat sehingga pendekatan berbasis masyarakat dapat dirumuskan.

Masyarakat perlu mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang tepat di tingkat lokal, yang perlu dilakukan melalui kerja sama yang erat dengan pemerintah daerah.

b. Kedua, penting untuk menemukan “Agen Perubahan” yang tepat dan efektif untuk pendekatan berbasis masyarakat. Dalam beberapa kasus, kelompok masyarakat lokal yang ada bisa menjadi efektif, seperti kelompok perempuan, kelompok pemuda, atau lembaga relawan lainnya. Dalam beberapa kasus, kelompok baru perlu dirumuskan.

c. Ketiga, untuk meningkatkan keberlanjutan pendekatan-pendekatan tersebut, diperlukan keterkaitan dengan sistem tata kelola yang ada, terutama di tingkat lokal. Pemerintah kota atau kotamadya perlu mengidentifikasi dan mengenali pendekatan berbasis masyarakat dan agen perubahan yang mungkin ada, serta mengembangkan sistem keberlanjutan agar kegiatan dapat dilanjutkan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, kombinasi pembangunan yang tepat kebutuhan, agen perubahan yang tepat, dan sistem tata kelola lokal perlu dipadukan demi keberhasilan sistem pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.

(14)

4. Menurut Uitto dan Shaw (2016), terdapat tiga jenis pendekatan dalam edukasi pengurangan risiko bencana, yakni:

a. Pendekatan Formal

Pendekatan ini bersifat terstruktur, formal, dan biasanya diadakan di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah atau pusat pembelajaran.

Setelah menyelesaikan edukasi ini, peserta akan menerima sertifikat kelulusan. Partisipasi dalam program ini wajib dan biasanya dilakukan penilaian pembelajaran.

b. Pendekatan Nonformal

Pendekatan nonformal adalah pendekatan edukasi yang terstruktur tetapi tidak resmi. Pendekatan non formal dapat dilakukan di sekolah atau di luar sekolah. Tidak ada sertifikat yang diberikan pada akhir program dan partisipasi dalam pendekatan ini bersifat sukarela. Edukasi nonformal ini membantu mengatasi ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan yang berbeda.

c. Pendekatan Informal

Pendekatan ini tidak terstruktur dan bersifat spontan. Individu tidak perlu secara sadar mencari pelajaran, tetapi pembelajaran terjadi secara alami.

Contoh-contoh pendekatan informal ini mencakup percakapan dalam keluarga, program televisi, artikel koran, poster, dan selebaran.

5. Pengembangan kerangka dimulai dengan melakukan kajian terhadap faktor-faktor kritis (critical factors) yang berpengaruh signifikan terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami. Kajian dilakukan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: brainstorming, focus group discussions, clue card, dan desk review. Dari kajian ini disepakati 5 faktor kritis yang berkaitan dengan kesiapsiagaan yaitu:

a. Pengetahuan (P)

Pengetahuan yang berkaitan dengan fenomena alam dan kesiapsiagaan.

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan.

Pengalaman bencana tsunami di Aceh dan Nias serta berbagai bencana yang terjadi di berbagai daerah lainnya memberikan pelajaran yang sangat berarti akan pentingnya pengetahuan bencana alam.

(15)

b. Kebijakan, Peraturan dan Panduan (K)

Kebijakan dan panduan merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan siaga bencana. Kebijakan yang diperlukan adalah kebijakan pendidikan publik, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya, termasuk pendanaan, organisasi pengelola, sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas-fasilitas penting untuk kondisi darurat bencana.

c. Rencana untuk Keadaan Darurat Bencana (ROB)

Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongan pertama dan penyelamatan, agar korban bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah kejadian bencana, terutama sebelum datangnya bantuan dari luar.

d. Sistem Peringatan Bencana (PB)

Sistem ini meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana. Dengan adanya peringatan bencana, masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat terutama untuk mengurangi korban jiwa.

e. Mobilisasi Sumber Daya (MSD)

Kemampuan untuk memobilisasi sumber daya yang tersedia, baik SDM, maupun pendanaan dan sarana- prasarana sangatlah penting. Kemampuan ini menjadi potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan mengantisipasi bencana gempa dan tsunami. Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial.

6. Sudmeier-Rieux dan Ash (2009) mendefinisikan Ecosystem-based disaster risk reduction (pengurangan risiko bencana berbasis ekosistem) (Eco-DRR) mengacu pada kegiatan pengambilan keputusan yang mempertimbangkan kebutuhan penghidupan manusia saat ini dan masa depan. Memenuhi kebutuhan biofisik ekosistem dan adanya peran ekosistem dalam mendukung masyarakat untuk bersiap menghadapi, mengatasi, dan pulih dari situasi bencana. Upaya pengurangan risiko bencana yang berfokus pada ekosistem dapat dilakukan dengan menjaga kelestarian hutan, merawat area konservasi,

(16)

mengelola daerah aliran sungai dengan baik, mengelola wilayah pesisir, memulihkan dan memperbaiki ekosistem mangrove, serta melakukan restorasi pada terumbu karang.

Alasan untuk mengintegrasikan pengelolaan berbasis ekosistem antara lain:

1. Dapat mengurangi kerentanan terhadap bencana alam 2. Bencana alam memiliki dampak yang besar

3. Biaya pencegahan bencana lebih sedikit dibandingkan biaya untuk memperbaiki kerusakan akibat bencana

4. Populasi tergantung pada ekosistem untuk kehidupan mereka

5. Bencana alam dan penanggulangan bencana memiliki dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati

7. Menurut Uitto & Shaw, (2016) hal yang harus dipertimbangkan untuk persiapan terhadap bencana yang diperparah oleh perubahan iklim yaitu sebagai berikut :

a. Keanekaragaman.

Dalam konteks perubahan iklim dan bencana, hal ini berarti memperkuat ketahanan lokal dan mengurangi risiko dengan memastikan bahwa perubahan eksternal apapun, seperti peristiwa pemicu bencana, tidak akan menggoyahkan keberlanjutan sebagian besar fungsi masyarakat. Jenis-jenis strategi yang dikembangkan untuk mengatasi bencana yang diperparah oleh perubahan iklim juga harus beragam (misalnya, mandat, insentif, struktural, pendidikan, dll).

Keanekaragaman ini mengurangi kemungkinan terjadinya kesenjangan dalam rencana manajemen keseluruhan dan menyediakan proses yang baik untuk menguji dan menyempurnakan pembuatan kebijakan.

b. Manfaat Jangka Pendek dan Tujuan Jangka Panjang.

Manajemen bencana dan adaptasi perubahan iklim memerlukan jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi manfaat jangka pendek dan komunikasi yang jelas kepada para pengambil keputusan dan anggota masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap manajemen bencana.

Pertanyaan yang perlu dipertimbangkan saat mengevaluasi pilihan kebijakan adalah sebagai berikut: Apakah strategi tersebut memperkuat viabilitas ekonomi jangka panjang? Apakah strategi tersebut mengurangi emisi gas rumah kaca?

Akankah kesehatan ekosistem lokal (dan layanan ekosistem terkait) diperkuat sebagai hasilnya?dan Apakah strategi tersebut berkontribusi pada upaya

(17)

keberlanjutan regional, nasional, dan global dengan tidak menciptakan beban yang tidak perlu di area lain (eksternalitas)?

c. Koneksi Regional.

Koneksi regional harus dibangun dan diperkuat karena perubahan iklim adalah fenomena global dengan konsekuensi yang bersifat spasial. Kolaborasi regional sangat penting dalam pengembangan ilmu perubahan iklim dan dalam pengembangan opsi kebijakan untuk dampak yang memiliki jangkauan spasial besar. Pengembangan proyeksi perubahan iklim dengan resolusi tinggi dapat mahal, sehingga kolaborasi antara mitra regional dapat menguntungkan semua yurisdiksi. Demikian pula, beberapa dampak perubahan iklim, seperti yang terkait dengan kenaikan permukaan laut juga memerlukan strategi yang saling melengkapi secara regional.

(18)

Daftar Pustaka

Uitto, J. I., & Shaw, R. (2016). Sustainable development and disaster risk reduction: Introduction.

Tokyo : Springer Japan.

UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction). (2009). Terminology on Disaster Risk Reduction

(19)

Logbook

No Hari/Tanggal Kegiatan PJ

1. Kamis, 28

September 2023

Mendiskusikan tugas yang akan dikerjakan melalui WAG

Seluruh anggota kelompok

2. Jumat – Minggu, 29

September - 1 Oktober 2023

Masing masing anggota menyelesaikan tugas yang telah dibagikan secara acak melalui aplikasi spinner

Seluruh anggota kelompok 1. Terminologi:

Lutfiana Putri (2010321036)

Nadia Hikary Tusa’dyah (2010321011)

2. Identifikasi dan Analisa:

semua anggota kelompok 3. Skema dan logbook: Siti

Nurnajmi Oktafiana (2010321030) 4. Rumusan dan

Pembahasan LO:

Niken Meilani Putri (2010321008) Fitri Hayati (2010321024) Raihana Ravika

Noviendri (2010323013)

3. Senin, 2 Oktober

2023

Pengumpulan tugas yang telah selesai melalui link g.drive.

Seluruh anggota kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kapasitas masyarakat yang akhirnya mengurangi risiko bencana kekeringan melalui program pengurangan risiko bencana dapat berdampak pada pengurangan

Tabel 1 : Prosentase 5 Aspek Kesiapsiagaan Secara rinci aspek 1 merupakan pengetahuan dan tanda-tanda akan terjadinya bencana tergambarkan 56,11%, aspek 2 yaitu dampak

Dalam kaitannya kaitannya dengan dengan pengurangan pengurangan risiko risiko bencana bencana maka maka upaya upaya yang yang dapat dapat dilakukan dilakukan untuk untuk

dalam kesiapsiagaan serta pengurangan resiko bencana. Melaksanakan sistem penanggulangan bencana yang efektif dan efisien secara terencana,terkoordinasi dan

kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada. sebelum, pada saat, dan setelah

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa program Sekolah Siaga adalah bentuk dari usaha Pemerintah dalam upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah

Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa Barat berperan sebagai Platform Pengurangan Risiko Bencana di tingkat Provinsi yang menyediakan mekanisme koordinasi

Pembangunan - Koordinasi kerjasama pembangunan antar daerah dalam pengurangan risiko bencana - Fasilitasi kerjasama dengan dunia usaha/ lembaga dalam.. pengurangan