Metode Penelitian: Jenis penelitian adalah eksperimental laboratorium dengan rancangan the post test only control group design. Subyek penelitian adalah larvaAnophelesaconitus yang dibagi menjadi 7 kelompok, masing-masing berisi 25 larva dan dilakukan pengulangan 4 kali. Kelompok kontrol negatif menggunakan 100 ml air. Enam kelompok lainnya diberi granul ekstrak Bawang Daun yang terdiri dari: 850 mg, 1000 mg, 1150 mg, 1300 mg, 1450 mg, dan 1600 mg. Pengamatan dilakukan dalam 24 jam kemudian dihitung berapa jumlah larva yang mati. Data yang didapat akan di uji dengan menggunakan uji Regresi Linier dan analisis Probit.
Uji hayati B. sphaericus strain 2362 di laboratorium dilakukan menurut prosedur WHO, Bioalarvasida Bacillus sphaericus strain 2362 yang akan diuji ke dalam pendil dengan konsentrasi yaitu A, ¾A, ½A, 1¼A, serta kontrol (tanpa biolarvasida). Pendil di isi dengan air sumur yang jernih hingga 2/3 volume nya lalu didiamkan selama satu minggu. Kemudian 25 ekor larva uji instar II (akhir) atau instar III (awal) hasil koloni laboratorium dimasukan ke dalam pendil baik pada perlakuan maupun kontrol. Pada setiap konsentrasi (dosis) dilakukan pengujian sebanyak empat kali pengulangan dan sekali kontrol. Kesaman air dikondisikan normal (pH 6-7) dengan salinitas 0%. Adapun suhu ruangan uji adalah 25-28°C dan kelembaban 80-90%.
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek ekstrak etanol daun pacar air ( Impatiens balsamina ) terhadap mortalitas larvaAnophelesaconitus ”.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “ Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Bintaro ( Cerbera manghas ) sebagai Larvasida pada LarvaAnophelesaconitus ”.
Dari larva akan tumbuh menjadi pupa yang merupakan tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Stadium ini memerlukan waktu 1-2 hari. Setelah cukup waktunya, dari pupa akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat dibedakan jenis kelaminnya (Hiswani, 2004). Pupa jantan menetas lebih dahulu, nyamuk jantan ini biasanya tidak pergi jauh dari tempat perindukannya, menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi. Nyamuk betina kemudian menghisap darah yang diperlukan untuk pembentukan telur (Gandahusada dkk, 1998). Nyamuk betina kebanyakan hanya kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi setelah 24-48 jam dari saat keluarnya dari pupa (Hiswani, 2004). Nyamuk dewasa baik jantan maupun betina maksimal hidup sampai 25 hari di laboratorium (Barodji dkk, 1985).
Uji tabung yang dilakukan menghasilkan, fraksi etanol kulit batang Ficus elastica Nois ex Blume mengandung alkaloid, tannin dan saponin. Uji kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa fraksi etanol kulit batang Ficus elastica mengandung saponin dan flavonoid. Pengamatan uji biolarvasida dilakukan selama 24 jam terhadap larvaAnophelesaconitus dan Aedes aegypti yang menghasilkan, fraksi etanol kulit batang Ficus elastica Nois ex Blume tidak berpotensi sebagai biolarvasida.
(Gandahusada et al., 1988). Nyamuk Anopheles mengalami metamorphosis sempurna. Telur yang diletakkan oleh nyamuk betina, menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit sebanyak empat kali. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia, dan suhu udara. Tempat perindukan larvaAnophelesaconitus berada di persawahan dengan saluran irigasi, tepi sungai pada musim kemarau, dan kolam ikan dengan tanaman rumput di tepinya.
Penghitungan jumlah volume suspensi jamur pada penelitian pendahuluan diberikan sesuai dengan penelitian Widiyanti dan Muyadihardja yang memberikan perlakuan suspensi jamur Metarhizium anisopliae pada Aedes aegypti . Waktu pengamatan dilakukan selama 7 hari yang merupakan waktu bagi spora Metarhizium anisopliae untuk tumbuh dalam tubuh larvaAnophelesaconitus . Menurut penelitian yang sering dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi B2P2VRP, Anophelesaconitus mempunyai ketahanan 5 kali dibanding Aedes aegypti , maka sesuai dengan penelitian Widiyanti dan Muyadihardja, Anophelesaconitus kira-kira membutuhkan jumlah rata-rata 2x10 8 spora/ml (5 x 4x10 7 spora/ml). Pada penelitian didapati bahwa untuk membunuh 50% dari jumlah total larvaAnophelesaconitus dibutuhkan jumlah rata-rata 1,87x10 8 spora/ml.
Alhamdulillah, segala puji syukur hanya kepada Allah SWT yang selalu memberikan petunjuk dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ‘‘AKTIVITAS BIOLARVASIDA FRAKSI SEMIPOLAR EKSTRAK ETANOL 96% BUAH Piper retrofractum Vahl. TERHADAP LARVA NYAMUK Anophelesaconitus DAN Aedes aegypti SERTA PROFIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPISNYA’’. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Methods: This is a laboratory experimental study with post test only group design approach. Subjects of this study were larvae of Anophelesaconitus L., divided into 7 groups, each contained 25 larvae with four done repetitions. As negative control group used 100 ml of aquadest, while the positive control group used 0.0025 mg of temephos within 100 ml of aquadest. The remaining five groups were given ceplukan leaves extract, consisted of 20 mg/ 100 ml, 35 mg/ 100 ml, 50 mg/ 100 ml, 65 mg/ 100 ml, and 80 mg/ 100 ml. Observation was done in 24 hours. Afterwards, the dead mosquito larvae were counted. The obtained data was then analyzed by using Kruskal-Wallis test and Probit Analysis.
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa kondisi faktor lingkungan yang mungkin dapat mempengaruhi hasil uji biolarvasida. Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu ruangan, kelembaban udara dan pH air. Berdasarkan hasil pengamatan pada perlakuan kontrol (tanpa pemberian ekstrak) menunjukkan persen kematian 0% yang berarti bahwa tingkat kematian larva hanya dipengaruhi oleh pemberian ekstrak dan jumlah angka kematian pada kelompok yang diberi perlakuan tidak perlu dikoreksi dengan Abbot’s formula (Chaitong et al., 2006).
Inggu (Ruta angustifolia L.) memiliki aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Anophelesaconitus dan Anopheles maculatus yang merupakan vektor penyebab penyakit malaria di Pulau Jawa. Adanya fraksinasi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas larvasida tanaman inggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas larvasida fraksi semipolar ekstrak etanol daun inggu terhadap larva nyamuk Anophelesaconitus dan Anopheles maculatus.
Stefanus Erdana Putra, G0013221, 2016. Efek Ekstrak Etanol Daun Ungu ( Graptophyllum pictum [L.] Griff.) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Anophelesaconitus [L.]. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Anophelesaconitus [L.] merupakan vektor penyakit malaria. Pemberantasan nyamuk ini menggunakan insektisida kimiawi diketahui telah menyebabkan banyak kerugian dan resistensi, sehingga perlu digunakan bahan alternatif yaitu dengan menggunakan larvasida alami dari tanaman. Daun ungu ( Graptophyllum pictum [L.] Griff.) mengandung senyawa saponin, tanin, flavonoid, dan alkali fosfatase yang bersifat larvasida alami, sehingga peneliti ingin mengetahui efek ekstrak etanol daun ungu ( Graptophyllum pictum [L.] Griff.) terhadap mortalitas larva nyamuk Anophelesaconitus [L.].
Household insecticides were sold freely in the market and its use in society which wasn’ t observed to be more to accelerate the occurrence of resistance. This has led to the development of alternatives to use natural ingredients. Aloe leaf (Aloe vera L) leaves contain saponins and polyphenols that are as larvacide. The aim of this study was to examine the effectiveness of Aloe leaf (Aloe vera L) leaves extract to kill mosquito larvae of Anophelesaconitus Donitz. This research was an experimental research with posttest only control group design where the objects were divided into two groups: control group and treatment group. The samples were 25 larvae on each group, and it was repeated four times. So the total of samples were 700 Anophelesaconitus Donitz larvae. The results of this research showed that at 0% (control) concentration of Aloe leaf leave extract could kill 0 larvae of Anophelesaconitus Donitz, 3% concentration could kill 17 larvae (68%), 3.5% concentration could kill 20 larvae (80%), 4% concentration could kill 22,75 larvae (97 %), 4.5% concentration could kill 24,25 larvae (97%), 5% concentration could kill 25 larvae (100%), and 5,5% concentration could kill 25 larvae (100%). Based on anova test analysis, it could be concluded that there was an effect of Aloe leaf leave extract against Anophelesaconitus Donitz larvae mortality with a significant p value of 0.000 (p <0.01). Aloe leaf (Aloe vera L) leave extract at 5% concentration was the most effective concentration to kill mosquito larvae of Anophelesaconitus Donitz.
Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang selalu hidup di dalam air. Tempat perindukan untuk masing-masing spesies berlainan. Tempat perindukan larvaAnopheles adalah persawahan dengan saluran irigasi, tepi sungai pada musim kemarau, rawa dan empang. Pada larva Culex memiliki tempat perindukan di comberan dengan air keruh dan kotor dekat rumah. Larva Aedes tempat perindukannya terdapat di jambangan bunga, tempat penyimpanan air minum, bak mandi, ban mobil bekas yang terdapat di halaman rumah yang berisi air hujan, kelopak daun tanaman, dan lubang pohon yang berisi air hujan (Oscar, 1967) .
Hasil pengamatan 24 jam pada uji biolarvasida terhadap larva nyamuk Anophelesaconitus dan Aedes aegypti menunjukan bahwa ekstrak etanol kulit batang Ficus elastica tidak berpotensi sebagai agen biolarvasida. Pada pengujian toksisitas menggunakan metode BSLT ekstrak etanol kulit batang Ficus elastica bersifat toksik dengan LC 50 sebesar 277,24 ppm. Hasil pengujian fitokimia
Hasil penelitian: Uji Regresi Linear menunjukkan hubungan antara jumlah larvaAnophelesaconitus [L.] yang mati dengan konsentrasi ekstrak etanol daun dadap serep (Erythrina lithosperma Miq.) memiliki persamaan Y = – 0,004 + 2,943 X. Nilai korelasi R sebesar 0,98 menunjukkan hubungan yang sangat erat antara kedua variabel, karena nilai R yang mendekati angka 1 serta R 2 sebesar 0,961
Larvasida atau insektisida sintesis yang digunakan juga dipandang mempunyai dampak negatif, oleh karena itu diperlukan adanya suatu biolarvasida atau bioinsektisida yang mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia (Moehammadi, 2005). Beberapa penelitian menunjukkan aktivitas anti larva dari bahan alam. Penelitian lanjutan dari tanaman obat keluarga Moraceae ini kemudian dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas bioinsektisida (Djakaria, 2000). Menurut Upadhyay (2011) tanaman karet (Ficus virgatalatex) dapat digunakan sebagai insektisida. Dalimartha (2008) menyebutkan bahwa dalam akar dan kulit kayu Ficus elastica mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol. Saponin dapat masuk ke dalam kutikula yang kemudian merusak susunan membran larva, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antilarva (Morrisey and Ousborn, 1999). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Paraakh (2008) bahwa Ficus racemosa Linn. mengandung gluanol asetat yang merupakan jenis senyawa dari saponin yang berpotensi
transport elektron. Hal ini menyebabkan produksi ATP sel terhambat sehingga metabolisme sel terganggu (Rattan, 2010). Kedua, melalui racun kontak (contact poisoning) zat toksik akan masuk melalui kulit atau dinding tubuh larva dan menembus sistem syaraf larva. Dinding tubuh larva adalah bagian tubuh serangga yang dapat mengabsorbsi zat yang bersifat toksik dalam jumlah besar (Sastrodiharjo, 1979). Zat toksik lebih mudah masuk kutikula serangga, karena ukuran serangga relatif kecil, sehingga luas permukaan tubuh yang terkena efek lebih besar. Kutikula serangga memiliki sifat hidrofob dan lipofilik, sehingga senyawa aktif dapat mudah menembus, menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva (Mutsumura, 1976). Ketiga, melalui racun perut yang masuk ke dalam tubuh larva lewat alat pencernaan. Jika racun masuk melalui alat pencernaan, akan menghambat reseptor perasa di daerah dinding mulut larva dan menghambat enzim pencernaan. Efeknya larva tidak mendapat rangsangan rasa dan tidak mampu mendeteksi makanannya (Gandahusada et al., 1992).
Aktivitas Larvasida Fraksi Semipolar Ekstrak Etanol Daun Inggu terhadap Larva Nyamuk Anophelesaconitus dan Anopheles maculatus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas larvasida fraksi semipolar ekstrak etanol daun inggu terhadap larva nyamuk Anophelesaconitus dan Anopheles maculatus instar III. Kelompok kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol positif merupakan kontrol yang menyebabkan 100% larva nyamuk mati. Kontrol positif yang dipakai dalam penelitian ini adalah abate® 1% sedangkan kontrol negatifnya adalah CMC-Na 1%. Kontrol negatif digunakan untuk mengetahui apakah CMC-Na akan mempengaruhi kematian pada larva. Pengamatan uji larvasida dilakukan 24 jam setelah perlakuan untuk mengetahui jumlah larva nyamuk yang mati dalam waktu 24 jam.