Maka dalam makalah ini akan dikemukakan tentang nilai-nilaipendidikan dalam sejarah perkembangan Islam di Minangkabau sebagai potret dinamikan masyarakat merspon perubahan sosial. Pada awal Islam disampaikan ke Indonesia penerimaan masyarakat banyak terhadap aspek keyakinan atau kepercayaan. Dimana perubahan yang terjadi adalah mainstream (pola pikir) dari menyembah ruh leluhur berubah kepada menyembah Allah. Aspek ritual seperti ibadah shalat dan puasa pada awal penyebaran Islam masih sebatas informasi dan belum sampai pada tahap taklif (pembebanan). Secara perlahan tapi pasti, proses Islamisasi terus berlangsung tanpa mengenal batas waktu, sehingga pada akhirnya Islam mampu mempengaruhi perubahan masyarakat, baik dari aspek sosial, politik dan budaya. Begitu juga sebaliknya, dengan perubahan masyarakat juga terlibat mempengaruhi agama. Maka pada tataran ini, mesti dipahami bahwa Islam tidak statis tetapi Islam adalah agama dinamis yang mampu hidup dimana dan sampai kapanpun. Dengan meyakini agama memiliki seribu nyawa 5 dapat dipastikan Islam tidak pernah kosong
Nilaipendidikan tidak hanya bisa didapat melalui media cetak, kajian-kajian, maupun di Sekolah, tetapi juga bisa diperoleh lewat film. Film serdadu kumbang tidak sekedar mengikuti selera pasaran, mengikuti perintah produser atau sekedar ikut-ikutan trend. Di dalam film ini memuat nilai- nilaipendidikan Islam yang sangat dibutuhkan masyarakat saat ini, untuk menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Nilaipendidikan tidak hanya bisa didapat melalui media cetak, kajian-kajian, maupun di Sekolah, tetapi juga bisa diperoleh lewat film. Film serdadu kumbang tidak sekedar mengikuti selera pasaran, mengikuti perintah produser atau sekedar ikut-ikutan trend. Di dalam film ini memuat nilai-nilaipendidikan Islam yang sangat dibutuhkan masyarakat saat ini, untuk menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Ini bermakna pendidik yang melibatkan diri dengan penyelidikan tindakan tidak boleh mengelak daripada mengenal pasti dan seterusnya meneliti secara mendalam nilai-nilaipendidikan yang dipegangnya. Hanya dengan berbuat demikian, barulah pendidik dapat mengutip data untuk mengkaji sejauh manakah nilai-nilai tersebut dipraktikkan dalam amalan atau pengajarannya. Oleh itu Elliot (1995) telah menegaskan bahawa antara ciri-ciri utama Penyelidikan Tindakan ialah mempunyai matlamat pedagogi yang merangkumi nilai-nilaipendidikan yang ingin direalisasikan dalam amalan seseorang guru atau di dalam pengajarannya. Antara contoh nilai-nilai tersebut ialah memberi layanan yang adil dan saksama kepada semua murid, nilai menggalakkan dan menghargai pandangan murid, nilai memupuk budaya belajar di kalangan murid, nilai menggalakkan murid menjadi ‘critikal thinkers’, nilai membina keyakinan dan imej kendiri yang positif di kalangan murid, nilai menjadikan murid ‘thoughful learners’ dan nilai menjadikan mata pelajaran yang diajar releven kepada kehidupan seharian murid.
Nilaipendidikan dalam kalimat azan meliputi beberapa unsur antara lain, pertama, nilaipendidikan tauhid, menanamkan nilai-nilai ketauhidan kepada anak yang diharapkan akan memiliki keyakinan yang kuat, berakidah kepada Allah saja dan terhindar dari perbuatan syirik. Kedua, nilaipendidikan ubudiyah, yang melalui azan pada anak ketika lahir diharapkan dapat menjadi anak yang selalu menjaga kebersihan, disiplin, tertib, suka menolong orang lain, tidak menyusahkan, selalu berbuat baik kepada sesama, tidak berbuat jahat, bisa berguna dan bermanfaat bagi orang lain, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama. Ketiga, nilaipendidikan akhlaqiyah, nilai ini ditanamkan kepada anak yang baru lahir agar anak mempunyai kepribadian yang terpuji baik kepada Allah, kepada sesama manusia, maupun kepada binatang dan alam sekitar. Dan supaya anak dapat berusaha, berbuat di jalan yang benar, tapi tidak merusak. Kalimat azan yang disampaikan kepada anak yang baru lahir bisa di terapkan karena banyaknya hikmah dan nilaipendidikan yang terdapat dalam kalimat azan. Karena, suara yang pertama kali diterima pendengaran manusia adalah kalimat-kalimat seruan Yang Maha Tinggi yang mengandung kebesaran Tuhan, juga syahadat sebagai syarat pertama masuk Islam.
Berdasarkan telaah pustaka yang penulis lakukan, ada beberapa skripsi yang memiliki kajian hampir sama dengan bahasan penelitian ini. Pertama, skripsi saudari Rukhayatun Niroh, mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2011, yang berjudul Nilai- NilaiPendidikan Karakter Dalam Surat Al-Hujur ā t ayat 11- 15 (Telaah Tafsir Al-Misbah dan Al-Azhar). Dalam skripsi ini dikaji tentang nilainilaipendidikan karakter yang terdapat dalam Q.S Al-Hujur ā t ayat 11-15. Hasilnya dalam ayat tersebut terdapat nilai-nilaipendidikan karakter antara lain, saling menghormati, taubat, positif thinking, saling mengenal, persamaan derajat, dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut kemudian diaplikasikan metodenya pada pendidikan Islam. 13
Penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat hidayah dan taufik-Nya serta nikmat sehat dan waktu luang sehingga skripsi dengan judul Nilai-NilaiPendidikan Aqidah dalam Perang Badar dapat diselesaikan, guna memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana S-1 pada Fakultas Agama Islam program studi Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nilai-nilaipendidikan Islam yang terkandung dalam novel Sang Pemimpi, yaitu: nilai keikhlasan, nilai taubat, nilai kesabaran, nilai kejujuran, nilai ketekunan, nilai kesungguhan, nilai berbakti kepada orang tua, nilai rendah hati, nilai kesederhanaan, nilai ketakwaan, dan nilai kasih sayang. Kelebihan novel Sang Pemimpi dalam perspektif pendidikan Islam adalah: Memberikan banyak gambaran dari nilai-nilaipendidikan Islam, menampilkan tokoh yang realistis dan manusiawi, dan menampilkan cerita sesuai tujuan pendidikan Islam. Sedangkan kekurangan novel Sang Pemimpi dalam perspektif pendidikan Islam adalah novel ini tidak menceritakan dengan jelas proses kembali para tokoh dari jalan yang salah menuju jalan yang benar.
Nilai-nilaipendidikan Islam yang terkandung dalam novel Sang Pemimpi, yaitu: nilai keikhlasan, nilai taubat, nilai kesabaran, nilai kejujuran, nilai ketekunan, nilai kesungguhan, nilai berbakti kepada orang tua, nilai rendah hati, nilai kesederhanaan, nilai ketakwaan, dan nilai kasih sayang. Kelebihan novel Sang Pemimpi dalam perspektif pendidikan Islam adalah: Memberikan banyak gambaran dari nilai-nilaipendidikan Islam, menampilkan tokoh yang realistis dan manusiawi, dan menampilkan cerita sesuai tujuan pendidikan Islam. Sedangkan kekurangan novel Sang Pemimpi dalam perspektif pendidikan Islam adalah novel ini tidak menceritakan dengan jelas proses kembali para tokoh dari jalan yang salah menuju jalan yang benar.
salah satu tujuan pokok diturunkannya Al - Qur’an adalah untuk memperbaiki akidah seseorang agar kembali kepada agama tauhid, tidak menyekutukan tuhan. oleh sebab itu, ada sebagian kisah yang mengandung dan memperkokoh nilai-nilaipendidikan tauhid. S ebagai contoh adalah kisah nabi Ibrahim ketika berdebat dengan kaumnya raja namruz. Bahkan kisah penyembelihan sapi betina juga mengundang nilaipendidikan tauhid, yaitu bahwa dengan disembelihnya sapi orang-orang Israil yang tadinya menyembah patung sapi harus segera berakhir, sebab “tuhan” mereka telah mati yang disimbolkan pada peristiwa penyembelihan sapi betina 8 .
Sumber Data Sekunder yaitu sumber data pendukung yang digunakan untuk menguatkan dan menunjang penelaahan data-data yang dihimpun dari sumber data utama serta sebagai pembanding dari sumber data primer. Sumber-sumber tersebut diantaranya adalah kitab Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn karya Al-Ghazali, buku-buku tentang ilmu Pendidikan, Pendidikan Akhlaq, hingga sejarah Kyai Haji Sholeh Darat. Selain itu juga berbagai literatur yang berkaitan dan relevan dengan objek penelitian, baik itu skripsi, jurnal, maupun website. Dalam penelaahan ini tak lepas dari sistematika pendidikan di Indonesia seperti pada UU No. 20 tahun 2003. Menurut Undang- Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Pendidikan adalah "Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (Pa sal 1, ayat 1).
Pendidikan karakter, merupakan wacana pemerintah dalam hal mewujudkan kembali karakter-karakter masyarakat indonesia yang telah hilang. Dahulu, melalui pelajaran Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pendidikan karakter telah dimulai di bumi pertiwi. Sekarang kembali dihidupkan, namun bedanya pendidikan karakter harus mampu diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Pada skripsi ini, pembaca akan mengetahui sedikit mengenai konsep pendidikan karakter serta mengintegrasikan pada sebuah cerita yang berbentuk novel yaitu novel “Habibie dan Ainun”.
Munculnya pandangan masyarakat terhadap kehidupan orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang berpendidikan mengenai keberhasilannya dalam menuntut ilmu telah mengalami pergeseran pada makna yang sangat memprihatinkan, sehingga kemudian dapat mempengaruhi pola hidup dan cara pandang orang-orang pesantren, termasuk para santri yang telah terjebak pada kehidupan yang serba materialistik. Keberhasilan yang dimaksud oleh masyarakat saat ini terhadap mereka tidak lebih dari hanya sekedar materi (pangkat dan jabatan, jadi PNS, atau jadi ponggawa Negara), padahal semua itu adalah termasuk bagian kecil dari maksud dan tujuan menuntut ilmu. Ilmu pengetahuan dan keberadaan lembaga pendidikan (pesantren) dibangun diatas fondasi keislaman, yaitu al-Qu r’an dan al -Hadist, sehingga tujuan fondamental adalah mempersiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya, yakni menjadi insan yang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai fondamental dalam islam. Dalam pandangan Ahmadi, nilai dapat katagorikan pada dua bagian. Pentama, nilai-nilai yang banyak disebuatkan secara eksplisit dalam al- Qur’an dan al -hadist yang kesemuanya terangkun dalam ajaran akhlak yang meliputi akhlak dalam hubungannya dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, dengan alam dan makhluk lainnya. Kedua, nilai-nilai uneversal yang diakui adanya dan dibutuhkan oleh seluruh umat manusia karena hakikatnya sesuai dengan fitroh manusia seperti, cinta damai, mengahargai hak asasi manusia, keadilan, demokrasi, kepedulian sosial dan kemanusiaan. 6
Unsur yang terakhir dari falsafah hidup masyarakat Lampung adalah Sakai Sambaian. Istilah Sakai (sesambai) berarti bergotong royong atau kerja sama dalam mengerjakan sesuatu di antara sesama manusia dengan cara saling bergantian satu sama lain. Sedangkan Sambaian berarti tolong menolong, sehingga Sakai Sambaian mengandung arti gemar bergotong royong dan saling tolong menolong. Pada hakikatnya sepaham bahwa Sakai Sambaian mengandung makna tolong menolong dan bergotong royong. Oleh karena itu, Sakai Sambaian lebih relevan dengan nilai vitalitas atau kehidupan, karena yang paling dituntut adalah untuk mempertahankan hidup harus pandai menjalin hubungan dan bekerjasama dengan pihak lain.
Bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusiaberbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tsnggung jawab. Dalam masyarakat yang dinami, pendidikan memegang peranan yang menentukan terhadap eksitensi dan perkembangan masyarakat, hal ini karena pendidikan merupakan proses usaha melestarikan, mengalihkan, serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural-relegius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu kewaktu. 2
Berbicara soal pendidikan, sama halnya membicarakan tentang kehidupan sebab pendidikan merupakan proses yang dilakukan oleh setiap individu menuju kearah yang lebih baik sesuai dengan potensi kemanusiaannya, proses yang akan dilakukan itu akan berhenti ketika roh dan jasad telah berpisah. Dalam ajaran Islam setiap orang wajib untuk mendapatkan pendidikan, dengan pendidikan manusia dapat membedakan baik buruknya sesuatu dan pendidikan itu juga akan memberikan perkembangan dan perubahan pola hidup manusia kea rah yang lebih baik, tentunya pendidikan yang dilaksanakan diharapkan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
C. Analisis nilai-nilaipendidikan multikultural dalam pendidikan islam Kompetensi Dasar Al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah pada surat keputusan Direktur Jenderal Pendididikan Islam Nomor : 2676 Tahun 2013 Kurikulum 2013.
Endeng-endeng dapat menjadi salah satu tema yang dapat digunakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran-pemebelajaran berbasis karakter di sekolah. Sehingga memang nilai-nilai dasar keluarga yang tertanam dalam diri siswa, akan lebih melekat dan mengena jika dikombinasikan dengan pelajaran yang ada di sekolah. Endeng-endeng tetap eksis bahkan semakin berkembang dan penyampaian materi pelajaran dapat lebih mudah dilaksanakan, itulah model pembelajaran berbasis multikultural yang coba penulis tawarkan untuk menjawab tantangan asimilasi kebudayaan yang semakin nyata.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa satu penyebab krisis multi dimensi, termasuk krisis moral yang menimpa bangsa kita adalah karena telah terabaikannya “Pendidikan Moral” (dalam pengertian pendidikan agama, budi pekerti, akhlaq, nilai moral) bagi generasi penerus. Betapa tidak, ajaran agama mengatakan: “carilah untuk kehidupan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan carilah akheratmu seolah-olah kamu akan mati besok pagi,” hal ini mengandung makna bahwa dalam studi ilmu pengetahuan umum dan agama hendaklah seimbang, berotak Jerman-berhati Mekah, demi mencapai kesejahteraan hidup di dunia ini dan akherat nanti. Dengan demikian, kalaulah di SD, SMP, atau SMU terdapat 36 jam pelajaran perminggu, setidaknya terdapat 18 jam untuk ilmu pengetahuan umum dan 18 jam untuk agama (semua agama), atau paling tidak 20 jam pelajaran untuk pengetahuan umum dan 16 jam untuk agama( pendidikannilai moral). Sedangkan yang ada dari dulu sampai sekarang komposisinya adalah 34 jam pelajaran untuk pengetahuan umum dan 2 (dua) jam atau paling banyak 4 (empat) jam untuk pendidikan agama, dari TK sampai perguruan tinggi.
atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah. Penyebabnya adalah banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari-hari mengajar tentang kebaikan tetapi perilakunya tidak sejalan dengan ilmu yang diajarkan. Sejak kecil, anak-anak diajarkan menghafal tentang bagusnya sikap jujur, berani, kerja keras, kebersihan dan jahatnya kecurangan. Tetapi nilai-nilai kebaikan itu diajarkan dan diujikan sebatas pengetahuan di atas kertas dan dihafal sebagai bahan yang waji dipelajari saja. Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi saol ujian saja tetapi justu memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik, berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungan kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal (Husaini, 2010:25)