• HukumAcaraPerdata (Haper) adalah sekumpulan peraturan yang mengatur tentang cara bagaimana seseorang bertindak terhadap negara atau badan-badan hukum begitu pula sebaliknya kalau seandainya hak dan kepentingan mereka terganggu, melalui suatu badan yang disebut badan peradilan sehingga terdapat tertib hukum (litigasi).
Dalam HukumAcaraPerdata dikenal dua teori tentang cara menyusun gugatan kepada pengadilan yaitu: (1) substantiering theory, teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebut kejadian- kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, di dalam gugatan itu ia tidak cukup hanya menyebut bahwa ia hanya pemilik benda itu, tetapi juga harus menyebutkan sejarah pemilikannya, misalnya karena membeli, mawaris, hadiah, dan sebagainya. (2) individualiserings theorie, teori ini menyatakan bahwa dalam gugatan cukup disebut peristiwa- peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian tersebut. Sejarah terjadinya atau sejarah adanya pemilikan hak milik atas benda itu dimasukkan dalam gugatan, karena hal itu dapat dikemukakan dalam persidangan dengan disertai bukti-bukti seperlunya. 33
1. Rangkaian peraturan peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan serta cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan peraturan hukumperdata (Wirjono Prodjodikoro, HukumAcaraPerdata di Indonesia,Bandung)
HukumAcaraPerdata /HukumPerdata Formal yaitu kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang menetapkan cara memelihara Hukumperdata material karena pelanggaran hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari Hukumperdata material itu, atau dengan perkataan lain kumpulan peraturan-peraturan Hukum yang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada melangsungkan persengketaan dimuka hakim perdata, supaya memperoleh suatu keputusan daripadanya, dan selanjutnya yang menentukan cara pelaksaan putusan hakim itu.
Hukumacaraperdata menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukumperdata materiil dengan perantara hakim. Hukumacaraperdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukumperdata materiil. Hukumacaraperdata yang mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan pelaksanaan dari pada putusanya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan memperolah perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadil an untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi sendiri.
Objek hukum ialah segala sesuatu yang berada di dalam peraturan hukum dan dapat di manfaat kan oleh subjek hukum berdasar kan hak dan kewajiban yang dimilikinya atas objek hukum yang bersangkutan jadi objek hukum haruslah sesuatu yang pemanfaatab nya diatur oleh hukum contohnya :segala macam benda , hak atas sesuatu , dll. Yang cara memperolehnya harus berdasar kan hukum (umpama jula-beli , sewa-menyewa , waris – mewaris , perjanjian ).karena subjek hukum itu timbul atau ada sejak manusia di lahirkan . hapus nya subjek hukum kalau meninggal nya status bayi yang masih berada dalam kandungan .apabila kepentingan-kepentingan bayi yang dalam kandungan tersebut mengharuskan maka bayi tersebut keduduk kan nya sebagai subjek . contohnya : seorang suami istri yang ternyata istrinya mengandung tetapi bayi belu lahir suaminya meninggal (maka bayi ter sebut di sebut subek hukum ). Kalau bayi meninggal dianggap sudah tidak ada oleh hukum . pasal 119 HIR , maka harta suami istri merupakan harta kesatuan . bahwa di dalam hukumacaraperdata istri tunduk kepada suami ibarat nya (satu kapal satu nahkoda).sehingga tindakan hukum seorang istri hanya bisa di wakili oleh suami nya , namun menurut undang-undang perkawinan (undang- undang 1974 pasal 32) bahwa hak suami istri sama bahwa istri bisa bisa melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan suami nya . contohnya : jual – beli .
Perkara gugatan merupakan perkara yang diajukan ke pengadilan yang didalamnya terdapat konflik atau sengketa yang meminta hakim untuk mengadili dan memutus siapa diantara pihak-pihak yang bersengketa atau berkonflik tersebut yang benar. Perkara gugatan disini termasuk dalam lingkup perkara perdata yang diatur tersendiri oleh hukumacaraperdata. Seringkali pengertian gugatan disama artikan dengan permohonan oleh sebagian orang yang belum memahami secara menyeluruh mengenai hukumacaraperdata. Pada dasarnya memang gugatan dan permohonan sama-sama perkara yang diajukan ke pengadilan dalam lingkup perdata, akan tetapi letak perbedaanya pada gugatan didalamnya terdapat sengeketa yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan sedangkan dalam permohonan tidak ada sengketa. Dalam makalah ini akan lebih lanjut dijelaskan mengenai perbedaan gugatan dan permohonan, akan tetapi yang menjadi pembahasan utama pada makalah ini adalah mengenai Surat Gugatan dan persyaratanya beserta persoal-persoalan yang mungkin timbul di dalam surat gugatan. 1.2. Rumusan masalah
Posita gugatan merupakan bentuk jamak dari positum yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai dalil gugatan. M. Yahya Harahap dalam bukunya HukumAcaraPerdata antara lain mengatakan bahwa posita gugatan merupakan istilah yang akrab digunakan dalam praktik peradilan dan disebut juga sebagai fundamentum petendi
Prof. Dr. Wirjono Projodikoro, :hukumacara adalah rangkaian perturan-peraturan yang cara bagaimana orang harus bertindak di muka pengadilan dan cara bagaiamana pengadilan harus bgentindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukumperdata Prof. DR. Abdul Manan: hukumacaraperdata merupakan hukum yang mengatur tentang tata cara mengajukan gugatan kepada pengadilan, bagaimana pihak tergugat mempertahankan diri dari gugatan penguggat, bagaimana para hakim bertindak dan bagaimana hakim memutuskan perkara dan melaksanakan putusan
Mengenai asas pembagian beban pembuktian Pasal 163 HIR/ Pasal 283 RBg yang masih memberatkan pihak Penggugat sehingga tidak adil. Barang siapa yang mengaku mempunyai hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau menyangkal hak orang lain harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu. Ini berarti Penggugat seandainya tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya berakibat Penggugat dikalahkan. Dewasa ini muncul kasus-kasus konsumen, yang produsen menghasilkan produk yang berbahaya, kasus-kasus pencemaran lingkungan yang menghasilkan limbah berbahaya dan beracun membawa dampak kerusakan lingkungan, kematian pada makhluk hidup. Kewajiban pembuktian pada Penggugat dengan kesalahan (Pasal 1365 KUH Perdata). Tingkat pengetahuan Penggugat atas kasus-kasus tersebut sangat sedikit, yang seharusnya dalam beban pembuktian harus adil, Tergugat (pelaku usaha) sebagai pencemar harus membuktikan. Dalam kaitannya dengan pembagian beban pembuktian perlu dikembangkan dalam hukumacaraperdata dengan pembalikan beban pembuktian dan strict liability yang dikenal dalam sistem hukum Anglo-Saxon dan tidak dikenal dalam sistem hukumAcaraPerdata Indonesia yang mengikuti pola sistem hukum Eropa Kontinental (civil law). Di samping itu prosedur pengajuan gugatannya akan dapat menghambat karena masih berpedoman pada HIR dan RBg yang dalam prosedur beracaranya tidak dikenal gugatan class action yang dapat menjawab tuntutan publik (masyarakat luas yang dirugikan) dapat secara bersama-sama mengajukan gugatan.
Menurut Thomas Aquinas bahwa keadilan berhubungan dengan “apa yang sepatutnyabagi orang lain menurut suatu kesamaan proposional”. Kemudian dia membagi keadilan menjadi keadilan distributif, keadilan komutatif dan keadilan legal (merupakan keadilan umum, yakni mengikuti undang-undang) (Hyronimus Rhiti, 2011: 243). Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dengan nomor putusan 371 K/Pdt.Sus/2010 tentang Perkara Perdata Khusus (Perselisihan Hubungan Industrial) Makamah Agung Menolak permohonan kasasi dan menyatakan putusan No. 137/G/2008/PHI.MDN Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan keputusan yang memberikan rasa keadilan, karena PL yang telah bekerja kemudian mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan secara permanen sehingga terjadi gangguan atau hambatan dalam menjalankan pekerjaan dan menjalani kehidupan sehari-hari layak mendapatkan santunan kecacatan dan santunan karena tidak mampu bekerja selama empat bulan yang mengakibatkan kebutuhan rumah tangganya tidak dapat terpenuhi dengan baik. Dalam hal ini PT.KB wajib memberikan santunan tersebut sebagai pengganti dari perubahan kemampuan karena keterbatasan yang timbul karena kecelakaan tersebut. Di samping itu pemberhentian bagi PL juga perlu diberikan haknya berupa pesangon mengingat bahwa dia akan kehilangan pekerjaan dan akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ke depan Sehingga PL membutuhkan modal dan pilihan usaha yang dapat dia jalani dengan keterbatasan tersebut dimana hal ini tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek melainkan melalui proses panjang. Lebih jauh lagi terkait dengan masalah santunan dan pesangon telah diatur oleh Undang-Undang sehingga pemberian hak santunan dan pesangon atas diri PL tersebut adalah perwujudan keadilan legal.
Lembaga-lembaga hukum yang terdapat dalam lapangan keperdataan, misalnya, pengadilan perdata, kantor catatan sipil (untuk pendaftaraan kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian), Balai Harta Peninggalan (Weeskamer), Kantor Pendaftaran Tanah (Kadaster), Notaris, Juru Sita, Jual Lelang, Kantor Lembaga Bantuan Hukum, dan Pengacara.
Jadi perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itu tuntutan hak perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat yang menuntut tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu perkara. Alam gugatan inilah yang disebut dengan pengadilan yang sesungguhnya dan produk hokum yang dihasilkan adalah putusan hukum.
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
Dalam mencantumkan klausul hak banding dan kasasi ini memang tidak ada yang seragam diantara kantor hukum atau law firm. Ada kantor yang secara standar dalam surat kuasanya selalu mencantumkan adanya hak untuk menyatakan banding atau hak untuk menyatakan kasasi ini. Tapi ada pula kantor hukum lain tidak mencantumkan hak banding untuk pada saat berperkara di tingkat Pengadilan Negri. Dalam praktek setelah perkara diputus maka pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan isi putusan itu sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan undang-undang akan mengajukan hak bandingnya untuk putusan pengadilan negri dan hak mengajukan kasasi untuk putusan Pengadilan Tinggi. Hak banding ini dimasukan tersendiri dalam suatu surat kuasa yang baru. Sebenarnya bisa saja memakai surat kuasa yang lama sepanjang dalam surat kuasa tersebut dicantumkan hak banding atau hak kasasi. Namun kadang-kadang ada hambatan dimana pada saat telah diputus di tingkat Pengadilan Negri ternyta panitera pengganti belum melaporkan adanya putusan ini pada bagain banding dan kasasi. Kadang-kadang berkas perkara tertinggal atau masih ditangan panitera pengganti dengan alasan sedang mengetik putusan. Sedangkan dalam pengajuan banding atau kasasi tersebut harus ditunjukan suarat kuasa aslinya bukan salinannya. Oleh karena itu untuk menghindari kesuulitan tehnis administrasi tersebut biasanya para Pengacara lebih memilih membuat suarat kuasa khusus baru, sekaligus sebagai bukti bahwa kliennya tetap masih mempercayainya untuk membantu perkaranya di tingkat tersebut.
KOMPETENSI: Mahasiswa mengerti bagaimana beracara di pengadilan, khususnya acaraperdata, bagaimana membuat surat gugatan, penyitaan, pemeriksan perkara, pembuktian, putusan hakim serta upaya hukum yang dilakukan oleh para pihak dengan adanya putusan hakim (1)
Semua putusan pegadilan harus memuat alsasn-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili (pasal 184 ayat (1), 319 HIR, 618 Rgb.). alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebgai pertanggung jawaban hakim dari pada putusanya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum, sehingga oleh karenanya mempunya nilai objektif. Karena adanya alasan-alasan itulah maka putusan yang mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkanya. Putusan MA yang menetapkan, bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertanggungjwabkan (onvoldoende gemotiveerd) mrupakan alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan. Kenyataanya sekarang tidak sedikit hakim yang terikat oleh putusan pengadilan tinggi atau mahkamah agung mengenai perkara yang sejens. Bukan karena kita mengikuti asas “the binding force of precedent”, melainkan terikatnya hakim itu karena yakin bahwa putusan yang mengenai perkara yang sejenis itu meyaknkan putusan itu tepat. Ilmu pengetahuan hukum merupakan sumber pula untuk mendapatkan bahan guna
Akan tetapi di zaman pendudukan Jepang, di mana H.I.R. berlaku sebagai hukumacara pidana bagi Pengadilan Negeri seluruhnya, maka. kedudukan para Jaksa memperoleh perubahan secara besar-besaran, oleh karena pada waktu itu para Assistent-Resident yang menjadi "majikan" para Jaksa sekaligus dihapuskan. Semua tugas pekerjaan Asisstent-Resident mengenai penuntutan perkara pidana seluruhnya diserahkan kepada Jaksa yang pada waktu itu berpangkat "Tiho Kensatsu Kijokuco". (Kepala Kejaksaan Pengadilan Negeri) dan berada di bawah perintah dan pengawasan "Kootoo Kensatsu Kijokuco" (Kepala Kejaksaan Tinggi); Sejak waktu itulah maka para Jaksa'. benar-benar menjadi pegawai Penuntut Umum (Openbaar Ministerie). Kemudian lebih tegas lagi dengan Osamu Seirei No.49 Kejaksaan dimasukkan ke dalam "Chianbu" (Departemen Keamanan), dan tugasnya ditentukan sebagai pegawai penyidik, pegawai penuntut dan
Gugatan ini dimungkinkan dua hal. Bisa saja oleh pihak yang berkepentingan langsung yang dirugikan dan mewakili kelompok yang sama maupun oleh lembaga tertentu. Secara rinci gugatan perwakilan diatur dalam Perma No 1 Tahun 2002 tentang acara gugatan perwakilan kelompok.