Rima Yunisa Nasution. 2014. Effectiveness test on antagonist fungi Trichoderma sp. and GliocladiumSp. to control fusarium disease (Fusarium oxysporum F.sp capsici) for chilli crop (Capsicum Annuum L.) at screen house. Supervised by Lahmuddin Lubis and Hassanuddin. The goal of the research is to examine antagonist fungi Trichoderma and Gliocladium virens towards F. Oxysporum that lead the fusarium disease for chilli crop at screen house. The research was conducted at Plant Disease Laboratory, Agroecoteknology Program Study, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan from July to November 2014. It was done by using Completely Randomized design (CRD) non factorial with ten treatments and three replications. The result showed all fungi that have used for (Trichoderma virdae, Trichoderma koningii, Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens.) have a potential as biological agents to control fusarium for chilli crop. The best result obtained on T. koningii with disease severity 7.21% for chilli crop at screen house. T. harzianum also improve plant growth with height 59.7 cm.
Asas pengendalian biologis sudah dipakai sejak tahun 1970-an terhadap jamur akar putih (Rigidoporus microporus) pada karet. Usaha ini ditingkatkan lagi pada tahun 1980-an dengan pemberian belerang untuk membantu berkembangnya Trichoderdma sp. Dalam tanah yang mempunyai daya antagonistik terhadap jamur akar putih . Untuk menjamin adanya antagonis yang efektif dalam tanah, sejak beberapa tahun yang lalu tersedia campuran “Sako-P” yang mengandung T. koningii untuk menginokulasi tanah (jamur diproduksi oleh Pusat Penelitian Karet Sungei Putih). Dewasa ini di banyak Negara diketahui bahwa Trichoderma sp. dan Gliocladiumsp. dapat dipakai untuk mengendalikan macam-macam penyakit bawaan tanah (Semangun, 1996).
Biological agents were isolated by using Dhingra and Sinclair soil plating method: 1 gram soil of chilli tomato land was weighed with analytical balance, then made the suspension by dilution 10 -4 . Furthermore Streptomyces sp. was isolated by preparing of 1 mL suspension and was taken aseptically, it was spreaded on GNA medium. T. harzianum and Gliocladiumsp. from PPFHC - Pandaan was isolated like Streptomyces isolated but the isolation was done on PDA media. Biological agents obtained, then purified, and propagated on PDA in Petri dishes.
Hasil pengamatan persentase serangan di dapat persentase serangan Pythium spp. pada tanaman yang diberi Trichoderma sp. lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diberi Gliocladiumsp. Hal ini karena jamur Gliocladiumsp. memarasit inangnya dengan cara menutupi atau membungkus patogen, memproduksi enzim-enzim dan menghancurkan dinding sel patogen hingga patogen mati. Di samping itu, Gliocladiumsp dapat hidup baik sebagai saprofit maupun parasit pada cendawan lain, dapat berkompetisi akan makanan, dapat menghasilkan zat penghambat dan bersifat hiperparasit (Papavizas, 1985). Sedangkan jamur Trichoderma sp. memiliki mekanisme yaitu kompetisi terhadap ruang dan makanan yang mampu menekan perkembangan patogen pada tanah dan jaringan tanaman, serta mengumpulkan nutrisi organik, menginduksi ketahanan dan inaktivasi enzim patogen. Trichoderma sp. dapat menekan pertumbuhan patogen dengan cara melilit hifa patogen, mengeluarkan enzim β -1,3 glukonase dan kitinase yang dapat menembus dinding sel inang (Saragih et al., 2006).
Hasil penelitian menunjukkan keparahan penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol dengan 10 g F. oxysporum yaitu sebesar 2,60 % dan terendah pada perlakuan control, 18 g Trichoderma sp., 24 g Trichoderma sp., 18 g Gliocladiumsp. 24 g Gliocladiumsp. yaitu sebesar 0,71 %. Kejadian penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan dengan 10 g F. oxysporum sebesar 5,01 % dan terendah pada perlakuan Kontrol, 18 g Trichoderma sp., 24 g Trichoderma sp., 18 g Gliocladiumsp. dan 24 g Gliocladiumsp. yaitu sebesar 0,71 %. Jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan 24 g Trichoderma sp. sebesar 36 helai dan terendah pada perlakuan dengan 10 g F. oxysporum sebesar 29 helai. Sementara tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan 24 g Gliocladiumsp. sebesar 40,20 cm dan terendah pada perlakuan dengan 10 g F. oxysporum sebesar 37,26 cm. Adapun jumlah koloni F. oxysporum terbanyak terdapat pada perlakuan dengan 10 g F. oxysporum sebesar 8,86 %. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan 24 g Trichoderma sp. sebesar 2,34 Ton/Ha dan terendah perlakuan dengan 10 g F. oxysporum sebesar 1,56 Ton/Ha. Uji antagonisme jamur Trichoderma sp. dan Gliocladiumsp. terhadap F. oxysporum menunjukkan pertumbuhan kedua antagonis berkembang lebih pesat sehingga F. oxysporum cenderung menjauhi antagonis pada media di laboratorium.
Arie Ramadhina, 2012. Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladiumsp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascolanicum L.). Dibimbing oleh Lisnawita dan Lahmuddin Lubis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas jamur antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladiumsp. dalam mengendalikan penyakit layu pada tanaman bawang merah. Penelitian dilaksanakan di rumah kassa di Fakultas Pertanian, USU dari bulan Februari – Mei 2012. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan delapan perlakuan, yaitu: Kontrol, 10 g F. oxysporum, 12 g Trichoderma sp. 18 g Trichoderma sp. 24 g Trichoderma sp. dan 12 g Gliocladiumsp. 18 g Gliocladiumsp. 24 g Gliocladiumsp. dan tiga ulangan.
Ikan mati pasca terjadinya upwelling di Waduk Cirata menyebabkan pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Solusi yang dapat digunakan adalah dengan mengolahnya menjadi produk yang bernilai tambah seperti misalnya pupuk organik. Tujuan penelitian ini adalah mengolah limbah ikan yang ditambahkan activator Gliocladiumsp. pada media kascing untuk menjadi pupuk organik yang berkualitas baik. Pupuk organik dibuat dengan mencampurkan limbah ikan dan kascing dengan proporsi sebagai berikut: A (80%:20%), B (70%:30%), dan C (60%:40%). Masing-masing proporsi ditambah dengan Gliocladiumsp. dengan konsentrasi 0%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. Produk yang dihasilkan memiliki kandungan N total antara 4,06-5,46%, C organik antara 14,98-18,61%, nilai rasio C/N antara 2,79-4,27, P antara 1,35- 2,78% dan K antara 1,01-0,78%. Pupuk yang mengandung 60% limbah ikan adalah yang terbaik berdasarkan komposisi nutrisinya.
Waduk Cirata merupakan waduk yang berada pada aliran Sungai Citarum. Perkembangan Waduk Cirata saat ini semakin meningkat dengan adanya sektor perikanan budidaya Keramba Jaring Apung (KJA), sehingga dapat mengubah kualitas air waduk akibat pengendapan feses dan pakan ikan. Hal ini menyebabkan terjadinya upwelling yang mengakibatkan ikan mati masal. Limbah ikan akibat terjadinya mati masal tersebut jika tidak ditanggulangi akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan limbah ikan tersebut menjadi pupuk organik salah satu jenisnya yaitu pupuk kompos. Pupuk kompos yang baik adalah pupuk kompos yang kaya akan unsur hara. Kascing merupakan salah satu bahan dasar yang dapat digunakan sebagai bahan pelengkap unsur hara. Proses pengomposan membutuhkan waktu yang cukup lama, oleh karena itu diperlukan aktivator yang berfungsi untuk mempercepat proses pengomposan. Aktivator yang dapat digunakan salah satunya yaitu Gliocladiumsp.
Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial dalam skala besar maupun skala kecil. Permintaan cabai setiap tahunnya terus meningkat namun produksi cabai masih rendah. Rendahnya produksi cabai dikarenakan serangan kapang Fusarium oxysporum f.sp. capsici yang meyebabkan penyakit layu pada tanaman cabai. Penanggulangan penyakit layu fusarium dilakukan dengan fungisida sintetik yang dapat menyebabkan pencemaran bahan pangan, air, dan lingkungan hidup. Pemanfaatan kapang Gliocladiumsp. merupakan alternatif pengendalian serangan kapang Fusarium oxysporum f.sp. capsici tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Senyawa bioaktif dari supernatan biakan kapang Gliocladiumsp. dan mengetahui dosis yang efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang Fusarium oxysporum f.sp. capsici. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai Desember 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen, menggunkan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan berupa konsentrasi supernatan dari biakan kapang Gliocladiumsp. (P1 konsentrasi supernatan (100%), P2 (90%), P3 (80%), P4 (70%), P5 (60%), dan P6 (50%)) dan fungisida “Dakonil 75WP” sebagai kontrol positif (P0). Parameter yang diamati berupa diameter zona hambat pada berbagai konsentrasi supernatan biakan kapang Gliocladiumsp. Data dianalisis menggunakan Analisis Varian (ANAVA) pada taraf kepercayaan 95% dan uji lanjut Least Significant Differences (LSD) pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, P0 dan P4 tidak berbeda nyata dengan P1, P2, P3, P5 dan P6. Pada perlakuan P1 berbeda nyata dengan P5 dan P6 sedangkan untuk P2 dan P3 berbeda nyata dengan P6. Senyawa bioaktif yang terdeteksi pada kapang Gliocladiumsp. adalah senyawa flavonoid dan saponin. Berdasarkan kategori respon hambat dari Alfiah (2015), semua perlakuan tidak efektif sebagai fungisida alami terhadap kapang Fusarium oxysporum f.sp. capsici.
Antagonisme secara in vivo menunjukkan kemampuan penghambatan agens hayati terhadap patogen pada tanaman yang menjadi inangnya. Agen hayati T. harzianum menghasilkan penghambatan terbaik pada tahap in vitro. Hal ini dikonfirmasi pada penelitian in vivo dengan menyertakan pula Gliocladiumsp.. Ada kemungkinan Gliocladiumsp. pada tahap in vivo juga memiliki kemampuan penghambatan yang baik dikarenakan telah berada pada kondisi ekologinya. Penelitian ini mengungkap bahwa penghambatan agens hayati mampu memberikan hasil terbaik bila diinokulasikan terlebih dahulu sebelum patogen. Gliocladiumsp. dan T. harzianum memiliki kemampuan yang sama yaitu mampu menghambat Botryodiplodia sp. sebesar 100% apabila diaplikasikan sebagai tindakan pencegahan. Kontrol 1 dan Kontrol 2, memiliki tingkat kejadian yang sama yaitu 100%. Hal ini menginisiasikan bahwa Botryodiplodia sp. dapat menyerang bibit jabon melalui pelukaan maupun penetrasi langsung senada dengan yang dinyatakan oleh Aisah (2014). Sebelumnya, Botryodiplodia sp. dianggap sebagai patogen lemah (Semangun 2007). Perbedaan ini dimungkinkan akibat perbedaan isolat Botryodiplodia sp. yang digunakan baik dari segi jenis maupun strainnya. Mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim ekstraseluler selulase yang sangat tinggi yang berguna untuk memisahkan selulosa dari lignoselulosa, kemudiaan dirombak menjadi senyawa sederhana yang larut dalam air (Chanchampee et al. 1999). Chang et al. (1986) melaporkan bahwa T. harzianum dapat merangsang pertumbuhan beberapa tanaman hortikultura. Penelitian Suwahyono (2004) bahwa pemberian T. harzianum mampu meningkatkan jumlah akar dan daun menjadi lebar, serta aplikasi T. harzianum pada tanaman alpukat yang terserang penyakit setelah beberapa minggu muncul pucuk daun yang baru. Adanya T. harzianum dalam kompos aktif merangsang pembentukan akar lateral. Cendawan T. harzianum mengeluarkan zat aktif semacam hormon auksin yang merangsang pembentukan akar lateral (Suwahyono 2004). Cendawan T. harzianum memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman, hasil produksi tanaman. Sifat ini menandakan bahwa juga T. harzianum berperan sebagai Plant Growth Enhancer. Hasil
Rima Yunisa Nasution. 2014. Effectiveness test on antagonist fungi Trichoderma sp. and GliocladiumSp. to control fusarium disease (Fusarium oxysporum F.sp capsici) for chilli crop (Capsicum Annuum L.) at screen house. Supervised by Lahmuddin Lubis and Hassanuddin. The goal of the research is to examine antagonist fungi Trichoderma and Gliocladium virens towards F. Oxysporum that lead the fusarium disease for chilli crop at screen house. The research was conducted at Plant Disease Laboratory, Agroecoteknology Program Study, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan from July to November 2014. It was done by using Completely Randomized design (CRD) non factorial with ten treatments and three replications. The result showed all fungi that have used for (Trichoderma virdae, Trichoderma koningii, Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens.) have a potential as biological agents to control fusarium for chilli crop. The best result obtained on T. koningii with disease severity 7.21% for chilli crop at screen house. T. harzianum also improve plant growth with height 59.7 cm.
Sukma Sakti Agita H. 2012. Pengaruh Kombinasi Pupuk N, Gliocladiumsp. dan Fusarium terhadap N-Total Tanah, Konsentrasi N tanaman, Penyebaran Fusarium serta Pertumbuhan Tanaman Pisang ( Musa acuminata sp.) pada Ultisols Solok, Sumatera Barat. Dibimbing oleh Anni Yuniarti, Anne Nurbaity dan Sri Yulianti.
berlendir. Koloni yang cepat tumbuh, memiliki tekstur berwarna putih pada awalnya, kadang-kadang merah muda seperti salmon, kemudian menjadi pucat sampai hijau tua dengan sporulasi. Spesies Gliocladiumsp. juga dapat menghasilkan konidiofor percabangan verticillate dan penicillate sehingga sulit dibedakan dengan Verticillium atau Trichoderma (Howell, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jamur yang tumbuh pada dendeng daging sapi giling yang di jual di Pasar Ciroyom Bandung adalah Rhizopus sp, Penicillium sp, Aspergillus niger dan Mucor sp. Dendeng daging sapi giling mudah mengalami kerusakan, karena faktor kadar air dan kontaminasi dari lingkungan.
was done at laboratory Plant Disease and Green House of Agriculture Faculty, North Sumatera University, during September - Desember 2007. The experiment was aimed to know the type of antagonist fungi and the level of conidia concentration for depressing the growth of Pythium sp. that cause of damping off tobacco plant. The experiment used Non Factorial Completely Randomized Design, with 3 treatment and 3 replication. The treatment are : J 1 (Trichoderma
Parasit dari kelompok protozoa yang teridentfikasi di antaranya Trichodina sp. dan Ichthyophthirius multifiliis (Tabel 2). Trichodina merupakan protozoa bercilia yang menyebabkan iritasi pada organ yang terinfeksi. Trichodina dan Ichthyophthirius ditemukan pada kulit ikan. Pada kejadian yang sangat serius infeksi Trichodina akan mengakibatkan luka borok (Smith & Schwart, 2009). “Ich” atau “white spot disease” disebabkan oleh infeksi Ichthyophthirius multifiliis sering terjadi baik pada ikan hias maupun pada ikan konsumsi (Floyd & Reed, 1991). Ichthyophthirius multifiliis adalah jenis parasit yang digolongkan kedalam phylum Pro- tozoa, subphylum Ciliophora, kelas Ciliata, subkelas Holotrichia, Ordo Hymenostomatida, famili Ophryoglenia dan genus Ichthyophthirius multifiliis (Hoffman, 1967). Ikan yang terserang parasit ini memperlihatkan gejala sebagai berikut: produksi lendir yang berlebihan, adanya bintik-bintik putih (white spot), frekuensi pernafasan meningkat, dan pertumbuhan terhambat. Hal yang paling penting dalam diagnosa adalah pertimbangan serangan parasit, karena tingkat serangannya tergantung pada jumlah parasit.
21,95%). Sedangkan penghambatan terhadap Gliocladium fimbriatum sangat lemah. Gliocladium fimbriatum sebagai agens antagonis berbagai patogen tumbuhan sangat berguna sebagai pengendali hayati. Pada penelitian ini senyawa yang berpotensi sebagai fungisida (eusiderin A) tidak mempunyai aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan koloni jamur Gliocladium fimbriatum, maka dengan adanya penelitian ini berarti kompatibel. Hasil uji aktivitasnya bisa dilihat pada Gambar 3.
Penicillium sp.1 sebesar 45,15 ppm. Mikroba pelarut fosfat yang paling besar P- tersedianya dalam melarutkan batuan fosfat adalah Pseudomonas sp.1 sebesar 34,17 ppm. Mikroba pelarut fosfat yang paling besar P-tersedianya dalam melarutkan AlPO 4 adalah Aspergillus sp.1 sebesar 48,58 ppm, sedangkan mikroba
Saat ini, di Indonesia, busuk pangkal batang (Botryodiplodia theobromae) adalah penyakit tumbuhan paling penting pada jeruk karena dapat menghilangkan produksi buah jeruk sebesar 200 555 ton. Keparahan penyakit yang tinggi dapat menyebabkan kematian tanaman jeruk. Beberapa penelitian telah melaporkan keberhasilan agens biokontrol dalam mengendalikan patogen tumbuhan terutama patogen tular tanah. Oleh karena itu, dilakukan percobaan rumah kaca yang bertujuan untuk mengevaluasi keefektifan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA), Gliocaldium fimbriatum, dan kombinasinya dalam mencegah penyakit busuk pangkal batang bibit jeruk siam (Citrus nobilis). Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan G. fimbriatum diinfestasikan di daerah rizosfir bibit jeruk. Setelah seminggu perlakuan agens antagonis, Botryodiplodia theobromae diinokulasikan dengan tehnikpelukaan pada batang bawah bibit jeruk 15 cm di atas permukaan tanah. Peubah yang diamati adalah periode laten, kejadian penyakit, keparahan penyakit, laju infeksi, dan asosiasi FMA dalam akar (%). Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan FMA, Gliocladium fimbriatum, dan kombinasinya merupakan perlakuan yang paling efektif dan efisien secara nyata dalam menekan keparahan penyakit, serta memperbaiki vigor tanaman.
daerah perakaran tanaman. Gliocladium spp yang bersifat mikoparasit akan menekan populasi jamur patogen yang sebelumnya mendominasi. Interaksi diawali dengan melilitkan hifanya pada jamur patogen yang akan membentuk struktur seperti kait yang disebut haustorium dan memarasit jamur patogen. Bersamaan dengan penusukan hifa, jamur mikoparasit ini mengeluarkan enzim seperti enzim kutinase dan β -1-3 glukanase yang akan menghancurkan dinding sel jamur patogen. Akibatnya, hifa jamur patogen akan rusak, protoplasmanya keluar dan jamur akan mati. Secara bersamaan pula terjadi mekanisme antibiosis, keluarnya senyawa anti jamur golongan peptaibol dan senyawa furanon oleh Gliocladium spp. yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen (Mehrotra, 1980).