NAMA : Syifa maulana a.z NIM ;126302211020
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN FILSUF ISLAM AL-KINDI DAN AR- RAZI
1. AL-KINDI
biografi
Al kindiadalah seorang tokoh filsuf pertama dari kalangan islam, al kindi lahir di kufah putra dari penjabat pemerintah pada masa khalafiyah harun ar rasyid. Al kindi ini mahir dalam 2 bahasa yaitu bahasa suryani dan yunani, al kindi juga salah satu seorang ilmuwan besar muslim dalam bidang kedokteran dan pemilik salah satu pemikiran terbesar yang dikenal sepanjang peradaban manusia. Pada masa kecilnya al kindi menghabiskan waktunya di kufah bersama orang tuannya. Ketika al kindi masih anak-anak ayahnya meninggal dunia setelah ayahnya meninggal al kindi mengendorkan semangatnya. Tetapi al kindi tetap terus mempelajari berbagai macam ilmu di Kufah, Basrah dan Baghdad. Dia memulai belajarnya dari ilmu-ilmu agama, kemudian filsasat, logika, matematika, musik, astronomi, fisika, kimia, geografi, kedokteran dan tekhnik mesin.
Skill-skill al kindi dalam bidang filsafat dan penemuannya dalam bidang kedokteran serta kemampuannya sebagai insinyur telah di akui oleh para ilmuwan-ilmuwan yang lain.
Kecerdasan dan kemampuan-kemampuan al kindi dalam berbagai bidang sempat dia dibenci oleh orang-orang yang tidak menyukai al kindi sehingga al kindi sempat saja mau dimasukan dipenjara, dicambuk, dan dirampas. Anehnya, diantara mereka juga ada yang menjelek- jelekkan prilakunya dan mengklaimnya sebagai orang pelit.
Pemikiran filsuf al kindi
Pembangunan ideologi filsafat al kindi merupakan gambaran doktrin-doktrin yang diperoleh dari sumber-sumber yunani klasik dan warisan neo-platonis yang dipadukan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Oleh sebab itu dasar pemikiran filsafat yang medasari keseluruhan pemikiran al kindi ditemukan dalam risalah. Dalam risalah tersebut al kindi telah peringkasan atas difinisi-definisi dari literatur yunani dalam bentuk yang sederhana. Ringkasan yang pada awalnya hendak memaparkan filsafat yunani, oleh banyak sejarawan dinilai hanya merupakan ringkasan definisi secara harfiah saja yang merujuk kepada aristoteles tanpa kepastian yang jelas atas validitas sumbernya.
Sementara dalam risalah Al-Kindi yang khusus memaparkan bagian permulaan dari disiplin filsafat, Al-Kindi mengemukakan enam defenisi filsafatyang seluruhnya bercorak Platonis. Menurut Al-Kindi Filsafat adalah ilmu tentanghakikat sesuatu dalam batas kesanggupan manusia yang meliputi ilmu ketuhanan, ilmu keesaan, ilmu keutamaan, dan kajian apapun yang berguna bagi kehidupan manusia. Al-Kindi juga berpandangan bahwa tujuan parafilosof dalam berteori adalah mengetahui kebenaran yang kemudianditindaklanjuti dengan amal perbuatan dalam tindakan, semakin dekat manusia pada kebenaran, akan semakin dekat pula pada kesempurnaan.
2. AR-RAZI
biografi
Nama panjang ar razi adalah abu bakar muhammad bin zakariya ar razi atau dikenal sebagai rhazes. Ia merupakan seorang pakar sains iran yang hidup diantara 864 – 930 tahun.
Ia lahir di rayy, terheran pada tahun 251 H. / 865 M. Dan wafatnya pada tahun 313 H. / 925 M. Diawal kehidupannya ar razi tertarik pada seni musik. Namun ia juga tertarik pada pada bidang-bidang lainnya sehingga ar razi kebanyakan masa hidupnya dihabiskan untuk mendalami bidang-bidang tersebut, bidang apa saja yang di dalami oleh ar razi ? yaitu bidang ilmu seperti kimia, filsafat, logika, matematika, dan fisika.
Walaupun pada akhirnya beliau dikenal sebagai ahli pengobatan seperti Ibnu Sina, pada awalnya al-Razi adalah seorang ahli kimia. al-Razi meninggalkan dunia kimia karena penglihatannya mulai kabur akibat ekperimen-eksperimen kimia yang meletihkannya dan dengan bekal ilmu kimianya yang luas lalu menekuni dunia medis-kedokteran, yang rupanya
menarik minatnya pada waktu mudanya. Beliau mengatakan bahwa seorang pasien yang telah sembuh dari penyakitnya adalah disebabkan oleh respon reaksi kimia yang terdapat di dalam tubuh pasien tersebut. Dalam waktu yang relatif cepat, ia mendirikan rumah sakit di Rayy, salah satu rumah sakit yang terkenal sebagai pusat penelitian dan pendidikan medis. Selang beberapa waktu kemudian, ia juga dipercaya untuk memimpin rumah sakit di Baghdad.
Al-Razi berhasil memberikan informasi lengkap dari beberapa reaksi kimia serta deskripsi dan desain lebih dari dua puluh instrument untuk analisis kimia. Al-Razi dapat memberikan deskripsi ilmu kimia secara sederhana dan rasional. Sebagai seorang kimiawan, beliau adalah orang yang pertama mampu menghasilkan asam sulfat serta beberapa asam lainnya serta penggunaan alkohol untuk fermentasi zat yang manis.
Pemikiran filsuf ar razi
a. Metafisik
Ar razi di kenal dengan ajaran 5 kekal yaitu : 1. Al bariy (allah ta’ala)
2. Al nafs al-kulliyat (jiwa universal) 3. Al hayula al-ula (materi pertama) 4. Al makan al muthlaq (ruang absolut) 5. Al zaman al muthlaq (masa absolut)
Dari lima yang kekal ini hidup dan aktif yakni tuhan dan roh. Di antaranya itu tidak hidup dan pasif, yaitu materi, dua dan lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak juga pasif yakni ruang dan masa.
b. Filsafat rasional (akal)
Al-Razi adalah seorang rasionalis yang hanya percaya pada kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu dan nabi-nabi. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui apa yang baik serta apa yang buruk, untuk tahu pada Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini.
Dalam hal ini, Badawi menerangkan alasan-alasan al-Razi dalam menolak kenabian, adapun alasan-alasannya antara lain: pertama, akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang berguna dan tidak berguna. Kedua, tidak ada alasan yang kuat bagi pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing semua orang karena semua orang lahir dengan kecerdasan yang sama. Perbedaan manusia bukan karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan dan pendidikan. Ketiga, para Nabi saling bertentangan.
Pertentangan tersebut seharusnya tidak ada jika mereka berbicara atas nama satu Allah.
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN FILSUF ISLAM AL FARABI DAN IBNU SINA
1. AL FARABI
Biografi
Dalam sejarah, riwayah hidup Al-Farabi tidak termaktub dengan jelas, karena Al-Farabi sendiri maupun pengikutnya tidak pernah menulis dan merekam kehidupannya. . Yang ada hanya beberapa karangan yang menerangkan tentang sebagian biografi beliau seperti buku Wafayat Al-A’yan karangan Ibnu Khalikan. Beliau adalah orang Turki, lahir di desa Wasij dekat daerah Farab, Transoxiana pada tahun 258 H. Nama aslinya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag Al-Farabi, yang dikenal dengan Avennoser. Bapaknya seorang perwira tentara dari Parsi sedang ibunya berasal dari Turkistan. Bahasa yang dipakainya sehari-hari ialah bahasa Arab, disamping itu ia tidak lupa mempelajari bahasa Turki dan bahasa Parsi seperti juga ia belajar dan mengamalkan ajaran Islam yang dipeluknya dengan penuh keyakinan. Kealiman Al-Farabi dalam filsafat ditunjang oleh keahliannya dalam bidang logika, sehingga disebut oleh para ahli sejarah filsafat dengan sebutan Al-Mu’allim as-Tsani (guru kedua) Artinya dialah guru kedua sesudah Aristoteles.
Keahlian Al-Farabi dalam bidang logika melebihi Al-Kindi. Meskipun diakui bahwa Al- Kindi mempunyai filsafat yang sudah demikian baik, tetapi karena ia kalah dalam bidang logika maka ia dapat mengungguli Al-Farabi. Al-Farabi telah membicarakan berbagai sistem logika sehingga mudah dipahami, iapun telah dapat menjelaskannya dengan baik dan mensistematisirnya dengan teratur, dengan demikian logika itu bertambah mudah dimengerti (Yunasril Ali, 1991: 40).
Pemikiran filsuf AL-farabi
Menurut Al-Farabi, wujud alam ini memancarkan dari yang pertama atas dasar pancaran, yang dijelaskan dengan menggunakan istilah emanasi (Al-Faidh), tetapi teori emanasi itu pasti melahirkan pantheisme, yang bertentangan dengan teori creatio ex nihilo (penciptaan dari tidak ada); Allah ditundukkan kepada hukum keharusan, sehingga penciptaan alam semesta itu bukan dari kehendak-Nya, akan tetapi karena emanasi yang terjadi menurut hukum keharusan, karena itu, teori tersebut dibantah oleh sebagian orang Islam. Alam menurut Al-Farabi terbagi dua sepeti halnya menurut Aristoteles, yaitu alam langit dan alam bumi, artinya alam semesta ini merupakan bola besar yang titik pusatnya ialah bumi serta lingkaran falak yang mengelilinginya. Sampai ke falak bulan-alam bumi berakhir sampai di sini, yang terletak di luar falak bulan itu sampai ke lingkaran langit pertama adalah alam langit. Begitulah para ilmuan klasik memahami falak. Cara pelaksanaan peciptaan alam, dari wujud pertama itu memancarkan wujud yang kedua, dari yang kedua memancarkan wujud yang ketiga dan seterusnya sampai ke akal sepuluh. Al-Farabi berkata
“bahwa yang pertama adalah yang wujudnya diperoleh dari dirniya sendiri. Bila wujud yang pertama itu diperoleh dari dirinya sendiri maka sudah pasti pula segala maujud ini diperoleh dari dia, sedangkan wujud barang yang diperoleh dari yang pertama itu hanya sebagai pancaran (emanasi) dari wujud yang pertama itu bagi wujud yang lain”. (Ahmad Fuad Al Ahwani, 1983/1984, : 88). Dari masalah penciptaan alam ini Ibnu Sina dan juga Al-Farabi sebelumnya telah mengemukakan dua dasar, yaitu :
1. Keqadiman alam, yakni alam ini qadim dari segi zaman, karena alam tersebut keluar dari pencipta yang qadim.
2. Emanasi (al-faidh), bahwa Yang Esa itu esa dari segala segi, tunggal tidak mengandung pluralitas apapun. Jadi dari-Nya hanya satu yang keluar dengan cara melimpah dan yang satu ini keluar yang lainnya. Sehingga selesailah wujud alam ini dengan segala tingkatnya.
Segala sesuatu pasti ada penciptanya. Demikian halnya dengan alam tak terkecuali yang menciptakan alam adalah Allah. Menurut Al-Farabi Allah menciptakan alam dapat dibuktikan dengan teori emanasi (pelimpahan). Teori pelimpahan ini bermula dari zat Allah sebagai wujud yang kedua yang berfikir tentang dirinya sendiri. Setelah melalui proses
berfikir, maka akal pertama menghasilkan akal kedua sebagai wujud yang ketiga. kemudian akal yang kedua/wujud yang ketiga berfikir dan melahirkan Al-Falak al A’la (langit pertama).
Dari lahirnya Al-Falakul A’la ini maka muncullah keaneka ragaman bentuk. Kemudian akal kedua melimpahkan akal ketiga sebagai wujud yang keempat dan melahirkan bintang- bintang. Demikian seterusnya sampai akal kesepuluh atau wujud kesebelas yang melahirkan planet-planet yang ada di alam ini. Dari akal kesepuluh sebagai wujud yang kesebelas, maka tidak ada pelimpahan lagi, yang ada adalah akal kesepuluh sebagai akal yang aktif yang terpancar dari jiwa dan unsur pertama dari materi yang belum mempunyai Shurah (bentuk).
Dari sinilah muncul empat unsur yaitu api, air, tanah dan udara. Dari unsur tersebut maka muncul materi-materi mineral seperti besi, tembaga, perak, emas dan sebagainya. Dari materi mineral maka akan muncul tumbuh-tumbuhan, kemudian muncul jiwa hewani (indrawi), kemudian lebih tinggi meningkat pada manusia dimana manusia itu dianugerahi akal. Akal tersebut merupakan akal fa’al. Dan akhirnya akal fa’al tersebut berhubungan kembali dengan wujud yang pertama tadi. Yaitu Zat Yang Maha Pencipta.
2. IBNU SINA
Biografi
Nama lengkap ibnu sina adalah abu ali husain bin abdullah bin hasan bin ali bin sina.
Ibnu sina dilahirkan pada bulan safar 370 H. / agustus – september 980 M. Di asyanah, sebuah kota kecil dari wilayah uzbekistan saat ini. Di dunia barat ia kenal dengan avicenna dan disubt dengan pangeran para dokter. Ibnu sina dilahirkan didesa afsyanah, kampung ibunya, deket kota kharmaitsan, dari kabuaten balh (wilayah afganistan), masuk kedalam provinsi bukhara (yang sekarang masuk wilayah rusia).
Ayahnya berasal dari barh, suatu kota yang dikenal dengan sebagai bakhtra nama ini mengandung arti “cemerlang” menurut perpustakaan di zaman tengah. Kota ini sebagai pusat perdagangan metropolitan politik, kota intelektual dan keagamaan, juga pusat kehidupan agama dan intelektual. (su, 2018)
Pendidikan dan perjalanan ibnu sina, sama halnya dengan kehidupan orang lain pada masih berenjak usian 10 thn ia sudah mengkhatamkan al quran / hafidz, dan cukup banyak tahu tentang sastra, sehingga di sebut manusia yang sangat luar biasa. Ingatanya sangat-
sangat kuat dan mengagumkan, ini tetap dimilikinya selama hidupnya. Ia juga sudah menghatamkan kitab metafisika yang karanganya dari aristotele diluar kepala tanpa memahaminya, tetapi setelah ia membeli kitab al farabi mengenai tujuan metafisika aristoteles, karenaa ia telah hafal diluar kepala. Kenyataan itu membuat ibnu sina mengakui al farabi adalah guru yang ke dua.
Ibnu sina mendalami ilmu medis / kedokteran saat usia 16 thn. Bukan pada tataran teoritis semata tetap juga tataran praktis. Setelah mempelajari ibnu sina pergi ke desa-desa untuk memberikan pegobatan kapada orang-orang yang kurang mampu, dan menjadi guru bagi anak-anak yang kurang mampu tersebut. Artinya ibnu sina tidak hanya belajar teoritisnya saja melainkan mempunyai pengalaman baru. Dan ia diakui oleh masyarakat menjadi dokter saat berumur 18 thn.
Ibnu Sina tidak pernah mengalami ketegangan, dan usianyapun tidak panjang. Ia banyak disibukkan dengan urusan polotik, sehingga ia tidakbanyak mempunyai kesempatan untuk mengarang. Sekalipun demikian, ia telah berhasil meninggalkan berpuluh- puluh karangan. Kesuburan hasil karya ini di sebabkan beberapa hal:1.Ia pandai mengatur waktu, siang hari digunakan untuk pekerjaan di pemerintahan, sedangkan malam harinya digunakan untuk mengajar dan mengarang.2.Ia menulis dengan sisa waktu yang ada, meskipun berlarut-larut menuangkan gagasnnya dengan tulisan tangan.3.Sebelum Ibnu Sina, telah hidup Al-Farabi yang juga mengarang dan mengulas buku-buku filsafat. Ini berarti Al-Farabi telah membimbingnya untuk menjadi filosof yang padat dengan karyanya. (Saebani, 2008)Ibnu Sina meninggal dengan secara wajar artinya ia meninggal bukan karena di bunuh atau karena lainnya. Ia meninggak karen sakit biasa, pada tahun 428 H, bertepatan pada tahun 1037 M, dalam usia 58 tahun di Hamadan.
pemikiran filsuf ibnu sina
Ibnu sina dalam pandangannya mengenai teori emanasi mengadakan sintesis anatara teori filsafat dengan kalam. Misalnya, teori aristotales yang berpendapat bahwa alam dunia adalah azalii dan tidak ada dalil akal yang bisa menunjukan bahwa dunia ini memiliki permulaannya. Alam dunia dipersesipkan abadi dan kekal. Sebaliknya pandangan islam, alam tersebut merupakan baharu, fana, dan kelak binasa. Maka dari itu, ibnu sina mengemukakan,
bahwa terciptanya alam ini adalah melalui cara melimpah, seperti melimpahnya cahaya dari matahari / melimpah panas dari api,hal mana sudah sudah menjadi tabiitnya
Dalam teori emannasi, Ibnu Sina berppendapat bahwa alam dicipptakan oleh Allah dalam keadaan ada bukan adanya alam dari ketidak adaan. Dengan kata llain dipahami bahwa alam ini adalah diciptakan. Seandainya alam diciptakan dari kondisi tidak ada maka maksud untuk mengatakan alam ini diciptakan tidak akan memenuhi sayarat-syarat logika.Sesuatu ada dalam perpektiflogika haruslah didasarkan kepada yang sudah ada.
Dengan demikian, dapat dipahami berarti Tuhan bergerak (Prime Cause) dari doktrin spekulatif filsafat Yunani (Aristoteles) telah bergeser menjadi Tuhan pencipta (shani, Agent) dari sesuatu yang sudah ada secara pancaran.
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN FILSUF ISLAM AL-GHAZALI DAN IBNU THUFAIL
1. AL-GHAZALI
biografi
nama panjang al ghazali adalah abu hamid al ghzali ia dilahirkan di kota thus khurasan pada tahun 1058 M. Suatu kota kecil di kota iran sekarang kata al ghazali kadang-kadang diucapkan dengan al ghazzali ( menggunakan dua z). Kata ini berasal dari ghazzal yang berarti tukang pintal benang (labib dan firdaus, 1995: 28), hal itu karena ayah imam al ghazali dengan memakai satu z maka itu merupakan nisbat kepada kata ghazalah yang di ambil dari nama kampung kelahirannya al ghazali yang teakhir ini adalah yang paling tepat ayah al ghazali adalah muhammad bin ahmad, seorang ulama yang dikenal juga seorang sufi.
Pemikiran filsuf al-ghazali
Dalam membahas penciptaan alam semesta, Al-Ghazali menolak konsep para filosof yang mengatakan bahwa dunia ini kekal dan diciptakan lewat proses emanasi, dengan bahan dasar yang bersifat kekal dan yang secara terus-menerus mengambil bentuknya yang berbeda.
Memang Al-Ghazali mempunyai konsepsi tentang Tuhan dan alam, akan tetapi sangat
berbeda dari konsepsi yang dimiliki oleh para filosof secara hati-hati dan pelan-pelan beliau mempertahankan ide-idenya sambil sedikit demi sedikit mengkritik konsep para filosof, misalnya Al-Ghazali menyerang filsafat Yunani. Dalam hal keabadian alam, ia berpendapat bahwa soal keabadian alam itu terserah kepada Tuhan semata-mata. Mungkin saja alam itu terus-menerus tanpa akhir andaikata Tuhan menghendakinya, akan tetapi suatu kepastian adanya keabadian alam disebabkan oleh dirinya sendiri di luar irodah Tuhan. Para filosof mengatakn bahwa alam ini qadim, qadimnya Tuhan atas alam sama dengan qadimnya illat atas ma’lulnya (sebab atas akibat) yaitu dari zat dan tingkatan, juga dari segi zaman, dengan alasan sebagai berikut : Bahwa Tuhan lebih dahulu daripada alam bukan dari segi zaman, melainkan dari segi pribadi (tingkatan, zat). Kalau yang dikehendaki dengan lebih dahulunya Tuhan atas alam ini ialah dari segi zaman, maka kelanjutannya ialah Tuhan dan alam kedua- duanya baru atau Tuhan dan alam qadim kedua-duanya dan mustahil salah satunya qadim sedangkan yang lain baru. Alasan ini dibantah oleh Al-Ghazali, kalau Tuhan lebih dahulu adanya daripada alam dan zaman berarti Tuhan sudah ada sendirian sebelum ada alam kemudian Tuhan ada bersama-sama alam. Keadaan pertama berarti zat Tuhan dan keadaan yang kedua berarti zat Tuhan dan zat alam dan tidak perlu ada zat yang ketiga yaitu zaman.
Sebagaimana arti zaman itu sendiri adalah gerakan benda (alam), yang berarti bahwa sebelum ada benda (alam) sudah barang tentu belum ada zaman.
2. IBNU THUFAIL
Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Muhammad bin Thufail Al-Qisiy. Ia lahir di lembah Asy suatu lembah yang subur yang terletak enam belas kilometer dari Granada pada tahun 506 H atau 1110 M. (Abdul Halim Mahmud, hal. 9). Ia sangat terkenal dalam ilmu kedokteran, ilmu falak dan falsafah. Ia juga seorang dokter pribadi Abu Ya’kub Yusuf Al-Mansur yaitu Khalifah kedua dari dinasti Muwahiddin. Para penulis sejarah telah menyebut adanya beberapa kitab dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Thufail, tatapi sayang hasil karyanya tidak diketemukan lagi, kecualai buku roman filsafat yang berjudul “Hayy Ibnu Yaqzhan fi Asrar al Hikmatil Masraqiyyah” (sihidup anak sijago tentang rahasia filsafat timur). Keahliannya di bidang medis telah dipraktekkan di Granada lalu ketenarannya sebagai seorang dokter itu membawa namanya lebih dikenal didalam
pemikiran, sehingga ia diambil oleh gubernur Granada menjadi sekreatrisnya. Ibnu Thafail meninggal dunia di Maroko dan Abu Yusuf ikut menghadiri pemakaman jenasahnya. Begitu sekilas dan sejarah seorang filosof Islam yang terbesar yang telah memberikan nuansa dalam kajian-kajian filsafat yang terus akan dikenang sepanjang masa. Menurut Ibnu Thufail Tuhan adalah penyebab awal dari segala penyebab. Ia Maha Kuasa, Maha Mengetahui terhadap perbuatan-Nya, serta Maha Bebas dalam segala kehendak-Nya. Tuhan adalah pemberi wujud kepada semua mahluk. Tetapi Ia tidak mungkin dirasai dan dikhayalkan, karena khayalan hanya mungkin mengenai hal-hal indrawi. Ia adalah keseragaman dan keanekaragaman dan kekuatan yang tersembunyi dan yang ganjil, suci dan tidak trelihat. Dialah “Sebab Pertama”
atom “Pencipta Dunia” (Ahmad Hanafi: 162). Menurut Ibnu Thufail, alam dan Tuhan sama- sama kekal. Tetapi Ia juga membedakan kekekalan dalam essensi dan kekekalan dalam waktu. Ibnu Thufail percaya bahwa Tuhan ada sebelum adanya alam dalam hal essensi, tetapi tidak dalam hal waktu. Alam bukanlah sesuatu yang lain dari Tuhan, dan sebagai penampakan diri dari essensi Tuhan. Karena itu alam tidak akan hancur pada hari penentuan.
Kehancuran alam berupa keberalihan kepada pihak lain, dan bukan merupakan kehancuran sepenuhnya. Alam terus berlangsung dalam suatu bentuk lain. Alam juga bersifat qadim, karena tidak mungkin alam diciptakan dari sesuatu yang tidak ada..
Pemikiran filsuf ibnu thufail
Dalam menghadapi soal apakah dunia ini kekal, atau diciptakan dari ketiadaan, Ibnu Thufail bersikap sebagaimana Kant. Tidak menganut salah satu doktrin dan tidak berusahan mendamaikannya, disamping mengecam dengan pedas penganut Aristoteles dan sikap-sikap teologis. Kekekalan dunia melibatkan konsep eksistensi tak terbats yang tak kurang mustahilnya dibandingkan gagasan tentang renungan tak terbatas.
TASAWUF
A. Pengertian Ilmu Tasawuf
Arti tasawuf dan asal katanya menurut logat sebagaimana tersebut dalam buku Mempertajam Mata Hati (dalam melihat Allah). Berasal dari kata safa’ : suci bersih, lawan kotor. Karena orang-orang yang
mengamalkan tasawuf itu, selalu suci bersih lahir dan bathin dan selalu meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kotor yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah.
B. Ruang Lingkup Ilmu Tasawuf
Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam Islam”. Di kalangan orientalis Barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisisme Islam, sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan.
Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal tersebut dapat diperoleh melalui cara dengan mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk
“Ijtihad” .
C. Sejarah Perkembangan Ilmu Tasawuf 1. Masa pembentukan (Abad I dan II H)
Masa ini dimulai sekitar abad I dan II Hijriyah. Tokoh-tokohnya seperti Hasan al- Basri, Ibrahim bin Adham, Sufyan al-Sauri, dan Rabi’ah al-Adawiyah.
2. Masa pengembangan (Abad III dan IV H) Abu Yazid al-Bushthami (261 H) adalah seorang
sufi Persia yang pertamakali menggunakan istilah fana’ sehingga dia dibilang sebagai peletak batu pertama dalam aliran ini. Sesudah Abu Yazid, muncul lagi seorang sufi kenamaan Al Hallaj (w. 309 H) yang
terkenal dengan teori hululnya (inkarnasi Tuhan).
3. Masa Konsolidasi (Abad V H)
yang dipelopori oleh Abu al Hasan al Asy’ari (w. 324 H) yang mengadakan kritik pedas terhadap teori Abu Yazid al Bushthami dan al-Hallaj.
4. Masa Falsafi (Abad VI H)
pada masa ini tasawuf falsafi muncul kembali, tasawuf salafi ialah tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf yang berbau filsafat tidak sepenuhnya bisa dikatakan tasawuf, dan tidak bisa dikatakan sebagai filsafat. Oleh karena itu disebut sebagai tasawuf falsafi, karena di satu pihak memakai term-term filsafat, namun secara epistimologis memakai dzauq / intuisi / wujdan (rasa).
5. Masa Pemurnian
A.J. Arberry menyatakan bahwa masa Ibnu Araby, Ibnu Faridh dan Ar-Rumy adalah masa keemasan gerakan tasawuf secara teoritis ataupun praktis. Pengaruh dan praktek- praktek tasawuf kian tersebar luas melalui thariqah-thariqah dan para sultan serta pangeran tidak segan-segan pula mengeluarkan perlindungan dan kesetiaan peribadi mereka. Contoh paling menonjol ialah figur terhormat Dharma Syekh, putra kaisar Mogul, Syekh Johan yang menulis sejumlah kitab di antaranya al Majma’ al-Bahrain di dalamnya dia mencoba merujukkan teori tasawuf Vedanta.
MAQAMAT DAN AHWAL
A. Pengertian Maqamat dan Ahwal
Maqamat dan Ahwal adalah dua kata kunci yang menjadi icon untuk dapat mengakses lebih khusus ke dalam inti dari sufisme, yang pertama berupa tahapan-tahapan yang mesti dilalui oleh calon sufi untuk mencapai tujuan tertinggi, berada sedekat-dekatnya dengan Tuhan, dan yang kedua merupakan pengalaman mental sufi ketika menjelajah maqamat. Dua kata
‘maqamat dan ahwal’ dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang selalu berpasangan.
Namun urutannya tidak selalu sama antara sufi satu dengan yang lainnya. Maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam, yang secara terminologi berarti tingkatan, posisi, stasiun, lokasi. Secara terminologi Maqamat bermakna kedudukan spiritual atau Maqamat adalah stasiun-stasiun yang harus dilewati oleh para pejalan spiritual (salik) sebelum bisa mencapai ujung perjalanan. Istilah Maqamat sebenarnya dipahami berbeda oleh para sufi. Secara terminologis kata maqam dapat ditelusuri pengertiannya dari pendapat para sufi, yang masing-masing pendapatnya berbeda satu sama lain secara bahasa. Namun, secara substansi memiliki pemahaman yang hampir sama.
B. Maqamat
Tingkatan-tingkatan (Maqamat) yang harus dilalui oleh seorang salik menurut masing- masing ahli sufi terdiri dari beberapa tahapan. Masing-masing ketujuh maqam ini mengarah ke peningkatan secara tertib dari satu maqam ke maqam berikutnya. Dan pada puncaknya akan tercapailah pembebasan hati dari segala ikatan dunia.Adapun maqamat yang dimaksud diantaranya sebagai berikut:
1.Taubat
Dalam beberapa literatur ahli sufi ditemukan bahwa maqam pertama yang harus ditempuh oleh salik adalah taubat dan mayoritas ahli sufi sepakat dengan hal ini. Beberapa diantara mereka memandang bahwa taubat merupakan awal semua maqamat yang kedudukannya laksana pondasi sebuah bangunan.
2. wara’
kata wara’ secara etimologi berarti menghindari atau menjauhkan diri. Dalam perspektif tasawuf wara’ bermakna menahan diri hal-hal yang sia-sia, yang haram dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
3. Zuhud
Kata zuhud banyak dijelaskan maknanya dalam berbagai literatur ilmu tasawuf. Karena zuhud merupakan salah satu persyaratan yang dimiliki oleh seorang sufi untuk mencapai langkah tertinggi dalam spiritualnya. Diantara makna kata zuhud adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh imam al-Gazali “mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh darinya dengan penuh kesadaran”, adapula yang mendefenisikannya dengan makna
“berpalingnya hati dari kesenangan dunia dan tidak menginginkannya” “kedudukan mulia yang merupakan dasar bagi keadaan yang diridhai”, serta “martabat tinggi yang merupakan langkah pertama bagi salik yang berkonsentrasi, ridha, dan tawakal kepada Allah SWT”
4. Faqr
Faqr bermakna senantiasa merasa butuh kepada Allah. Sikap faqr sangat erat hubungannya dengan sikap zuhud. Jika zuhud bermakna meninggalkan atau menjauhi keinginan terhadap hal-hal yang bersifat materi (keduniaan) yang sangat diinginkan maka faqr berarti
mengosongkan hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja selain Allah, kebutuhannya yang hakiki hanya kepada Allah semata.
5. Sabr
Sabar secara etimologi berarti tabah hati. Dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah disebutkan bahwa kata sabar memiliki tiga arti yaitu menahan, sesuatu yang paling tinggi dan jenis bebatuan. Sabar menurut terminologi adalah menahan jiwa dari segala apa tidak disukai baik itu berupa kesenangan dan larangan untuk mendapatkan ridha Allah. Dalam perspektif tasawuf sabar berarti menjaga menjaga adab pada musibah yang menimpanya, selalu tabah dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya serta tabah menghadapi segala peristiwa.
6. Tawakkal
Tawakkal bermakna ‘berserah diri’. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin dan
memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis, menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa semua yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak seorang salik jika ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan.
C. Ahwal
Ahwal adalah bentuk jamak dari ‘hal’ yang biasanya diartikan sebagai keadaan mental (mental states) yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya. Ibn Arabi menyebut hal sebagai setiap sifat yang dimiliki seorang salik pada suatu waktu dan tidak pada waktu yang lain, seperti kemabukan dan fana’. Eksistensinya bergantung pada sebuah
kondisi. Ia akan sirna manakala kondisi tersebut tidak lagi ada. Hal tidak dapat dilihat dilihat tetapi dapat dipahami dan dirasakan oleh orang yang mengalaminya dan karenanya sulit dilukiskan dengan ungkapan kata.
Muraqabah
Secara etimologi muraqabah berarti menjaga atau mengamati tujuan. Adapun secara
terminologi muraqabah adalah salah satu sikap mental yang mengandung pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dan merasa diri diawasi oleh penciptanya. Pengertian tersebut sejalan dengan pendangan al-Qusyairi bahwa muraqabah adalah keadaan mawas diri kepada Allah dan mawas diri juga berarti adanya kesadaran sang hamba bahwa Allah senantiasa melihat dirinya.
Khauf
Menurut al-Qusyairi, takut kepada Allah berarti takut terhadap hukumnya. Al-khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa tidak senang kepadanya. Ibn Qayyim memandang khauf sebagai perasaan bersalah dalam setiap tarikan nafas. Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati inilah yang menyebabkan orang lari menuju Allah.
Raja’
Raja’ bermakna harapan. Al-Gazali memandang raja’ sebagai senangnya hati karena menunggu sang kekasih datang kepadanya. Sedangkan menurut al-Qusyairi raja’ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya terjadi di masa akan datang. Sementara itu, Abu Bakar al-Warraq menerangkan bahwa raja’ adalah kesenangan dari Allah bagi hati orang-orang yang takut, jika tidak karena itu akan binasalah diri mereka dan hilanglah akal mereka. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan ahli sufi diatas dapat dipahami bahwa raja’ adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT yang
disediakan bagi hambaNya yang saleh dan dalam dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagai amal terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.
Syauq
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik
terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan
menimbulkan rasa senang dan gairah. Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.
Mahabbah
Cinta (mahabbah) adalah pijakan atau dasar bagi kemuliaan hal. Seperti halnya taubat yang menjadi dasar bagi kemuliaan maqam. Al-Junaid menyebut mahabbah sebagai suatu
kecenderungan hati. Artinya, hati seseorang cenderung kepada Allah dan kepada segala sesuatu yang datang dariNya tanpa usaha.
Tuma’ninah
Secara bahasa tuma’ninah berarti tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-was atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Menurut al-Sarraj tuma’ninah sang hamba berarti kuat akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya dan bersih ingatannya. Seseorang yang telah mendapatkan hal ini sudah dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT.
Musyahadah
Dalam perspektif tasawuf musyahadah berarti melihat Tuhan dengan mata hati, tanpa keraguan sedikitpun, bagaikan melihat dengan mata kepala.
Seorang sufi yang telah berada dalam hal musyahadah merasa seolah-olah tidak ada lagi tabir yang mengantarainya dengan Tuhannya sehingga tersingkaplah segala rahasia yang ada pada Allah.
Yaqin
Al-yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Dalam pandangan al-Junaid yaqin adalah tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah. Menurut al-Sarraj yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari seluruh ahwal. Dapat juga dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi seluruh ahwal .
MAHABBAH DAN MA’RIFAT
A.Pengertian Mahabbah dan Ma’rifat 1.Pengertian Mahabbah
Mahabbah secara bahasa berarti mencintai secara mendalam, kecintaan atau cinta secara mendalam.
Mahabbah dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak,yaitu cinta kepada Tuhan.
2.Pengertian Ma’rifat
Ma’rifat secara bahasa artinya pengetahuan atau pengalaman.
Ma’rifat juga diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari.
Pengetahuan itu demikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa satu dengan yang diketahuinya itu,yaitu Tuhan.
B.Tujuan Mahabbah dan Ma’rifat
Tujuan Mahabbah yaitu untuk memperoleh kebutuhan, baik yang bersifat material maupun spiritual untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan,untuk memperoleh kesenangan bathiniahyang sulit dilukiskan dengan kata-kata,tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam makrifat adalah mengetahui rahasia- rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan.
D.Paham Mahabbah dan Ma’rifat 1.Paham Mahabbah
Paham mahabbah diperkenalkan oleh sufi perempuan yaitu, Rabiah al-Adawiyah. Beliau adalah zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah, di Irak.Ia hidup antara tahun 713-801 H.Tuhan baginya dzat yang dicintai hingga meluaplah dalam hatinya rasa cinta yang
mendalam kepada-Nya.
Selain Rabiah al-adawiayah ada beberapa tokoh sufi yang menerangkan tentang mahabbah dan diantaranya adalah Al-Qushairi.
2.Paham Ma’rifat
Tokoh yang mengembangkan paham makrifat adalah Imam Abu Hamid Muhammad al- Ghozali yang lahir pada tahun 125 M. di Ghazaleh, di Khurazan.Beliau mengatakan bahwa makrifat adalah tampak jelas rahasia-rahasia ke-Tuhanan dan pengetahuan mengenai susunan urusan keTuhanan yang mencangkup segala yang ada.
Tokoh yang mengambangkan makrifat selain Imam Ghozali adalah Syaih Zun al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak di Sudan dan Mesir, beliau wafat pada tahun 1111M.Ketika ditanya bagaimana ia memperoleh makrifat tentang tuhan, ia menjawab,” Aku mengetahui Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tak akan tahu Tuhan.”
FANA,BAQA,ITTIHAD,HULUL,WIHDATULWUJUD
A. Pengertian fana dan baqa
Fana menurut bahasa artinya Hilang, hancur, lenyap dan musnah. Sedangkan menurut istilah fana adalah Kesadaran tentang yang selain Allah, jika kesadaran tentang yang selain Allah telah hilang maka yang tertinggal hanya kesadaran terhadap Allah SWT.
Baqa menurut bahasa artinya tetap, terus hidup dan kekal.sedangkan menurut istilah baqa adalah tetapnya kesadaran tentang Allah.
b. Tujuan dan Kedudukan Fana dan Baqa’
Tujuan Fana dan Baqa’ adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyah dengan Allah sehingga yang disadarinya hanya Allah dalam dirinya.Sedangkan kedudukan dari Fana
dan Baqa’ merupakan hal, karena hal yang demikian itu terjadi terus-menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Allah.
c. Tokoh dan Ajaran
· Abu Yazid al-Bushtami
Mengajarkan al-fana’ dengan tujuan menemui Allah. Sebagai Sufi yang pertama kali
memperkenalkan faham fana’ dan baqa’ yaitu “manusia mengalami pengalaman batin bersatu dengan Tuhan”.
· Abu Bakar M. Kalabadzi
Al fana’ sebagai hilagnya semua keinginan seseorang, ia kehilangan segala perasaanya dari dapat membedakan sesuatu dengan sadar, serta menghilangkan semua kepentingan ketika bebuat sesuatu. Baqa’ berarti para sufi meluruh dari sesuatu yang menjadi miliknya.
B. Pengertian ittihad
Dilihat dari sudut etimologi, ittihad (al ittihad) berarti persatuan.Al ittihad adalah suatu tingkatan dalam tasawuf ketika seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan
Tuhannya.Al ittihad terjadi ketika seorang Sufi mengalami Fana’ yaitu hilangnya kesadaran diri sehingga ia mengeluarkan kata-kata ganjil yang dinamakan syathahat.
1. Bentuk-bentuk persatuan:
a. Persatuan dalam kekuatan hasilnya Tawakkal b. Persatuan dalam kehendak hasilnya Taqwa c. Persatuan dalam pengetahuan hasilnya Tauhid C. Pengertian Hulul
Hulul secara bahasa artinya mengambil tempat, hadir, menjelma, menampakkan diri.
Sedangkan menuut istilah hulul adalah Tuhan mengambil tempat pada manusia setelah manusiamenghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya.
a) Teori yang membangun hadirnya hulul
1. Teori lahut→sifat-sifat ketuhanan seperti Mutlaq, tak terbatas dan esa.
# contoh lahutnya manusia yaitu mengetahui, melihat dan mendengar
2. Teori Nasut→Sifat-sifat kemanusiaan Tuhan seperti Mengetahui, melihat dan mendengar
#contoh nasutnya manusia yaitu salah, lupa, dan tak tahu atau bodoh.
b. Tujuan
Al-Hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan tuhan bersatu secara rohaniah.Dengan demikian tujuan Al Hulul adalah untuk mencapai persatuan secara batin yaitu pada saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup.
c. Tokoh dan Ajaran
Sebaaimana telah disebutkan diatas, bahwa tokoh yang mengembangkan paham Al Hulul adalah Abu al Mughist al Husain ibn al Mansur ibn Muhammad al Badhawi al Hallaj. Ajaran al Hallaj yang terkenal adalah al hulul yang melahirkan wahdat al syuhud dan wihdat al wujud (kesatuan wujud) yang dikembangkan oleh ibn Arabi. Al Hallaj memang mengaku dirinya bersatu dengan Tuhan.
D. Pengertian wahdatul wujud
Wahdad menurut bahasa artinya satu dan wujud merupakan ada. Jadi wahdatul ujud merupakan kesatuan wujud. Sedangkan menurut istilah wahdatul wujud merupakan wujud itu 1 yang banyak adalah tajalinya/penampkan atau perwujudan.
Tokoh
Paham wahdatul wujud dibawa oleh Muhyidin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, beliau pindah ke Tunis di tahun1145, dan disana ia masuk aliran sufi. Di tahun 1202 M. Ia pergi ke Mekkah dan meninggal di Damaskus tahun1240 M. Selain sebagai sufi, beliau juga dikenal sebagai penulis yang produktif.