Kepuasankerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dari pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Diantara banyak profesi perawat merupakan profesi yang bisa dijalankan oleh perempuan atau laki-laki, dari sisi peran gender terdapat perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang dapat pula mempengaruhi seseorang untuk dapat mencapai taraf kepuasan kerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasankerjaperawat jika ditinjau dari gender.
Penelitian ini adalah penelitian tentang Hubungan KepuasanKerjaPerawat Pelaksana dengan Pelaksanaan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan Rawat Inap di Instalasi Non Bedah RSUP dr.M.Djamil Padang. Kepuasankerja merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja. Kepala Ruangan sebagai pimpinan di rawat inap bertanggung jawab secara langsung terhadap kepuasankerja dan produktivitas perawat pelaksana.Tujuan penelitian ini adalah Diketahui hubungan kepuasankerjaperawat pelaksana dengan pelaksanaan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan Rawat Inap Non Bedah RSUP dr. M.Djamil Padang.
Pendahuluan: Perawat sebagai tenaga profesional di rumah sakit rentan mengalami stres kerja yang menyebabkan gangguan fisiologis, psikologis, dan perilaku. Suatu studi menunjukkan bahwa stres kerja yang tinggi akan menurunkan kepuasankerja. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan stres kerja dengan kepuasankerjaperawat di ruang rawat inap RSD Mardi Waluyo Kota Blitar. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross-sectional dengan pengujian hubungan antar variabel menggunakan Rank-Spearman. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, yaitu seluruh perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSD Mardi Waluyo Kota Blitar. Seluruh responden mengisi kuesioner tentang stres kerja dan kepuasankerja. Jumlah responden adalah 61 orang. Hasil: Hasil uji Rank-Spearman menunjukkan nilai –0,674 menunjukkan hubungan antar dua variabel terbalik dengan tingkat hubungan kuat. Selang kepercayaan dalam penelitian ini adalah 95% dengan p (0,000) < p-value . Diskusi: Semakin berat tingkat stres kerjaperawat, maka tingkat kepuasankerjaperawat semakin rendah.
Berdasarkan hail dari item pernyataan diatas terdapat masih banyak responden yang merasa kompensasi yang diterimanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, hal ini bisa menyebabkan kepuasankerjaperawat menurun dan berdampak pada kualitas kerjaperawat yang dapat dilihat dari ketidakhadiran (absentiesme), kepuasan pasien terhadap pelayanan menurun, keluarnya perawat dari pekerjaannya (turn over) serta adanya perilaku penyimpangan ditempat kerja misalnya dengan menjelajah internet saat jam kerja, atau membawa pulang persediaan di tempat kerja untuk penggunaan pribadi, dan lain sebagainya (Robbins, 2008).
Kepuasankerjaperawat merupakan faktor yang dapat memengaruhi motivasi dalam bekerja, kepuasan sering dipengaruhi faktor lingkungan kerja, demikian juga kepuasankerja di lingkungan rumah sakit militer yang memiliki hubungan dengan iklim militer yang dibentuk di lingkungan bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan iklim kerja dengan kepuasankerjaperawat di rumah sakit militer. Desain penelitian yang digunakan yaitu deskriptif korelasi dengan pendekatan potong lintang dan menggunakan sampel 110 perawat yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah Minnesota Satisfaction Quesioner (MSQ) dan The Gallup Questionnaire dan dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil riset menyampaikan terdapat hubungan yang bermakna antara iklim kerja dengan kepuasankerjaperawat di RS Militer (p< 0,001, α= 0,05, OR= 13,132). Hal ini menunjukkan bahwa perawat yang mempunyai persepsi tentang iklim kerja baik berpeluang 13,132 kali untuk merasa puas dalam pekerjaannya, dibandingkan dengan perawat yang memiliki persepsi iklim kerja tidak baik. Hasil tersebut dapat menjadi dasar untuk manajemen keperawatan dan manajemen rumah sakit dalam meningkatkan iklim kerja yang dapat memengaruhi kepuasankerjaperawat.
diberikan oleh atasan sudah baik, bantuan yang diberikan oleh atasan apabila perawat pelaksana menghadapi kesulitan dalam pekerjaan sudah baik, sikap keterbukaan dan tidak memihak tentang jadwal dinas kerja sudah baik, dan cara atasan menegakkan disiplin kerja sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang lebih dominan yang mempengaruhi kepuasankerjaperawat pelaksana di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Faktor lain tersebut adalah adanya budaya kerja mengayomi tenaga kerja junior dan menghormati tenaga kerja senior tanpa membedakan status dan berlaku bagi semua karyawan, baik karyawan baru maupun karyawan lama.
Hasil penelitian didapatkan KepuasanKerjaPerawat Pelaksana adalah 44,3% dan yang tidak Puas adalah 55,7% dan ada hubungan antara KepuasanKerjaPerawat Pelaksana dengan pelaksanaan Fungsi Penggerakan dan Pelaksanaan Kepala Ruangan Rawat Inap Instalasi Non Bedah RSUP dr.M.Djamil Padang dengan nilai p= 0,000 (<0,05). Pada analisis multivariat didapatkan nilai Exp(β) 8,435 pada Fungsi Penggerakan dan Pelaksanaan, artinya bahwa Fungsi Penggerakan dan Pelaksanaan Kepala Ruangan yang tidak baik akan berpengaruh terhadap ketidakpuasan Kerjaperawat pelaksana 8 kali lebih besar dibandingkan pelaksanaan Fungsi Manajemen Kepala ruangan yang baik.
Kebijakan, supervisi dan motivasi adalah sebagian dari faktor yang mempengaruhi kepuasankerjaperawat. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional untuk mengetahui hubungan kebijakan, supervisi, dan motivasi dengan kepuasankerjaperawat pelaksana di salah satu rumah sakit di Jawa Timur. Penentuan sampel yaitu total populasi sejumlah 146 perawat. Berdasarkan hasil uji univariat didapatkan sebagian besar perawat mempunyai persepsi tidak baik tentang kebijakan, supervisi, dan mempunyai persepsi baik tentang motivasi, dan puas dalam pekerjaannya. Hasil regresi logistik didapatkan motivasi merupakan variabel yang paling berhubungan dengan kepuasankerjaperawat (OR 11,688; p= 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa perawat yang mendapat motivasi akan puas 12 kali dibandingkan perawat yang tidak mendapatkan motivasi oleh manajer keperawatan, sedangkan kebijakan merupakan variabel kedua yang berhungan dengan kepuasankerja (OR 2,436;p=0,017). Peneliti menyimpulkan bahwa motivasi dan kebijakan merupakan variabel yang dapat menjelaskan kepuasankerja. Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang telah ditetapkan secara periodik dan ada sosialisasi apabila ada kebijakan baru.
Dilihat dari karakteristik responden dari segi umur, dimana se bagian besar perawat pelaksana berumur ≤35 tahun ( berumur muda). Menurut Robbin & Judge (2008) pada usia ini kepuasankerja kurang karena keinginan untuk mendapatkan hal yang lebih baik tinggi, seperti ingin mendapatkan penghasilan yang tinggi, pindah ke tempat bekerja yang lebih baik. Sedangkan dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar perawat pelaksana berjenis kelamin perempuan, dimana hal ini menurur Suroso (2011) perawat perempuan merupakan seorang ibu dalam keluarga, kemungkinan akan memiliki naluri keibuan yang bermanfaat dalam membentuk perilaku caring dalam proses pemberian asuhan keperawatan dan menciptakan kepuasankerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Keperawatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) Tahun 2007 di Provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menemukan bahwa 70% perawat dan bidan selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan, 39,8% masih melakukan tugas-tugas kebersihan, 47,4% perawat dan bidan tidak memiliki uraian tugas dan belum dikembangkan monitoring dan evaluasi kinerja perawat dan bidan khususnya mengenai keterampilan, sikap, kedisiplinan dan motivasi kerjanya (Aisyah, 2008).
1997). Hal ini sesuai dengan kondisi di tempat penelitian di mana perawat mengetahui dengan pasti tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan struktur organisasi merupakan cara organisasi untuk menyusun orang-orang dalam menciptakan sebuah organisasi. Struktur dapat juga diartikan sebagai kepentingan bagaimana orang-orang akan dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Semakin tinggi penstrukturan suatu organisasi maka lingkungan akan terasa semakin kaku, tertutup dan penuh ancaman. Sebaliknya semakin besar otonomi dan kebebasan serta semakin banyak perhatian manajemen terhadap pekerjaan individu, maka akan semakin baik, penuh kepercayaan dan bertanggung jawab atas iklim organisasi (Robbins, 1996). Namun, IRNA Bedah RSUD Kabupaten Sampang belum mempunyai struktur formal dalam organisasi. Sehingga belum ada pembagian karyawan secara struktural dan fungsional. Keadaan seperti ini tidak sesuai dengan standar pelayanan keperawatan pada standar 1 tentang falsafah dan tujuan, pada poin 4 menjelaskan bahwa bagan struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas garis komando, tanggung jawab, kewenangan dan hubungan kerja dalam pelayanan keperawatan serta hubungan dengan unit lainnya (Wijono, 2000). Selain itu, kepala ruangan di IRNA Bedah RSUD Kabupaten Sampang masih dipegang oleh seorang dokter. Hal ini tidak sesuai dengan standar 3 tentang staf dan pimpinan, pada poin 1 menyatakan bahwa pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai kuali fi kasi manajer, serta lebih lanjut dijelaskan pada poin 2 bahwa kepala keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggung jawab bagi berfungsinya pelayanan keperawatan (Wijono, 2000). Di mana karyawan harus memahami kebijakan dan bekerja dengan pengetahuan dari prosedur-prosedur pekerjaan khususnya yang menguntungkan mereka. Hal ini merupakan tanggung jawab manajer untuk berperan sebagai guru dan sumber dalam area ini (Rowland dan Rowland, 1999).
Teori hubungan manusiawi menggunakan faktor kondisi lingkungan kerja sebagai salah satu variabel motivator. Asumsi manajemen yang dipakai adalah orang ingin bekerja dalam suatu lingkungan kerja yang aman dan menyenangkan dengan seorang atasan yang adil dan penuh pengertian. Karyawan yang bahagia akan bekerja lebih giat karena kepuasankerja meningkat. Sebagian besar sumber daya manusia rumah sakit mempunyai tingkat status intelek dan sosial ekonomi yang tinggi, akan tetapi keadaan rumah sakit yang bersangkutan berada pada keadaan yang sebaliknya, misalnya kumuh secara fisik, mutu rendah, dan pelayanan yang tidak menyenangkan, keadaan ini sering didapatkan pada rumah sakit pemerintah. Hal tersebut pada akhirnya sampai pada suasana kerja yang tidak menyenangkan karena ada ketidakcocokan antara sumber daya manusia berlatar belakang tinggi dengan keadaan rumah sakit yang memprihatinkan (Gomes, 2003).
dalam bekerja, hal ini juga akan menyebabkan ketidakpuasan pasien dan keluarga yang berdampak besar pada mutu pelayanan keperawatan, namun belum semua rumah sakit mampu menciptakan kepuasankerja bagi perawat (Aditama, 2010). Data hasil residensi mahasiswa pada bulan November 2011 sampai Februari 2012 didapatkan hasil bahwa, di Instalasi bedah 56% pasien kurang puas dengan tindakan yang diberikan oleh tenaga keperawatan, di Instalasi non bedah didapatkan 53,3% pasien kurang puas dengan penjelasan tindakan yang dilakukan perawat, di Instalasi anak 57.2% pasien tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat dan di Instalasi Ambun pagi didapatkan 14,7% pasien kurang puas dengan pelayanan keperawatan di ruangan (Hidayati dkk, 2011). Data ini masih kurang dari standar Depkes yang harusnya lebih dari 90%.
Tenaga paramedis perawatan di institusi Rumah Sakit merupakan unsur manusia yang menempati posisi strategis dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, mereka merupakan ujung tombak dalam proses perawatan kepada pasien, sehingga diperlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya. Pada perusahaan jasa seperti rumah sakit, peran sumber daya manusia sangat diperlukan karena ia berhubungan langsung dengan kepuasan yang akan dirasakan pelanggan/pasien rumah sakit (Sujudi 2011). Dalam hal ini untuk mewujudkan kepuasan pasien tersebut harus terlebih dahulu adanya kinerja yang baik dari tenaga medis maupun paramedis khususnya perawat terkait. Kaitanya dengan kinerja perawat di Rumah Sakit khususnya rawat inap dikaitkan dengan hal-hal lain yang menyangkut dimensi kinerja perawat misalnya kepuasankerja dari perawat, lingkungan kerja yang kondusif serta kepemimpinan yang baik.
Kepuasankerjaperawat perlu mendapatkan perhatian serius dari manajemen RS, karena perawat merupakan karyawan terbesar yang menjadi ujung tombak pelayanan. Kejadian banyaknya perawat yang terlambat masuk kerja, turnover yang cukup tinggi dan keluhan pasien dalam pelayanan perawat merupakan indikasi rendahnya kepuasankerjaperawat di RSU Budi Rahayu.Tujuan penelitian adalah menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasankerjaperawat pelaksana di RSU Budi Rahayu Pekalongan.
Berdasarkan teori yang menerangkan hubungan positif antara kepuasankerja dengan kinerja dan juga berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa rendahnya kinerja perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bekasi, salah satu faktor penyebabnya adalah karena rendahnya tingkat kepuasankerjaperawat. Selain itu, berdasarkan kajian teori yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka untuk meningkatkan kepuasankerja dalam hal ini yang menjadi prioritas utama ialah penghasilan dan promosi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perlu dilakukan beberapa langkah konkret antara lain:
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan makna bahwa dalam memberikan pelayanan perawat belum melihat pasien secara holistik, seperti halnya dalam melakukan triage lebih ber- IRNXV SDGD DVSHN ¿VLN GDQ PHQJHVDPSLQJNDQ aspek psikologis. Meletakkan pasien dipojok ru- angan merupakan bentuk triage psikologis yang dilakukan perawat. Pemisahan pasien percobaan bunuh diri dilakukan karena karakteristik pasien yang tidak terus terang dan agresif , kondisi ini menimbulkan ketakutan dalam diri perawat. Perawat tetap memberikan pelayanan meskipun merasa takut karena mengingat adanya rasa ka- sihan dan tugas sebagai seorang perawat. Pe- rawat juga merasakan ada sensasi tersendiri ke- tika merawat pasien dan memiliki harapan untuk bisa memberikan pelayanan yang lebih baik serta membutuhkan apresiasi yang baik terhadap jerih payahnya.
Uji kesahihan butir menyatakan bahwa pada skala Kepuasan terhadap Kompensasi yang Diterima terdapat 13 aitem yang digunakan dan tidak ada aitem yang gugur dengan reliabilitas sebesar 0.729, sedangkan pada skala Motivasi Kerja ada 23 aitem yang gugur dan 27 aitem yang digunakan dengan reliabilitas sebesar 0,856. Hasil analisis data menunjukkan sebaran data penelitian adalah normal dan linear. Hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi parsial jenjang pertama terhadap dua variabel penelitian yakni variabel Kepuasan terhadap Kompensasi yang Diterima dan variabel Motivasi Kerja dengan variabel lama kerja sebagai variabel kontrolnya, diperoleh hasil r = 0.665 pada taraf signifikasi 5% dan probabilitas 0.000 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara variabel Kepuasan terhadap Kompensasi yang Diterima dengan variabel Motivasi Kerja. Dengan demikian perawat dengan tingkat kepuasan tinggi terhadap kompensasi yang diterima, memiliki motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya perawat dengan tingkat kepuasan rendah terhadap kompensasi yang diterima, memiliki motivasi kerja yang rendah.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasankerja adalah usia, kepribadian, gender, dan keadilan organisasi (Schultz, 2010; Spector, 2007; Wijiono, 2014). Faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasankerja menurut Robins, et al. (2017) adalah gaji yang diterima karyawan dan karakteristik pekerjaan karyawan. Perawat yang memiliki kesesuaian antara karakteristik tuntutan pekerjaan dengan keahlian, akan memiliki kepuasankerja yang lebih tinggi dari perawat yang tidak memiliki kesesuaian tersebut (Schultz, 2010). Selain itu, perawat yang memiliki gaji yang seimbang dengan beban kerja yang dimilikinya akan memiliki kepuasankerja yang tinggi (Robbins & Judge, 2017). Hal ini mendorong peneliti untuk meneliti lebih dalam mengenai faktor yang menyebabkan kepuasankerja. Salah satu faktor yang mencakup mengenai keseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan sumber daya pekerjaan dengan keahlian dan kebutuhan dari kepuasankerja adalah Job Crafting.
laporan pembedahan dan anastesi, mengatasi kecemasan pasien sebelum operasi, mempersiapkan alat, mengatur posisi pasien, memfasilitasi segala sesuatu yang dibutuhkan selama operasi, baik sebagai perawat instrumentator maupun sebagai perawat sirkulasi, dan juga memberikan asuhan keperawatan setelah pembedahan diruang pulih sadar (Hipkabi, 2014). Hal tersebut diatas dapat menjadi stressor untuk perawat yang bertugas di kamar bedah. Kegiatan tersebut jika dilakukan secara rutin dan berulang – ulang dapat menyebabkan burnout pada perawat, menurut Togia (2012). Burnout merupakan gejala yang muncul akibat penggunaan energi yang melebihi sumber daya seseorang sehingga mengakibatkan munculnya kelelahan fisik, emosi dan mental (Greenglass & schaufeli, 2010).