dan merupakan elemen kunci untuk berhasilnya usaha pengembangan hutan pinus rakyat di KabupatenTanaToraja. Sub elemen itu masing-masing adalah (2) Besarnya potensi/produksi pinus, (3) Berkembang dan munculnya industri baru, (5) Terbentuknya kelompok tani, (6) Adanya investasi, (7) Penyerapan tenaga kerja (9) Munculnya industri milik rakyat, (10) Produktifitas lahan meningkat (11) Peningkatan kualitas produksi, (12) Peningkatan kualitas SDM dan (14) Penguasaan teknologi pengelolaan. Gambar 27 menunjukkan bahwa elemen kunci di atas kesemuanya termasuk ke dalam sektor III yang merupakan peubah pengait (linkage) dari sistem. Menurut Eriyatno (2003), peubah dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap sub elemen lainnya dan umpan balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak keberhasilan program pengembangan hutan pinus rakyat. Lemahnya perhatian terhadap peubah-peubah ini akan menyebabkan kegagalan program. Sub elemen yang lain yaitu (1) Produksi yang berkesinambungan dan lingkungan yang lestari, (8) Peningkatan PDRB, (4) Pendapatan petani dan , (13) Peningkatan nilai ekonomi dan ekologi tanaman pinus berada pada sektor II atau merupakan peubah tidak bebas (dependent) dalam elemen tolok ukur untuk menilai setiap program yang dapat diartikan sebagai akibat tindakan terhadap elemen lainnya.
Hasil estimasi fungsi produksi murbei di KabupatenTanaToraja secara ringkas disajikan pada Tabel 1. Uji asumsi klasik menyimpulkan terpenuhinya asumsi: non-multikolinearitas, homoskedastisitas, dan non-otokorelasi. Analisis varians menghasilkan harga Fhitung = 84,99 pada taraf signifikansi 0,000, yang berarti fungsi produksi murbei pada Tabel 1 sangat signifikan. Persamaan regresi tersebut dapat menjelaskan 89,52% variasi tinggi rendahnya produksi murbei, sedangkan 10,48% sisanya ditentukan oleh variabel lain yang tidak tercakup dalam model.
KabupatenTanaToraja sendiri dikelola langsung oleh Subag Perhubungan Pembangunan Budaya dan Pariwisata. Dalam mencapai tujuan, dibutuhkan kesepakatan bersama dari seluruh anggota organisasi yang diperoleh dari pemaknaan yang sama akan suatu informasi. Berdasarkan bagan di atas Subag Perhubungan Pembangunan Budaya dan Pariwisata secara langsung mengurusi mengenai berbagai hal mengenai sektor pariwisata di TanaToraja. Melihat begitu banyak potensi wisata yang terdapat di KabupatenTanaToraja mulai dari peninggalan budaya sejak jaman megalitikum, menjadikan TanaToraja sebagai salah satu destinasi pariwisata terunik di Indonesia. Untuk itu, pemerintah KabupatenTanaToraja memiliki divisi khusus guna mengurusi perihal pariwisata yang masuk dalam bagian Perhubungan Pembangunan Budaya dan Pariwisata. Pengelolaan potensi pariwisata di daerah ini menjadi perhatian khusus pemerintah daerah, hal ini tercermin dalam arah kebijakan (visi) pemerintah bahwa tujuan utama pembangunan pariwisata adalah menjadikan TanaToraja sebagai destinasi kedua setelah Bali. Di sisi lain, dukungan masyarakat TanaToraja sangat positif memberikan respon pengembangan pariwisata. Banyak masyarakat yang tergantung dari hasil penjualan hasil karya budaya (kain tenun, ukiran).
Elemen kendala utama pada Tabel 16 kemudian menghasilkan Reachibility Matrix (RM) seperti disajikan pada Lampiran 18, dan matiks Driver Power – Dependence disajikan pada Gambar 21, sedangkan diagram model strukturalnya disajikan pada Gambar 22. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 18 dapat diketahui bahwa pada elemen kendala utama menghasilkan 10 sub elemen yang mempunyai rangking (ranks) tertinggi dan merupakan elemen kunci untuk berhasilnya usaha pengembangan hutan pinus rakyat di KabupatenTanaToraja. Sub elemen itu masing-masing adalah (4) Kejelasan kepemilikan lahan, (5) Ketersediaan pasar pohon berdiri, (7) Terbatasnya SDM, (11) Kontinuitas produksi, (12) Belum adanya organisasi petani, (13) Keterbatasan informasi pasar, (14) Kurangnya kajian dan alih teknologi, (15) Modal yang terbatas, (16) Lokasi kabupaten, (17) Informasi yang tidak mendukung. Gambar 21 menunjukkan bahwa elemen kunci di atas kesemuanya termasuk ke dalam sektor III yang merupakan peubah pengait (linkage) dari sistem. Menurut Eriyatno (2003), peubah dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah adalah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap sub elemen lainnya dan umpan balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak keberhasilan program pengembangan hutan pinus rakyat. Lemahnya perhatian terhadap peubah-peubah ini akan menyebabkan kegagalan program. Sub elemen yang lain seperti (10) Kualitas produksi yang rendah, (3) Sempitnya kepemilikan lahan, (9) Terbatasnya teknologi industri, (8) Kurangnya pengawasan, (6) Belum adanya sinkronisasi, (1) Kondisi topografi dan (2) Sarana dan prasarana produksi, kesemuanya berada pada sektor II atau merupakan peubah tidak bebas (dependent) dalam elemen kendala utama yang dapat diartikan sebagai akibat tindakan terhadap elemen lainnya.
tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Gereja Toraja, sehingga dalam hal proses politik di kabupatenTanaToraja belum mencapai tujuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam pelaksanaan otonomi daerah yakni memaksimalkan potesnsi-potensi daerah demi kemajuan dan kemakmuran masyarakat dalam daerah tersebut. Hal ini nampak dalam beberapa wilayah di kabupatenTanaToraja yang masih tergolong daerah terpencil, minimnya sarana dan prasarana pelayanan publik, misalnya jalan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, merupakan bukti kegagalan Gereja Toraja dalam mengimplementasikan sikap politiknya terhadap proses pelaksanaan otonomi daerah di kabupatenTanaToraja.
Latar belakang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi citra pariwisata KabupatenTanaToraja berbasis new media. Permasalahan dalam penelitian ini adalah TanaToraja merupakan salah daerah Kabupaten di Sulawesi Selatan yang memiliki potensi wisata yang beragam dan menarik untuk dikunjungi. Salah satu potensi wisata yang dimiliki TanaToraja adalah upacara adat kematian. Dalam perjalanannya, Pemerintah Daerah TanaToraja tidak hanya ingin mengangkat upacara adat kematian saja, melainkan banyak potensi wisata yang bisa dikunjungi oleh wisatawan. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah TanaToraja ingin mengangkat pariwisata yang berbasis “go green” dan memperkenalkan tagline yang dimiliki TanaToraja “Discover The Sacred Highlands”. Untuk itu Pemerintah Daerah TanaToraja memanfaatkan website untuk mengkomunikasikan citra pariwisata yang ingin disampaikan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan obervasi langsung, peneliti melakukan wawancara dengan pihak Pemerintah Daerah TanaToraja dan didukung dengan observasi langsung serta pengamatan website Pemerintah TanaToraja. Setelah melakukan penelitian, didapatkan hasil bahwa Humas Pemerintah Daerah TanaToraja belum secara optimal memanfaatkan website TanaToraja dalam komunikasi citra pariwisata. Hal ini bisa dilihat dari kurangnya informasi-informasi yang diberikan khususnya dalam hal pariwisata karena masih banyaknya kolom-kolom yang kosong kemudian website TanaToraja juga belum interaktif. Untuk itu Pemerintah TanaToraja hendaknya fokus memperbaiki website menjadi interaktif dan informatif sehingga citra pariwisata yang ingin dikomunikasikan dapat tersampaikan dengan baik kepada khalayak khususnya wisatawan.
Dulu toraja sendiri pernah booming, tingkat wisatawannya tinggi, tapi karena beberapa hal seperti krismon sektor pariwisata tersebut menurun, kenapa kita memilih toraja sendiri karena dahulu toraja pernah maju nih dalam hal pariwisatanya jadi kami ingin membangun kembali dan kembangkan lagi. Salah satu program kami dari swiss juga mengembangkan potensi wisata, kemudian dalam hal SDM meningkatkan daya saing kita beri pelatihan, workshop untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan. Program kami sampai tahun 2018, setelah itu keberlanjutannya diharapkan bisa melanjutkan program- program yang ada.
This study, entitled The Role of Law Enforcement and the Traditional Institutions In Tackling Antiquities Theft in TanaToraja. This research is motivated by concern for the protection of archaeological objects in TanaToraja from the crime of theft. The format of this research is to compare the role of law enforcement and traditional institutions in tackling the theft of archaeological objects in TanaToraja district. This type of research used is empirical legal research which focuses on social facts that have occurred in the community. The results of this study were: (1) the indigenous Toraja community prefer resolving disputes over thetheft of archaeological objects through litigation rather than through traditional procedures as the criminal sanctions which can be imposed by law enforcement officers on the perpetrators are seen as giving a greater sense of justice (2) Law enforcement authorities often have difficultyresolving disputes over the theft of archaeological objects because thefts are usually carried out in a planned and organised way (3) the role of law enforcement agencies in tackling theft of archaeological objects in TanaToraja district is in theprosecution of the perpetrators while traditional institutions are more focused on the prevention of theft of archaeological objects.
lainnya......................................................................................... …… . … ... Gambar 2.1 KabupatenTanaToraja dalam Konstelasi Propinsi Sulawesi Selatan........ Gambar 2.2 Peta Administrasi KabupatenTanaToraja.................................................. Gambar 2.3 Peta Kemiringan Lereng KabupatenTanaToraja....................................... Gambar 2.4 Peta Ketinggian KabupatenTanaToraja..................................................... Gambar 2.5 Peta Geologi KabupatenTanaToraja.......................................................... Gambar 2.6 Peta Hidrogeologi KabupatenTanaToraja................................................. Gambar 2.7 Peta Daerah Aliran Sungai KabupatenTanaToraja.................................... Gambar 2.8 Peta Curah Hujan KabupatenTanaToraja.................................................. Gambar 2.9 Peta Jenis Tanah KabupatenTanaToraja.................................................... Gambar 2.10 Peta Jaringan Listrik KabupatenTanaToraja............................................. Gambar 2.11 Peta Jaringan Telepon KabupatenTanaToraja........................................... Gambar 2.12 Peta Daerah Irigasi KabupatenTanaToraja................................................ Gambar 2.13 Peta Rencana Kawasan Strategis KabupatenTanaToraja.......................... Gambar 2.14 Peta Rencana Struktur Ruang KabupatenTanaToraja............................... Gambar 2.15 Peta Rencana Pemukiman KabupatenTanaToraja..................................... Gambar 2.16 Peta Rencana Kawasan Hutan Lindung KabupatenTanaToraja................ Gambar 2.17 Peta Kepadatan Penduduk KabupatenTanaToraja.....................................
Berkaitan dengan program pemanfaatan hasil hutan pinus, masyarakat Borisan Rinding dan Tampo tetap berkomitmen melestarikan hutan yang merupakan hasil reboisasi dan penghijauan tahun 1972 - 1974 dan menjaganya agar tidak ada perubahan fungsi hutan untuk tujuan-tujuan lain. Untuk itu, dengan adanya sosialisasi dari program KPHP maka masyarakat sangat mendukung dan akan menjadi benteng terdepan pembangunan kehutanan yang berbasis masyarakat. Jumlah penduduk KabupatenTanaToraja sebanyak 394.141 jiwa dengan persentase usia produktif 47,35% di mana sebagian besar (56,43%) bergiat di sektor pertanian. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan kayu maupun non kayu sangat tinggi dalam menopang pendapatan dari usaha tani di dalam dan di sekitar kawasan hutan, baik berupa kayu pinus, uru/cempaka, dan cemara gunung. Pendapatan rata-rata penduduk di dalam dan sekitar kawasan hutan bervariasi dari Rp 1.200.000 - Rp 1.500.000/bulan.
RPJMD KabupatenTanaToraja tahun 2010 - 2015 merupakan penjabaran Visi dan Misi Bupati KabupatenTanaToraja yang bersinergi dengan Visi, Misi Provinsi Sulawesi Selatan dan Nasional serta hasil Evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD periode sebelumnya dengan tetap bernuansa kedaerahan.
2. Membandingkan faktor-faktor kepuasan pengguna angkutan umum yang beroperasi pada jalur antarkota Makale-Rantepao di KabupatenTanaToraja dan KabupatenToraja Utara dengan parameternya yaitu rute perjalanan, jumlah penumpang, load factor, kecepatan perjalanan, headway dan frekuensi, serta jumlah armada.
16 paling penting adalah melaksanakan kewajiban baik sebagai orang tua maupun anak. Anak yang dianggap sah menurut hukum adat TanaToraja adalah anak yang sejak kelahirannya hanya melalui upacara syukuran yang disebut di kuku atau dikai , yang membuktikan anak tersebut sah menurut hukum adat TanaToraja adalah dengan pemakaian nama atau marga leluhur. Anak yang yang sah dilahirkan dari perkawinan hukum Adat TanaToraja berhak mewarisi harta kekayaan baik harta bawaan dari orang tuanya maupun harta gono-gini. Anak kandung harus menjalankan kewajibannya ketika orang tua mereka meninggal yaitu membayar utang. Anak angkat hanya mewarisi sebagian harta gono-gini dari orang tuan angkatnya. Anak yang lahir dari perkawinan hukum Adat TanaToraja tidak diberikan akta kelahiran, karena yang mengesahkan perkawinan tersebut adalah tokoh adat yang disebut ada’ bukan hukum negara.
• Pelaksanaan kegiatan ini mendapat respon yang baik di KabupatenTanaToraja, hal ini merupakan suatu kegiatan yang memberikan umpan balik bagi bidang litbang daerah kabupaten untuk menyampaikan implikasi dari implementasi hasil-hasil riset di daerah. Namun karena data dan informasi yang tersedia belum tersusun secara komprehensif sehingga belum dapat diberikan secara lengkap. Oleh karena itu bidang litbang KabupatenTanaToraja akan menyampaikan hasil-hasil riset yang telah diaplikasikan di KabupatenTanaToraja dalam waktu yang tidak lama.
pemerintah daerah kabupatenToraja Utara telah menyelenggarakan perkawinan gratis/ perkawinan massal bagi pasangan yang perkawinan tidak sah secara hukum negara dan sah secara agama, sehingga setelah dicatatkannya perkawinan mereka, pemerintah langsung mengeluarkan akta perkawinan yang dapat menjadi dasar dalam penerbitan akta kelahiran anak.
The title of this essay is about The Role of TanaToraja Local Government in overcoming Bulangan Londong (cockfight) Gambling on Funeral Ceremony in TanaToraja. The legal issue is about the role of government, especially TanaToraja local government in overcoming bulangan londong (cockfight) gambling on funeral ceremony in TanaToraja. This essay using normative legal research focusing on positive norms relating to gambling. Bulangan londong gambling conducted not related to the funeral ceremony give negative impact for the society in TanaToraja. Bulangan londong still there in TanaToraja because Toraja traditional culture is still strong and also public mistakenly thought about gambling. Cockfighting in Toraja is a criminal offense because people also do gambling at the same time. Nowadays, the role of TanaToraja local government is not yet effective because they have not made Local Regulation (PERDA) related to bulangan londong so the cockfighting gambling still often held until now.
Masyarakat Toraja sejak dahulu dikenal sebagai masyarakat religius dan memiliki integritas yang tinggi dalam menjunjung tinggi budayanya. Menurut Suhamihardja dalam bukunya Adat Istiadat dan Kepercayaan Sulawesi Selatan, (1977: 29), suku bangsa Toraja terkenal sebagai suku bangsa yang masih teguh memegang adat. Setiap pekerjaan mesti dilaksanakan menurut adat, karena melanggar adat adalah suatu pantangan dan masyarakat memandang rendah terhadap perlakuan yang memandang rendah adat itu. Apalagi dalam kelahiran, perkawinan, kematian, upacara adat tidak boleh ditinggalkan. Pada umumnya upacara adat itu dilakukan dengan besar- besaran, sehingga orang luar akan menaruh kesan sebagai pemborosan kekayaan, sedangkan bagi masyarakat Toraja sendiri hal itu sudah seharusnya. Karena anggapan mereka apabila upacara itu diadakan semakin meriah, semakin banyak harta dikorbankan untuk itu, semakin baik. Dan gengsi sosial bagi orang yang bersangkutan akan semakin tinggi, status naik dan terpuji dalam pandangan masyarakat. Kebanyakan yang melakukan hal itu adalah golongan orang- orang bangsawan.
Berdasarkan pemaparan di atas, jelas bahwa Tongkonan memiliki makna dan ar yang begitu pen ng serta mendalam dalam budaya Toraja, termasuk tentunya bagi masyarakat Toraja. Tetapi adanya penyempitan makna terhadap Tongkonan yang cenderung dianggap sebatas sebagai bangunan rumah tradisional Toraja, menjadikan terdegradasinya nilai-nilai budaya Tongkonan di masyarakat Toraja saat ini. Demikian pula, pemerintah secara dak langsung terlibat dalam eksploitasi Tongkonan untuk kepen ngan ekonomi yang dibalut dalam pariwisata. Tongkonan hanya dijadikan objek wisata belaka, tetapi melupakan nilai-nilai budaya Tongkonan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah tentang Tongkonan yang cenderung berorientasi pada aspek fi sik belaka. Oleh karena itu, dengan dalih kepen ngan pariwisata banyak objek-objek budaya berupa Tongkonan yang pada akhirnya mengalami perubahan baik dari aspek ak fi tas maupun aspek fi sik.
The title of this essay is about The Role of TanaToraja Local Government in overcoming Bulangan Londong (cockfight) Gambling on Funeral Ceremony in TanaToraja. The legal issue is about the role of government, especially TanaToraja local government in overcoming bulangan londong (cockfight) gambling on funeral ceremony in TanaToraja. This essay using normative legal research focusing on positive norms relating to gambling. Bulangan londong gambling conducted not related to the funeral ceremony give negative impact for the society in TanaToraja. Bulangan londong still there in TanaToraja because Toraja traditional culture is still strong and also public mistakenly thought about gambling. Cockfighting in Toraja is a criminal offense because people also do gambling at the same time. Nowadays, the role of TanaToraja local government is not yet effective because they have not made Local Regulation (PERDA) related to bulangan londong so the cockfighting gambling still often held until now.
Judul penulisan ini yaitu hak anak atas identitas diri dalam perkawinan berdasarkan hukum adat TanaToraja. Rumusan masalah penulisan ini yaitu : pertama, bagaimanakah hak anak atas identitas diri dalam perkawinan berdasarkan hukum adat TanaToraja? Kedua, bagaimanakah peran pemerintah daerah dalam menyikapi perbedaan pengaturan dalam rangka memberi perlindungan terhadap hak anak atas identitas diri. Penelitian ini bertujuan untuk : pertama, untuk mengetahui dan mengkaji hak anak atas identitas diri dalam perkawinan hukum adat TanaToraja. Kedua, untuk mengetahui dan mengkaji peran pemerintah daerah dalam menyikapi hak anak atas identitas diri dalam perkawinan hukum adat TanaToraja.