Berdasarkan hipotesis pertama terlihat bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberi perlakuan model pembelajaranPBL (Problem Based Learning) berbasis NHT (Number Heads Together) dengan siswa yang diberi perlakuan model pembelajaranPBL (Problem Based Learning) berbasis GI (Group Investigation). Hal ini didukung dengan hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa kelas eksperimen memiliki rata-rata nilai hasil belajar sebesar 85,29 dan kelas kontrol sebesar 79,48. Sehingga, dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika yang diberi perlakuan model pembelajaranPBL (Problem Based Learning) berbasis GI (Group Investigation) lebih baik dari hasil belajar matematika yang diberi perlakuan model pembelajaranPBL (Problem Based Learning) berbasis NHT (Number Heads Together). Hasil hipotesis kedua menunjukkan bahwa semua tingkat kemampuan komunikasi matematis (tinggi, sedang, dan rendah) memberikan pengaruh terhadap hasil belajar. Paling sedikit terdapat dua rataan yang sama. Untuk mengetahuinya, kemudian dilanjutkan dengan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Sedangkan untuk hasil hipotesis ketiga terlihat bahwa tidak terdapat pengaruh.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) pengaruh model pembelajaranPBL (Problem Based Learning) berbasis NHT (Number Heads Togeteher) dan GI (Group Investigation) terhadap hasil belajar matematika. (2) pengaruh komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika. (3) interaksi model pembelajaranPBL (Problem Based Learning) berbasis NHT (Number Heads Together) dan GI (Group Investigation) dengan komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan memberikan perlakuan model pembelajaran. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik cluster random sampling, sehingga diperoleh kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII A sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa angket komunikasi matematis dan tes hasil belajar matematika. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan ANAVA dua jalur dan dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaranPBL (Problem Based Learning) berbasis NHT (Number Heads Together) dan GI (Group Investigation) terhadap hasil belajar matematika, dengan F A = 5,56, (2) terdapat pengaruh yang signifikan
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh nilai sebesar 0,54 kurang dari 0,05;24;287 = 2,37 sehingga 0 diterima. Hal ini berarti bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan intrapersonal siswa terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini berarti bahwa pada masing-masing model pembelajaran siswa yang memiliki tingkat kecerdasan intrapersonal tinggi lebih baik dari prestasi belajar siswa dengan tingkat kecerdasan intrapersonal sedang dan rendah, serta prestasi belajar siswa dengan tingkat kecerdasan intrapersonal sedang lebih baik dari prestasi belajar siswa dengan tingkat kecerdasan intrapersonal rendah. Hal ini dikarenakan pada setiap model pembelajaran siswa perlu melakukan refleksi pada apa yang telah dipelajari serta apa yang belum dipahami. Sehingga pada masing-masing model semakin tinggi tingkat kecerdasan intrapersonal siswa maka semakin tinggi prestasi belajar siswa. Selain itu pada setiap tingkat kecerdasan intrapersonal prestasi belajar siswa dengan model pembelajaranPBL memiliki rataan yang sama dengan siswa dengan pembelajaran menggunakan model GI, prestasi belajar siswa dengan model pembelajaranPBL lebih baik dari prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Langsung, serta prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran GI lebih baik dari prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Langsung. Hal ini dikarenakan karakteristik pada model PBL dan GI memiliki beberapa kesamaan serta dipengaruhi oleh kelemahan serta kelebihan pada masing- masing model. Serta model pembelajaranPBL dan GI memiliki karakteristik yang sberbeda dengan model pembelajaran langsung. Sehingga pada setiap tingkat kecerdasan intrapersonal, prestasi siswa dengan model pembelajaranPBL dan GI lebih baik dari prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Langsung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya : interaksi antara model PBL (Problem Based Learning) dan motivasi terhadap hasil belajar kimia siswa, interaksi antara model DI (Direct Instruction) dan motivasi terhadap hasil belajar kimia siswa, korelasi yang signifikan antara motivasi dan hasil belajar kimia siswa. Motivasi dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu motivasi belajar siswa yang tinggi dan motivasi belajar siswa yang rendah.
keterampilan berpikir kritis, guru dapat memberikan pengalaman belajar dengan mendesain proses pembelajaran. Guru mendesain pembelajaran dengan memberikan permasalahan yang melibatkan keterampilan berpikir siswa dan melibatkan proses menganalisis berdasarkan permasalahan yang sebenarnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Menurut Glazer (2001) menyatakan bahwa PBL menekankan belajar sebagai proses yang melibatkan pemecahan masalah dan berpikir kritis dalam konteks yang sebenarnya. Glazer selanjutnya mengemukakan bahwa PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari hal lebih luas yang berfokus pada mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang aktif dan bertanggung jawab. Melalui PBL siswa memperoleh pengalaman dalam menangani masalah-masalah yang realistis, dan menekanan pada penggunaan komunikasi, kerjasama, dan sumber-sumber yang ada untuk merumuskan ide dan mengembangkan keterampilan penalaran. Hasil penelitian Abdullah dan Ridwan (2008) menyatakan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil penelitian Oon-Seng Tan (2008) menyatakan PBL dapat mengantar-kan siswa untuk menyelesaikan permasalahan hidup melalui proses menemukan, belajar dan berpikir secara independen
Pengaruh model pembelajaranPBL terhadap prestasi belajar telah banyak diteliti diantaranya adalah : (1) Johannes Strobel and Angela Van Barneveld (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa PBL unggul dalam pemahaman jangka panjang, pengembangan keterampilan, sedangkan pendekatan tradisional lebih efektif untuk pemahaman jangka pendek yang diukur oleh badan standar ujian. (2) Padmavathy (2013) dalam penelitiannya menujukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki efek dalam mengajar matematika dan meningkatkan pemahaman siswa, kemampuan untuk menggunakan konsep dalam kehidupan nyata. (3) Ajai (2013) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh PBL terhadap prestasi belajar aljabar pada siswa sekolah menengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang diajar menggunakan model pembelajaranPBL memiliki tingkat singnifikan lebih tinggi dalam post test daripada siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. (4) Djoko Apriono (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa salah satu cara yang terbaik bagi mahasiswa untuk belajar adalah mengalami dan menghadapi tantangan permasalahan ilmu pengetahuan, berpikir kritis, membiasakan bekerjasama dan melakukan tindakan yang berhubungan dengan usaha untuk memecahkannya. Ini menyiratkan bahwa belajar sebaiknya berbasis pada masalah yang nyata di masyarakat. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu sarana yang relevan untuk konteks belajar, dimana masalah nyata menjadi kajiannya, mereka menyelidiki, sungguh- sungguh mendalami, apa yang mereka perlukan untuk mengetahui dan ingin mengetahui solusi suatu masalah.
Hasil tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: pada kedua model pembelajaran yaitu pembelajaran yaitu RBL dan PBL sama-sama berupaya mengoptimalkan kemampuan peserta didik menemukan dan mengkontruksi pengetahuan yang telah dimilikinya. Sedangkan, prestasi belajar peserta didik yang menggunakan model pembelajaranPBL lebih lebih baik daripada model pembelajaran Langsung. Melalui kemampuan berkerjasama, peserta didik terasah untuk saling berkompetisi dan mandiri sehingga dapat meningkatkan pemahaman peserta didik. Sejalan dengan penelitian Ajai et. al (2013) yang menunjukkan bahwa peserta didik yang diajarkan aljabar menggunakan PBL secara signifikan prestasinya lebih tinggi dalam daripada yang diajarkan aljabar menggunakan metode Langsung. Huang (2005) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa melalui pembelajaran dengan model PBL siswa menjadi lebih interaktif dan memungkinkan mereka untuk belajar sendiri.
6 ini diawali dengan pemberian masalah kepada siswa dan dilanjutkan dengan penyelidikan sampai dengan menganalisis hasil pemecahan masalah. Dengan diterapkannya model pembelajaranPBL, siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, dengan penyajian masalah yang nyata diharapkan siswa lebih mudah dalam melakukan penyelidikan baik secara mandiri maupun kelompok, mengembangkan dan dapat menyajikan hasil kerja mereka dalam berbagai bentuk, seperti gambar, diagram, ekspresi matematika, maupun kata-kata atau tes tertulis. Jadi, secara tidak langsung siswa telah menggunakan kemampuan representasi matematisnya melalui pengungkapan ide-ide matematis. Dengan demikian, penerapan model pembelajaranPBL diharapkan dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pemb elajaran Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa” .
komparasi ganda antar sel. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa dapat disimpulkan bahwa dilihat dari masing-masing tipe gaya belajar, model pembelajaranPBL dengan Mind Mapping menghasilkan prestasi belajar lebih baik dibandingkan model pembelajaranPBL dan klasikal, serta model pembelajaranPBL menghasilkan prestasi belajar lebih baik dibandingkan model pembelajaran klasikal. Terdapat perbedaan hasil penelitian dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa pada masing-masing tipe gaya belajar, pembelajaran menggunakan model PBL dengan Mind Mapping memberikan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan menggunakan model PBL dan pembelajaran klasikal, pembelajaran menggunakan model PBL memberikan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan model pembelajaran klasikal. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zainal Arifin (2013) yang memberikan hasil bahwa tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika. Hal ini diduga : (1) Pada pembelajaran model PBL dengan Mind Mapping , model PBL, maupun model klasikal terjadi adanya diskusi di kelas dalam menyelesaikan soal operasi aljabar. (2) Pada umumnya siswa cenderung mempunyai pemahaman konsep yang sama tentang materi operasi aljabar khususnya operasi penjumlahan dan perkalian aljabar. Oleh karena itu, meskipun siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, namun mereka memiliki pemahaman yang cenderung sama tentang operasi aljabar.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui 1) manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaranPBL, PBL-S atau pembelajaran langsung, 2) manakah yang memiliki prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah, 3) pada masing-masing model pembelajaran (PBL, PBL-S dan Langsung) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa dengan kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah, 4) pada masing-masing tingkat kemandirian belajar siswa, manakah yang memiliki prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang diberikan pembelajaran dengan model pembelajaranPBL, PBL-S dan Langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) model pembelajaran ( PBL , PjBL , dan ekspositori) efektif terhadap peningkatan HOTS keseluruhan dengan nilai posttest tertinggi pada kelas PjBL , PBL , dan terendah ekspositori; 2) model pembelajaran ( PBL , PjBL , dan ekspositori) efektif terhadap peningkatan HOTS spesifik (mencipta) dengan nilai posttest tertinggi pada kelas PjBL , ekspositori dan terendah PBL ; serta 3) model pembelajaran ( PBL , PjBL , dan ekspositori) efektif terhadap peningkatan HOTS pola divergen dengan nilai posttest tertinggi pada kelas PBL , ekspositori, dan terendah PjBL . Secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa penggunaan model PBL dan PjBL dapat meningkatkan HOTS pola divergen pada konsep pencemaran lingkungan.
Beberapa penelitian menunjukan mengenai model pembelajaranPBL diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Heni Purwaningsih mengenai penggunaan peta konsep pada model PBL dapat mempengaruhi metakognisi peserta didik dikelas IX SMP 15 Yogyakarta yang menunjukan bahwa kontribusi nilai yang diperoleh sebesar 47,8%. 13 Pada penelitian Ery Fitriani mengenai efektifitas penggunaan peta konsep dalam meningkatkan hasil belajar matematika peserta didik pada materi suku banyak kelas X MA Negeri Kendal Semarang menunjukan bahwa rata-rata hasil belajar peserta didik yang menggunakan pembelajaran ekspositori (kelas kontrol) yaitu sebesar 61,55% dan rata-rata yang diperoleh peserta didik pada kelas eksperimen yaitu sebesar 72,74%. 14 Pada penelitian Devi Diyas Sari kemampuan berpikir kritis peserta didik dikelas VII SMP Negeri 5 Sleman dapat ditingkatkan melalui penerapan model PBL. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dari hasil klarifikasi masalah dari nilai 83% menjadi 85%. 15 Dan pada penelitian U. Setyorini, S.E, Model PBL mengajak peserta didik agar mampu melatih kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sehingga dapatmeningkatkan kemampuan berpikir kritis peseta didik. Data penelitian berupa kemampuan berpikir kritis siswa diambil dengan teknik tes dan praktikum, dengan tes diperoleh hasil 75% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 9 Garut telah menerapkan kurikulum 2013 dalam pelaksanaan pembelajarannya. Sehingga hampir seluruh mata pelajaran di sekolah ini menganut model pembelajaran Saintifik. Begitu pula dalam mata pelajaran Gambar Konstruksi Bangunan, model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaranPBL. Model pembelajaranPBL merupakan upaya pembelajaran yang menuntut siswa untuk mampu memecahkan masalah yang ada di dunia nyata secara terstruktur untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa.
Penerapan pendekatan saintifik pada mata pelajaran Biologi di SMA Negeri 2 Salatiga bertujuan agar pembelajaran lebih menarik, peserta didik lebih aktif dan mandiri, wawasan peserta didik semakin luas, interaksi guru dan peserta didik terjalin, dapat memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitar serta materi yang disampaikan guru dapat tersimpan lama dalam memori peserta didik.Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus tepat dan dapat mengarahkan siswa menuju kemampuan memecahkan masalah, diantara banyak strategi pembelajaran tersebut adalah strategi pembelajaranPBL dan DL. Strategi DL didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan materi dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Langkah pembelajaran dengan model ini yaitu: (1) stimulation (stimulasi/pemberian rangsang), (2) problem statement (pernyataan/identifikasi masalah), (3) data collection (pengumpulan data), (4) data processing (pengolahan data), (5) generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi).
LEMBAR KERJA SISWA LKS 3.9 Menganalisis struktur, tata nama, sifat dan penggolongan makromolekul polimer, karbohidrat, dan protein 3.9.1.2 Siswa dapat menganalisis kadar protein dal[r]
c. Guru memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran.
adalah seluruh siswa kelas X SMK Negeri 1 Karawang dan sampel yang diambil sebanyak dua kelas eksperimen dan satu kelas konvensional. Instrumen penelitian terdiri dari tes, angket, lembar observasi, dan wawancara. Tes yang digunakan adalah tes uraian. Angket berupa skala motivasi menggunakan Skala Likert. Temuan penelitian ini menunjukkan: Terdapat perbedaan kemampuan Problem Solving matematika siswa anatara model pembelajaranPBL biasa sebesar 18%, untuk kelas eksperimen 2 terjadi peningkatan 30% dan pada kelas konvensional terjadi peningkatan 15%. Ini menunjukan perubahan yang tidak jauh nilai persentasenya. PBL dengan pendekatan scientific masih menunjukan perubahan yang lebih tinggi dibanding PBL biasa dan pembelajaran siswa dengan konvensional, Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan motivasi belajar siswa yang menggunakan Problem Based Learning pendekatan scientific, Problem Based Learning biasa dan siswa yang menggunakan pembelajaran secara Konvensional, Terdapat pengaruh antara motivasi belajar terhadap kemampuan Problem Solving pada siswa yang menggunakan Problem Based Learning biasa, pada siswa yang menggunakan Problem Based Learning pendekatan scientific dan pada siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.
Berdasarkan akar penyebab masalah yang paling dominan dapat diusulkan alternatif tindakan model pembelajaran problem based learning (PBL). Keunggulan dari model pembelajaranPBL adalah membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, Berdasarkan keunggulan model pembelajaranPBL diduga keterampilan proses dan pemahaman konsep matematika dapat ditingkatkan.
Disamping kelebihan diatas, pembelajaranPBL juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu siswa akan merasa malas untuk mencoba jika tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, keberhasilan pembelajaran dengan pembelajaranPBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, dan tanpa pemahaman pada siswa mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (Sanjaya, 2006: 118-119).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaranPBL dapat meningkatkan keterampilan generik sains dan hasil belajar kognitif siswa kelas XI IPA 1 SMA Kartika III-1 Banyubiru. Peningkatan keterampilan generik sains siswa dapat dilihat dari rerata pada setiap siklusnya, pada siklus I sebesar 3,62 (baik), siklus II sebesar 3,78 (baik), dan siklus III sebesar 3,68 (baik). Peningkatan nilai kognitif dapat dilihat dari rerata pada setiap siklusnya, pada siklus I sebesar 70,27, siklus II sebesar 81,87, dan siklus III sebesar 94,90. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa model pembelajaranPBL sudah terlaksana 100% pada siklus I pembelajaran dengan model PBL memiliki kualitas cukup, pada siklus II memiliki kualitas baik, dan pada siklus III memiliki kualitas sangat baik. dengan model PBL ini siswa menjadi lebih aktif untuk melakukan pembelajaran dan juga dapat melatih siswa berfikir untuk memecahkan masalah dan memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi pada kehidupan nyata.