This research was motivated by a desire to find psychological conflict of the main character in the novelRonggengDukuhParuk written by Ahmad Tohari. This research aimed to describe the psychological conflict of the main character in the novelRonggengDukuhParuk, by Ahmad Tohari with psikoanalisis Sigmund Freud’s theory that divided the human personality into there, namely the id, ego, and superego in the attitude of repression, sublimation, rationalization, aggression, projection, diversion, apathy and fantasy. This research was a qualitative research, being descriptive, using textual approaches and literature technigues. Analysis and interactive models by Miles and Huberman done by marking,classify, and coclude the results of analysis that is consistent with the of Sigmund Freud’s personality theory. Pengeran displayed Rasus character as the narrator in novelRonggengDukuhParuk Hamlet was being displayed as a character who told Rasus. The main conflict deeloved in chapter there, namely when Srintil completed the last reguirement mus be a ronggeng. The requirement that must be fulfilled was named “bukak - klambu”. A requirement that destabilize the relationship between Rasus end Srintil. The results showed that in a natural psychiatric conflict was experienced by Srintil figure wit himself happened because Srintil psychiatric conflict by herself occurred as the result of Rasus’s refusal to bicome her husband and leaved her, and Srintil psychiatric conflict with the surrounding occurred when Srintil was involved by the communist minions and must be entered into the prison and She was be disappointed by Bajus because selling her to Pak Blengur. The peak of the problem occurred when Srintil has became a RonggengDukuhParuk. Srintil belonged to the people and Rasus as a man who loved her, should let her.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Stuktur yang membangun dalam novelRonggengDukuhParuk karya Ahmad Tohari dan novel Sintren karya Dining Widya Yudhistira , (2) Mendeskripsikan aspek gender yang terdapat dalam novelRonggengDukuhParuk dan novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira menggunakan kajian interteks
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan ronggeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novelRonggengDukuhParuk karya Ahmad Tohari yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan objektif sastra. Pendekatan objektif analisis ini menitikberatkan pada kebudayaan dan kepercayaan masyarakat terhadap ronggeng dalam novelRonggengDukuhParuk sebagai kajian penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa permasalahan ronggeng dalam kebudayaan Banyumas yang terdapat dalam novelRonggengDukuhParuk meliputi: 1) fungsi ronggeng sebagai kesenian, meliputi: fungsi upacara ritual, hiburan, dan pertunjukan. 2) syarat-syarat menjadi ronggeng dalam kebudayaan Banyumas yang meliputi: masuknya indang arwah Ki Secamenggala, upacara pemandian di depan makam Ki Secamenggala, dan upacara bukak- klambu. 3) fungsi penari ronggeng di kebudayaan Banyumas, meliputi: penari, penghibur, dan pembawa keberkahan. 4) pandangan masyarakat terhadap ronggeng, dalam masyarakat DukuhParuk, ronggeng dianggap sebagai milik umum, pembawa keberkahan, dan simbol DukuhParuk. Namun, di luar masyarakat DukuhParukronggeng dianggap sebagai penghibur, pelacur, dan sundal. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, novelRonggengDukuhParuk dapat digunakan sebagai materi agar peserta didik dapat membangun karakter, kritis, menghargai dan menghormati sesama manusia, bertanggung jawab dan dapat memahami serta menyikapi nilai budaya dan nilai moral yang disampaikan dengan jelas dalam novelRonggengDukuhParuk.
The purpose of the study is to describe figurative language of the novelRonggengDukuh Paruk’s (RDP) stylistics form and to express the function and purpose of use as author’s expression to state his ideas. The research uses qualitative descrip- tive method with head the interpretation full of meaning. Data analysis is done by using inductive thinking method applying Semiotic reading method which are heu- ristic and hermeneutic. The result of the study shows that RDP’s figurative lan- guage has uniqueness and authenticity as well as proof of Tohari’s competence in using the full potency of language. The authenticity of RDP’s figurative language can be seen from Tohari’s style of majas and idiom of Tohari’s style. Figurative language on RDP is dominated by majas, beside idiom, which is beautiful and various, also full expressive, associative, and aesthetic power. This shows Tohari’s inviduation as an author who has high intellectuality. Through stylistic study, it is inferred that RDP’s figurative language has strong expression as great articulation media of author’s idea which is not far from his socio historical background.
Pembatasan masalah perlu dilakukan agar penelitian ini mengarah dan tepat sasaran. Penelitian perlu dibatasi ruang lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas dan terfokus pada kajian yang telah ditentukan. Pembatasan dalam penelitian ini adalah analisis novelRonggengDukuhParuk.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan ronggeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novelRonggengDukuhParuk karya Ahmad Tohari yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan objektif sastra. Pendekatan objektif analisis ini menitikberatkan pada kebudayaan dan kepercayaan masyarakat terhadap ronggeng dalam novelRonggengDukuhParuk sebagai kajian penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa permasalahan ronggeng dalam kebudayaan Banyumas yang terdapat dalam novelRonggengDukuhParuk meliputi: 1) fungsi ronggeng sebagai kesenian, meliputi: fungsi upacara ritual, hiburan, dan pertunjukan. 2) syarat-syarat menjadi ronggeng dalam kebudayaan Banyumas yang meliputi: masuknya indang arwah Ki Secamenggala, upacara pemandian di depan makam Ki Secamenggala, dan upacara bukak- klambu. 3) fungsi penari ronggeng di kebudayaan Banyumas, meliputi: penari, penghibur, dan pembawa keberkahan. 4) pandangan masyarakat terhadap ronggeng, dalam masyarakat DukuhParuk, ronggeng dianggap sebagai milik umum, pembawa keberkahan, dan simbol DukuhParuk. Namun, di luar masyarakat DukuhParukronggeng dianggap sebagai penghibur, pelacur, dan sundal. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, novelRonggengDukuhParuk dapat digunakan sebagai materi agar peserta didik dapat membangun karakter, kritis, menghargai dan menghormati sesama manusia, bertanggung jawab dan dapat memahami serta menyikapi nilai budaya dan nilai moral yang disampaikan dengan jelas dalam novelRonggengDukuhParuk.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur feminisme radikal yang terdapat pada teks-teks di dalam novelRonggengDukuhParuk karya Ahmad Tohari. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Deskriptif analisis merupakan metode yang mendeskripsikan fakta-fakta dan kemudian disusul dengan analisisnya. Fakta- fakta yang dideskripsikan berupa teks feminis yang terdapat pada novelRonggengDukuhParuk secara logis. Bentuk feminisme tersebut dianalisis melalui aspek gender. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat unsur feminisme radikal dalam novelRonggengDukuhParuk yang ditinjau dari aspek ketidakadilan gender, diantaranya: pertama, dari segi subordinasi yang dialami tokoh utama berupa tidak adanya kesempatan dalam memilih dan memutuskan jalan hidupnya. Kedua, stereotip yang dialami tokoh utama, menunjukkan bahwa posisi perempuan dianggap rendah karena pemberian label negatif dari masyarakat terutama kaum laki-laki. Ketiga, tindakan kekerasan yang dialami tokoh utama berupa kekerasan fisik, pelecehan seksual, pelacuran, kekerasan verbal, dan kekerasan terselubung. Keempat, beban ganda yang tergambar pada novel menunjukkan bahwa posisi perempuan tidak hanya bertanggung jawab dalam satu peran, melainkan menjalani peran lebih dari satu dalam kehidupannya. Kelima, dari segi eksploitasi ekonomi dialami tokoh utama sejak kecil untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan masyarakat DukuhParuk. Keenam, ketidakadilan gender di lingkungan sosial yang dialami tokoh utama berupa pembatasan peran dan pengucilan dari masyarakat.
Di Indonesia, perkembangan karya sastra sangat membanggakan. Dewasa ini banyak sekali diterbitkan novel mutakhir dengan berbagai macam tema dan isinya. Pada dasarnya novel yang diterbitkan merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat dari berbagai aspeknya. Berbeda dengan novel- novel dahulu, novel terbitan sekartang rata-rata pengarangnya adalah wanita, yang menonjolkan tokoh wanita sebagai tokoh utama. Namun, selain itu ada pula novel yang berisi mengenai suatu kehid upan masyarakat yang tokohnya juga wanita. Contohnya Para Priyayi, Pengakuan Pariem, RonggengDukuhParuk. Hal ini yang menarik perhatian peneliti untuk mengkaji novelRonggengDukuhParuk Karya Ahmad Tohari dengan tinjauan psikologi sastra. Ahmad Tohari sebagai penulis novelRonggengDukuhParuk seorang sastrawan yang kreatif hal ini terbukti dengan karyanya.
Salah satu novelis besar di Indonesia adalah Ahmad Tohari. Namanya melejit lewat novel berjudul RonggengDukuhParuk. Dia dilahirkan di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juni 1948. Pendidikan terakhirnya adalah di tingkat SMA. Cerpennya berjudul “Jasa-jasa buat Sanwirya” mendapat Hadiah Hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nederland Wereldomroep. Novelnya Di Kaki Bukit Cibalak (1986) mendapat salah satu hadiah Sayembara Penulisan Roman DKJ 1979. Novel Kubah (1980) dan Jantera Bianglala (1986) meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P&K. Novel lainnya berjudul Lintang Kemukus Dini Hari (1986), Bekisar Merah (1993), dan Lingkar Tanah Lingkar Air (1995). Selain itu, beberapa kumpulan cerpen juga telah dihasilkannya, yakni Senyum Karyamin (1989) dan Nyanyian Malam (2000). Pada tahun 1995, dia menerima Hadiah Sastra ASEAN.
Ungkapan ‖DukuhParuk harus kubantu menemukan dirinya kembali, lalu kuajak mencari keselarasan di hadapan Sang Wujud yang serba tanpa batas‖ pada data ( 4) agaknya mempunyai hubungan interteks dengan ayat al-Quran yang berbunyi: ”Wamaa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buduu‖ (artinya: ‖Dan tidak Aku (Tuhan) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada- Ku‖). Ungkapan Tohari melalui tokoh Rasus dalam menutup RDP itu memiliki makna mendalam. Inilah esensi RDP yang paling mendasar. Di sinilah RDP akhirnya berlabuh dan menemukan muara maknanya yang paling asasi, mendalam, dan menyentuh.
Istilah ronggeng bukan merupakan sesuatu yang asing lagi. Di tanah Jawa yang merupakan tempat kelahiran ronggeng sendiri, ronggeng adalah sebuah produk seni dari kebudayaan. Ronggeng erat hubungannya dengan tayub, karena ronggeng secara harfiah berarti penari tayub. Sebagai artefak budaya, ronggeng memiliki sejarah yang sangat panjang. Dalam sejarahnya, ronggeng merupakan sebuah penyimbolan dunia sakral dan menjadi wakil dari kepercayaan mistis budaya Jawa di masa lalu. Sayangnya, pergeseran makna sakral menjadi profan pada ronggeng telah menjadikan ronggeng sebagai ‘perempuan penghibur’, yang bukan saja dilekatkan kepada seni tarian, namun justru kepada seksualitas mereka.
Hegemoni tidaklah menjadi ranah kehidupan sosial kemasyarakatan tetapi telah memasuki wilayah sastra sebagaimana yang terdapat dalam Trilogi NovelRonggengDukuhParuk karya Ahmad Tohari. Ketiga novel tersebut yakni RonggengDukuhParuk (RDP), Lintang Kemukus Dini Hari (LKDH), serta Jantera Bianglala (JB). Dalam novel tersebut diungkapkan kehidupan ronggeng beserta persoalannya dikemas secara terpadu dan menarik. Berbagai fenomena kehidupan tentang masyarakat DukuhParuk beserta tatanan sosial yang dihadirkan menarik untuk dikaji secara komprehensif. Secara keseluruhan berikut ini akan dibahas bagaimana beroperasinya hegemoni kekuasaan yang diungkapkan melalui teks dengan sistem penanda bahasa yang digunakan.
NovelRonggengDukuhParuk (RDP) karya Ahmad Tohari dipandang oleh para pengamat sastra sebagai salah satu fiksi Indonesia mutakhir yang memenuhi kriteria sastra literer dalam teori Hugh (dalam Aminuddin, 1990:45). Kriteria itu adalah: (1) relevansi nilai-nilai eksistensi manusia yang terdeskripsikan melalui jalan seni, imajinasi, dan rekaan yang membentuk kesatuan yang utuh, selaras, serta memiliki kepaduan dalam pencapaian tujuan tertentu (integrity, harmony dan unity); (2) daya ungkap, keluasan, dan daya pukau yang disajikan lewat bentuk (texture) serta penataan unsur- unsur kebahasaan dan struktur verbalnya (adanya consonantia dan klaritas).
Leksia di atas digolongkan dalam kode pembacaan proaretik. Karena terdapat tindakan yang membuahkan dampak. Pada kalimat Tentara itu tak merasa salah ketika tangannya menggamit pantat Srintil. Tak diduganya Srintil membalas dengan tatapan mata amarah. Yang berarti walaupun para tentara dapat menyentuh tubuh Srintil membalas dengan tatapan amarah pada para tentara yang menggodanya dengan sesuka hati karena seorang ronggeng sudah pasti banyak disuka oleh para laki-laki. Pada leksia di atas maka menunjukkan adanya diskriminasi dalam bentuk pelecehan terhadap tokoh perempuan yaitu srintil, dengan mudahnya para laki-laki tentara tersebut menyentuh bagian tubuh srintil dengan sesuka hati didepan umum, seakan tak dihargai srintil sebenarnya tidak menyukainya dan tidak dapat melawan.
Dalam novel karyanya yang berjudul RonggengDukuhParuk, kesenian ronggeng yang ditampilkan Ahmad Tohari mengisahkan dunia ronggeng dengan beragam persoalan yang ada. Dalam tradisi masyarakat DukuhParuk, ronggeng tidak hanya berpentas sebagai penari, tetapi bertugas pula melayani laki-laki yang berkeinginan kepadanya. Dalam masyarakatnya, ronggeng dikonstruksi oleh sistem religi yang ada untuk menampilkan perilaku atau peran yang menyokong kepentingan sepihak. Hal itu ditunjukkan dengan suatu realita bahwa ronggeng dicipta untuk memikat laki-laki sehingga perempuan ronggeng tidak dibenarkan terpikat kepada laki-laki tertentu atau berumah tangga dengan laki-laki tertentu. Hal itu merupakan suatu konvensi yang tidak bisa ditawar-tawar yang berlaku di DukuhParuk.
Perkembangan (kapitalisasi) sosial mengantarkan seni hiburan rakyat ini ‘dipaksakan hidup’ dengan imbalan. Upah pertunjukan dan tradisi saweran dalam pentas ronggeng telah menggeser makna dirinya yang bersifat ‘sakral’ menjadi ‘profan’. Masyarakat yang semula menggunakan ronggeng untuk upacara tasyakuran dan menambah kerukunan antarwarga mulai kehilangan keseimbangan kosmosnya. Ronggeng seolah menjadi lahan baru tempat sejumlah orang bisa mengais rezeki. Tak heran kalau banyak perempuan muda di desa mulai melirik belajar menari dan menyanyi untuk segera pentas ronggeng. Bahkan ketika grup-grup ronggeng mulai berdesakan dan kondisi ekonomi di pedesaan terasa kandas, banyak grup ronggeng yang melakukan migrasi ke kota untuk menjajakan kebolehannya dengan berkeliling.
saat bercerita pengalaman peserta didik harus dapat mempertimbangkan pilihan kata dan ekspresi yang tepat begitu pula pada kegiatan menulis puisi peserta didik juga harus memperhatikan pilihan kata yang tepat sesuai dengan tema. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik harus memiliki bekal pengetahuan mengenai gaya kata. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gaya kata yang terdapat dalam novel trilogi RonggengDukuhParuk karya Ahmad Tohari dan mendeskripsikan relevansinya sebagai bahan ajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA dengan menyesuaikan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA pada BSNP 2006.
Selagi orang-orang DukuhParuk mengerumuni rumah Kartareja, aku duduk berdekatan dengan Srintil di beranda rumah nenekku sendiri. Pernah kubaca dongeng tentang seorang pahlawan yang pulang dari peperangan dan kembali disambut oleh seorang puteri jelita. Aku mengumpat habis-habisan mengapa dongeng semacam itu sempat singgah dalam ingatan. Ketika duduk berdua Srintil itu aku memang merasakan kepuasan yang amat sangat. Bukan oleh kenyataan bahwa Srintil tak habis-habisnya memujiku atau karena dia berserah diri sepenuhnya kepadaku. Bukan pula oleh pembunuhan atas dua orang manusia yang telah kulakukan malam itu. Jiwaku terlalu lemah buat menghadapi perbuatan semacam itu, meski mereka yang kubunuh adalah perampok-perampok. Dalam hati aku bersumpah, perbuatan mencabut nyawa takkan pernah kulakukan lagi baik terhadap orang jahat, apalagi terhadap orang-orang biasa.
Srintil adalah gadis DukuhParuk. DukuhParuk adalah sebuah desa kecil yang terpencil dan miskin. Segenap warganya memiliki suatu kebanggaan tersendiri karena mewarisi kesenian ronggeng yang senantiasa menggairahkan hidupnya. Tradisi itu nyaris musnah setelah terjadi musibah keracunan tempe bongkrek yang mematikan belasan warga DukuhParuk sehingga lenyaplah gairah dan semangat kehidupan masyarakat setempat. Untunglah mereka menemukan kembali semangat kehidupan setelah gadis cilik pada umur belasan tahun secara alamiah memperlihatkan bakatnya sebagai calon ronggeng ketika bermain-main di tegalan bersama kawan-kawan sebayanya (Rasus, Warta, Darsun). Permainan menari itu terlihat oleh kakek Srintil, Sakarya, mereka sadar bahwa cucunya sungguh berbakat menjadi seorang ronggeng. Berbekal keyakinan itulah, Sakarya menyerahkan Srintil kepada dukun ronggeng Kartareja. Harapan Sakarya kelak Srintil menjadi seorang ronggeng yang diakui oleh masyarakat.
Maslikhatun. 2016. Trilogi RonggengDukuhParuk Karya Ahmad Tohari Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan.Tesis. Pembimbing: Prof. Dr. Andayani, M.Pd. Kopembimbing : Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd. Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan IImu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.