2. Buruan “legaran” (buru Mingguan / buru biaso), 6 yaitu aktivitas buru babi yang dilakukan oleh sekolompok orang (pemburu), jumlah pemburunya lebih sedikit dari pada buru alek, berkisar antara 80 sampai dengan 100 orang pemburu. Aktivitas buru babi ini dilakukan tanpa adanya acara baradaik sepertihalnya yang dilaksanakan pada buru alek. Dalam aktivitas buru babi ini tidak ada undangan, para pemburu yang dari daerah lain datang dengan sendirinya tanpa diundang. Khusus di Kota Padang aktivitas buru babi ini biasanya dilakukan pada hari Minggu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui self-determination theory (SDT) of motivation guru sekolah dasar di daerahpinggirankota Semarang dari Ryan & Deci. Motivasi ekstrinsik meliputi regulasi eksternal, introyeksi, identifikasi dan integrasi. Motivasi intrinsik meliputi minat, kesukacitaan bekerja dan kepuasan. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga guru sekolah dasar yang berada di daerahpinggiran dengan lama mengajar lebih dari lima tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara bebas terpimpin ditambah dengan observasi terhadap ketiga subjek penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga subjek memiliki motivasi awal dan motivasi bertahan yang berbeda-beda. Motivasi ekstrinsik dan intrinsik memiliki nilai yang sama. Motivasi awal SR adalah introyeksi yang merupakan motivasi ekstrinsik dalam hal memperoleh pengakuan dari orang lain. Motivasi awal RD terbentuk dari dalam diri (minat) sejak kecil ingin menjadi guru. Motivasi awal SP terbentuk dari keinginan ayah agar ia menjadi guru, hal tersebut termasuk motivasi ekstrinsik identifikasi. Motivasi bertahan SR yang muncul adalah intrinsik (kepuasan) mempunyai tekad kuat sebagai alumni ia merasa mempunyai kewajiban memajukan siswa di daerah tersebut. Motivasi bertahan RD tetap mengajar di daerahpinggiran yaitu karena adanya nilai penting penghargaan (regulasi eksternal) berupa urusan kepegawaian tetap lancar jika mengajar di sekolah tersebut. Motivasi bertahan SP juga berupa motivasi ekstrinsik (regulasi eksternal) muncul karena ia merupakan guru pelopor dari sekolah tersebut.
kawasan juga sangat tinggi dimana sudah terlihat indikasi pengembangan fasilitas dan pusat kegiatan baru pada wilayah pinggiran. Sama halnya seperti yang terlihat pada Kecamatan Alang- Alang Lebar yang dikategorikan wilayah pinggiran di Kota Palembang. Kecamatan Alang-alang lebar telah dilewati oleh BRT karena pada kecamatan ini telah beroperasi halte BRT. Namun, indikasi pengguna kendaraan pribadi masih tinggi di wilayah pinggiran (Joni, 2013). Dari permasalahan diatas, dibutuhkan sebuah konsep penanganan yang dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi di wilayah pinggiranKota Palembang. Terkait dengan perkembangan kepadatan Kota Palembang dan kebutuhan akan transportasi maka diungkapkan oleh Tamin (2000), integrasi transportasi publik merupakan solusi paling rasional untuk mengatasi permasalahan transportasi perkotaan. Selain itu, konsep integrasi angkutan umum di Kota Palembang juga dapat diterapkan di wilayah perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa yang sudah seharusnya memiliki sistem transportasi publik yang efisien (Potter dan Skinner, 2000; Murray, 2001; Warpani, 2002; Ibrahim, 2003; Hull, 2005; Preston, 2010; Santos et al, 2010. Hal ini juga didukung strategi dan kebijakan pengembangan transportasi pada RPJMD Kota Palembang 2013-2018 untuk mengintegrasikan angkutan umum di Kota Palembang, begitu pula seperti yang disampaikan oleh Kepala Dishub Kota Palembang, Masripin (2011) tentang arahan penggunaan feeder di tahun 2016 dan penggunanaan angkutan kota di wilayah pinggiranKota Palembang Tahun 2016.
Berkembangnya daerahpinggiran ini jelas memiliki dampak terhadap sistem transportasi kota. Sebaran dan pergerakan yang dilakukan oleh penduduk daerahpinggiran berpotensi untuk menimbulkan keruwetan pada transportasi Kota Semarang pada nantinya karena mereka cenderung tetap melakukan perjalanan kedaerah pusat Kota Semarang dimana pusat ekonomi, pekerjaan, hiburan, dan pendidikan berada sedangkan kita ketahui semakin lama perjalanan yang ditempuh semakin besar pula bebannya pada sistem transportasi. Dalam penelitian ini diharapkan penulis mampu mengidentifikasi perilaku pergerakan penduduk daerahpinggiranKota Semarang melalui penyebaran kuesioner sehingga dapat dilihat apa dan bagaimana sebenarnya peran penduduk daerahpinggiran pada sistem transportasi kota.
Dengan melihat besarnya jumlah penduduk dan pemerataan penduduk yang sebagaian besar tinggal di daerahpinggirankota dengan tingkat ekonomi termasuk kelas menengah kebawah (bahkan tingkat pra-sejahtera), maka pihak pemerintah kota Surakarta memandang perlu adanya program yang bisa mengatasi permasalahan macetnya akses informasi dan aspirasi masyarakat tersebut. Tentunya hal yang tak kalah penting adalah program tersebut disajikan melalui sebuah media yang dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat yang sebagian besar berkemampuan ekonomi yang rendah.
Dari ketiga analisis peta dalam tabel 3, ter- lihat bahwa pola pengembangan perumahan terencana di daerahpinggirankota Banjarmasin merupakan konsekuensi dari arahan kebijakan RURTK yang melihat adanya potensi lahan ko- song atau lahan pertanian di daerahpinggiran yang bisa dikembangkan menjadi daerah per- mukiman baru. Karena batasan geografis dan kepadatan penduduk pemekaran kota tidak me- ngarah secara merata ke semua arah sebagai mana pola pertumbuhan kota yang konsentris atau memajang sepanjang koridor jalan utama. Tetapi lebih pada pola pertumbuhan perembet- an yang meloncat (leaf frog development) di- mana Banjarmasin Utara, Timur dan Selatan mengalami pemekaran morfologi kota terbesar secara berurutan.
Studi lain mengenai daerah di pinggirankota yang menarik dikemukakan oleh Krausse [1978:42]. Studinya secara khhusus membahas permukiman kampung yang ada di kota Jakarta. Walaupun studinya dilaksanakan 19 tahun yang lampau, pemeriannya tetap relevan bukan dalam arti lokasinya namun dalam arti pola dan proses berlangsung, karena pada hakekatnya zonasi bentuk permukiman hanya mengalami pergeseran saja dalam hal lokasi. Apabila dalam waktu sebelumnya sesuatu lokasi tertentu masih berada dalam daerahpinggirankota maka beberapa tahun kemudian akan menjadi daerah terbangun dan daerah yang semula merupaka daerah pertanian pada gilirannnya akan menjadi daerahpinggirankota. Kosep ini sejalan dengan wave analog theory yang kebenarannya telah teruji pada beberapa kota baik di negara maju dan berkembang. Dalam studinya, Krausse [1978:54] menemukan bahwa permukiman kampung di daerahpinggirankota berbeda dengan pola permukiman kampung yang terletak di bagian dalam kota. Permukiman kampung yang dimaksud dalam penelitiannya adalah suatu bentuk permukiman yang kebanyakan dihuni oleh penduduk yang berpenghasilan rendah, dengan berbagai fasilitas yag minimal serta kualitas bangunan yang sedang sampai substandar.
Pengembangan dan pembenahan sebuah kota sekarang ini tidak hanya berfokus pada daerah pusat kota saja, hal ini disebabkan tanah kosong di pusat perkotaan sudah mulai langkah dan tinggi harganya. Disamping itu, pengembangan dan pembenahan kota menyebabkan daerahpinggirankota akan menjadi daerah yang akan diperrebutkan, apalagi daerah tersebut terdapat potensi untuk investasi. Ditambahkan dengan pembenahan kota maka kota tersebut akan bersolek menjadi sebuah kota yan mempunyai image, cirri khas dan daya tarik tersendiri, baik untuk menarik investor ataupun wisatawan. Dengan dengan demikian, penduduk kota tersebut akan bangga memiliki kota unik tersebut, yang mana akan memberi motivasi kepada penduduk kota tersebut untuk turut menjaga dan melestarikan kotanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sarwadi terwujud dalam buku yang berjudul Penelitian Kosakata bahasa Indonesia Murid Kelas VI Sekolah Dasar di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang berangka tahun 1981. Hasil penelitian ini adalah: (a) letak sekolah pada umumnya berpengaruh terhadap penguasaan kosakata murid, terutama perbedaan letak sekolah antara daerahkota dan daerah luarnya. Sedangkan perbedaan letak sekolah antara daerahpinggirankota (semi kota) dan daerah pedesaan (rural) dalam hal penguasaan kosakata bahasa Indonesia murid kelas kurang berpengaruh, (b) rata-rata penguasaan kosakata bahasa Indonesia murid kelas VI SD di Jawa Tengah dan Daerah istimewa Yogyakarta ditemukan lebih dari 5000 kata, (c) pengaruh bahasa daerah (Jawa) tampak pada penguasaan kosakata yang berupa kata dasar, kata jadian, dan kata ulang, (d) kosakata yang paling banyak dikuasai murid adalah kata benda, kata kerja, dan jenis kata lain.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian tentang tingkat pemenuhan kebutuhan fasilitas sosial dan aksesibilitas menuju fasilitas tersebut. Wilayah penelitian yang diambil adalah Kecamatan Genuk yang merepresentasikan daerahpinggiranKota Semarang dengan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah dan ketersediaan fasilitas sosial yang minim serta Kecamatan Semarang Selatan yang merupakan kawasan pusat kota dengan tingkat kesejahteraan penduduk yang cukup tinggi dan memiliki ketersediaan fasilitas sosial yang memadai. Metode pendekatan penelitian adalah metode Triangulasi dengan pendekatan Sequantial Explanatory Strategy yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mendapatkan persepsi masyarakat terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan fasilitas sosial dan akses menuju fasilitas tersebut sehingga kondisi yang ada pada wilayah studi dapat diteliti oleh peneliti secara lebih mendalam. Metode kuantitatif digunakan pada saat proses analisis untuk mendapatkan hasil penelitian yang ilmiah dengan menggunakan teknik analisis pembobotan yang dilakukan terhadap persepsi yang didapatkan dari masyarakat.
concentric. Menurut Nelson, R.L. dalam Yunus (2005), Kota Semarang yang terletak di tepi pantai termasuk salah satu kota yang berbentuk kipas (the fan shaped cities), sehingga kegiatan lalu-lintas pada kota seperti disebutkan di atas memiliki ciri-ciri antara lain dominasi oleh pergerakan menuju ke pusat kota, cukup besarnya pergerakan komuter dari daerah hinterland-nya, besarnya beban lalu lintas pada ruas-ruas jalan utama (radial) menuju ke pusat kota, perkembangan daerah pemukiman di daerahpinggiran yang menjadi daerah bangkitan pergerakan serta terkonsentrasinya aktivitas ekonomi di pusat kota dan cukup tingginya arus lalu lintas menerus. Kondisi topografi yang berbukit-bukit menyebabkan perkembangan fisik kota tidak merata, cenderung berkembang ke daerah dengan medan yang rata, yaitu ke Timur dan Selatan. Sedangkan di lokasi studi kondisi relatif berbukit, dengan kecenderungan pemukiman di daerah dengan kondisi topografi relatif datar atau tidak terlalu curam, seperti disajikan Gambar 3. berikut.
Zahnd (1999) menggambarkan bahwa salah satu watak dalam kehidupan perkotaan ialah kenyataan bahwa bentuk sebuah kota tidak akan pernah selesai. Suatu perancangan kota yang berfokus pada suatu bentuk perancangan yang “terakhir” sudah dapat dianggap gagal karena sebuah bentuk kota akan terus menerus berlanjut, dan bentuk sebuah kota tidak akan pernah sempurna. Suatu perancangan kota yang terfokus pada bentuk kota yang komplit akan mengalami kegagalan karena bentuk suatu kota akan terus menerus dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya fungsi-fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman dan perdagangan yang diawali dari bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya sektor ekonomi, kota bukanlah sesuatu yang bersifat statis karena memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan pelakunya yang dilaksanakan dalam dimensi waktu. Oleh karena itu dinamika perkembangan merupakan ekspresi dari perkembangan masyarakat di dalam kota tersebut. Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana seharusnya sebuah kota atau kawasan perkotaan dapat berkembang secara konkrit? Dengan cara yang mana? Prinsip-prinsip manakah yang berlaku pada suatu tempat?
Pemukiman dengan garis besarnya terdiri dari berbagai komponen yaitu pertama, ialah lahan atau tanah yang diperuntukkan untuk perumahan dimana kondisi tanah akan mempengaruhi harga dari satuan rumah yang akan dibangun. Kedua, ialah prasarana pemukiman yaitu jalan lokal, saluran drainase, jaringan listrik yang semuanya menentukan kualitas perumahan yang dibangun. Dan ketiga, ialah perumahan yang dibangun. Suatu pemukiman akan menjadi ideal apabila telah memiliki komponen yang keempat, yaitu fasilitas umum dan fasilitas sosial. Permukiman berarti proses atau tindakan pemukiman penduduk. Namun kata ini permukiman bukan merupakan aktifitas melainkan benda atau atau untuk mencapai proses sesuai artinya. Dan alat yang digunakan adalah berupa tempat tinggal atau biasa disebut rumah. Karena permukiman sebagai salah satu unsur yang membentuk kota terdiri berbagai bangunan dan prasarana lingkungannya merupakan unsur yang paling menonjol dari pada unsur sarana dan prasaran kota lainnya. Permukiman adalah salah satu kebutuhan pokok minimal sandang pangan yang harus di penuhi oleh manusia.
Majelis Asy-Syifa Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta adalah Majelis yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan bagi masyarakat pinggirankota di Surakarta, khususnya Gilingan yang berada disekitar terminal Tirtonadi. Majelis ini terletak di Cindrejo Lor Rt. 01/Rw. 5 Gilingan kecamatan Banjarsari Surakarta. Majelis Asy-Syifa mempunyai kepedulian yang besar terhadap pendidikan bagi masyarakat pinggiran (kaum marjinal) atau kaum dhuafa. Hal ini dibuktikan dengan adanya sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), bimbingan belajar pada usia sekolah (SD, SMP, SMA) yang diberi nama Rumah Prestasi, majelis taklim yang berupa pengajian ibu-ibu ahad pagi (dilanjutkan dengan senam pagi dan pengobatan gratis), TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an), pelatihan ketrampilan, serta peringatan hari besar Islam, yang berada dibawah bimbingan Majelis Asy-Syifa Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta dan semua kegiatan tersebut gratis.
Penjelasan : Pada jaman dulu penduduk dipinggiran umumnya dipandang belum tinggi martabatnya, maka seorang yang berada di Ling Nan daerahpinggiran selatan pun dikatakan tidak beradab, dalam hal ini Patriach V memang sengaja untuk merangsang dan menguji, bukan dengan sebenarnya mengartikan tidak beradab. Sesuai dengan jawaban Hui Neng, dapat lebih dimengerti bahwa beliau memang bukan orang sembarangan, itu dapat dibuktikan atas kematangannya mengenai kerohanian yang tidak ada beda satu sama lain. Tubuh jasmani boleh berlainan Baik bentuk, warna dan tempat tinggalnya juga tapi isi rohaninya satu rupa. Semua makluk memiliki hati rohani yang tidak tertampak, dan selamanya memang bersih murni, cemerlang tanpa cacat, selalu waspada langgeng dan abadi, hal ini dinamakan roh.
tingginya harga tanah. Apalagi untuk memperoleh rumah yang layak untuk ditempati, hanya sebagian kecil warga kota yang memilikinya. Tingkat modernitas suatu kota salah satunya dapat diukur dari tingkat kualitas perumahan atau pemukiman yang ada di kota tersebut. Artinya bahwa semakin modern kota tersebut, akan tercermin dari semakin baiknya kualitas pemukiman yang dimilikinya. Kualitas yang dimaksud harus berdimensi menyeluruh, yakni selain kualitas material konstruksi dari bangunan – bangunan yang ada, kelengkapan saran dan prasarana sosial dan lingkungan, serta keterkaitan yang harmonis antara kawasan – kawasan lainnya.
Saat ini lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan serta pengajaran kepada anak sejak usia dini sangatlah mudah ditemukan di daerah perkotaan sedangkan untuk di daerahpinggiran perkotaan masih sangat sulit ditemukan oleh karna minat orangtua dalam memberikan PAUD di daerahpinggiran perkotaan masih relatif kecil terkait dengan kemampuan ekonomi mereka. Serta didukung dengan pasang surut berdirinya PAUD yang terkadang harus tutup sementara karna tidak mendapatkan anak usia dini untuk dididik. Perkembangan secara pesat di daerah perkotaan diakibatkan lembaga ini sekaligus menjadi tempat penitipan anak yang berorientasi mengembangkan pendidikan melalui kreativitas dalam bentuk permainan.
Muatan lokal diajarkan dengan tujuan untuk membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk : a. mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya. b. melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri sendiri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional (Permendikbud, 2013)
Perumahan di bagian utara Yogyakarta sejak tahun 1970 an telah berkembang jauh lebih pesat dibanding dengan pinggirankota lainnya. Di sisi lain, kawasan utara Yogyakarta secara alamiah merupakan kawasan resapan air. Oleh karena itu, kelestarian kawasan tersebut sebagai kawasan pertanian sangat penting bagi ketersediaan air tanah untuk kota Yogyakarta dan Bantul. Oleh karena itu, sebagai upaya pengendalian, dalam RUTR DIY maupun Kabupaten Sleman, kawasan pinggiranKota Yogyakarta sebagian besar telah ditetapkan sebagai kawasan lindung bawahan dan kawasan sawah abadi.
Perkembangan suatu wilayah merupakan sebuah fenomena yang wajar dalam struktur tata ruang kota. Perkembangan tersebut dapat terjadi apabila suatu wilayah yang dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan (growth pole) semakin padat baik dari segi aktivitas perkotaannya maupun dari segi jumlah penduduknya, sehingga membutuhkan ruang lebih untuk menampung luapan aktivitas kota maupun penduduknya. Fenomena yang cukup menarik adalah munculnya Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD) yang berada di Tangerang, Propinsi Banten. Keberadaan BSD merupakan salah satu dampak dari perkembangan Kota Jakarta sebagai pusat pertumbuhan utama. Kelengkapan fasilitas yang dimiliki BSD sangat beragam seperti, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, fasilitas peribadatan, fasilitas hiburan, sarana dan prasarana transportasi, perkantoran, dll. Kelengkapan fasilitas yang tersedia memungkinkan berlangsungnya fungsi Bumi Serpong Damai sebagai sebuah kota dengan aktivitas berskala kota, namun dalam kenyataan di lapangan masih banyak jumlah komuter dari Bumi Serpong Damai yang melakukan pergerakan ke luar wilayah Bumi Serpong Damai.