IDENTITAS PEREMPUAN DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DAN MEMOIRS OF A GEISHA KARYA ARTHUR GOLDEN SEBUAH KAJIAN SASTRA BANDINGAN Oleh Citra Resmi Sebuah skri[r]
Salah satu novel yang memiliki konflik yang menarik yaitu trilogi novelRonggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis (Ratna, 2013:350). Dengan memusatkan perhatian pada tokoh utama, maka dapat dianalisis konflik batin yang bertentangan dengan psikologis. Dalam novel ini Ahmad Tohari menggambarkan seorang wanita yang dijadikan sebagai ronggeng. Saat akan dilaksanakannya malam buka klambu, si ronggeng atau Srintil tidak ingin menyerahkan kehormatannya kepada laki- laki lain kecuali Rasus. Akan tetapi awal pertama kali Rasus tidak mau. Sejak saat inilah timbul konflik-konflik baru yang salah satunya Srintil tidak ingin melayani laki-laki lain selain Rasus karena dia menginginkan sebuah pernikahan dan mempunyai seorang anak.
NovelRonggeng Dukuh Paruk (RDP) karya Ahmad Tohari dipandang oleh para pengamat sastra sebagai salah satu fiksi Indo- nesia mutakhir yang memenuhi kriteria sastra literer dalam teori Hugh (dalam Aminuddin, 1990: 45). Kriteria itu adalah (1) relevansi nilai- nilai eksistensi manusia yang terdeskripsikan melalui jalan seni, imajinasi, dan rekaan yang membentuk kesatuan yang utuh, selaras, serta memiliki kepaduan dalam pencapaian tujuan tertentu (integrity, harmony, dan unity); (2) daya ungkap, keluasan, dan daya pukau yang disajikan lewat bentuk (texture) serta penataan unsur-unsur kebahasaan dan struktur verbalnya (adanya consonantia dan klaritas). Struktur novel dengan segala sesuatu yang dikomunikasikan, menurut Fowler (1977: 3), selalu dikontrol langsung oleh manipulasi bahasa pengarang. Demi efektivitas pengung- kapan, bahasa sastra disiasati, dimanipulasi, dieksploitasi, dan diberdayakan sedemikian rupa melalui stilistika. Oleh karena itu, bahasa karya sastra memiliki kekhasan yang berbeda dengan karya nonsastra (Wellek dan Warren, 1989: 15). Kekhasan bahasa sastra adalah penuh ambiguitas dan memiliki kategori- kategori yang tidak beraturan dan terkadang tidak rasional, asosiatif, konotatif, dan mengacu pada teks lain atau karya sastra yang lahir sebelumnya.
Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk merupakan karya monumental. Pengarang novelRonggeng Dukuh Paruk bernama Ahmad Tohari, seorang penulis dari Banyumas. Merupakan sastrawan Indonesia yang jeli dalam mengamati fenomena-fenomena sosial budaya. Kehidupan masyarakat yang kompleks dan rumit ia tuangkan dalam tulisan dengan menggunakan bahasa sederhana yang terkadang masih lekat dengan jawa. Lebih dari 50 skripsi dan tesis lahir dari novel ini. Selain itu novel ini telah diterjemahkan ke dalam 4 bahasa asing, yaitu bahasa, Jepang, Jerman, Belanda dan Inggris, di samping dibuat pula dalam bahasa daerah Jawa. Bahkan di jurusan Sastra Asia Timur, novel ini menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa.
sebagai upaya untuk menjelaskan bahwa utilitas bahasa dalam perspektif antropologi linguistik mampu menformulasi dan merekonstruksi hegemoni kekuasaan yang terdapat dalam trilogi novelRonggeng Dukuh Paruk, karya Ahmad Tohari. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa teks sastra (novel), sedangkan data sekunder meliputi: (1) berbagai referensi atau jurnal yang relevan dengan permasalahan penelitian; (2) berbagai informasi penting yang diperoleh dari pengarang, budayawan, dan pembaca yang dirujuk dari internet. Pengumpulan dapat dilakukan dengan teknik studi kepustakaan disertai pemahaman arti secara mendalam. Teknik analisis data untuk pemaknaan diperlukan pembacaan secara semiotik yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) hegemoni kekuasaan yang diungkapkan pengarang melalui sistem penanda dapat diperhatikan dalam penggunaan tanda/simbol yang mengarah pada pemaknaan kekuasaan pada kategori linguistik yang dikaitkan dengan budaya masyarakat dalam teks; (2) hegemoni kekuasaan yang ditunjukkan dalam teks sebagai representasi kemanusiaan diungkapkan bahwa untuk kepentingan-kepentingan tertentu terkadang bahasa merupakan salah satu alat jitu yang digunakan untuk memberikan suatu pembenaran terhadap perilaku manusia; (3) bahasa yang digunakan dalam teks tidak dapat dilepaskan dengan kebudayaan masyarakat dalam memberikan pemaknaan tentang kekuasaan. Representasi kekuasaan tergambar secara jelas dalam membicarakan dan menafsirkan penggunaan penanda bahasa yang mengacu pada realitas sosial.
Tiada kata terindah selain ucapan syukur penulis kehadirat Allah Swt yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan berkah-Nya, sehingga penulis mendapat bimbingan dan kemudahan di dalam menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Aspek gender dalam novelRonggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan novel Sintren Karya Dianing Widya Yudhistira”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Salah satu pengarang laki-laki yang mengangkat tema perempuan dalam novelnya adalah Ahmad Tohari. Beliau lebih banyak mengangkat persoalan budaya, politik, sosial, dan perempuan dalam karya sastranya. Perempuan sebagai kajian tematik dalam novelnya, tidak terlepas dari kasus-kasus perempuan, seperti kekerasan dalam rumah tangga, atau pelecehan seksual (berkenaan dengan jenis kelamin). Seksual juga berkenaan dengan perkara persetubuhan (eksploitasi) antara laki-laki dan perempuan. Aspek kehidupan seperti itu juga dapat dicermati dalam karya sastranya yakni novelRonggeng Dukuh Paruk.
Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk merupakan karya monumental. Pengarang novelRonggeng Dukuh Paruk bernama Ahmad Tohari, seorang penulis dari Banyumas. Merupakan sastrawan Indonesia yang jeli dalam mengamati fenomena-fenomena sosial budaya. Kehidupan masyarakat yang kompleks dan rumit ia tuangkan dalam tulisan dengan menggunakan bahasa sederhana yang terkadang masih lekat dengan jawa. Lebih dari 50 skripsi dan tesis lahir dari novel ini. Selain itu novel ini telah diterjemahkan ke dalam 4 bahasa asing, yaitu bahasa, Jepang, Jerman, Belanda dan Inggris, di samping dibuat pula dalam bahasa daerah Jawa. Bahkan di jurusan Sastra Asia Timur, novel ini menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa.
NovelRonggeng Dukuh Paruk (RDP) karya Ahmad Tohari dipandang oleh para pengamat sastra sebagai salah satu fiksi Indonesia mutakhir yang memenuhi kriteria sastra literer dalam teori Hugh (dalam Aminuddin, 1990:45). Kriteria itu adalah: (1) relevansi nilai-nilai eksistensi manusia yang terdeskripsikan melalui jalan seni, imajinasi, dan rekaan yang membentuk kesatuan yang utuh, selaras, serta memiliki kepaduan dalam pencapaian tujuan tertentu (integrity, harmony dan unity); (2) daya ungkap, keluasan, dan daya pukau yang disajikan lewat bentuk (texture) serta penataan unsur- unsur kebahasaan dan struktur verbalnya (adanya consonantia dan klaritas).
Teknik untuk menganalisis novelRonggeng Dukuh Paruk menggunakan motode pembacaan model semiotik yaitu pembacaan heuristik dan heremeneutik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan dengan jalan meneliti tataran gramatikalnya dari sisi mimetisnya dan dilanjutkan dengan pembacaan retroaktif, yaitu pembacaan bolak-balik sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap maknanya (Riffaterre dalam Jabrohim (ed), 2003:11). Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dengan memberikan interpretasi yang disebut sebagai sistem pembacaan semiotik tingkat kedua yakni berdasarkan konvensi sastra (Al-Ma’ruf, 2012:18).
Tokoh utama dalam novelRonggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari adalah Srintil. Srintil adalah seorang yatim piatu, sisa sebuah malapetaka, yang membuat banyak anak Dukuh Paruk kehilangan ayah- ibu. Sebelum membahas terkait dengan sifat dan karakter Srintil, peneliti terlebih dahulu membahas tentang makna yang terkandung dari nama “Srintil”. Ali Imron Al- Ma’ruf dalam Novi Anoegrajekti menyatakan mengenai makna nama Srintil, meskipun dari namanya terdengar tidak istimewa bahkan terkesan rendah, sebenarnya memiliki makna yang dalam, simbolis, dan filosofis. Nama Srintil memiliki fungsi sebagai identitas seorang perempuan desa juga memiliki fungsi simbolik. Kata “Srintil” dalam bahasa Jawa berarti kotoran kambing yang wujudnya kebulat-bulatan berwarna hijau tua kehitam-hitaman dan berbau tidak sedap. Mes kipun baunya busuk dan wujudnya menjijikan, “Srintil” dapat menjadi pupuk yang mampu menyuburkan tumbuhan-tumbuhan di sekitarnya di tanah yang gersang sekalipun. Artinya, meskipun kotoran kambing itu wujudnya menjijikan dan baunya busuk, Srintil tetap dibutuhkan dan dicari oleh manusia. Jadi, nama Srintil dalam Ronggeng Dukuh Paruk mengandung makna filosofis yang tinggi. 2
dibedah sebagai bahan penyelidikan racun tempe bongkrek. Sehingga mayat Emak tidak kembali ke Dukuh Paruk dan warga pedukuhan pun tidak tahu di mana mayat Emak dimakamkan. Ada pula orang mengatakan Emak dapat diselamatkan, tetapi sampai beberapa hari Emak tidak boleh meninggalkan poliklinik. Setelah sehat benar, Emak tidak pulang ke pedukuhan melainkan pergi entah ke mana bersama mantri yang merawatnya. Entah cerita mana yang harus dipercayai Rasus, yang jelas ia sangat merindui sosok Emak dan ia sangat membenci dan menaruh dendam kepada mantri. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah konflik batin tokoh dalam novelRonggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari? Selanjutnya, tujuan penelitian ini, yaitu mendeskripsikan konflik batin tokoh dalam novelRonggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
2. Kajian mengenai realisasi kesantunan dalam novelRonggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pertimbangan untuk bahan pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah, mulai dari tingkat menengah sampai tingkat tinggi. Misalnya pada standar kompetensi menulis (mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam bentuk resensi dan cerpen) dan kompetensi dasar menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, peristiwa, latar), guru dapat memanfaatkan novelRonggeng Dukuh Paruk sebagai model pemilihan tuturan oleh pengarang dalam mengekspresikan ide atau gagasannya ke dalam bentuk cerita. Pemilihan bahan pengajaran yang diambil dari seleksi tuturan-tuturan dalam novel ini sekaligus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa santun. Hal ini tentunya diharapkan juga dapat dilakukan dalam aspek keterampilan berbahasa yang lain yakni, menyimak, berbicara, dan membaca. Kondisi seperti ini kiranya dipikirkan kembali karena berbahasa santun dalam berkomunikasi secara formal maupun nonformal akan berdampak positif pada keberlangsungan dan efek yang timbul dari komunikasi tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan memaanfaatkan metode berpikir hermeneutik. Penelitian ini merupakan penelitian terpancang dan studi kasus tunggal (embedded research and case study) mengingat fokus utama penelitian yakni stilistika RDP sudah ditentukan sejak awal untuk membimbing arah penelitian. Kajian stilistika RDP ini termasuk kajian stilistika genetik yakni mengkaji stilistika karya seorang pengarang, Ahmad Tohari yakni novel RDP. Data penelitian terdiri atas: (1) data faktor ekspresif berupa latar sosiohistoris pengarang; (2) data faktor realitas sosial budaya (univers) ketika novelRonggeng Dukuh Paruk diciptakan; (3) data faktor reseptif berupa tanggapan pembaca tentang makna stilistika RDP (gaya bahasa ‗style‘ novel RDP –faktor objektif-- telah dikaji pada tahun I). Sumber datanya adalah: pustaka dan narasumber (informant). Pengumpulan data dilakukan melalui teknik: (1) pustaka, (2) simak dan catat, (3) wawancara mendalam (in-depth interviewing), dan (4) focus group discussion (FGD). Validasi data dilakukan dengan teknik trianggulasi data dan trianggulasi teori. Pemeriksaan validitas data dilakukan dengan: (1) informant review, (2) pembuatan data base, dan (3) penyusunan mata rantai bukti penelitian. Adapun analisis data dilakukan dengan (1) model interaktif dengan langkah: (a) reduksi data, (b) sajian data, dan (c) penarikan simpulan dan verifikasi data. Selanjutnya, pengungkapan makna stilistika RDP dilakukan dengan (2) metode pembacaan model Semiotik yakni pembacaan heuristik (satuan kebahasaan) dan hermeneutik (interpretasi makna) dengan pendekatan teori Semiotik, Interteks, dan Resepsi Sastra.
Tokoh utama dalam novelRonggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari adalah Srintil. Srintil adalah seorang yatim piatu, sisa sebuah malapetaka, yang membuat banyak anak Dukuh Paruk kehilangan ayah- ibu. Sebelum membahas terkait dengan sifat dan karakter Srintil, peneliti terlebih dahulu membahas tentang makna yang terkandung dari nama “Srintil”. Ali Imron Al- Ma’ruf dalam Novi Anoegrajekti menyatakan mengenai makna nama Srintil, meskipun dari namanya terdengar tidak istimewa bahkan terkesan rendah, sebenarnya memiliki makna yang dalam, simbolis, dan filosofis. Nama Srintil memiliki fungsi sebagai identitas seorang perempuan desa juga memiliki fungsi simbolik. Kata “Srintil” dalam bahasa Jawa berarti kotoran kambing yang wujudnya kebulat-bulatan berwarna hijau tua kehitam-hitaman dan berbau tidak sedap. Mes kipun baunya busuk dan wujudnya menjijikan, “Srintil” dapat menjadi pupuk yang mampu menyuburkan tumbuhan-tumbuhan di sekitarnya di tanah yang gersang sekalipun. Artinya, meskipun kotoran kambing itu wujudnya menjijikan dan baunya busuk, Srintil tetap dibutuhkan dan dicari oleh manusia. Jadi, nama Srintil dalam Ronggeng Dukuh Paruk mengandung makna filosofis yang tinggi. 2
Tanpa bantuan dari berbagai pihak penelitian yang berjudul Warna Lokal Jawa dalam NovelRonggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari ini tidak dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan tulus penulis menyampaikan terima kasih kepada teman sejawat di Fakultas Bahasa dan Seni, khususnya jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak bantuan, saran, dan masukan demi perbaikan laporan ini lewat seminar hasil penelitian. Semoga semua itu akan menjadi amal kebajikan yang akan memperoleh balasan yang setimpal dari Allah, Amin.
Dipilihnya stilistika trilogi novelRonggeng Dukuh Paruk (PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, 395 + ix halaman) karya Ahmad Tohari (selanjutnya disebut Tohari) sebagai objek penelitian dalam studi kasus ini dilandasi oleh beberapa alasan. Berdasarkan pembacaan awal, RDP diduga merupakan salah satu novel Indonesia mutakhir yang memiliki keunikan dan kekhasan ( uniqueness and specialty ) baik segi ekspresi ( surface structure ) maupun segi kekayaan maknanya ( deep structure ). Artinya, RDP memenuhi dua kriteria utama sebagai karya literer seperti dinyatakan oleh Hugh (dalam Aminuddin, 1987:45), yakni (1) relevansi nilai-nilai eksistensi manusia yang terdeskripsikan melalui jalan seni, melalui imajinasi dan rekaan yang keseluruhannya memiliki kesatuan yang utuh, selaras serta memiliki kepaduan dalam pencapaian tujuan tertentu ( integrity, harmony dan unity) dan (2) daya ungkap, keluasan, dan daya pukau yang disajikan lewat bentuk ( texture) serta penataan unsur-unsur kebahasaan dan struktur verbalnya (adanya consonantia dan klaritas).
Sangidu (2004 : 6) menyatakan bahwa objek penelitian sastra adalah pokok atau topik penelitian dapat berupa individu, benda, bahasa, karya sastra, budaya, perilaku dan sebagainya. Objek dalam penelitian ini adalah konflik batin tokoh Srintil dalam novelRonggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang diterbitkan oleh PT. Gramedia cetakan ketiga tahun 2007, dengan jumlah halaman 401.
Dalam penelitian ini dapat terlihat perbandingan keduanya memiliki persamaan dan perbedaan yang seimbang. Identitas perempuan yang digambarkan dalam dua novel tersebut bukan suatu fenomena tunggal belaka. Seluruh kompleksitas mengenai peran seni, seksualitas, konteks sosial dan budaya, juga stigma yang melekat akan terangkum secara keseluruhan dalam penelitian ini. Mengingat nilai budaya yang tinggi ini bukan saja berkutat mengenai permasalahan fiksi namun konteks budaya yang masih belum maksimal tergarap dalam sebuah penelitian. Oleh karena itu, berdasarkan keminiman konteks budaya dalam penelitian sebelumnya, penelitian ini bermaksud untuk menggali lebih dalam permasalahan mengenai identitas perempuan beserta kedudukannya dalam budaya.
Sikap arif menghadapi orang khilaf itu pula agaknya yang mendorong Tohari lebih memilih cara pencerahan mental spiritual masyarakat melalui karya seni dalam hal ini novel dengan caranya yang khas sastra. Berbeda dengan para kyai atau pendeta yang berdakwah dengan cara berkhutbah yang sifatnya kadang-kadang doktrinal dan menggurui, maka melalui novel RDP, Tohari menyampaikan dakwah kulturalnya dengan menyentuh hati nurani, mengelus lembut perasaan, dan menggelitik pemikiran pembaca. Dakwah kultural dalam karya sastra itu menjadi menarik karena wawasan keagamaan itu diungkapkan bukan dengan mengobral ayat suci atau hadits dalam RDP melainkan melalui dialog para tokohnya.