1
Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta
Tugas Winda Firdiana Nim (2203501331)
Analisis Kesehatan Peruahaan PT. Garuda Indonesia Tbk keuangan tahun 2024
1. Pendahuluan
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merupakan salah satu maskapai penerbangan terbesar dan tertua di Indonesia. Didirikan pada tahun 1949, Garuda Indonesia telah menjadi bagian penting dari sejarah transportasi udara nasional, sekaligus menjadi simbol kebanggaan bangsa. Dengan pengalaman lebih dari tujuh dekade, perusahaan ini telah melalui berbagai fase penting, mulai dari masa pertumbuhan ekonomi, tantangan krisis, hingga era modernisasi dan digitalisasi industri penerbangan.
Sebagai maskapai nasional, Garuda Indonesia memegang peranan vital dalam menghubungkan wilayah-wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau.
Peran strategis ini sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat, memperlancar distribusi barang, serta memperkuat integrasi nasional. Garuda menjadi tulang punggung transportasi udara yang memungkinkan konektivitas antar daerah, baik di wilayah barat, tengah, maupun timur Indonesia.
Selain melayani rute domestik, Garuda Indonesia juga menjembatani
hubungan internasional melalui jaringan rute global yang menghubungkan
Indonesia dengan berbagai kota besar di Asia, Australia, Timur Tengah, dan
Eropa. Keberadaan rute-rute internasional ini tidak hanya memperluas cakupan
layanan Garuda, tetapi juga mendukung diplomasi ekonomi dan pariwisata
nasional, serta memperkuat posisi Indonesia di kancah global.
2
Keunggulan Garuda Indonesia tidak hanya terletak pada luasnya jaringan rute, tetapi juga pada komitmen perusahaan dalam menyediakan layanan premium.
Dengan armada pesawat yang modern dan fasilitas kabin yang nyaman, Garuda berupaya memberikan pengalaman terbang terbaik bagi penumpang. Berbagai penghargaan internasional telah diraih, seperti predikat “World’s Best Cabin Crew” dari Skytrax, yang semakin memperkuat reputasi Garuda sebagai salah satu maskapai terbaik di Asia Tenggara.
Namun demikian, industri penerbangan global menghadapi tekanan luar biasa sejak merebaknya pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020. Garuda Indonesia tidak luput dari dampak pandemi tersebut, yang menyebabkan penurunan drastis jumlah penumpang akibat pembatasan perjalanan domestik maupun internasional. Kondisi ini memaksa perusahaan untuk melakukan penyesuaian besar-besaran demi menjaga kelangsungan usaha di tengah ketidakpastian yang tinggi.
Dalam situasi krisis tersebut, Garuda Indonesia mencatat kerugian yang sangat signifikan dan menghadapi tantangan besar dalam menjaga likuiditas serta memenuhi kewajiban keuangan. Penurunan pendapatan secara drastis membuat perusahaan harus melakukan berbagai upaya penyelamatan, termasuk penjadwalan ulang pembayaran utang dan negosiasi dengan para kreditur. Tantangan ini semakin berat dengan adanya persaingan ketat di industri penerbangan dan fluktuasi harga bahan bakar avtur yang berdampak pada biaya operasional.
Sebagai respons atas kondisi tersebut, pemerintah Republik Indonesia
mengambil langkah strategis dengan memberikan dukungan penuh kepada
Garuda melalui berbagai skema penyelamatan. Upaya restrukturisasi utang,
penyertaan modal negara, serta pemberian stimulus dan relaksasi regulasi
menjadi bagian dari paket kebijakan yang diharapkan mampu memperkuat
posisi keuangan perusahaan. Kebijakan ini menunjukkan komitmen
3
pemerintah terhadap keberlangsungan maskapai nasional sebagai aset strategis negara.
Di sisi lain, manajemen Garuda juga melaksanakan strategi efisiensi dan transformasi bisnis secara menyeluruh. Langkah-langkah yang diambil meliputi pengurangan jumlah armada, renegosiasi kontrak dengan mitra strategis, serta perampingan organisasi untuk menekan biaya operasional.
Transformasi ini tidak hanya bertujuan untuk bertahan di masa krisis, tetapi juga untuk membangun fondasi yang lebih kuat dalam menghadapi persaingan di masa depan.
Selain melakukan efisiensi, Garuda Indonesia juga mulai mengembangkan lini bisnis baru sebagai upaya diversifikasi pendapatan. Salah satu langkah penting adalah memperkuat bisnis kargo dan layanan pemeliharaan pesawat (maintenance), yang terbukti mampu memberikan kontribusi positif di tengah menurunnya permintaan penumpang. Inovasi dalam layanan digital dan pengembangan produk baru juga menjadi fokus perusahaan untuk tetap relevan dan kompetitif di pasar yang semakin dinamis.
Tahun 2024 menjadi momen penting dalam menilai keberhasilan strategi transformasi yang telah dijalankan dalam beberapa tahun terakhir. Laporan keuangan tahun ini mencerminkan hasil dari upaya restrukturisasi yang masif, serta menunjukkan sejauh mana perusahaan mampu keluar dari tekanan krisis.
Melalui paper ini, dilakukan analisis menyeluruh terhadap kesehatan perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berdasarkan laporan keuangan tahun 2024. Kajian dilakukan melalui tiga pendekatan utama: analisis kesehatan keuangan, kesehatan operasional, dan kesehatan strategis.
Diharapkan hasil analisis ini dapat memberikan gambaran objektif mengenai
posisi perusahaan saat ini, serta memberikan rekomendasi yang relevan bagi
pengambilan keputusan di masa mendatang.
4
2. Analisis Kesehatan Keuangan Perusahaan
• Likuiditas
Likuiditas Garuda Indonesia pada akhir 2024 tercermin dari kas dan setara kas sebesar USD 219,17 juta, turun dari USD 289,85 juta pada akhir 2023. Total aset lancar juga mengalami penurunan dari USD 653,77 juta menjadi USD 553,91 juta.
Penurunan ini menunjukkan tekanan pada likuiditas, meskipun perusahaan masih memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
-> Rasio Lancar (Current Ratio) dihitung dari Aset Lancar dibagi dengan Liabilitas Jangka Pendek. Berdasarkan data, Current Ratio = 553.908.871 dibagi 1.173.272.782 menghasilkan nilai sebesar 0,47. Ini menandakan kemampuan Garuda membayar kewajiban jangka pendek masih rendah, di bawah standar umum.
-> Quick Ratio = (Aset Lancar – Persediaan) / Liabilitas Jangka Pendek = (553.908.871 – 83.988.197) / 1.173.272.782 = 0,40. Hasil ini menegaskan bahwa likuiditas Garuda rendah bahkan tanpa memperhitungkan persediaan yang kurang likuid.
-> Cash Ratio = (Kas dan Setara Kas + Dana yang dibatasi penggunaannya) / Liabilitas Jangka Pendek = (219.173.953 + 14.741.696) / 1.173.272.782 ≈ 0,20.
Rasio ini menunjukkan bahwa hanya 20% dari kewajiban jangka pendek yang dapat ditutupi oleh kas yang tersedia.
• Solvabilitas
-> Debt to Equity Ratio (DER) = Total Liabilitas / Total Ekuitas = 7.970.511.787 / (–1.351.896.846) → Negatif, menunjukkan struktur modal yang tidak sehat akibat defisit ekuitas.
-> Debt to Asset Ratio (DAR) = Total Liabilitas / Total Aset = 7.970.511.787 / 6.618.614.941 ≈ 1,20. Ini menunjukkan bahwa lebih dari 100% aset dibiayai oleh utang, yang menandakan ketergantungan tinggi pada pembiayaan eksternal.
5
-> Equity to Asset Ratio = Ekuitas / Total Aset = (–1.351.896.846) / 6.618.614.941
≈ –0,20, nilai negatif mengindikasikan posisi insolven.
• Profitabiliitas
-> Net Profit Margin (NPM) = Laba Bersih / Pendapatan = –69.776.329 / 3.416.526.383 ≈ –2,04%. Rasio ini menunjukkan bahwa untuk setiap dolar pendapatan, perusahaan mengalami kerugian sekitar 2 sen. Hal ini mengindikasikan bahwa Garuda masih belum mampu menghasilkan laba dari operasinya secara efisien.
-> Return on Assets (ROA) = Laba Bersih / Total Aset = –69.776.329 / 6.618.614.941 ≈ –1,05%. ROA negatif ini menunjukkan bahwa manajemen belum dapat memanfaatkan aset yang dimiliki secara optimal untuk menghasilkan laba.
-> Return on Equity (ROE) tidak dapat dihitung karena ekuitas perusahaan negatif.
Hal ini menandakan bahwa nilai kekayaan bersih perusahaan masih dalam kondisi defisit, dan pemegang saham belum memperoleh nilai tambah dari investasinya.
3. Analisis Kesehatan Operasional Perusahaan Pendapatan usaha
Sepanjang tahun 2024, Garuda Indonesia mencatatkan pertumbuhan pendapatan usaha yang signifikan, yakni naik 16,34% dari USD 2,94 miliar pada 2023 menjadi USD 3,41 miliar pada 2024. Kenaikan pendapatan ini bersumber dari hampir seluruh lini bisnis, terutama penerbangan berjadwal yang naik menjadi USD 2,74 miliar, didukung oleh pertumbuhan angkutan penumpang dan kargo. Selain itu, pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal, seperti charter dan layanan umrah, juga mengalami lonjakan hingga lebih dari 100%. Pertumbuhan ini menunjukkan tanda pemulihan kinerja operasional Garuda setelah masa pandemi, sekaligus mencerminkan keberhasilan strategi diversifikasi pendapatan dan optimalisasi rute yang dijalankan manajemen.
Beban Operasional
Meskipun pendapatan meningkat, tekanan pada sisi beban operasional masih sangat tinggi. Beban usaha Garuda naik 18,32% pada 2024, sehingga total beban operasional
6
mencapai USD 2,71 miliar4. Selain itu, beban bunga tetap menjadi masalah besar, dengan nilai mencapai sekitar USD 480 juta per tahun1. Beban operasional yang tinggi ini terutama disebabkan oleh biaya bahan bakar avtur, perawatan pesawat, sewa pesawat, serta biaya kebandaraan yang terus meningkat6. Kondisi ini menyebabkan perusahaan masih belum mampu mencatatkan laba bersih, bahkan membukukan kerugian bersih USD 72 juta sepanjang 20241. Hal ini menandakan bahwa efisiensi biaya dan restrukturisasi utang masih menjadi agenda utama agar Garuda dapat mencapai profitabilitas yang berkelanjutan.
Arus Kas
Dari sisi arus kas, Garuda Indonesia mencatat perbaikan yang cukup signifikan. Arus kas dari aktivitas operasi meningkat menjadi USD 585 juta pada 2024, naik tajam dari USD 218 juta pada tahun sebelumnya37. Peningkatan ini menunjukkan adanya perbaikan dalam efisiensi operasional dan pengelolaan likuiditas perusahaan. Meski secara akuntansi perusahaan masih membukukan kerugian, arus kas operasional yang positif menandakan Garuda mulai mampu menghasilkan kas dari aktivitas inti bisnisnya. Hal ini menjadi sinyal penting bagi pemulihan kesehatan operasional, sekaligus memberikan ruang bagi perusahaan untuk membiayai kebutuhan investasi, pembayaran utang, dan pengembangan usaha ke depan
4. Analisis Kesehatan Strategis Perusahaan 1. Struktur Kepemilikan
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk masih didominasi oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai pemegang saham mayoritas, dengan kepemilikan sekitar 64,54% per April 2024[4][7]. Struktur kepemilikan ini memberikan stabilitas dan kepercayaan terhadap kelangsungan bisnis Garuda, mengingat dukungan negara sangat penting dalam menghadapi tekanan industri penerbangan. Namun, dominasi pemerintah juga membawa ekspektasi tinggi dari publik dan regulator agar Garuda mampu melakukan pembenahan menyeluruh, baik dari sisi tata kelola, efisiensi, maupun transparansi bisnis[5].
2. Anak Perusahaan dan Diversifikasi Bisnis
7
Strategi Garuda dalam memperluas portofolio bisnis diwujudkan melalui kepemilikan anak perusahaan utama seperti Citilink Indonesia, GMF AeroAsia, dan Aero Systems Indonesia. Citilink berperan sebagai maskapai berbiaya rendah (LCC) yang memperkuat penetrasi pasar domestik dan segmen penumpang berbeda dari Garuda utama. GMF AeroAsia menjadi tulang punggung bisnis perawatan pesawat, tidak hanya untuk Garuda tetapi juga klien eksternal, sementara Aero Systems Indonesia mendukung pengembangan teknologi dan digitalisasi operasional[6]. Meski demikian, efektivitas dan kontribusi tiap anak perusahaan terhadap kinerja konsolidasi perlu dievaluasi secara berkala agar sinergi bisnis tetap optimal.
3. Strategi Restrukturisasi dan Pemulihan
Sejak pandemi COVID-19, Garuda menjalani restrukturisasi utang besar-besaran, termasuk renegosiasi dengan lessor pesawat dan kreditur internasional. Langkah restrukturisasi ini sangat krusial untuk menekan beban bunga dan memperbaiki arus kas perusahaan. Meskipun hingga 2024 Garuda belum sepenuhnya keluar dari tekanan ekuitas negatif, upaya restrukturisasi telah meningkatkan kepercayaan investor dan pemangku kepentingan terhadap prospek pemulihan perusahaan di masa depan[2][3].
4. Tata Kelola dan Kepemimpinan
Perubahan susunan direksi dan dewan komisaris secara berkala menjadi bagian dari strategi pembenahan tata kelola perusahaan. Kepemimpinan baru diharapkan mampu membawa visi transformasi dan inovasi, serta memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan strategi bisnis. Pengalaman dan rekam jejak profesional para direksi, termasuk dalam menghadapi krisis, menjadi faktor penting dalam menentukan arah kebijakan perusahaan[1][8].
5. Tantangan Industri dan Persaingan
Garuda menghadapi tantangan berat dari sisi eksternal, seperti fluktuasi harga avtur yang sangat memengaruhi struktur biaya, volatilitas nilai tukar, serta persaingan ketat dengan maskapai berbiaya rendah (LCC) seperti Lion Air dan AirAsia[5]. LCC menawarkan harga tiket yang lebih kompetitif dan fleksibilitas layanan, sehingga Garuda harus mampu menyesuaikan strategi pemasaran dan produk agar tetap relevan di pasar.
6. Inovasi dan Adaptasi Bisnis
8
Untuk bertahan di tengah tekanan industri, Garuda terus mendorong inovasi di bidang layanan digital, pengembangan rute baru, serta diversifikasi sumber pendapatan seperti bisnis kargo dan jasa perawatan pesawat. Adaptasi terhadap tren digitalisasi dan perubahan perilaku konsumen menjadi kunci agar Garuda tetap kompetitif dan efisien dalam jangka panjang.
7. Reputasi dan Brand Image
Sebagai maskapai nasional, reputasi Garuda sangat penting dalam menjaga kepercayaan pelanggan dan mitra bisnis. Penghargaan internasional yang pernah diraih, seperti
"World’s Best Cabin Crew", menjadi modal penting dalam membangun brand image, namun harus diimbangi dengan konsistensi layanan dan inovasi produk agar tidak kehilangan posisi di pasar premium.
8. Risiko dan Ketahanan Bisnis
Risiko utama yang dihadapi Garuda meliputi ketergantungan pada pasar internasional, volatilitas makroekonomi, serta ketatnya regulasi penerbangan. Ketahanan bisnis Garuda sangat bergantung pada kemampuan perusahaan dalam mengelola risiko-risiko tersebut, termasuk melalui diversifikasi usaha, penguatan modal, dan optimalisasi aset.
9. Kolaborasi dan Sinergi BUMN
Sebagai bagian dari ekosistem BUMN, Garuda memiliki peluang untuk memperkuat kolaborasi dengan perusahaan negara lain di sektor logistik, pariwisata, dan infrastruktur.
Sinergi ini dapat memperluas jaringan bisnis, meningkatkan efisiensi, serta memperkuat posisi Garuda dalam ekosistem transportasi nasional.
10. Prospek dan Arah Strategis
Ke depan, Garuda perlu terus memperkuat tata kelola, memperbaiki struktur biaya, dan mengoptimalkan portofolio bisnis anak perusahaan. Fokus pada inovasi, digitalisasi, dan pelayanan pelanggan menjadi kunci untuk mempertahankan daya saing. Dengan dukungan pemerintah dan strategi restrukturisasi yang berkelanjutan, Garuda memiliki peluang untuk bangkit dan kembali menjadi pemain utama di industri penerbangan kawasan.
9 5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dari aspek keuangan, operasional, dan strategis, dapat disimpulkan bahwa kondisi kesehatan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2024 masih belum sepenuhnya pulih dari krisis yang menghantam industri penerbangan sejak pandemi COVID-19. Dari sisi keuangan, Garuda masih menunjukkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Rasio likuiditas seperti current ratio, quick ratio, dan cash ratio berada jauh di bawah standar yang sehat. Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek masih sangat terbatas.
Solvabilitas perusahaan juga sangat buruk. Total liabilitas jauh melampaui total aset, yang mengakibatkan ekuitas negatif. Rasio Debt to Equity dan Debt to Asset menunjukkan ketergantungan tinggi pada utang yang berisiko tinggi dalam jangka panjang.
Profitabilitas juga belum menunjukkan tanda pemulihan karena rasio-rasio seperti NPM dan ROA masih mencerminkan kerugian. ROE bahkan tidak bisa dihitung karena nilai ekuitas yang negatif.
Namun demikian, dari sisi operasional, terdapat indikasi perbaikan. Pendapatan usaha meningkat secara signifikan dibanding tahun sebelumnya, dan arus kas dari aktivitas operasi sudah mulai positif. Hal ini menunjukkan bahwa strategi efisiensi dan rasionalisasi rute mulai memberikan hasil. Namun, tingginya beban operasional dan beban keuangan tetap menjadi tantangan besar yang menghambat pencapaian laba bersih.
Secara strategis, kepemilikan pemerintah terhadap Garuda masih menjadi kekuatan utama dalam mempertahankan eksistensinya. Keberadaan anak perusahaan seperti Citilink dan GMF AeroAsia juga menjadi potensi bisnis yang bisa dikembangkan lebih jauh. Namun, tantangan industri seperti fluktuasi harga bahan bakar, persaingan ketat dengan maskapai berbiaya rendah (LCC), serta ketergantungan pada pasar internasional masih menekan performa strategis Garuda.
Dengan demikian, Garuda Indonesia dapat dikatakan masih dalam tahap pemulihan.
Perusahaan ini membutuhkan transformasi menyeluruh dan terstruktur agar dapat keluar dari krisis dan menjadi lebih kompetitif di masa depan.
6. Saran
10
Untuk meningkatkan kesehatan perusahaan dan memastikan keberlangsungan bisnis Garuda Indonesia di masa mendatang, berikut beberapa rekomendasi strategis yang dapat dipertimbangkan:
1. Melanjutkan dan Mempercepat Restrukturisasi Utang
Garuda harus terus melanjutkan renegosiasi dengan kreditur dan lessor guna menurunkan beban bunga dan biaya tetap. Restrukturisasi ini harus difokuskan pada pencapaian struktur keuangan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
2. Meningkatkan Modal Melalui Aksi Korporasi
Perusahaan sebaiknya mengevaluasi kemungkinan untuk menerbitkan saham baru, melakukan rights issue, atau melakukan spin-off anak usaha potensial seperti GMF atau Citilink. Langkah ini bertujuan untuk menambah ekuitas dan memperbaiki struktur permodalan.
3. Diversifikasi Sumber Pendapatan
Garuda dapat memperluas lini bisnis kargo, layanan MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul), serta menjajaki peluang di sektor pariwisata dan logistik. Pendapatan non- penumpang dapat membantu menstabilkan keuangan di tengah volatilitas pasar penerbangan komersial.
4. Optimalisasi Operasional dan Digitalisasi
Melanjutkan efisiensi operasional dengan digitalisasi proses bisnis, manajemen jadwal penerbangan, sistem pemesanan tiket, hingga layanan pelanggan. Penggunaan teknologi dapat menekan biaya sekaligus meningkatkan pengalaman pelanggan.
5. Reorientasi Pasar Domestik
Fokus sementara diarahkan pada penguatan rute domestik dan regional yang memiliki potensi pertumbuhan lebih stabil dan berkelanjutan. Pengembangan rute penghubung kota- kota kecil bisa menjadi potensi pasar yang belum tergarap optimal.
6. Pemangkasan Armada dan Penggunaan Pesawat Efisien
Mengevaluasi kembali komposisi armada agar hanya menggunakan jenis pesawat yang hemat bahan bakar, biaya perawatan rendah, dan sesuai dengan permintaan pasar. Ini penting untuk menjaga efisiensi biaya operasional.
11 7. Peningkatan Tata Kelola dan Transparansi
Manajemen harus memperbaiki tata kelola perusahaan dan meningkatkan transparansi laporan keuangan, guna mendapatkan kembali kepercayaan publik, investor, dan mitra bisnis.
8. Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas SDM
Meningkatkan kemampuan SDM melalui pelatihan-pelatihan operasional, manajerial, dan teknologi informasi