Briket merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang terbuat dari aneka macam hayati atau biomasa, Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkangkelapasawit dan sludge limbah kelapasawit. Penelitian ini bertujuan untuk membuat biobriket arang dari biomassa cangkangkelapasawit dan sludge limbah kelapasawit sebagai bahan bakar alternatif dan untuk menguji mutu biobriket arang, antara lain kualitas nilai kalor, kadar air, densitas dan kadar abu. Pengujian yang dilakukan adalah dengan rancangan acak lengkap non faktorial dengan prameter nilai kalor, kadar air, densitas dan kadar abu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi bahan biobriket arang memberikan pengaruh sangat nyata terrhadap nilai kalor, kadar air, densitas dan kadar abu. Rata – rata nilai kalor yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 3714,16 kal /gr, tidak memenuhi standar mutu briket buatan Inggris, jepang, Amerika Serikat dan Indonesia, rata – rata kadar air yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 7,95 %, tidak memenuhi standar mutu briket buatan Inggris, Jepang, Amerika tetapi memenuhi standar mutu briket buatan Indonesia, rata - rata densitas yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 0,79 ( gr/ cm 3 ), memenuhi standar mutu briket buatan Jepang, Amerika tetapi tidak memenuhi standar mutu briket buatan Indonesia, rata - rata kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 19,84 ( % ), tidak memenuhi standar mutu briket Kata kunci : Briket, cangkangkelapasawit dan sludge limbah kelapasawit
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan draft ini. Adapun judul dari draft ini yaitu“ Pemanfaatan CangkangKelapaSawit dan Limbah KelapaSawit Sludge Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biobriket Arang”
Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2008 di Indonesia terdapat seluas 7.125.331 Ha perkebunan kelapasawit, lebih dari separuhnya yaitu 4.816.253 Ha terdapat di Pulau Sumatra. Luas lahan tersebut tersebar diberbagai propinsi antara lain : Nanggro Aceh Darussalam (311.837 ha), Sumatera Utara (970.716 ha), Sumatra Barat (316.560 ha), Riau (1.548.972 ha), Kepulauan Riau (6.933 ha), Jambi (574.614 ha), Bangka Belitung (133.286 ha), Bengkulu (165.276 ha), Lampung (157.765 ha), Sumatra Selatan (630.294 ha). Ketersediaan lahan perkebunan kelapasawit yang begitu luas di Indonesia, memungkinkan limbah kelapasawit berupa cangkangkelapasawit tersedia dengan sangat banyak.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungku pengarangan yang digunakan sebagai tempat pengarangan cangkangkelapasawit, sekop kecil yang digunakan untuk memasukkan cangkangkelapasawit kedalam tungku pengarangan, lumpang dan alu yang digunakan sebagai alat menumbuk bioarang, ember dan baskom yang digunakan sebagai tempat pengadukan adonan bioarang, gelas ukur yang digunakan untuk mengukur banyaknya air yang dibutuhkan untuk membuat larutan kanji, kayu pengaduk yang digunakan sebagai alat untuk adonan bioarang agar campuran merata, timbangan yang digunakan sebagai alat untuk mengukur berat bioarang yang akan dicetak, cetakan briket yang digunakan sebagai tempat untuk mencetak sampel briket, oven yang digunakan sebagai alat untuk mengeringkan bioarang yang telah dicetak, bom calorimeter yang digunakan sebagai alat untuk mengukur nilai kalori dari briket yang dihasilkan.
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat serta karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “PEMANFAATAN CANGKANGKELAPASAWIT SEBAGAI ARANG AKTIF DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PUSAT PENELITIAN KELAPASAWIT (PPKS) MEDAN ” .
Pada umumnya silika gel dibuat dengan melebur pasir kuarsa dengan sodium karbonat pada suhu 1300 0 C melalui proses dan pengolahan menggunakan mesin. Namun proses ini sangat boros energi dan menimbulkan masalah lingkungan akibat eksploitasi pasir kuarsa yang terus menerus karena tidak dapat diperbarui. Oleh karena itu diperlukan sumber silika baru yang mudah dan dapat diperbarui. Pada penelitian ini menggunakan cangkangkelapasawit dan fiber kelapasawit sebagai bahan baku pembuatan silika gel. Digunakannya cangkangkelapasawit dan fiber kelapasawit karena produksi kelapasawit di Indonesia sangat melimpah, sedangkan yang dimanfaatkan hanya daging buah kelapasawit dan cangkangkelapasawit dan fiber kelapasawit hanya menjadi limbah, dan dari literatur disebutkan bahwa cangkangkelapasawit dan fiber kelapasawit memiliki kandungan silika yang sangat banyak, yaitu pada cangkangkelapasawit ± 59,1 % sedangkan fiber ± 61 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi optimum perbandingan bahan baku pada pembuatan silika gel. Metode yang digunakan adalah ekstraksi padat cair pada suhu 110 0 C. Tahapan yang dilakukan yaitu ekstraksi silika dengan menggunakan Na 2 CO 3 sebagai pelarut, presipitasi
Briket merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang terbuat dari aneka macam hayati atau biomasa, Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkangkelapasawit dan sludge limbah kelapasawit. Penelitian ini bertujuan untuk membuat biobriket arang dari biomassa cangkangkelapasawit dan sludge limbah kelapasawit sebagai bahan bakar alternatif dan untuk menguji mutu biobriket arang, antara lain kualitas nilai kalor, kadar air, densitas dan kadar abu. Pengujian yang dilakukan adalah dengan rancangan acak lengkap non faktorial dengan prameter nilai kalor, kadar air, densitas dan kadar abu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi bahan biobriket arang memberikan pengaruh sangat nyata terrhadap nilai kalor, kadar air, densitas dan kadar abu. Rata – rata nilai kalor yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 3714,16 kal /gr, tidak memenuhi standar mutu briket buatan Inggris, jepang, Amerika Serikat dan Indonesia, rata – rata kadar air yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 7,95 %, tidak memenuhi standar mutu briket buatan Inggris, Jepang, Amerika tetapi memenuhi standar mutu briket buatan Indonesia, rata - rata densitas yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 0,79 ( gr/ cm 3 ), memenuhi standar mutu briket buatan Jepang, Amerika tetapi tidak memenuhi standar mutu briket buatan Indonesia, rata - rata kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 19,84 ( % ), tidak memenuhi standar mutu briket Kata kunci : Briket, cangkangkelapasawit dan sludge limbah kelapasawit
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, iman, dan islam. Shalawat dan salam tidak lupa penulis hadiahkan buat junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW. Atas berkat rahmat, hidayah dan dukungan banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Optimasi Diameter Tungku Berbahan Sekam Padi dan CangkangKelapaSawit Serta Analisis Efisiensi dan Sebaran Kalornya” . Penelitian ini di laksanakan di pondok Rizki. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Telah dilakukan penelitian tentang efek asap cair cangkangkelapasawit (ACCKS) terhadap jamur Ganoderma sp. pada kayu kelapasawit. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Polimer dan Mikrobiologi FMIPA USU Medan. ACCKS merupakan salah satu alternatif bahan pengawet yang dapat digunakan untuk pengawetan kayu karena mengandung fenol dan asam-asam organik. Efek ACCKS terhadap pertumbuhan jamur dilakukan secara invitro yaitu dilakukan pada media agar, dan secara in vivo yaitu dilakukan pada media kayu kelapasawit secara langsung. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ACCKS mampu menghambat pertumbuhan jamur. Suhu optimum ACCKS yang paling baik menghambat perkembangan jamur Ganoderma sp. adalah suhu 400°C.
Venturimeter memiliki jenis aliran subsonik, dimana nozzle memiliki luas yang makin mengecil searah dengan aliran dan diffuser memiliki luas yang makin membesar searah dengan aliran. Tekanan yang meningkat pada sisi sempit venturimeter akan memampatkan aliran udara yang lewat dan kecepatannya berkurang, dan ketika udara melewati pelebaran diameter dari diffuser, kecepatan aliran akan meningkat dan udara akan menyebar dengan kecepatan yang menurun. Teori-teori diatas kemudian dijadikan dasar perancangan dari kiln untuk pengarangan cangkangkelapasawit ini. Bentuk dari kiln dibuat menyerupai bentuk dari venturimeter dengan perbandingan diameter dasar, tenggorokan, dan atas kiln adalah 2:1:2 dengan masing-masing ukuran 40 cm, 20 cm, dan 40 cm. Diharapkan dengan bentuk kiln yang menerapkan prinsip venturimeter ini, aliran udara panas yang pada mulanya merupakan hasil pembakaran bahan bakar awal pada dasar kiln akan mengalir menuju bagian atas kiln dengan mengikuti pola aliran pada venturimeter sehingga didapatkan sebaran udara dan suhu yang baik serta kematangan arang yang merata. Distribusi udara di dalam kiln juga dibantu dengan adanya kassa pemerata yang bersifat portable, sebagai cadangan udara pada ruang pengarangan. Kassa pemerata akan diletakkan di dalam ruang pengarangan sebelum bahan baku dimasukkan, dan akan dikeluarkan setelah proses pengarangan selesai sebelum arang dikeluarkan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memanfaatkan cangkangkelapasawit sebagai alternatif agregat kasar pada beton non-pasir. Cangkangkelapasawit mempunyai bobot yang ringan dan kulit yang keras sehingga berpotensi sebagai agregat beton ringan. Beton non-pasir adalah beton ringan yang didapat dengan menghilangkan agregat halus campuran beton normal. Cangkangkelapasawit yang digunakan berasal dari pabrik kelapasawit Lhoksukon, Aceh Utara. Cangkangkelapasawit diayak menggunakan saringan 19 – 9,5 mm. Benda uji dipersiapkan sebanyak 30 buah berbentuk silender (15 x 30) cm. Faktor air semen yang digunakan adalah 0,45 dengan perbandingan volume untuk 5 variasi benda uji masing-masing 1 : 3; 1 : 6; 1 : 8; 1 : 10 dan 1t: 12. Dari hasil pengujian pada umur 28 hari untuk beton non- pasir dengan perbandingan volume semen dan kerikil 1 : 3 didapat kuat tekan sebesar 8,71 MPa, sedangkan untuk beton non-pasir dengan perbandingan volume semen dan cangkangsawit masing-masing 1 : 3; 1 : 6; dan 1 : 8 didapat kuat tekan 4,64 MPa, 3,62 MPa, dan 3,06 MPa. Selanjutnya, untuk perbandingan volume semen dan cangkangsawit masing-masing 1 : 10 dan 1 : 12 didapat kuat tekan di bawah 3 MPa. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa beton non-pasir dengan agregat cangkangsawit pada perbandingan 1 : 3, 1 : 6; dan 1 : 8; memenuhi kriteria kuat tekan beton non-pasir yaitu antara 2,8 MPa sampai 10 MPa. Dengan demikian, beton non-pasir dari agregat cangkangkelapasawit dapat diaplikasikan sebagai beton ringan non struktural yang ramah lingkungan karena sifatnya yang tembus air
Menurut Loebis dan Tobing (1989), limbah cair PKS (pabrik kelapasawit) bersal dari air kondensat rebusan, air drab lumpur klarifikasi (350- 450 kg/ton TBS) dan air hidrosiklon (100-150 kg/ton TBS). Limbah perkebunan tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar padat buatan yang lebih luas penggunaannya sebagai bahan bakar alternatif yang disebut biobriket. Salah satu contohnya adalah biobriket dari limbah kelapasawit yang berasal dari sisa proses produksi CPO ( Crude Palm Oil ) yang dialirkan ke kolam limbah kemudian menjadi bahan organik.
Cangkangkelapasawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapasawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Tempurung kelapasawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif dapat dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550 o C selama kurang lebih tiga jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut memenuhi SII, kecuali kadar abu. Tingkat keaktifan arang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari daya serap iodnya sebesar 28,9% . (Andriati Amir, 2003)
PT. Sriwijaya Palm Oil Indonesia merupakan pabrik pengolahan kelapasawit menjadi minyak mentah atau yang biasa dikenal dengan istilah crude palm oil (CPO). Bahan baku yang digunakan pada pabrik kelapasawit PT. Sriwijaya Palm Oil Indonesia adalah buah kelapasawit utuh yang menghasilkan minyak mentah atau crude paml oil (CPO), inti sawit (kernel) dan cangkang. Kelapasawit merupakan salah satu dari beberapa tanaman golongan palm dan berkeping satu yang termasuk dalam family palmae. Nama genus Elaesis berasal dari bahasa Yunani Elatlori atau minyak, sedangkan nama spesies Guineensis berasal dari kata Guinea , yaiitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapasawit pertama kali di Guinea, Afrika Barat.
Penelitian optimalisasi prosedur sintesis dan karakterisasi zeolit X dari limbah abu cangkangkelapasawit akan dijelaskan dalam skripsi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur-prosedur sintesis yang paling optimum untuk zeolit X, yaitu mengetahui kecepatan pengadukan pencampuran awal reaktan, suhu pembentukan gel dan lamanya waktu kristalisasi. Bahan dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah abu cangkangkelapasawit. Sebelum abu cangkangkelapasawit digunakan, terlebih dahulu diberi perlakuan pemisahan secara magnetik hingga diperoleh abu cangkangkelapasawit non magnetik. Pertama sekali sintesis dilakukan dengan abu cangkangkelapasawit tanpa pemisahan dan non magnetik untuk mengetahui pengaruh proses pemisahan magnetik. Sintesis dilakukan dengan metode hidrotermal yaitu mereaksikan sebanyak 5 g abu cangkangkelapasawit non magnetik dengan Al(OH) 3 sebanyak
minyak kelapasawit kasar atau CPO (Crude Palm Oil) sedangkan minyak yang kedua berasal dari inti kelapasawit tidak bewarna, dikenal sebagai minyak inti kelapasawit atau PKO (Palm Kernel Oil). Minyak yang kedua ini komposisi kimia dan warnanya hampir sama dengan minyak kelapa yiur, disamping minyak, buah kelapasawit juga menghasilkan bahan padatan berupa sabut, cangkang dan tandan buah kosong kelapasawit. Bahan padatan ini dimanfaatkan untuk sumber energi, pupuk, makanan ternak dan bahan untuk industri
dan 20%. Karbonasi dilakukan pada temperatur 200 dan 400 0 C selama 20; 40 dan 60 menit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik cangkangkelapasawit sebagai karbon aktif melalui uji proksimat berupa kadar air, kadar abu dan daya serap karbon aktif terhadap bilangan iodin.
Bahan baku (cangkangkelapasawit) dimasukkan sebanyak 5 kg dalam reaktor pirolisis, kemudian sampel dipirolisis pada Temperatur 300 o C, 340 o C, 380 o C untuk menghasilkan asap yang selanjutnya dikondensasikan dengan menggunakan kondensor sehingga menghasilkan asap cair Grade 3, tar, dan arang. Selanjutnya asap cair yang dihasilkan dimurnikan secara distilasi pada temperatur 180 o C – 200 o C untuk memisahkan asap cair dengan tar sehingga menghasilkan asap cair Grade 1. Skema peralatan asap cair dapat ditabulasikan pada gambar 1.
Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Gergajian Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl) dan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos nucifera L). Departemen Hasil Hutan. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.
Perkembangan perkebunan kelapasawit di Indonesia terus meningkat dengan laju peremajaan tanaman sekitar 10% menghasilkan batang kelapasawit sebanyak 11,7 juta pohon pertahun yang setara dengan 5,85 juta ton kayu pertahun mendorong kita untuk memanfaatkan secara maksimal sebagai pengganti kayu konvensional. Upaya untuk meningkatkan kualitas kayu dari kualitas rendah menjadi kayu kualitas tinggi telah banyak dilakukan, salah satunya meningkatkan kestabilan dimensi kayu. Kestabilan ini dapat dilakukan dalam berbagai metode seperti metode fisik dan metode kimia. Perlakuan metode fisik antara lain pengiringan kayu dalam oven, pelapisan permukaan dan pengisian pori- pori kayu sedangkan metode kimia antara lain asetilasi maupun formaldehidrasi. Pengawetan kayu dengan cara oven atau pengiringan dapat berlangsung secara merata sehingga pada kelembaban tertentu dimensi kayu akan stabil. Akan