Asimetriinformasi yang diukur dengan bid-ask spread meningkat seiring dengan tingkat akrual disekresioner sebagai proksi (dari) kualitas laba yang buruk (Jayaraman, 2008). Penelitian Bachtiar (2007) menunjukkan bahwa akrual diskresioner berpengaruh terhadap tingkat asimetriinformasi yang terjadi selama periode pengumuman. Temuan ini menunjukkan bahwa kualitas laba yang buruk meningkatkan asimetriinformasi, paling tidak selama periode dimana informasi yang berkaitan dengan laba telah diantisipasi oleh pelaku pasar. Tingkat akrual diskresioner yang tinggi menyebabkan peningkatan asimetriinformasi, sebagaimana tercermin dalam bid-ask spread. Selanjutnya, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Abbasi et al. (2013) bahwa kualitas laba tidak memiliki pengaruh terhadap asimetriinformasi walaupun pengungkapan estimasi laba merupakan konsep informatif yang diperkirakan dapat memengaruhi asimetriinformasi.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengungkapan CSR dengan informasiasimetri. Pengukuran pengungkaan CSR menggunakan panduan dari GRI G3.1. Pengukuran informasiasimetri pada penelitian ini menggunakan Bid Ask Spread. Pada penelitian ini juga trdapat variabel kontrol yaitu kualitas laba dan Good Corporate Governance (GCG). Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada sektor pertambangan dan Barang konsumsi pada periode 2008 – 2015. Serta memiliki harga Bid Ask dari periode 2008 – 2015. Pada penelitian ini berhasil ditemukan pengaruh pengungkapan CSR terhadap asimetriInformasi yang berhubungan negatif. Serta beberapa hasil penelitian dari variable kontrol yaitu pengaruh negatif antara earnings persistance dan asimetriinformasi serta pengaruh positif antara komite audit dengan asimetriinformasi.
Wakhun dan Wisadha (2014) menemukan pengaruh negatif tenure audit terhadap asimetriinformasi akibat semakin pendeknya masa perikatan yang dapat dilihat pada tingginya asimetriinformasi di awal perikatan audit baru. Hal ini disebabkan pada periode tersebut auditor belum mengetahui informasi dan prospek perusahaan serta dituntut untuk menyelesaikan tugas auditnya. Hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya potensi kegagalan audit sebagai dampak dari kebujakan tersebut, maka yang terjadi ialah bahwa klien memberikan informasi awal mengenai kondisi perusahaannya. Namun hasil penelitian Almutairi et al. (2009) serta Hakim dan Omri (2010) menemukan hal yang sebaliknya yaitu ketika masa audit semakin lama maka asimetriinformasi akan kembali meningkat.
Menurut hasil penelitian Richardson (1998:2) terdapat hubungan yang sistematis antara asimetriinformasi dan tingkat manajemen laba. Jensen dan Meckling (1976:12) mengasumsikan bahwa manajer sebagai agen akan termotivasi dengan kepentingan pribadi, yaitu usaha untuk melakukan manajemen laba jika ada konflik kepentingan dan ada asimetriinformasi antara pemegang saham sebagai prinsipal dengan manajer sebagai agen. Menurut Manggau (2016:3) asimetriinformasi yang terjadi antara agent dan prin- cipal ini dapat menimbulkan suatu peluang kepada agent untuk melakukan praktik manajemen laba di perusahaan, karena dengan adanya informasi yang dimiliki oleh agent lebih banyak daripada principal maka agent dengan mudah dapat memanipulasi informasi yang ada di perusahaan. Semakin tinggi tingkat asimetriinformasi mengenai perusahaan yang dimiliki oleh manajer daripada pemegang saham, maka manajer akan semakin leluasa merekayasa laba perusahaan yang akan berdampak pada semakin meningkatnya praktik manajemen laba.
Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetriinformasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai prinsipal. Pada satu sisi, pemilik menginginkan manajer bekerja keras untuk memaksimalkan utilitas pemilik. Namun disisi lain, manajer juga cendrung berusaha keras memaksimumkan utilitasnya sendiri. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metoda akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk (2006) yang meneliti pengaruh asimetriinformasi terhadap manajemen laba, dan menemukan bukti bahwa asimetriinformasi berpengaruh terhadap manajemen laba. Semakin besar asimetriinformasi yang terjadi maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya manajemen laba. Agency theory timbul karena adanya informasiasimetri antara pihak manajemen dengan investor dan kreditur. Informasiasimetri terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan lebih banyak dan labih cepat daripada pihak investor, kreditur, maupun pihak eksternal lainnya. Kondisi ini mendorong manajer untuk berperilaku opportunis dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Manajer hanya akan mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya. Apabila tidak ada manfaat yang bisa diperolehnya maka manajer akan menyembunyikan atau menunda pengungkapan informasi itu bahkan kalau diperlukan manajer akan mengubah informasi tersebut.
(insider trading). Dealers atau market-makers memiliki daya pikir terbatas terhadap persepsi masa depan dan menghadapi potensi kerugian ketika berhadapan dengan informed traders. Hal inilah yang menimbulkan adverse selection yang mendorong dealers untuk menutupi kerugian dari pedagang terinformasi dengan meningkatkan spread-nya terhadap pedagang likuid. Jadi dapat dikatakan bahwa asimetriinformasi yang terjadi antara dealer dan pedagang terinformasi tercermin pada spread yang ditentukannya (Komalasari, 2001). Pembahasan lebih lanjut mengenai spread dikemukakan oleh Cohen dkk dalam Wardhana (2009) menekankan bahwa riset mengenai kos transaksi/kos kesegeraan (immediacy cost) harus membedakan antara spread dealer dan spread pasar. Ia menjelaskan bahwa spread dealer untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid dan ask yang ditentukan oleh dealer secara individual ketika ia hendak memperdagangkan saham tersebut, sedangkan spread pasar untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid tertinggi dan ask terendah diantara beberapa dealer yang sama-sama melakukan transaksi untuk saham.
Tingkat asimetriinformasi yang diwakili oleh bid–ask spread tidak berpengaruh secara signifikan terhadap cost of equ ity capital. Besarnya asimetriinformasi tidak dapat menjelaskan secara langsung pengaruhnya terhadap cost of equity capital. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu (Komalasari dan Baridwan, 2001; Mardiyah, 2002; Murni, 2003; Amurwani, 2006) yang menyatakan bahwa asimetriinformasi berpengaruh signifikan dengan cost of equity capital. Semakin tinggi luas pengungkapan sukarela suatu perusahaan, maka akan mempertinggi nilai perusahaan yang ditujukan dengan peningkatan permintaan sekuritas dan peningkatan harga saham yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang pada akhirnya berdampak pada pengurangan biaya modal perusahaan. Penelitian ini menjadi tidak signifikan karena investor menilai pada saat ini, emiten atau perusahaan yang mengeluarkan saham biasa baru adalah untuk menutupi hutang operasional maupun investasinya. Sehingga emiten yang mengeluarkan saham biasa baru kurang diminati oleh para investor. Jadi pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan tidak berpengaruh dengan besarnya cost of equity capital yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitynya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor. AsimetriInformasi
Namun, penelitian mengenai pengaruh CSR terhadap asimetriinformasi masih sangat jarang. Beberapa penelitian-penelitian yang sudah ada seperti, Liu, Xu, & Yue (2013); Lopatta, Buchholz, & Kaspereit (2014); Ferrero, Cano, & Sanchez (2015); Haproso & Zidni (2015); Semenescu & Curmei (2015); Lopatta, Buchholz, & Kaspereit (2015); Cui, Jo, & Na (2016). Selain itu juga ada peneliti Cui, Jo, & Na (2012) yang menggunakan indeks CSR (CSRIDX) dan indeks asimetriinformasi (AIIDX) sebagai alat ukur CSR dan asimetriinformasi, Cormier & Ledoux (2011); Cho, Lee, & Jr. (2013); Hung, Shi, & Wang (2013); Lu & Chueh (2015); dan Diebecker & Sommer (2016) mengukur asimetriinformasi menggunakan SPREAD.
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Fitri Wahyu Risalia, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Analisis Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan terhadap Hubungan antara AsimetriInformasi dan Manajemen Laba, adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.
Perusahaan-perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh BAPEPAM, dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Penyampaian laporan keuangan berhubungan dengan signaling theory karena terdapatnya asimetriinformasi antara manager dan pemegang saham mengenai kinerja perusahaan di masa mendatang. Perusahaan mengeluarkan sinyal-sinyal melalui penyampaian laporan keuangan untuk meminimalisir hal tersebut. Penyampaian informasi melalui laporan keuangan oleh manajemen nantinya akan diterima oleh pihak eksternal sebagai suatu sinyal (http://www.bapepam.go.id).
Kehadiran pasar modal memperbanyak pilihan sumber dana (khususnya dana jangka panjang) bagi perusahaan. Husnan (1993), menyatakan bahwa pasar modal adalah sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang biasa diperjual belikan, baik dalam hutang maupun modal sendiri. Untuk mencermati segala sesuatu yang dapat mempengaruhi penerimaan investor berinvestasi di pasar modal, maka segala informasi yang tersedia hendaklah mampu mencerminkan aktivitas dan pergerakan harga saham serta pergerakan tingkat return yang akan diterima oleh investor. Kondisi dimana informasi menjadi hal yang sangat penting dalam berinvestasi di pasar modal adalah apabila pasar dalam keadaan efisien Konsep pasar modal yang efisien menjadi topik yang menarik untuk diteliti secara empiris sejak Fama (1970) menggambarkan teori analitis mengenai efisiensi pasar atau Efficiency Market Hypothesis (EMH). Dalam konteks pasar efisien, adanya informasi baru akan segera diantisipasi oleh pelaku di pasar dan sesaat akan menyebabkan adanya perubahan harga sekuritas, apakah lonjakan ke atas atau turun, untuk selanjutnya harga akan kembali stabil. Semakin cepat harga bereaksi terhadap masuknya informasi baru, maka semakin efisien pasar tersebut.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetriinformasi (information asymetric). Asimetriinformasi terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang saham).
Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymetri informasi) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasiasimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalamkondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.
Pentingnya informasi laba yang terkandung dalam laporan keuangan dan adanya asimetriinformasi antara manajemen sebagai pihak yang menerbitkan informasi dengan pihak-pihak pemakai laporan keuangan dapat mendorong manajemen untukmelakukan praktik manajemen laba. Manajemen laba yang dilakukan biasanya bertujuan untuk meningkatkan penjualan saham.
Menurut teori tersebut, adanya kepentingan manager untuk memaksimalkan kepentingan dirinya sendiri, serta tidak adanya pengendalian ( ) yang dapat dilakukan prinsipal, akan semakin mendorong terjadinya . Masalah keagenan juga terjadi karena adanya asimetriinformasi atau ketimpangan informasi yang dimiliki pihak agen dan principal yang juga mendorong masalah tersebut, manager yang lebih mengerti dan menguasai atas informasi interrnal perusahaan, (seperti manager akan lebih mengerti apakah mampu mencapai target yang telah ditetapkan atau tidak, serta hal – hal lain yang mempengaruhi kinerja dan kualitas perusahaan) akan cenderung melakukan kebijakan yang mementingkan kepentingan dirinya, hal tersebut juga di latar belakangi atas insentif dan bonus yang diterima oleh manager.
Teknik untuk mengestimasi model bid-ask spread dikembangkan Glosten et.al (1988). Dekomposisi teknik spread terdiri atas dua komponen: 1) komponen transitory adalah informasiasimetri; 2) komponen adverse selection adalah inventory cost, power monopoli spesialis dan kos clearing. Glosten et. al (1988) menemukan bukti bahwa perubahan spread saham biasa dalam jumlah yang signifikan diakibatkan oleh informasiasimetri. Sehingga spread dapat digunakan sebagai proksi kesetimbangan informasi yang dihadapi partisipan pasar modal. Dalam praktiknya terdapat beberapa kelemahan penggunaan bis-ask spread sebagai proksi asimetriinformasi yaitu:
Agar informasi dapat ditransfer dan mempengaruhi nilai saham, pengusaha menunjukkan niat untuk menginvestasikan tenaga dan modal pada proyeknya. Peminjam modal ( lender ) akan memproyeksikan nilai proyek berdasarkan informasi yang dtransfer melalui sinyal-sinyal yang ada (Lelanda dan Pyle dalam Berk dan DeMarzo, 2011). Suatu studi pada tahun 2001 yang berhasil memenangkan Nobel Price melibatkan Akerlof dan Spence berpendapat bahwa keseimbangan pada pasar saham yang melibatkan asimetriinformasi dan transfer informasi berbeda dengan pasar saham yang tanpa melibatkan transfer informasi.
enggan untuk merubah kebijakan dividennya. Karena itu, apabila terjadi kenaikan pembagian dividen yang dilakukan oleh manajemen, investor luar akan menganggap sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek dimasa datang. Kedua, kedalaman informasi yang dimiliki investor dan manajemen berbeda. Manajemen biasanya memiliki informasi yang lebih mendalam tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya. Fenomena ini bisa terjadi karena adanya information asymmetric diantara manajer dan investor, dimana manajer mengetahui prospek perusahaan di masa depan, sedangkan investor tidak (Gelb, 1999). Asimetriinformasi (information asymmetric) merupakan informasi privat yang hanya dimiliki oleh investor-investor yang mendapat informasi saja (informed investor). Asimetriinformasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang diperoleh tentang semua hal yang dapat mempengaruhi perusahaan ke pasar, maka pada umumnya pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal yang tercermin dari perubahan harga saham (Schweitzer, 1989) dalam Zainafree (2005). Implikasinya adalah pengumuman perusahaan akan direspon oleh pasar sebagai suatu sinyal yang menyampaikan adanya informasi baru yang dikeluarkan oleh pihak manajemen yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai saham.