Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pembelajaranproblemsolving dalam meningkatkan efektivitas pembelajaranproblemsolving untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas VIII pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan di SMP Negeri I Wonokerto Pekalongan Tahun Ajaran 2007/2008.
PembelajaranProblemSolving adalah suatu cara mengajar dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah agar dipecahkan atau diselesaikan. Metode ini menuntut kemampuan untuk melihat sebab akibat, mengobservasi problem, mencari hubungan antara berbagai data yang terkumpul kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah. Metode problemsolving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir. Diketahui bahwa pembelajaranproblemsolving adalah suatu metode atau cara penyajian pelajaran dengan cara siswa dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan, baik secara individual atau secara kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dengan menggunakan langkah – langkah sampai pada suatu jawab.
2. Model pembelajaranproblemsolving yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaranproblemsolving menurut Depdiknas (2008) dengan langkah – langkah sebagai berikut (a) ada masalah yang diberikan, (b) mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, (c) menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut, (d) menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan (e) menarik kesimpulan. 3. Keterampilan observasi merupakan salah satu keterampilan dasar dari KPS.
2. Mendiskripsikan peningkatan hasil belajar matematika dengan model pembelajaranproblemsolving berbasis CTL . Hasil belajar matematika diukur dari ulangan harian, setelah siswa mempelajari satu KD dan dikatakan tuntas apabila skornya lebih dari atau sama dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 65.
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasy eksperimental dengan rancangan berbentuk the equivalent materials design. Bentuk penelitian ini dipilih karena dalam penelitian ini ingin menjelaskan kemampuan komunikasi matematis dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan setara dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kepada kelompok pertama diberikan pembelajaran menggunakan model problemsolving dengan video screencast power point. Kelompok pertama ini merupakan kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok kontrol diberikan pembelajaran menggunakan model problemsolving dengan power point. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX di SMP Negeri 1 Menyuke yang terdiri dari 6 kelas pararel dari IXA sampai IXF. Sampel dipilih dua kelas secara random, terpilih kelas IXA dan kelas IXC. Selanjutnya untuk untuk memperoleh material sampel ekuivalen, nilai yang sama berdasarkan kemampuan awal dari kelas IXA dan kelas IXC dipasangkan. Siswa yang tidak memiliki pasangan tidak dijadikan sampel tetapi tetap diikutkan dalam penelitian dengan tujuan tetap terjaga kondisi kelas yang seperti biasanya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini: soal postes (tes kemampuan komunikasi matematis) dan lembar observasi aktivitas belajar siswa. Sebelum perangkat instrumen digunakan, peneliti melakukan validasi kepada para ahli yaitu, dua orang dosen matematika dan dua orang guru
Keberhasilan suatu pembelajaran berpengaruh dari pemilihan model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran, untuk mengetahui apakah model pembelajaran PS dan CPS memberikan pengaruh atau tidak terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa, dilihat dari berbagai referensi penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widana (2013) menyatakan bahwa penerapan ProblemSolving melalui model pembelajaran search, solve, create and share (SSCS) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam mendiskripsikan proses belajar mengajar. Hasil penelitian Wahyuni (2015) juga menyatakan bahwa ProblemSolving memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
Penelitian ini betujuan untuk 1) mengetahui bagaimana tahap pengembangan multimedia interaktif sebagai alat bantu pembelajaran pada pembelajaranProblemSolving, 2) mengetahui apakah terdapat perbedaan rerata kemampuan metakognitif siswa yang menggunakan pembelajaranProblemSolving berbantu multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional 3) mengetahui apakah terdapat peningkatan kemampuan metakognitif siswa pada penerapan pembelajaranProblemSolving berbantu multimedia interaktif dengan pembelajaran konvensional, 4) mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaranProblemSolving berbantu multimedia interaktif. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non-equivalent Control Group Design. Sampel penelitian adalah siswa kelas X TKJ 8 dan X TKJ 9 di SMK TI Garuda Nusantara Cimahi yang dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Ajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa pembelajaranProblemSolving berbantu multimedia interaktif dapat meningkatkan kemampuan metakognitif siswa daripada pembelajaran konvensional. Hasil pengujian data postes yang dilakukan dengan menggunakan uji-t dua sampel independen diperoleh n ilai signifikansi sebesar 0,00 lebih kecil dari α = 0,05. Hasil uji Gain ternormalisasi juga menunjukkan bahwa sebesar 0,78 dengan kriteria tinggi pada kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaranProblemSolving berbantu multimedia interaktif dengan perolehan indeks gain dan 0,24 untuk kelas kontrol kriteria rendah. Siswa juga memberikan respon positif yang terlihat dari pendapat siswa bahwa mulitmedia yang digunakan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Tugas utama guru dalam pembelajaran pemecahan masalah ( problemsolving ) adalah untuk membantu siswa menyelesaikan berbagai masalah dengan spektrum yang luas yakni membantu mereka memahami makna kata-kata atau istilah yang muncul dalam suatu masalah sehingga kemampuannya dalam memahami konteks masalah bisa terus berkembang. Dalam hal ini guru menghadapi kesulitan dalam mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan baik, dilain pihak siswa menghadapi kesulitan bagaimana menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. Berbagai kesulitan diatas muncul antara lain karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai. Karena hanya berfokus pada jawaban, anak sering kali salah dalam memilih teknik penyelesaian yang sesuai.
Hasil pengamatan sebelum dilakukan pembelajaran dengan metode TAPPS, kegiatan pembelajaran berpusat pada guru. Siswa hanya mendengarkan, mencatat kemudian menghafalkan. Pembelajaran tersebut membuat siswa menjadi pasif sehingga kurang mengembangkan ide-ide pikiran mereka. Ini mengakibatkan kemampuan penalaran adaptif siswa kurang berkembang dengan baik. Ketika siswa diminta mengerjakan soal di papan tulis banyak siswa yang mengeluh “tidak mengerti” atau “tidak bisa”. Selain itu, karena pembelajaran bersifat monoton beberapa siswa terlihat tidak tertarik untuk mengikuti kegiatan belajar. Terlihat dari adanya siswa yang lebih memilih mengobrol dengan teman dibandingkan bertanya pada guru saat mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru.
Mengenai kelima tujuan di atas, Fadjar Shadiq (2011: 197) mengatakan bahwa “Tujuan pelajaran pertama di atas berkait dengan pengetahuan matematika, sehingga para siswa harus mempelajari dan menguasai teori-teori matematika; seperti teori-teori tentang kesebangunan, barisan dan deret, ataupun bilangan. Di samping itu, mereka harus dapat mengaplikasikan atau mengguna- kan pengetahuan tersebut. Namun kemampu- an bernalar, berkomunikasi dan memecahkan masalah ditengarai akan jauh lebih penting bagi para siswa daripada jika mereka hanya memiliki pengetahuan matematika saja karena puncak keberhasilan pembelajaran mate- matika adalah ketika para siswa mampu memecahkan masalah yang mereka hadapi”. Dari pernyataan di atas, dapat diambil pengertian bahwa hal terpenting dalam matematika adalah dimilikinya keterampilan memecahkan masalah.
Mata kuliah Sejarah Tata Negara diberikan kepada mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah pada Program Studi Ilmu Sejarah semester VII. Pada Program Studi Ilmu Sejarah inilah penelitian tiandakan kelas dilaksanakan dengan penerapan metode problemsolving untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Penerapan metode problemsolving untuk meingkatkan kualitas proses pembelajaran. Penerapan metode problemsolving , dihipotesiskan akan mampu memberikan suasana pembelajaran yang kondusif dan aktif, sehingga makna yang sesungguhnya dari pembelajaran mata kuliah tersebut dapat tercapai. Dalam konsepsi ini, problemsolving diyakini mampu mendongkrak motivasi mahasiswa untuk belajar Sejarah Tata Negara dalam rangka membentuk kearifan diri, dalam menyikapi berbagai fakta dan peristiwa sejarah. Peningkatan kualitas pembelajaran ini adalah tujuan dilakukannya penelitian ini baik yang menyangkut proses maupun hasil belajar mahasiswa. Proses pembelajaran yang dikelola dengan dinamis, maka akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Such tasks were arranged in the form of incomplete statements. We provided three options for each incomplete statement illustrating the description of each belief. As an illustration, when asked about what people should learn from mathematics, XXXX was asked to complete the statement by selecting one of the options: (1) to have skills in calculating and applying mathematical formulae or procedures when solving a daily life problem, (2) to be proficient in understanding topics in mathematics, such as algebra; statistics; probability; geometry; and the interrelationships among those topics entirely, and (3) to have thinking skills such as understanding regularities of phenomena, being critical and creative in solving any problems. Then, he explained why he selected his option. Meanwhile, to collect the data about teacher’ knowledge, our questions were primarily inspired by Chapman’s (2015) category of problemsolving knowledge for teaching described in Table 2.
Secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak, sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru (Wijaya, 197). Teknik menggali (probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu bermaksud untuk menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar.Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki atau benda-benda nyata. Situasi baru itu membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk mengadakan asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan.
observasi kelas serta wawancara dengan beberapa siswa pada bulan November dan Desember 2011 diperoleh fakta bahwa pembelajaran matematika di SMP Banjarmasin terbagi dua klasifikasi. Ada guru yang melaksanakan pembelajaran berpatokan pada tersampaikannya semua materi yang tercantum dalam silabus. Pembelajaran dilaksanakan dengan mengandalkan model konvensional empat langkah (sampaikan informasi, berikan contoh, berikan latihan di kelas, dan diakhiri dengan pemberian tugas). Kelompok kedua berbeda pada cara penyampaian. Ada upaya menerapkan model-model pembelajaran untuk mengaktifkan siswa namun tidak kontinu dengan alasan menyita waktu banyak dan menghambat pencapaian target materi. Upaya ini lebih intensif dilakukan oleh guru di SMP level atas karena input siswa yang lebih baik. Tetapi secara keseluruhan sentuhan-sentuhan nilai-nilai dan upaya pembentukan karakter bangsa termasuk karakter kreatif belum ada. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh ketidaktahuan guru bagaimana melakukannya. Namun pendapat bahwa di kelas siswa harus diberikan latihan-latihan soal dari yang mudah sampai yang sulit adalah perlu disepakati oleh semua guru matematika dan telah pula melakukannya. Kenyataannya soal yang sulit belum tentu merupakan soal-soal bermuatan problemsolving.
Pembelajaran berbasis masalah (ProblemSolving), merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. ProblemSolving adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Jonassen, 2003). Pembelajaran yang menerapkan model ProblemSolving membuat masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman belajar yang beragam seperti interaksi dalam kelompok, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai pada materi hidrolisis garam.
1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan problemsolving matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Thinking Aloud Pair ProblemSolving (TAPPS) dengan pendekatan saintifik dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013. Kualitas peningkatan kemampuan problemsolving matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran Thinking Aloud Pair ProblemSolving(TAPPS ) dan siswa yang mendapatkan pembelajaran yang berpedoman pada buku pegangan guru matematika kurikulum 2013 tergolong sedang.
Novi Hendrastuti. 2016. Chemistry Learning using Creative ProblemSolving (CPS) Method with Module and Interactive Media Viewed from the Students’ Reading Comprehension and Critical Thinking Abilities (Chemistry Learning in Rate of Reaction in the first semester of the 11 th grade in SMA N 1 Karanganom in the school year of 2013/2014) Counselors: 1) Prof. Dr. H. Ashadi: II) Prof. Dr. Sentot Budi R, Ph.D, August 2016. Thesis: Science Education Magister Study Program of Teacher Training and Education Faculty, Surakarta Sebelas Maret University.
Matematika merupakan suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Pembelajaran yang telah berlalu menjadi dasar untuk pembelajaran selanjutnya, sehingga siswa harus memahami materi awal dengan baik. Belajar matematika dapat melatih siswa untuk mengembangkan cara berpikirnya, baik berpikir kritis, berpikir kreatif, maupun berpikir tingkat tinggi lainnya.Dalam mempelajari suatu materi, tentunya siswa akan mendapat suatu kendala atau permasalahan yang sulit untuk dipecahkan/diselesaikan. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi setiap individu atau kelompok.Seperti yang di ungkapkanWittgenstein, (Hasratuddin, 2013)Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang betuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.Menemukan suatu jawaban atau penyelesaian diperlukan prosedur, tahap atau solusi dalam memecahkan suatu permasalahan. Sejalan dengan hal tersebut (Bey & Asriani, 2013)) menyatakan bahwa pandangan pemecahan masalah sebagai proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, berarti pembelajaran pemecahan masalah lebih mengutamakan proses dan strategi yang dilakukan siswa dalam menyelesaikannya daripada hanya sekedar hasil. Sehingga keterampilan proses dan strategi dalam memecahkan masalah tersebut menjadi kemampuan dasar dalam belajar matematika. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa didalam pemecahan masalah atau problemsolving terdapat suatu proses/prosedural dan tahap/langkahdimana siswa mendapat pengalaman dalam proses tersebut. Pengetahuan/pengalaman tersebut kemudian dapat dikaitkan dengan permasalahan baru yang sedang dihadapi. Menggali kembali pengetahuan yang pernah didapatkannya dan menemukan hubungan dengan permasalahan yg sedang dihadapi dapat mempermudah siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang sulit, sehingga diharapkan siswa mendapatkan hasil yang berkualitas.
Salah satu metode yang dapat meningkatkan kreativitas siswa adalah metode problemsolving (metode pemecahan masalah), sebab metode problemsolving merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran. Pada pembelajaranproblemsolving siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kreatif.
Raehanah, S831202046, 2013, "Chemistry Learning Through Search Solve Create and Share (SSCS) and Cooperative ProblemSolving (CPS) Type of ProblemSolving Models Overviewed from Critical Thinking Ability and Mathematical Ability “( A Study on the Subject Matter of Buffer 11 th Science Grade of SMAN 1 Ngemplak Boyolali Academic Year 2012/2013 Semester II). Supervisor: 1) Dr. rer.nat Sri Mulyani, M.Si., 2) Drs. Sulistyo Saputro, M.Si., Ph.D., Program Study of Sciences Education, Postgraduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.