Peternakan sapi potong penggemukan merupakan usaha sampingan mayoritas masyarakat di Kecamatan Siempat Nempu Hulu dimana terdapat perbedaan profil dari masyarakat tersebut. Oleh sebab itu perlu diketahui analisis pendapatanpeternaksapi potong di kecamatan tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Siempat Nempu Hulu Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara mulai bulan Juni sampai September 2013. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan unit responden keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Sampel diperoleh melalui metode Proportional Stratified Random Sampling dan diperoleh 69 orang peternak , yaitu dari desa Gunung Meriah berjumlah 42 responden, desa Silumboyah berjumlah 21 responden dan desa Sungai Raya berjumlah 6 responden. Metode analisis data pendapatan menggunakan analisis regresi linier berganda.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2009), variabel umur tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatanpeternaksapi potong, karena disebabkan karena kriteria umur peternak tidak mendorong peternak dalam mengembangkan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Faktor umur biasanya lebih diindetikkan dengan produktivitas kerja dan jika seseorang masih tergolong usia produktif ada kecederungan produktivitasnya juga tinggi.
Tesis yang berjudul : “Pengaruh Karakteristik Peternak Terhadap Tingkat PendapatanPeternakSapi Potong di Kabupaten Wonogiri” adalah merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui jumlah total pendapatanpeternak dalam KPSBU (2) merumuskan alternatif strategi untuk pengembangan unit usaha sapi perah di KPSBU. Penelitian ini merupakan studi kasus pada KPSBU yang menggunakan analisis pendapatan dan SWOT. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja yaitu pada kabupaten Lembang. Jumlah sample sebanyak 54 peternak dipilih dengan metode simpel random. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan (1) pendapatanpeternaksapi pada KPSBU Jawa Barat menguntungkan dan, (2) alternatif strategi yang didapat yaitu : a) memanfaatkan peluang kerjasama dengan pihak luar guna memperluas
ABSTRAK. Penambahan modal untuk meningkatkan skala usaha menjadi lebih besar selalu menjadi kendala yang umum, tetapi bagi peternaksapi perah rakyat anggota Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) hal tersebut sudah dapat diatasi, karena dari sebagian pendapatan yang mereka terima, sedikit banyak sudah mampu ditabungkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keeratan hubungan antara pendapatanpeternaksapi perah rakyat pada berbagai skala usaha pemilikan dengan tabungan. Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan teknik pengambilan sampel acak stratifikasi (stratified random sampling). Jumlah sampel tiap kelompok ditentukan sebanyak 40 orang dan total sampel 120 orang dari anggota populasi 7491 orang atau 1,60 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Terdapat perbedaan besarnya pendapatan yang nyata antara berbagai skala usaha. 2. Terdapat perbedaan besarnya tabungan yang nyata antara berbagai tingkat pendapatan. 3. Terdapat hubungan yang nyata antara pendapatan ( X ) dengan tabungan ( Y ), dengan model korelasi berikut ini:
Meskipun ternak sapi termasuk dalam kategori dengan jumlah populasi yang rendah, namun jika dibandingkan dari produksi yaitu berupa daging sapi serta harga ternak per satuannya yang tinggi tidaklah mengherankan jika ternak dengan jenis ini menjadi primadona untuk diusahakan sebagai sumber pendapatan dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya peternak di Kabupaten Serdang Bedagai.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 Maret sampai dengan tanggal 5 Mei 2009 di Kota Batu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pendapatanpeternaksapi perah anggota KUD “BATU” Desa Gunung Sari Kecamatan Bumiaji dan Desa Songgokerto dan Temas Kecamatan Batu yang menerima fasilitas kredit sapi perah, untuk mengetahui pengaruh skala usaha dan perbedaan jangka waktu pembayaran kredit sapi perah terhadap tingkat pendapatanpeternak anggota KUD “BATU”. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 31 orang responden peternaksapi perah anggota KUD ”BATU” yang mendapatkan kredit sapi perah yang ditentukan secara acak dengan menggunakan metode survey, pengamatan dan wawancara secara langsung. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan Regresi Sederhana dengan Dummy Varables kemudian dilanjutkan dengan uji statistik yang terdiri dari uji F dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata tingkat pendapatanpeternaksapi perah sebesar Rp. 592.349,46/bulan dengan ratarata skala usaha sapi perah laktasi 3 ekor/peternak. Hasil analisis regresi sederhana dengan Dummy variables menunjukkan bahwa skala usaha sapi perah berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pendapatanpeternaksapi perah anggota KUD “BATU” penerima fasilitas kredit sapi perah (P < 0,01, nilai P = 0,000002) dan jangka waktu pembayaran kredit sapi perah menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap tingkat pendapatanpeternaksapi perah anggota KUD ”BATU” (P > 0,01, nilai P = 0,15). Selisih tingkat pendapatanpeternak anggota KUD “BATU” yang menerima fasilitas kredit sapi perah antara jangka waktu pembayaran lima tahun dengan tiga tahun adalah Rp. 194.248,53/bulan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya pengaruh yang signifikan antara skala usaha sapi perah dengan tingkat pendapatan yang dihasilkan peternakpeternaksapi perah anggota KUD ”BATU”, namun untuk jangka waktu pembayaran kredit sapi perah tidak berpengaruh nyata. Dari kedua system pembayaran kredit sapi perah jangka panjang (lima tahun) dengan jangka pendek (tiga tahun) terdapat selisih tingkat pendapatan sebesar Rp. 194.248,53/bulan. Saran yang dapat diberikan sebagai rekomendasi dari hasil penelitian ini kepada peternaksapi perah penerima fasilitas kredit sapi perah adalah peternak harus meningkatkan skala usaha sapi perah yang dimilikinya, baik melalui modal kredit KUD maupun dari modal sendiri. Peternak yang menerima bantuan modal kredit sapi perah dari KUD, hendaknya memilih sistem pembayaran jangka panjang (lima tahun).
Per Hari .................................................................................... 41 Tabel 4.4 Jenis-jenis Pakan Tambahan Sapi Potong di Daerah Penelitian 42 Tabel 4.5 PendapatanPeternakSapi Potong ............................................ 43 Tabel 4.6 Besar Tingkat Pendapatan Non Usaha Ternak Sapi Potongdi
Sumatera Utara memiliki beberapa daerah yang sangat padat, ada yang sedang, tetapi ada yang sangat jarang atau terbatasnya populasi ternak sapi potong. Tentu saja hal ini sangat mempengaruhi besarnya pendapatan masyarakat pada daerah tersebut sehingga timbulnya perbedaan dalam pemenuhan gizi hewani khususnya daging sapi di setiap daerah. Sehubungan dengan hal diatas maka penulis mencoba untuk meneliti dan menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi pendapatanpeternaksapi potong pada suatu daerah yang berdasarkan jumlah kepemilikan ternak sapi potong. Perkembangan populasi ternak besar menurut jenis ternak dan Kecamatan di Kabupaten Langkat tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.
4. Pemberdayaan Kelompok. Secara konseptual pemberdayaan masyarakat pertanian cakupannya dapat dipersempit menjadi pemberdayaan kelompok yang diartikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan kelompok dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam hal ini mencakup pemberdayaan masyarakat agribisnis maupun pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan kelompok usaha. Berdasarkan pengertian di atas titik tolak pemberdayaan peternak adalah pengembangan potensi yang dimiliki peternak supaya masyarakat mampu secara mandiri untuk menopang hidupnya. Oleh karena itu harus melibatkan sejumlah sumberdaya yang dikuasai masyatakat, sehingga mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi/usaha secara mandiri dengan posisi tawar yang cukup. Makin besar sumberdaya dikuasai masyarakat peternak, proses pemberdayaan mempunyai peluang yang makin besar untuk sampai pada tujuan pemberdayaan.
Keadaaan ekonomi seseorang akan berpengaruh besar terhadap pilihan produk pangan (Kotler, 1996). Pendapatan rumah tangga peternak yang rendah memaksa peternaksapi perah mengutamakan kebutuhan sekunder seperti sekolah, fasilitas rumah tangga, dan lain sebagainya. sehingga susu yang dihasilkan oleh peternak lebih baik dijual agar menghasilkan uang bagi keluarga. Peternaksapi perah di pedesaan umumnya menjadikan usaha ternak ini menjadi mata pencaharian utama. Jumlah kepemilikan ternak sapi dibawah 4 turut menyumbang bahwa usaha ini belum mampu memberikan penghasilan yang lebih baik.
Adapun yang menjadi hasil dari penelitian ini adalah : Sistem pemeliharaan usaha ternak sapi potong di daerah penelitian masih tergolong sederhana atau tradisional (ekstensif), rataan pendapatan bersih usaha ternak sapi potong adalah Rp. 22.573.523 per peternak / tahun, kontribusi pendapatan dari usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan keluarga adalah lebih besar dari 30 % yakni sebesar 69,3 %, masalah-masalah yang dihadapi oleh peternaksapi potong di daerah penelitian pada umumnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sistem pemeliharaan ternak sapi potong yang lebih baik (intensif) dan kurang tersedianya modal untuk meningkatkan sistem usaha ternak sapi potong tersebut, upaya-upaya yang dilakukan oleh peternak dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh peternaksapi potong adalah mengadakan kerjasama dengan peternaksapi potong lainnya dalam bentuk kelompok usaha ternak agar dapat diskusi untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi oleh peternaksapi potong tersebut.
Cara pengukuran semua variabel dilakukan dengan skala ordinal dalam bentuk indeks. Untuk mengetahui tingkat keragaan dari Fungsi-fungsi Koperasi, Peranan Penyuluh, Dinamika Kelompok, Keberdayaan Kelompok, dan Keberdayaan Peternak, didasarkan pada kriteria atau kelas kategori, yang didasarkan atas perhitungan selisih antara skor harapan tertinggi dengan skor harapan terendah, yang dibagi menjadi lima dengan skala yang sama, sehingga diperoleh kelas kategori dari sangat rendah sampai sangat tinggi.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena tidak ada daya dan upaya selain izin-Nya. Atas izin Allah SWT pula tesis yang berjudul “ Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong Pada Program Sarjana Membangun Desa (SMD) Terhadap Pendapatan Rumahtangga Peternak Di Kabupaten Pesisir Selatan” ini dapat penulis selesaikan.
Produksi susu peternakan sapi perah rakyat sangat rendah yaitu rata rata produksi 3 liter per induk laktasi. Hasil analisis dan informasi produksi susu dipengaruhi manajemen aspek pakan terutama pemberian konsentrat yang belum baik. Cara pemerahan sapi perah dilakukan peternak kurang memperhatikan kebersihan tangan, kebersihan ambing dan kebersihan peralatan yang digunakan membuat kualitas susu yang dihasilkan kurang terjamin dan diragukan para konsumen susu segar. Ketersediaan sarana dan prasarana kandang merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan aspek teknis. Kandang sapi perah di Kabupaten Karo umumnya ada dibuat permanen maupun semi permanen. Kandang permanen dibuat dengan dinding dan lantai terbuat dari semen sedangkan kandang semi permanen lantai terbuat dari tanah padat atau lantai semen dan dinding terbuat dari bambu. Sarana kandang dan prasarana kandang yang digunakan peternaksapi perah terdiri atas sabit yang digunakan untuk memotong pakan hijauan di lahan. Keranjang sebagai wadah hijauan maupun wadah pakan limbah sayuran. Kaleng susu sebagai wadah susu pada saat pemerahan. Ember sebagai wadah air untuk mencampur pakan komboran. Sekop digunakan untuk membersihkan kotoran sapi. Karung sebagai wadah pakan hijauan maupun pakan komboran. Bak penampung air sebagai tempat penampungan air.
Kewajiban peternak adalah kegiatan atau tindakan yang dilaksanakan oleh peternak guna memenuhi kesepakatan yang telah dibuat bersama dengan KUD Musuk dalam rangka membangun kemitraan bersama. Kewajiban peternak ini antara lain adalah membayar iuran wajib sebagai anggota KUD, menjaga kualitas susu yang dihasilkan, menjual susu yang dihasilkan ke KUD serta selalu mengikuti kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh KUD dalam rangka memenuhi kepentingan bersama. Dari Tabel 3. (Lampiran) dapat dilihat bahwa dari keseluruhan responden, rata-rata telah menjadi anggota KUD Musuk antara 5 sampai dengan 15 tahun dan selalu membayar simpanan wajib sebesar Rp.10.000 untuk setiap bulannya. Rata-rata susu yang dihasilkan sebanyak 39,8 liter per hari dan selalu di jual hanya ke KUD Musuk. Pakan ternak diperoleh secara mandiri karena sampai saat ini KUD Musuk belum menyediakan pakan ternak khususnya konsentrat untuk para anggotanya. Keseluruhan responden menyatakan selalu berusaha untuk menjaga dan bahkan meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan termasuk mematuhi segala aturan yang telah disepakati bersama dengan KUD Musuk. Keseluruhan responden juga menyatakan aktif dalam setiap kegiatan pembinaan yang diselenggarakan KUD Musuk dalam rangka lebih mendayagunakan kemitraan yang telah dibangun khususnya dalam hal teknis budidaya sapi ternak dan meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan.
Sapi adalah salah satu komoditas yang dibutuhkan oleh masyarakat di Indonesia. Dewasa ini para peternak sudah mulai melakukan perdagangan sapi dengan menggunakan teknologi informasi. Perdagangan sapi menggunakan teknologi informasi dewasa ini memiliki beberapa kekurangan dari segi keamanan, kenyamanan dan kehandalan serta rekam jejak transaksi yang kurang baik. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sistem yang mempermudah proses transaksi sehingga tercipta proses perdagangan sapi yang lebih cepat, aman dan murah serta memiliki rekam jejak transaksi. Penelitian ini mengembangkan teknologi berbasis web yang dinamakan Pasarternak menggunakan metode incremental dengan tiga increment. Increment 1 berpusat pada pengembangan fitur yang menunjang peternak dalam memasarkan sapi. Increment 2 berpusat pada pengembangan rekam jejak transaksi dan keranjang belanja. Increment 3 berpusat pada pengembangan fitur notifikasi dan testimoni. Dengan terimplementasinya sistem ini, telah tercipta sistem yang mendukung perdagangan sapi yang lebih murah dan cepat karena tidak perlu melalui banyak perantara serta lebih aman dengan adanya verifikasi pengguna. Dengan adanya rekam jejak pengguna dapat melacak setiap transaksi.
2) Pemerintah perlu memberdayakan para peternaksapi lewat peningkatan kapasitas pengetahuan praktis peternak untuk dapat mengembangkan sapi secara efisien seperti sekolah lapang, penyuluhan berbasis sektor unggulan yang intensif, pelatihan-pelatihan tematik terkait teknologi produksi dan pemasaran serta percontohan (demonstrasi plot) pada sentra-sentra pertumbuhan, sehingga dapat menghasilkan sapi yang memiliki mutu dan kualitas yang baik untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining power) yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dari rumah tangga peternaksapi secara bertahap.
Guna menguji hipotesis pertama yang menyatakan bahwa dinamika kelompok peternaksapi perah tinggi ataupun rendah dapat melalui perhitungan skor pada unsur-unsur dinamika kelompok dilakukan dalam analisis deskriptif kuantitatif. Menurut Ibrahim (2002), untuk melakukan analisis terhadap dinamika kelompok pada hakekatnya dapat dilakukan melalui dua macam pendekatan, yaitu pendekatan psiko-sosial serta pendekatan sosiologis. Pendekatan psiko-sosial digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok itu sendiri. Analisis dinamika kelompok dengan pendekatan psiko- sosial dimaksudkan untuk melakukan kajian terhadap segala sesuatu yang akan berpengaruh terhadap perilaku anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan demi tercapainya tujuan kelompok. Unsur-unsur dinamika kelompok dalam pendekatan psiko-sosial yaitu: tujuan (group goals), struktur (group structure), fungsi tugas (task function), pemeliharaan dan pengembangan kelompok (group building and maintenance), kesatuan kelompok (group cohesiveness), suasana kelompok (group atmosphere), tekanan dan tegangan yang dialami kelompok (group pressure), efektivitas kelompok (group effectiveness) dan maksud terselubung (hidden agenda).
Kristianto (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Karakteristik Peternak Mitra dengan Keberhasilan Usaha Penggemukan SapiPeternak Mitra (studi kasus peternak mitra sapi potong UD Rahmad alam Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara)” menyatakan bahwa pola kemitraan sapi potong UD Rahmad Alam tergolong sebagai pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Latar belakang perusahaan menerapkan kemitraan adalah karena keterbatasan lahan dan jumlah kandang, sementara peternak mitra karena keterbatasan modal untuk membeli sapi. Tujuan perusahaan menerapkan kemitraan adalah untuk memenuhi permintaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sementara peternak mitra bertujuan untuk mendapatkan tambahan penerimaan dan perantara menjadi peternak mandiri. Ketentuan umum sistem kemitraan sapi potong UD Rahmad Alam adalah perusahaan berperan menyediakan sapi bakalan, menanggung kegiatan transportasi, menanggung risiko kematian sapi, memberikan nota pemotongan sapi, dan mendapatkan 40 atau 45 persen keuntungan. Peternak mitra berperan menyediakan kandang, menyediakan rumput dan sarana pemeliharaan, mendapatkan keuntungan penjualan sebesar 60 atau 55 persen, dan mendapatkan nota penjualan atau pemotongan sapi.