Perubahan-perubahan menghadapimasapensiun dapat menimbulkan goncangan mental yang tidak dapat dielakkan. Hal ini disebabkan karena adanya perasaan tidak rela untuk melepas jabatan yang selama ini telah dimiliki dan dinikmati, jadi pasti ada perasaan cemas dan khawatir. Hal ini apabila berlebihan dapat mengganggu keadaan fisik dan psikologisnya. Individu yang mengalami masapensiun akan mengalami kecemasan dan goncangan perasaan yang begitu berat. Banyak determinan atau variabel yang diasumsikan mempengaruhi kecemasanmenghadapimasapensiun, salah satunya yaitu berpikir positif. Tujuan penelitian ini adalah untuk me ngetahui: 1) Ada tidaknya hubungan antara berpikir positif dengan kecemasanmenghadapimasapensiun pada Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Grobogan; 2) Tingkat berpikir positif dan tingkat kecemasanmenghadapimasapensiun Pada Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Grobogan; 3) Sumbangan atau peranan berpikir positif terhadap kecemasanmenghadapimasapensiun pada Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Grobogan. Hipotesis yang diajukan Ada hubungan negatif antara berpikir positif dengan kecemasanmenghadapimasapensiun
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan KecemasanMenghadapiMasaPensiun Pada Pegawai. Hipotesis yang diajukan adalah ada ahubungan yang negatif antara Kecerdasan Emosi dengan KecemasanMenghadapiMasaPensiun Pada Pegawai. Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai berusia di atas 50 tahun yang bekerja dan akan meghadapi masapensiun. Teknik sampling menggunakan purposive sample. Metode pengumpulan data menggunakan Skala KecemasanMenghadapiMasaPensiun dan Skala Kecerdasan Emosi. Teknik analisis data yang digunakan adalah Product Moment dari Karl Pearson. Hasil analisis data diperoleh hasil korelasi sebesar (r xy ) -0,747
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kecerdasan spiritual dengan kecemasanmenghadapimasapensiun pada anggota TNI AD golongan Bintara. Penelitian ini menggunakan 70 subjek berjenis kelamin laki-laki. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota TNI AD golongan Bintara yang akan memasuki masapensiun. Instrumen penelitian ini menggunakan skala kecerdasan spiritual yang terdiri dari 24 aitem dengan (r) = 0,962 dan skala kecemasanmenghadapimasapensiun yang terdiri dari 24 aitem dengan (r) = 0,955. Analisis data dilakukan menggunakan Koefisien Korelasi Spearman rho karena data tidak berdistribusi normal. Hipotesis dalam penelitian ini terbukti, bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat dan signifikan antara kecerdasan spiritual dengan kecemasanmenghadapimasapensiun pada anggota TNI AD golongan Bintara (N=70, r= -0,873, p=0,000 < 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek memiliki kecerdasan spiritual yang relatif tinggi (70,76>60) dan kecemasanmenghadapimasapensiun yang relatif rendah (43,19<60).
nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara konsep diri dan kecemasanmenghadapimasapensiun pada karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa. Artinya semakin tinggi tingkat konsep diri akan menuntun pada menurunnya tingkat kecemasanmenghadapimasapensiun, dan begitu pula sebaliknya.
Pensiun adalah masa seseorang tidak lagi bekerja secara formal pada sebuah instansi karena telah mancapai usia maksimum. Masa ini melibatkan banyak perubahan yang memungkinkan munculnya kecemasan. Setelah pensiun, karyawan BUMN hanya mendapat sekali tunjangan dan pemasukan per-bulan yang tidak begitu besar, saat ini BUMN juga memiliki nama baik di tengah masyarakat. Keadaan diatas memungkinan karyawan BUMN mengalami kecemasan yang lebih besar. Kecemasan merupakan ketidaknyamanan pikiran dan perasaan yang berkaitan dengan peristiwa yang akan datang. Pernikahan yang harmonis dinilai penting untuk menghindarkan seseorang dari rasa cemas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan keharmonisan pernikahan dengan kecemasanmenghadapimasapensiun pada karyawan BUMN. Penelitian ini melibatkan 57 karyawan BUMN dan 57 istri karyawan bersangkutan, sehingga total subjek penelitian adalah 114 orang. Alat ukur kecemasan menggunakan Hamilton Anxiety Scale dari Max Hamilton yang telah diterjemahkan dan alat ukur keharmonisan pernikahan menggunakan ENRICH karya David H. Olson yang telah diterjemahkan. Analisa data menggunakan uji Pearson Product Moment menghasilkan koefisien korelasi sebesar -0.739 dengan p = 0.001. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keharmonisan pernikahan dan kecemasanmenghadapimasapensiun yang berarti semakin tinggi kecemasan maka semakin rendah keharmonisan pernikahan dan sebaliknya.
Darajat (1990) mengemukakan ada dua gejala kecemasan, yaitu; a) Gejala fisik berupa ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, detak jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, dan gemetar; dan b) Gejala mental berupa perasaan sangat takut akan tertimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, rendah diri, tidak tentram dan ingin lari dari kenyataan hidup, gelisah, dan perasaan tegang serta bingung. Menurut Aaron T. Beck (2004), kecemasan berada pada garis kontinum yang sama dengan pengalaman emosional lainnya, dan setiap semua pengalaman emosional berkaitan dengan kognisi. Setiap emosi berhubungan dengan tema kognitif tertentu, dan kecemasan dikaitkan dengan tema „ancaman‟, „bahaya‟ dan „mudah diserang‟. Kece masan merupakan hasil dari penafsiran yang berlebihan tentang suatu bahaya atau kepercayaan yang terlalu rendah pada coping atau kemampuannya.
Metode penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan bentuk penelitian komparatif. Pengambilan wilayah sampel dilakukan dengan teknik purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket kecemasanmenghadapimasapensiun dengan jumlah 80 item dan sampel sebanyak 52 pegawai yang memasuki masapensiun tahun 2011-2015. Teknik uji validitas menggunakan analisis butir. dikorelasikan dengan skor total dengan rumus korelasi product moment dari Pearson. Uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha menunjukan bahwa instrumen yang digunakan mempunyai indeks reliabilitas sebesar 0,987. Berdasarkan hasil uji T diketahui F hitung 5,850 dengan probabilitas 0,019
Portal HR. (2015). Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1993 Tentang Usia Pensiun Normal dan Batas Usia Pensiun Maksium Bagi Peserta Peraturan Dana Pensiun. Retrieved March 25, 2015 from http://www.portalhr.com/wp-content/upload/data/pdfs/pdf_peraturan/ Poerwanti, E. (1994). Dasar-dasar metode penelitian. Malang : UMM Press. Pradono, G. S., & Purnamasari, S.E. (2010). Hubungan antara Penyesuaian Diri
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasanmenghadapimasa pension pada karyawan swasta. Hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kecemasanmenghadapimasapensiun pada karyawan swasta. Penelitian ini dilakukan dengan populasi karyawan swasta yang sedang menghadapimasa pension berumur 53-55 tahun di Kota Kudus. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan accidental purposive sampling dengan total 30 karyawan swasta. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat ukur skala kecemasanmenghadapimasa pension dan skala kecerdasan emosi. Hasil penelitian menunjukkan hipotesis yang diuji dengan uji korelasi Product Moment diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasanmenghadapimasa pension pada karyawan swasta. Hasil ini ditunjukkan dengan r xy = -0,834 dengan signifikansi
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan adversity dengan kecemasanmenghadapimasapensiun pada pegawai negeri sipil golongan IV di Salatiga. Subjek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil golongan IV yang akan pensiun pada tahun 2017-2018 di Salatiga yang berjumlah 40 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan skala adversity response profile (ARP) dari Stoltz dan skala kecemasanmenghadapipensiun yang disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan dari Zung. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis korelasi Product Moment Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kecerdasan adversity dengan kecemasanmenghadapimasapensiun pada pegawai negeri sipil golongan IV di Salatiga, dengan (r= -0,148) dan nilai signifikansi sebesar 0,180 (p>0,05).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang kecemasanmenghadapimasapensiun pada karyawan pabrik laki-laki yang telah mengikuti masa persiapan pensiun (MPP) di PT ISM Bogasari Jakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Subyek penelitian adalah 92 karyawan pabrik laki-laki PT ISM Bogasari Jakarta dari berbagai divisi. Sampel diperoleh dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan skala kecemasan secara langsung kepada responden. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecemasanmenghadapipensiun yang disusun oleh peneliti sendiri. Daya diskriminasi dalam penelitian ini menggunakan batasan r ix >0,30. Pada skala kecemasan terdapat 16 item yang gugur dan 48 item yang sahih. Koefisien reliabilitas skala kecemasanmenghadapipensiun sebesar 0,940. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik statistik deskriptif presentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan pabrik laki-laki yang telah mengikuti masa persiapan pensiun di PT ISM Bogasari mengalami kecemasan pada kategori sedang yaitu 30 orang (55,56%) dan 24 orang (44,44%) berada pada kategori rendah. Tidak ada subyek yang mengalami kecemasan pada kategori tinggi.
Disela-sela kesibukan Anda, perkenankanlah saya mohon kesediaan Anda untuk mengisi skala yang tersedia dengan sejujur-jujurnya dan sesuai dengan kondisi Anda sekarang. Skala ini dibuat untuk memenuhi kelengkapan penelitian skripsi yang menjadi tugas akhir saya mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecemasanmenghadapipensiun. Semua jawaban dan identitas Anda saya jamin kerahasiaannya dan jawaban yang Anda berikan hanya digunakan untuk penelitian. Atas kesediaan dan kerjasama Anda, saya ucapkan terima kasih.
pasangan menganggap keadaan pensiun akan meningkatkan kemungkinan konflik diantara mereka karena munculnya terlalu banyak waktu kebersamaan diantara pasangan, penurunan waktu untuk kebebasan pribadi dan privasi, pembagian tugas rumah tangga yang baru bisa saja tidak cocok bagi salah satu atau keduanya, penurunan finansial juga akan berdampak negatif pada pasangan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pasangan dari individu yang akan pensiun mengalami kesulitan yang lebih besar untuk beradaptasi dengan keadaan baru pasangannnya kelak.
Tidak dapat dipungkiri, dukungan sosial dari pasangan adalah hal penting bagi seseorang untuk menghadapi transisi dalam hidup (Hurlock, 1991). Dukungan sosial yang memadai dari pasangan dan keluarga merupakan indikasi adanya pernikahan yang harmonis (Dehle, Larsen, Landers, 2001). Pernikahan yang harmonis pada masa dewasa madya dapat meningkatkan angka harapan hidup dan membuat seseorang mampu mempertahankan kondisi kesehatan yang baik (Papalia dkk, 2009). Berdasarkan penelitian oleh Orbruch (1996) yang dilakukan pada 8.929 responden laki-laki dan perempuan usia madya, didapati pola kepuasan pernikahan pada masa ini berbentuk U. Selama 20-24 tahun pertama pernikahan cenderung kurang harmonis, kemudian meningkat kembali dan mencapai puncak pada usia 35-44 tahun pernikahan (dalam Papalia dkk, 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji hubungan antara kecemasanmenghadapipensiun dengan semangat kerja karyawan.Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Subjek penelitian adalah karyawan yang akan memasuki cuti besar dengan usia pegawai antara 52-57 tahun, dan mereka akan pensiun dalam kurun waktu 1-6 tahun lagi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang menggunakan subjek penelitian sebanyak 50 orang. Hasil analisis korelasi " Spearman Ranked-Order " r = 0,498 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara dua variabel. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara kecemasanmenghadapipensiun dengan semangat kerja pada pegawai
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantisa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk cinta padanya. Berulang syukur pada Allah yang telah memberikan banyak kemudahan hingga skripsi yang berjudul “Hubungan Keharmonisan Pernikahan dengan KecemasanMenghadapiMasaPensiun pada Karyawan BUMN” ini dapat terselesaikan.
Newman dan Newman (1999) mengatakan bahwa bagi beberapa orang, pensiun merupakan beban yang tidak diharapkan. Mereka merasa pesimis dan merasa tidak berguna karena kehilangan pekerjaan. Pensiun lebih dimaknai sebagai suatu kehilangan daripada suatu kesempatan baru atau kebebasan. Pandangan seseorang mengenai pensiun menurut Unger dan Crawford (1992) ada dua, yakni pandangan positif dan negatif. Seseorang yang memiliki pandangan positif memaknai pensiun sebagai suatu kebebasan setelah sekian tahun bekerja, kesempatan yang cukup baik untuk bepergian atau berlibur, melakukan hobi, dan memanfaatkan waktu luang. Sebaliknya, seseorang yang memiliki pandangan negatif memaknai pensiun sebagai keadaan yang membosankan, penarikan diri, dan kemungkinan besar munculnya perasaan tidak berguna. Pandangan negatif seperti ini yang dapat menimbulkan emosi-emosi negatif sehingga akan mengarahkan seseorang pada kecemasanmenghadapimasapensiun.
Financial Management Behavior berhubungan dengan tanggung jawab keuangan individu mengenai cara pengelolaan uangnya. Tanggung jawab keuangan sendiri didefinisikan sebagai proses pengelolaan uang dan aset lainnya dengan cara yang dianggap produktif. Sedangkan pengelolaan uang atau manajemen uang diartikan sebagai proses menguasai penggunaan aset atau uang. Ada beberapa elemen yang terkandung didalam manajemen uang yang dianggap efektif, yaitu: pengaturan penganggaran dan menilai perlunya pembelian serta hutang pensiun dalam kerangka waktu yang wajar. Tanggung jawab utama dalam manajemen keuangan adalah pengaturan anggaran, yang bertujuan untuk memastikan individu dapat mengelola dan mengatur kewajiban keuangan secara tepat waktu dengan penghasilan yang diterima pada periode waktu yang sama (Ida & Dwinta, 2010).
kedua skala tersebut dan didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa item yang gugur pada kedua skala tersebut dan kedua skala tersebut dikatakan reliabel karena telah memenuhi syarat cronbach alpha. Peneliti melakukan revisi terhadap item yang gugur pada kedua skala tersebut. Peneliti kemudian berkunjung ke koramil-koramil terdekat yang berada di wilayah kabupaten pasuruan untuk memperoleh informasi tentang jumlah personel TNI AD yang akan memasuki masapensiun dan meminta ijin untuk melakukan penelitian di tempat personel TNI AD yang akan memasuki masapensiun bekerja. Setelah mendapatkan ijin melakukan penelitian dengan membawa surat pengantar dari kampus maka peneliti membagikan kedua skala tersebut dalam satu bandel di hari yang sudah disepakati sebelumnya. Setelah beberapa hari melakukan penyebaran skala maka peneliti menginput data yang diperoleh dan menguji korelasi kedua variabel, dalam proses ini peneliti menggunakan SPSS versi 22 sebagai perhitungan statistik. pada hari berikutnya peneliti melakukan kunjungan ketempat penyebaran skala, peneliti mengucapkan terimakasih karena sudah membantu peneliti dalam pengambilan data dan peneliti juga meminta surat keterangan penelitian dari masing-masing koramil. Validitas dan reliabilitas alat ukur serta uji korelasi dengan menggunakan product moment karena peneliti ingin menguji hipotesis hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen dimana variabel independen dalam penelitian ini adalah sense of humor sedangkan variabel dependennya adalah optimisme menghadapimasapensiun dan jenis data interval.
Kemampuan dalam menghadapi situasi akan berpengaruh terhadap besarnya tekanan dan kecemasan yang dialami seseorang pada situasi yang mengancam. Semakin tinggi self efficacy yang dimiliki individu, maka akan semakin percaya bahwa dirinya mampu mengatasi situasi yang mengancam sehingga tidak merasa cemas dan tidak merasa terganggu oleh situasi yang menurutnya mengancam dalam proses menghadapipensiun. Begitu pula sebaliknya, jika individu tidak yakin dapat mengatasi situasi yang menurutnya mengancam serta tidak yakin dengan kemampuannya sendiri maka mengalami kecemasan tinggi.