Bentuk tariGambyong Tayub terdiri dari gerak, tata rias dan busana, property, tempat pentas, tata lampu, dan iringan musik. Gerak dalam TariGambyong Tayub memiliki 36 ragam gerak yang dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu bagian I (pembuka), bagian II (inti), dan bagian III (penutup). Musik TariGambyong Tayub terinspiransi dari gendhing-gendhing tayub khas Blora, sedangkan liriknya menggunakan Bahasa Jawa agar mudah diterima oleh masyarakat luas. Pemusik yang memainkan alat musik berjumlah 8 orang. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi TariGambyong Tayub diantaranya gong, kenong, kendhang, kempul, peking, saron, drum dan simbal. Tata rias yang digunakan yaitu menggunakan rias cantik atau rias korektif (corrective make up). Kostum atau busana yang digunakan dalam TariGambyong Tayub yaitu kemben, jarit, dan sampur kupu tarung, sanggul jawa, dengan aksesoris anting-anting, gelang, dan kalung.Tempat pentas atau pertunjukan TariGambyong Tayub biasanya dilakukan di tempat terbuka maupun tertutup tergantung sesuai acara yang diselenggarakan.
Peneliti sebelum melakukan penelitian tentang kajian estetis koreografis TariGambyong Retno Kusumo di sanggar Soerya Soemirat Kota Surakarta mengkaji penelitian terdahulu, sehingga peneliti dapat menentukan sudut pandang yang berbeda dari peneliti yang sebelumnya serta digunakan sebagai acuan dan referensi, antara lain : Acintya Jurnal Penelitian Seni Budaya Institut Seni Indonesia tahun 2009. Judul Estetika TariGambyong Solo Minulya Karya S.Maridi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) bagaimana keindahan itu terjadi, 2) dimana letak keindahan TariGambyong Solo Minulya. Hasil penelitian ini adalah mengkaji tentang estetika atau keindahan yang ada didalam TariGambyong Solo Minulya dan nilai-nilai keindahan yang berada di dalam tarian tersebut.
Pada tahun 1972 S. Ngaliman menyusun tariGambyong Pareanom yang berpijak pada tariGambyong Pareanom susunan Nyi Bei Mintoraras. Tujuan S. Ngaliman menyusun tariGambyong Pareanom adalah untuk dapat ditampilkan dan dipelajari di masyarakat luas, dikarenakan tariGambyong Pareanom susunan Nyi Bei Mintoraras lebih terbatas di lingkungan Mangkunegaran. Selain itu S. Ngaliman juga menggarap sekaran-sekaran baru diantaranya sekaran ulap-ulap tawing dan gerak nacah miring. Perbedaan susunan yang paling mudah diamati pada awal dan akhir sajian tari tersebut. Apabila tariGambyong Pareanom susunan Nyi Bei Mintoraras menggunakan sembahan, sedangkan tariGambyong Pareanom susunan S. Ngaliman menggunakan srisig kanan untuk mengawali dan mengakhiri tarian.
Fokus Pandangan : Ekspresi wajah pada TariGambyong berbeda dengan ekspresi wajah tari putri pada umumnya yaitu digarap sumeh(pandangan mata yang didasari ungkapan bahagia yang muncul dari dalam). Tari tradisional Jawa pada umumnya, terutama pada tari putri, mimik wajah atau ekspresi wajah kurang banyak ditampilkan, karena semakin banyak pergantian ekspresi yang ditunjukan melalui wajah, semakin banyak hal-hal yang bersifat dangkal. Maka ekspresi wajah yang digunakan adalah tajam dengan polatan (arah pandangan) datar. Garis : Penggarapan pola lantai TariGambyong biasanya dilakukan pada peralihan atau pergantian rangkaian gerak. Hal ini dilakukan pada saat penari melakukan perpindahan tempat dengan gerak penghubung (misalnya srisig, kengser, magak). Garap pola lantai pada TariGambyong biasanya mempertimbangkan jumlah penari, rangkaian gerak yang dilakukan, kemampuan penari, bentuk gawang, dan ruang tempat pentas.
Saat ini hampir semua orang mengenal robot. Ada banyak jenis robot yang sudah popular, salah satunya adalah robot humanoid. Robot juga dapat membantu mengatasi tugas manusia yang berat, bahaya, dan kaotor, seperti di bidang produksi, bidang pertambangan, bidang hiburan, dan sebagainya. Pada tugas akhir ini, penulis ingin mengkolaborasikan robot humanoid dengan tarian tradisional di Indonesia. Penulis ingin memperkenalkan tarian tradisional yang ada di Indonesia dan meningkatkan cinta tanah air karena Indonesia memiliki banyak jenis tarian tradisional tetapi banyak orang Indonesia yang tidak mengetahui tarian-tarian tradisional bahkan mereka tidak suka tarian tradisional melainkan mereka lebih suka tarian modern. Tarian yang digunakan oleh penulis yaitu TariGambyong yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Kendali utama robot setelah robot diaktifkan adalah ada atau tidaknya suara yang masuk ke sensor suara. Ketika suara musik pengiring TariGambyong dimainkan, maka robot akan melakukan gerakan tari dimulai dengan salam (sembah pembuka). Kemudian robot akan melakukan tarian selanjutnya dan ketika suara musik pengiring dihentikan sejenak, maka robot akan berhenti dalam keadaan pause, sehingga ketika musik pengiring kembali dimainkan, maka robot akan melanjutkan gerakan tarian, bukan mengulangi dari awal (reset).
Hasil penelitian yang didapat berupa profil penari yaitu Dwi Setyo Utomo, Endang Sukardi dan Purwanto dilihat dari segi sosial menjadi lebih terkenal dan dihargai, dari segi ekonomi perekonomian Dwi Setyo Utomo, Endang Sukardi dan Purwanto meningkat, dari segi psikologi mereka mempunyai kelainan genetik sejak kecil sehingga menjadikan Dwi Setyo Utomo, Endang Sukardi dan Purwanto menjadi seorang travesti. faktor pendukung dapat dilihat dari adanya pelaku kesenian tarigambyong yaitu penari dan pengrawit, adanya regenerasi penerus pelaku tarigambyong laki-laki Sedap Malam, sarana alat musik gamelan dan tingginya antusias masyarakat yang menonton pertunjukan tari, sedangkan faktor penghambat meliputi psikologi yaitu perbedaan sifat penari serta lingkungan waria luar yang tidak mendapatkan pembinaan kadang membuat pengaruh tidak baik.
khususnya Jawa Tengah. Tarigambyong merupakan hasil dari perpaduan tari rakyat dan tari keraton. Asal mula kata ‘Gambyong’ awalnya merupakan nama dari seorang waranggana atau wanita yang terpilih (wanita penghibur) yang mana pandai serta piawai dalam membawakan tarian indah serta lincah. Nama lengkap dari waranggana tersebut di atas ialah Mas Ajeng Gambyong. Awal mula, tarigambyong ini hanya sebagai bagian tari tayub atau dapat disebut tari taledhek. Istilah taledhek ini digunakan juga sebagai penyebut penari taledhek, penari tayub, serta penari gambyong. Sejarah dari TariGambyong yang berasal dari Jawa Tengah tersebut juga bisa diartikan sebagai tarian yang bersifat tunggal yang dapat dilakukan oleh wanita atau penari yang memang dipertunjukkan sebagai permulaan dari penampilan tari atau bisa disebut pesta tari. Gambyongan sendiri mempunyai arti golekan atau ‘boneka terbuat dari kayu’ dan menggambarkan wanita yang menari dalam pertunjukan suatu wayang kulit saat penutupan.
Perancangan Robot Humanoid pada Tugas Akhir ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi dalam perancangan robot humanoid yang efektif dan efisien serta membantu memahamkan mahasiswa khususnya jurusan Teknik Elektro UMS terhadap sistem kendali robot humanoid dan kecerdasan buatan pada robot. Diharapkan pula perancangan Robot Humanoid Penari gambyong ini bisa menjadi media untuk menyampaikan seni TariGambyong melalui teknologi kepada dunia luar.
Pada tugas akhir ini, akan dibuat suatu rancangan robot humanoid dengan dua puluh satu DOF (degree of freedom) / derajat kebebasan berbasis Mikrokontroler ATmega8535. Robot akan melakukan gerakan tari yaitu TariGambyong berdasarkan input suara yang masuk ke sensor suara.
Tari Serimpi Fungsi dari tari Serimpi Yogyakarata adalah tari yang ditujukan untuk menghibur raja di kesultanan keraton Yogyakarta pada masa dahulu. Namun, sekarang tari ini juga bisa disaksikan oleh wisatawan yang berkunjung ke keraton. Selain itu, tari ini juga biasa dipentaskan saat upacara adat di keraton.
Selain berperan sebagai sarana ritual, tari kelompok Nusantara pun mempunyai peranan sebagai sarana hiburan pribadi. Pada awalnya, penikmat tari umumnya kaum pria. Kenikmatan seorang penikmat adalah apabila ia bisa menari bersama pasangan yang cocok, yang biasanya seorang penari wanita. Di Papua kita kenal tari Mapia, Gale-gale, Yosim, dan Pancar. Di Nusa Tenggara Barat terdapat tari Gandrung. Di Bali yang banyak dikenal masyarakat adalah tari Gandrung dan Joget, yang lazim juga disebut Joget Bumbung karena diiringi oleh ansambel musik bambu. Di Jawa Tengah juga terdapat beberapa tarian seperti Janggrung, Tayub, dan Lengger. Masyarakat Jawa Barat mengenal Ketuk Tilu, Longser, Ronggeng gunung, Bajidoran, Banjet, dan yang paling mutakhir Jaipongan.
Balet berakar pada acara pertemuan para ningrat Italia di masa pencerahan. Selanjutnya, balet dikembangkan dalam ballet de cour, yaitu dansa sosial yang dilakukan bersama musik, pidato, puisi, nyanyian, dekor, dan kostum oleh para ningrat Prancis. Balet kemudian berkembang sebagai bentukan seni tersendiri di Prancis pada masa pemerintahan raja Louise XIV yang sangat mencintai seni tari dan bertekad untuk memajukan kualitas seni tari pada masa itu. Sang raja mendirikan Académie Royale de Danse pada tahun 1661. Pada tahun yang sama, ditampilkan balet komedi karya Jean-Baptist Lully. Bentuk balet awal berupa sebuah seni panggung di mana adegan-adegannya berupa tarian. Lully lalu mendalami balet opera dan mendirikan sekolah untuk mendidik penari balet profesional yang berhubungan dengan Académie Royale de Musique. Di sekolah tersebut, sistem pendidikannya berdasarkan tata krama ningrat.
Tari adalah dalah salah satu jenis gerak selain senam, bela diri, akrobatik, atau pantomime. Sebagai seni, tari memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan seni-seni lain.Seni tari secara umum memiliki aspek-aspek gerak, ritmis, keindahan, dan ekspresi. Selain itu, seni tari memilki unsur-unsur ruang, tenaga, dan waktu.
Perjalanan dan bentuk seni tari di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkup negara kesatuan. Jika ditinjau sekilas perkembangan Indonesia sebagai negara kesatuan, maka perkembangan tersebut tidak terlepas dari latar belakang keadaan masyarakat Indonesia. Pada saat itu, Amerika Serikat dan Eropa secara politis dan ekonomis menguasai seluruh Asia Tenggara, kecuali Thailand. Menurut Soedarsono (1977), salah seorang budayawan dan peneliti seni pertunjukan Indonesia, menjelaskan bahwa, “secara garis besar perkembangan seni pertunjukan Indonesia tradisional sangat dipengaruhi oleh adanya kontak dengan budaya besar dari luar (asing)”. Berdasarkan pendapat Soedarsono tersebut, maka perkembangan seni pertunjukan tradisional Indonesia secara garis besar terbagi atas periode masa pra pengaruh asing dan masa pengaruh asing. Namun apabila ditinjau dari perkembangan masyarakat Indonesia hingga saat ini, maka masyarakat sekarang merupakan masyarakat Indonesia dalam lingkup negara kesatuan. Tentu saja masing-masing periode telah menampilkan budaya yang berbeda bagi seni pertunjukan, karena kehidupan kesenian sangat tergantung pada masyarakat pendukungnya.
Seribu seratus penari meramaikan pergelaran tariGambyong 1.000 penari yang diadakan Paguyuban Guru Tari Indonesia (Pagutri) Surakarta dan Mataya Art and Heritage kemarin. Sajian itu merupakan bentuk perayaan Hari Tari Dunia 2007. Di tempat terpisah, perayaan serupa juga diselenggarakan kalangan sivitas akademika Institut Seni Indonesia (ISI) Solo dengan acara menari 24 jam di kampus Kentingan.
Masa kerajaan ini ditandai oleh masuknya pengaruh luar sebagai unsur asing, antara lain kebudayaan Cina, Hindu-Budha, Islam, dan Barat. Kebudayaan Cina kurang mendapat perhatian oleh para peneliti, karena kemungkinan dasar kepercayaan yang hampir sama dengan masyarakat pribumi, yaitu percaya kepada roh-roh leluhur, sehingga kurang begitu nyata pada perubahan sistem kemasyarakatannya. Barangkali pula karena nenek moyang yang menghuni Indonesia oleh para pakar kebudayaan dikatakan imigran dari daratan Asia, yaitu wilayah Cina bagian Selatan. Pengaruh budaya Cina ini berbeda dengan pengaruh asing lainnya terutama pengaruh Hindu, Islam, dan Barat. Pengaruh ini sangat nyata pada stratiikasi sosial hirarkis yang ditandai dengan adanya sistem kelas sosial, yaitu masyarakat adat atau rakyat dan masyarakat bangsawan atau istana. Sistem ini cukup langgeng dari awal berdirinya kerajaan-kerajaan sekitar abad ke-4 sampai awal abad ke-20. Dengan adanya dua kelas sosial ini maka muncul dua wajah tari yang disebut tari rakyat dan tari istana atau tari klasik.
Masa kerajaan ini ditandai oleh masuknya pengaruh luar sebagai unsur asing, antara lain kebudayaan Cina, Hindu-Budha, Islam, dan Barat. Kebudayaan Cina kurang mendapat perhatian oleh para peneliti, karena kemungkinan dasar kepercayaan yang hampir sama dengan masyarakat pribumi, yaitu percaya kepada roh-roh leluhur, sehingga kurang begitu nyata pada perubahan sistem kemasyarakatannya. Barangkali pula karena nenek moyang yang menghuni Indonesia oleh para pakar kebudayaan dikatakan imigran dari daratan Asia, yaitu wilayah Cina bagian Selatan. Pengaruh budaya Cina ini berbeda dengan pengaruh asing lainnya terutama pengaruh Hindu, Islam, dan Barat. Pengaruh ini sangat nyata pada stratiikasi sosial hirarkis yang ditandai dengan adanya sistem kelas sosial, yaitu masyarakat adat atau rakyat dan masyarakat bangsawan atau istana. Sistem ini cukup langgeng dari awal berdirinya kerajaan-kerajaan sekitar abad ke-4 sampai awal abad ke-20. Dengan adanya dua kelas sosial ini maka muncul dua wajah tari yang disebut tari rakyat dan tari istana atau tari klasik.
Abstract: The article discusses nyadran celebration in the village of Jambe Gemarang Kedunggalar Ngawi with a humanistic psychology’s Carls Rogers. The community welcomes the enthusiasm for nyadran, because the event has meaning for abangan community in carrying out the ritual. The enthusiasm of the community with the preparation of ritual ritual: gambyong dance complete with sinden (handlebar), tumpeng, cleansing, offerings and drinks. The purpose of nyadran is for the safety and well-being of the village community of Jambe Gemarang. The humanistic psychology of Carls Rogers contributes to analyzing the implementation of nyadran in building relationships or communications among citizens. The community’s belief in rituals is significant, in particular the belief in sendang as a source of springs and large trees. The behavior of the people who believe in the ritual nyadran image of people who love local traditions and have a personality organism against the positive potentials of the community Jambe Gemarang. The nyadran ritual gives birth to a mature personality and a form of self-actualization of a prosperous society and has the pride of the nyadran tradition as (selfregard) formed from its experiences.