Menurut Rahmawati (2011) pemberian CaCl2 dengan perendaman setelah panen akan menyebabkan penambahan Ca 2+ yang dapat mengubah pektin yang merupakan mikrofibril selulosa dari dinding sel menjadi Ca pektat melalui reaksi esterisasi.
Ikatan antara pektin dan Ca 2+ mengakibatkan dinding sel menjadi kaku. Hal tersebut didukung oleh Kramer dalam Rahmawati (2011) bahwa pemberian Ca 2+ dapat membentuk ikatan silang antara Ca 2+ dengan asam pekat dan polisakarida- polisakarida lain sehingga membatasi aktivitas enzim-enzim pelunakan dan respirasi seperti poligalakturonase, dengan mensetabilkan intergritas membran. Semakin stabil integritas membran buah yang diberi perlakuan CaCl2 maka laju respirasi akan menurun. Sehingga Perlakuan L3 mengalami susut berat yang lebih rendah dibanding L1 dan L2. Hal ini disebabkan perlakuan L3 merupakan waktu yang tepat untuk digunakan.
Kebutuhan hara P dalam tanah meskipun lebih sedikit dibanding hara N dan K, tetapi merupakan unsur hara penting pada awal pertumbuhan tanaman. Hubungan antara hara P yang diambil oleh tanaman dan yang dierap tanah merupakan faktor penting dalam membuat rekomendasi pemupukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur P yang dierap tanah dengan berbagai konsentrasiCaCl2 sebagai pengekstrak. Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian dan uji
Film yang sudah mengandung asam salisilat di-release ke dalam 30 ml larutan buffer. Dalam selang waktu 20 menit, diambil sampel untuk kemudian dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang 330nm. Sampel dikembalikan kembali supaya volumenya tetap. Didapatkan hubungan antara konsentrasi asam salisilat (Cl) dengan waktu (t) pada berbagai variasi kosentrasi crosslinker CaCl2 .
Dari hasil percobaan diketahui bahwa rata - rata antara kuntum mekar dan kuntum yang masih kuncup jumlahnya berimbang, yaitu 7.9 (50%) kuntum mekar dan 8.1 (50%) kuntum kuncup. Kondisi ini mengalami perubahan selama penelitian karena adanya kuncup bunga yang mekar, layu, dan gugur. Perlakuan CaCl2 dengan metode penyemprotan memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan dengan metode perendaman walaupun hasilnya tidak sebaik perlakuan P5 yang hanya direndam dalam larutan holding tanpa perlakuan CaCl2 . Penyemprotan dengan konsentrasi 40 ppm memberikan hasil lebih baik dalam mempertahankan jumlah kuntum mekar, yaitu sekitar 10 kuntum mekar selama 15 hari dan mampu mempertahankan kesegaran kuntum dengan menekan persentase gugur kuntumnya. Vase life terlama yaitu sekitar 21 hari pada tiga perlakuan yaitu bunga yang disemprot dengan larutan CaCl2 40 ppm (perlakuan P1), perlakuan bunga yang disemprot dengan larutan CaCl2 80 ppm (perlakuan P2), dan bunga hanya disimpan dalam larutan pengawet (perlakuan P5). Bunga yang direndam dengan larutan CaCl2 40 ppm (perlakuan P3) dan bunga yang direndam dengan larutan CaCl2 80 ppm (perlakuan P4) hanya sekitar 18 hari. Perlakuan kontrol tanpa perlakuan CaCl2 dan bunga hanya disimpan dalam akuades (P0) memiliki
Hasil pengukuran menunjukkan kadar asam askorbat buah tomat menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Hal ini dikarenakan asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan mudah sekali terdegradasi. Proses degradasi asam askorbat ini terus terjadi selama waktu penyimpanan. Andarwulan dan Koswara (1992), menyatakan bahwa asam askorbat dapat terdegradasi karena pengaruh suhu penyimpanan, cahaya, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator logam, serta rasio antara asam askorbat dan dehidro asam askorbat.
Suhu penyimpanan menjadi salah satu faktor penting untuk mempertahankan mutu suatu produk pangan te rutama pada buah dan sayur agar tetap segar selama disimpan. Suhu penyimpanan yang digunakan tergantung dari jenis bahan pangan dalam hubungan dengan jenis kerusakan yang ingin dicegah. Untuk beberapa jenis bahan pangan pengaturan suhu selama penyimpanan sangat diperlukan. Bakteri patogenik tidak dapat tumbuh di luar kisaran suhu antara 4- 60 o C sehingga bahan pangan yang disimpan pada suhu dibawah 4 o C atau diatas 60 o C akan aman dari kontaminasi jasad renik tersebut (Syarief, 1993).
denaturasi akibat gangguan terhadap berbagai interaksi non kovalen yang menjaga kestabilan struktur 3 dimensi enzim sehingga keaktifan enzim pun terganggu (Suhartono, 1989). Perubahan keaktifan enzim diakibatkan oleh gugus ionik enzim pada sisi aktif atau sisi lain. Gugus ionik enzim berperan dalam menjaga konformasi sisi aktif dalam mengikat substrat enzim dan mengubah substrat menjadi produk. Aktivitas enzim akan optimum jika terdapat keseimbangan antara kedua muatannya. Pada keadaan asam, muatannya cenderung positif dan pada keadaan basa muatannya cenderung negatif sehingga aktivitas enzimnya menjadi berkurang dan bahkan menjadi tidak aktif (Putranto 2006).
Hasil penelitian yang mendukung dilaporkan oleh Sudhakar et al. (1995) yang mempelajari efek interaksi pati jagung – xanthan gum dengan penambahan garam ke dalam sistem tersebut. Sudhakar et al. (1996) juga melaporkan hal yang serupa mengenai peningkatan suhu gelatinisasi sistem pati jagung – guar gum dengan meningkatnya konsentrasi garam yang digunakan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa peningkatan suhu gelatinisasi yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi garam dapat terjadi karena terbentuknya lapisan ganda elektrik di sekitar granula pati. Lapisan ini terdiri atas kation yang mengelilingi pati dan menghalangi masuknya anion ke dalam granula, sehingga gelatinisasi menjadi terhambat. Pada konsentrasi garam yang rendah, lapisan ganda elektrik yang terbentuk bersifat lemah, sehingga dapat ditembus oleh anion. Anion yang berhasil memasuki area granula akan menyebabkan pati tergelatinisasi, sehingga gelatinisasi lebih mudah terjadi pada suhu yang lebih rendah (Sudhakar et al. 1995, 1996).
Apabila komunikasi antara orangtua ± anak tidak berjalan dengan baik dan jarang dilakukan, maka bisa jadi anak akan menjadi kesepian dan bahkan melakukan hal yang tidak diinginkan hanya untuk menarik perhatian orang tuanya. Dengan adanya keberadaan teman sebaya mungkin dapat mengurangi rasa kesepian si anak, akan tetapi dalam pergaulan sebaya bisa jadi akan memberi pengaruh positif dan negatif pada anak. Jika anak telah didik dengan baik dalam keluarganya tentu anak mampu memilah mana yang baik dan buruk saat bergaul dengan teman sebayanya dan jika anak tidak mendapatkan pengajaran yang baik dalam rumah maka ia akan melakukan hal yang buruk pula ketika berada di luar lingkungan keluarganya. Maka dari itu perlunya interaksi yang berkualitas antara orangtua dan anak dalam membangun kepribadian anak agar tidak terpengaruh hal yang tidak diinginkan ketika berbaur dengan lingkungan sosial atau teman sebayanya.
perendaman terhadap logam besi dengan menggunakan larutan inhibitor dalam waktu 10 hari dan dilakukan beberapa kali dengan variabel konsentrasi inhibitor. Setiap hasil percoban dianalis untuk mendapatkan nilai persentasi inhibisi terhadap logam besi sebagai dari perendaman dengan perubahan konsentrasi larutan inhibitor dalam ppm. Dari beberapa percobaan pada perendaman logam besi dengan larutan inhibitor diperoleh bahwa dengan konsentrasi 5000 ppm mengasilkan persen inhibisi yang baik yaitu sebesar 148,2%. Adapun hubungan antara konsentrasi inhibitor sebagai variabel bebas (x) dengan persentase inhibisi sebagai variabel terikat (y) sebagai berikut: y = -3E-06x 2 + 0.025x + 102.0 dengan R 2 =0.903.
binasi konsentrasi starter kombucha 30 % yakni log 6,92 cfu/mL. Sedangkan total mikroba terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi gula 10 % dengan kombinasi kon- sentrasi starter jamur kombucha 10 % yakni sebesar log 6,62 cfu/mL. Semakin tinggi konsentrasi gula dan konsentrasi starter kombucha maka jumlah mikroba juga tinggi (Tabel 1). Mikroba yang berperan pada fermentasi teh kombucha merupakan simbio- sis antara bakteri, kapang dan khamir. Mikroba-mikroba tersebut adalah Acetobacter xylinum, Bacterium sp., Gluconobacter gluco- nicum, A. Aceti, A. ketogenum, A. Pasteria- num, Saccharomyces cereviceae, S. ludwigii, S. pombe, Torula sp., dan Phicia fermentan (Jayabalan et al .,2007).
Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kekerasan bihun dengan viskositas setback bahan baku. Peningkatan viskositas setback diikuti oleh peningkatan kekerasan bihun secara linier, sehingga dihasilkan nilai r yang tinggi. Hasil ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Beta dan Corke (2001), yang menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara nilai setback dengan tingkat kekerasan mi sorgum yang dihasilkan. Viskositas setback yang tinggi menunjukkan kemudahan pati untuk mengalami retrogradasi, sehingga lebih baik jika digunakan sebagai bahan baku bihun dibandingkan pati dengan setback yang rendah (Collado et al., 2001).
Interaksi antara polisakarida-protein memain- kan peran penting pada struktur dan stabilitas beberapa produk olahan daging, termasuk juga sosis. Fungsional propertis protein pangan seperti solubilitas, pembentukan gel dan kapasitas emulsifikasi dipengaruhi oleh interaksi komponen ini dengan polisakarida (Ayadi et al ., 2009). Pada daging formulasi dan produk daging olahan protein miofibrillar memainkan peran penting selama pemasakan karena kemampuannya untuk menghasilkan gel tiga dimensi saat pemanasan dan sesaat setelah pendinginan. Hal ini berpengaruh sig- nifikan pada tektur dan karakteristik sensoris produk daging olahan (Smith, 1988; Vega- Warner et al ., 1999), menstabilkan struktur (Simeone, et al ., 2004), dan meningkatkan viskositas (Thaiudom dan Goff, 2003).
Produksi rumput laut sangat melimpah di Indonesia. Salah satu rumput laut yang memiliki potensi besar adalah jenis Eucheuma cottonii. Eucheuma cottonii merupakan sumber karagenan, sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi. Salah satu produk pangan dari rumput laut segar adalah puding. Nilai gizinya lebih baik dibandingkan dengan karagenan yang hanya memiliki sifat gelling. Pembuatan puding dilakukan dengan memanaskan rumput laut yang sudah dibersihkan dan dipotong – potong dalam air, setelah semua rumput laut hancur, disaring kemudian didinginkan. Pada pembuatan puding, terutama yang mengandung susu, gel yang terbentuk kompak dan kokoh, tidak seperti yang hanya menggunakan air. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi elektrostatis antara kappa-kasein yang bermuatan positif dan gugus sulfat dalam karagenan yang bermuatan negatif. Jumlah valensi ion dari larutan garam yang ditambahkan akan mempengaruhi pembentukan gel, baik ion monovalen maupun divalen. Karena itulah, dalam penelitian ini dilakukan pembuatan gel karagenan dengan menambahkan ion berbeda valensi dalam bentuk garam klorida, yaitu NaCl dan CaCl2 -
Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan yang terjadi pada individu sebagai hasil dari pengalaman. Siswa yang menyadari belajar merupakan suatu kebutuhan dan kewajiban dengan sendirinya akan belajar tanpa ada yang memaksa dan siswa tersebut memiliki kecenderungan disiplin yang tinggi dalam belajarnya. Dengan disiplin belajar, rasa malas, rasa enggan, dan rasa menentang akan dapat teratasi sehingga siswa akan belajar sesuai harapan-harapan yang terbentuk dari masyarakat. Kedisiplinan belajar pada siswa ikut memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yang dicapainya. Siswa yang memiliki disiplin belajar yang tinggi akan dapat belajar dengan baik, terarah dan teratur sehingga dimungkinkan akan mendapatkan hasil belajar yang baik pula. Hal ini selaras dengan pendapat Walgito (2006) yaitu menyatakan skalipun mempunyai rencana belajar yang baik, akan tetapi tinggal rencana kalau tidak adanya kedisiplinan maka tidak akan berpengaruh terhadap prestasinya. Dengan demikian peranan kedisiplinan sangat besar bagi siswa karena dengan kedisiplinan belajar siswa akan mampu mengkondisikan dirinya untuk belajar sesuai dengan harapan masyarakat. Dengan kedisiplinan maka rasa malas, rasa enggan, akan dapat teratasi sehingga hal ini memungkinkan siswa untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan.
Proses sintesis nanotitania yang dilakukan dengan metode sol-gel yaitu mencampurkan methanol dengan CaCl2 dan TTIP. Pelarut methanol yang digunakan untuk melarutkan TTIP sehingga proses pembentuka hidroksida yang kemudian menjadi padatan oksida berlangsung lebih lambat. Larutan CaCl2 ini berfungsi untuk menjaga agar proses hidrolisis berlangsung lebih lambat, sehingga kontrol terhadap pertumbuhan kristal dapat dilakukan. Pada saat larutan CaCl2 dan methanol di aduk selama 10 menit, didapatkan campuran tak berwarna. Namun, setelah dimasukkan TTIP sebanyak 1 mL, larutan akan mendapatkan sol putih keruh seperti pada
pembeku (freezer), dan kemudian digoreng dalam minyak panas hingga matang. Selain itu, bahan ini dapat dipanggang pada oven. Bahan ini dapat juga dibumbui dengan cabe, merica, dan lain-lain sesuai dengan selera.
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila hasil menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji DMRT. Pada produk french fries dilakukan beberapa pengujian fisik, yang meliputi analisa warna dengan metode L a* b* Twinter dan tekstur dengan penetrometer. Sedangkan mengenai derajat penerimaan konsumen digunakan pegujian organoleptik yang meliputi warna, tekstur, aroma , rasa dan kesukaan . Metode yang dipakai dalam pengujian ini adalah uji kesukaan (hedonik) terhadap french fries dengan 20 orang panelis. Uji organoleptik menggunakan skala sebagai berikut :
penetrometer. Pengukuran kelunakan didasarkan pada kedalaman jarum penetrometer
yang masuk ke dalam daging buah, semakin dalam jarum penetrometer menusuk daging buah, semakin besar angka yang ditunjukkan pada skala penetrometer, menunjukkan bahwa buah semakin lunak. Pada setiap pengamatan diambil dua sampel buah dari setiap unit perlakuan. Buah yang sama juga diamati warna daging buahnya. Pengamatan terhadap warna daging buah dilakukan secara visual dan hasilnya disajikan dalam bentuk nilai atau skor (score) sebagai berikut: 1 = putih, 2 = kuning muda, 3 = kuning, 4 = kuning tua (kuning mendekati oranye) dan 5 = oranye. Mangga arumanis telah mencapai kematangan optimum apabila warna daging buahnya mempunyai skor warna lebih kurang 4 dan lewat matang bila telah mencapai skor 5. Perubahan warna kulit buah tidak dicatat karena mangga arumanis tidak mengalami perubahan warna kulit yang jelas selama pematangannya. Analisis kadar Ca di dalam daging buah dilakukan terhadap buah mangga yang telah matang optimal, menggunakan metoda Ranganna (1977). Pengukuran
Kata Kunci : Kadar CaCl2 laju respirasi dan pematangan buah mangga arumanis
__________________________________________________________________________________ PENDAHULUAN
Wilayah III Cirebon merupakan pengha- sil buah mangga yang terbesar di Jawa Barat. Pada bulan tertentu (Juni sampai dengan Desember) terjadi panen raya yang melimpah sehingga mengakibatkan beberapa hasil yang diproduksi tidaksempat dipasarkan karena terjadi pembusukan. Proses pascapanen mangga dimulai dengan tindakan sortasi, kemudian dikemas dan disimpan sambil menunggu pengangkutan atau langsung dikirim dari kebun produksinya ke pusat-pusat penjualan baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh. Selama penanganan buah mangga akan mengalami proses pematangan yang menuju ke proses penuaan (senescense) yang secara tidak langsung menjadi sebab utama kemunduran atau kerusakan (Pekerti, 1979). Bila pematangan berlangsung cepat maka mangga akan rusak sebelum sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi. Oleh karena itu upaya untuk memperlambat kerusakannya perlu dilakukan agar buah masih dalam kondisi yang baik sampai siap dikonsumsi.