Latar belakang dari ucapan itu ialah bahwa sejak pertemuan mereka di Bogor pada tanggal 2 Oktober 1965 setelah meletusnya pemberontakan G-30-S/PKI. Antara Presiden Soekarno dengan Letjen Soeharto terjadi perbedaan pendapat mengenai kunci bagi usaha meredakan pergolakan politik saat itu. Menurut Letjen Soeharto, pergolakan rakyat tidak akan reda sebelum rasa keadilan rakyat dipenuhi dan rasa ketakutan rakyat dihilangkan dengan jalan membubarkan PKI yang telah melakukan pemberontakan. Sebaliknya Presiden Soekarno menyatakan bahwa ia tidak mungkin membubarkan PKI karena hal itu bertentangan dengan doktrin Nasakom yang telah dicanangkan ke seluruh dunia. Dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya perbedaan paham itu tetap muncul. Pada suatu ketika Soeharto menyediakan diri untuk membubarkan PKI asal mendapat kebebasan bertindak dari Presiden. Pesan Soeharto yang disampaikan kepada ketiga orang perwira tinggi yang akan berangkat ke Bogor mengacu kepada kesanggupan tersebut.
Melalui penataran P4 itu, pemerintah juga memberikan penekanan pada masalah “suku”, “agama”, “ras”, dan “antargolongan” (SARA). Menurut pemerintah Orde Baru, “sara” merupakan masalah yang sensitif di Indonesia yang sering menjadi penyebab timbulnya konflik atau kerusuhan sosial. Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan SARA. Secara tidak langsung masyarakat dipaksa untuk berpikir seragam; dengan kata lain yang lebih halus, harus mau bersikap toleran dalam arti tidak boleh membicarakan atau menonjolkan perbedaan yang berkaitan dengan masalah sara. Meskipun demikian, akhirnya konflik yang bermuatan SARA itu tetap tidak dapat dihindari. Pada tahun 1992 misalnya, terjadi konflik antara kaum muslim dan nonmuslim di Jakarta (Ricklefs, 2005: 640). Demikian pula halnya dengan P4. Setelah beberapa tahun berjalan, kritik datang dari berbagai kalangan terhadap pelaksanaan P4. Berdasarkan pengamatan di lapangan banyak peserta penataran pada umumnya merasa muak terhadap P4. Fakta ini kemudian disampaikan kepada presiden agar masalah P4 ditinjau kembali.
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional. Lahirnya reformasi oleh karena pemerintah Orde Baru yang sebelumnya berjalan secara otoriter dan sentralistik yang tidak memberikan ruang demokrasi dan kebebasan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Gerakan Reformasi diawali ketika Presiden Soeharto meletakan jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Mengapa? Padahal ia merupakan penguasa Orde Baru yang dapat bertahan 32 tahun lamanya. Proses kejatuhan Orde Baru telah tampak ketika Indonesia mengalami dampak langsung dari krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia. Ketika krisis ini melanda Indonesia, nilai rupiah jatuh secara drastis, dampaknya terus menggerus di segala bidang kehidupan, mulai dari bidang ekonomi, politik dan sosial. Tidak sampai menempuh waktu yang lama, sejak pertengahan tahun 1997, ketika krisis moneter melanda dunia, bulan Mei 1998, Orde Baru akhirnya runtuh. Krisis moneter membuka jalan bagi kita menuju terwujudnya kehidupan berdemokrasi yang sehat, yang selama ini terkukung oleh sistem kekuasaan Orde Baru yang serba menguasai semua sisi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Landasan pokok keempat adalah sistem nilai dan ideologi. Ideologi bangsa adalah yang bersifat positif integratif karena didasarkan pada nilai- nilai dasar yang telah dikenal dan berkembang sejak lama di seluruh masyarakat Indonesia. Pancasila bukan hanya ideologi nasional, tetapi juga kepribadian serta pandangan hidup bangsa, dan dasar negara Indonesia. Pancasila merupakan sumber tertib hukum bagi negara Republik Indonesia. Masyarakat Indonesia adalah mejemuk dan bersifat kompleks. Untuk membuat suatu konsensus atau sebuah kesepakatan dalam masyarakat yang demikian itu tidaklah mudah. Faktor-faktor yang menentukan dalam hal ini adalah antara lain kesadaran identitas nasional, nilai-nilai yang dapat dikompromikan dan tingkah laku yang dapat diramalkan, serta peranan dari para elit sangat menentukan. Itulah sebabnya maka penyebarluasan P-4 dilakukan secara intensif dan kontinyu. Berkenaan dengan itu masalah pokok yang dihadapi adalah perubahan sikap dan perilaku masyarakat akan selalu tertinggal apabila dibandingkan dengan perubahan-perubahan dibidang politik dan ekonomi yang sering menimbulkan persoalan struktural. Apabila yang demikian itu terjadi, maka perubahan-perubahan nilai dapat merupakan ancaman bagi Pancasila. Hal ini lebih menggarisbawahi bagi pentingnya usaha penyebarluasan P-4 dalam rangka pelestarian Pancasila.
Hubungan antara presiden dan DPR semakin memanas seiring dengan ancaman presiden terhadap DPR. Jika DPR melanjutkan niat mereka untuk menggelar Sidang Istimewa MPR, maka presiden akan mengumumkan keadaan darurat, mempercepat penyelenggaraan pemilu yang bermakna pula akan terjadi pergantian anggota DPR, dan memerintahkan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan hukum terhadap sejumlah orang tertentu yang dianggap menjadi tokoh yang aktif menyudutkan pemerintah. Situasi ini juga meningkatkan ketegangan para pendukung presiden dan pendukung sikap DPR di tingkat akar rumput. Ribuan pendukung presiden terutama yang tinggal di kota-kota di Jawa Timur melakukan aksi menentang diadakannya Sidang Istimewa MPR yang dapat menjatuhkan Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan. Aksi ini berujung pada perusakan dan pembakaran berbagai fasilitas umum dan gedung termasuk kantor cabang milik sejumlah partai politik dan organisasi massa yang dianggap mendukung DPR untuk mengadakan Sidang Istimewa MPR.
Pada tahun 1949 kaum komunis mulai berkuasa, segala bentuk kegiatan ekonomi diluar jalur resmi dalam skala kecil apapun, dianggap sebagai kegiatan diluar hukum dan mendapat cap sebagai “ekor kapitalis”. Dalam hal penguasaan pemerintah atas segala kegiatan ekonomi masyarakat ini pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) terutama pada masa Mao Zedong (1949-1976) bertindak lebih ekstrim. Bukan hanya kegiatan ekonomi saja yang diatur pemerintah, tetapi segala macam kehidupan masyarakat di Cina. Sistem ini lebih diperketat lagi pelaksanaanya dengan berlakunya hukum besi “politik sebagai panglima” yang ditekan oleh Mao Zedong sebagai pendiri RRC dan seorang yang revolusioner. Dalam hal ini ia berpendapat bahwa yang paling terpenting dalam kehidupan Rakyat Cina adalah “kesadaran politik yang benar” hanya dengan kesadaran politik yang benar itulah tugas bisa dijalankan dengan benar. Tetapi terlepas dari hal itu bahwa masa kepemimpinannya tidak berjalan dengan benar, terlalu mementingkan politik dan menelantarkan pembangunan ekonomi. 11
Landasan politik Nefo Oldefo adalah pembagian kekuatan politik dunia yaitu Old Established Forces (Oldefo) dan New Emerging Force (Nefo). Indonesia sebagai negara yang anti kapitalis termasuk dalam Nefo bersama dengan negara- negara komunis. Hubungan antara Indonesia dengan Amerika Serikat dan negara Blok Barat lainnya pada waktu itu semakin renggang, karena Blok Barat bersifat pasif terhadap masalah pembebasan Irian Barat. Sikap anti Barat juga berkembang ke masalah Malaysia. Sebaliknya, hubungan Indonesia dengan Blok Timur semakin erat, karena Uni Soviet memberikan kredit kepada Indonesia dalam pembelian senjata dan perlengkapan angkatan perang. Selain itu, Indonesia juga mengadakan hubungan bilateral dengan negara-negara penganut komunis. Misalnya, dengan dibukanya Poros Jakarta - Peking (Indonesia dan RRC) dan Poros Jakarta - Pnom Penh - Hanoi - Peking - Pyongyang (Indonesia - Kamboja - Vietnam Utara - RRC - Korea Utara).
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sripsi yang berjudul “Kebijakan Asimilasi Etnis Tionghoa Pada Masa Orde Baru Tahun 1996-1998”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas jember.
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sripsi yang berjudul “Kebijakan Asimilasi Etnis Tionghoa Pada Masa Orde Baru Tahun 1996-1998”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas jember.
sosial masyarakat Indonesia. Pegawai negeri (termasuk pegawai BUMN), baik sipil maupun militer diharuskan mengikuti penataran P4. Kemudian para pelajar, mulai dari sekolah menengah sampai Perguruan Tinggi, juga diharuskan mengikuti penataran P4 yang dilakukan pada setiap awal tahun ajaran atau tahun akademik. Melalui penataran P4 itu, pemerintah juga memberikan penekanan pada masalah “suku”, “agama”, “ras”, dan “antargolongan”, (Sara). Menurut pemerintah Orde baru, “sara” merupakan masalah yang sensitif di Indonesia yang sering menjadi penyebab timbulnya konflik atau kerusuhan sosial. Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan Sara. Secara tidak langsung masyarakat dipaksa untuk berpikir seragam; dengan kata lain yang lebih halus, harus mau bersikap toleran dalam arti tidak boleh membicarakan atau menonjolkan perbedaan yang berkaitan dengan masalah sara. Meskipun demikian, akhirnya konflik yang bermuatan sara itu tetap tidak dapat dihindari. Pada tahun 1992 misalnya, terjadi konflik antara kaum muslim dan non muslim di Jakarta (Ricklefs, 2005: 640).
This thesis entitled "Development Period Political System Reform in Indonesia (Study on Electoral Systems New Order to Reform Year 1997-2009)". A primary issue in this thesis is "How to Change Electoral Systems from New Order to Reform in Indonesia?".Of these problems, then described in a descriptive-analytic about the general picture general election in Indonesia, the process of holding elections in the New Order government, the process of election of the Reformation, and the comparison of the electoral system New Order with the electoral system during the Reformation. The method used in this study is the historical method which involves collecting the collection of sources, source criticism, and historiography interpretation. The results of this study indicate that during the New Order government, every election held, ie from 1971 until 1997, when viewed in general have the same pattern. General elections were held in 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 and 1997 using the same electoral system is a closed list proportional system. Then the participants can be chosen by the public in general elections the same amount, the three organizations. Only in the 1971 general elections that have different participants. In addition, there are no major differences in the procedures and processes of the organization in any elections. Even to produce the same winner. Only in the first general election of the Reformation in 1999 there were significant changes, the number of participants that can be chosen jumped from three to 48 participants. This is a good change, because the government does not curb further growth of the organization and freeing him to participate in elections. But unfortunately there is a change in role in the election system. Changes to the new electoral system occurs in the general election in 2004, using an open list proportional system and continue to be used in the general election in 2009. The reason for this change is caused by people's desire to change the government at that time to be authoritarian and then with the change of rulers in the government, the political stance taken starting in change, including the holding of elections. In addition, the amendment of the 1945 Constitution legally change the electoral system in Indonesia. The result is expected to increase sources of literature on the general election in Indonesia.
rintah menaruh kecurigaan yang berlebihan terhadap pergerakan umat Islam dengan menuding umat Islam berkepentingan mendirikan negara Islam atau ideologi Islam. Umat Islam berada di posisi yang tidak menguntungkan untuk menyalurkan aspirasi politiknya melalui wadah partai politik. Fungsi partai politik tidak lebih kuat dibanding fungsi ormas. Oleh sebab itu, orientasi sosio-kultural lebih dominan untuk mempengaruhi proses legislasi. Muhammadiyah menggunakan sarana yang lebih efektif, dengan menempuh jalur dia- log kepada Presiden dan elite negara lainnya untuk mempermudah merealisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan secara formal. Efektifitas jalur ini dibuktikan dengan disahkannya UU Perkawin- an 1974 dan penghapusan Aliran Kepercayaan dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara) 1973 dan 1978 (hlm: 465).
Sistempolitik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh sistempolitik negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistempolitik disuatu negara. Seperti halnya sistempolitik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistempolitik di Indonesia selalu mengalami perubahan.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah, rahmat serta hidayah-Nya. Serta junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Dinamika politik Muhammadiyah pada masa Sukarno sampai masa Soeharto pada tahun 1945- 1998 . Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) di Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember.
POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF INDONESIA Kajian Historis Perbandingan Kebijakan Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja dan Ali Alatas sebagai Menteri Luar Negeri Tahun 1966-1998 SKRIPS[r]
TUJUAN PEMBELAJARAN TUJUAN PEMBELAJARAN Dengan mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: mendeskripsikan kembalinya bentuk negara dariRepublik Indonesia Serikat ke Negara Kesa[r]
4. Pada masa Orde Baru pemerintah berhasil merubah kondisi ekonomi negara yang terpuruk disebabkan laju inflasi yang sangat tinggi menjadi kondisi ekonomi yang stabil. Perekonomian Indonesia berada dalam kondisi stabil dan berkembang pesat setelah pemerintah melaksanakan program ekonomi yaitu kebijakan ekonomi jangka pendek dan kebijakan ekonomi jangka panjang.
tidak membuat Ali Moertopo kehilangan posisi dalam kedudukannya sebagai “orang penting”, karena ia kembali dipercaya untuk mengatasi permasalahan Timor Timur. Ali Moertopo berperan aktif sebagai pimpinan delegasi Indonesia dalam pertemuan dengan pihak Portugal untuk membicarakan masa depan Timor Timur. Setidaknya ada dua pertemuan penting antara Indonesia dengan Portugal dimana delegasi Indonesia dipimpin oleh Ali Moertopo, yakni pertemuan di Lisabon pada 14-15 Maret 1974, dan pertemuan di London pada 9 Maret 1975. Dalam pertemuan tersebut Ali Moertopo menyatakan bahwa opsi kemerdekaan penuh bagi Timor Timur merupakan opsi yang tidak relevan karena dua faktor utama, yaitu tidak adanya natural resources dan tidak tersedianya sumber daya manusia (Tim CSIS, 2004: 19). Pernyataan dari Ali Moertopo ini sangat logis karena jika Timor Timur memaksakan diri untuk merdeka secara penuh, maka dikhawatirkan akan masuk suatu kekuatan dari luar yang dapat mengakibatkan terganggunya stabilitas di Timor Timur, lebih luas lagi di Asia Pasifik.
Berikan gambaran krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 dari segi EKONOMI, SOSIAL, DAN POLITIK yang menyebabkan munculnya tuntutan reformasi!. 4.[r]
Dalam gerakan mahasiswa pada tahun 1974 isu yang dibangun oleh mahasiswa mengenai modal asing ke Indonesia dan salah satu investor yang masuk ke Indonesia adalah Jepang. Awal dari aksi demonstrasi mahasiswa setelah melakukan kajian ilmiah seperti diskusi dan seminar mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang program utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi. Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.