yaitu terbunuhnya organisme non target dan membahayakan kesehatan operatornya, maupun secara tidak langsung yaitu terakumulasi dalam tanah dan lingkungan serta mencemarinya. Oleh karena itu, untuk mengurangi persentase kehilangan hasil akibat serangan patogen busukbuahkakao perlu dicari alternatif pengendalian yang efektif, murah, sekaligus aman bagi lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian yang aman adalah menggunakan agens pengendali hayati yaitu jamurTrichodermaspp. Hasil penelitian Imtiaj dan Lee (2008) menunjukkan bahwa Trichoderma dapat mengendalikan Alternaria porri pada bawang merah. Oleh karena itu penggunaan Trichodermaspp. juga diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari
Penelitian dilakukan dalam dua tahap percobaan. Percobaan pertama adalah uji antagonisme beberapa isolat Tricoderma spp. terhadap P. palmivorapenyebabpenyakitbusukbuahkakao secara in vitro. Uji antagonisme ini dilakukan dengan metode kultur ganda atau dual culture method (Mahadtanapuk et al., 2007). Percobaan kedua adalah uji kemampuan penghambatan beberapa isolatTrichodermaspp. terhadap perkembangan gejala penyakitbusuk pada buahkakao akibat P. palmivora di laboratorium. Pada uji ini digunakan dua cara yang dibedakan atas dasar urutan inokulasi dan aplikasi perlakuan. Pada cara pertama, buahkakao sehat didesinfeksi permukaannya menggunakan alkohol 70% dan selanjutnya diinokulasi dengan biakan murni P. palmivora berukuran diameter 5mm dan dibungkus dalam plastik tranparan untuk menjaga kelembaban selama diinkubasi dalam suhu ruang. Setelah 24 jam diinkubasi, permukaan buahkakao disemprot dengan suspensi Trichodermaspp. secara merata. Pada cara yang kedua, inokulasi biakan murni P. palmivora dilakukan setelah buahkakao disemprot terlebih dahulu dengan suspensi Trichodermaspp.
Penyakitbusukbuahkakao (BBK) yang disebabkan oleh jamurPhytophthorapalmivora merupakan salah satu penyakit utama yang dapat mempengaruhi sistem produksi kakao di dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian hasil hingga mencapai 90% terutama pada musim hujan dan pada musim kemarau. Tujuan penelitian untuk mengetahui kemampuan dayahambatjamur A. niger pada berbagai jenis bahan pembawa dan lama penyimpanan terhadap Phytophtora palmivorapenyebabpenyakitbusukbuahkakao. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktorial yakni dengan bahan pembawa dan lama penyimpanan dengan 3 ulangan, faktor 1 : (P0 = kontrol), (P1 = media tepung ketan putih + tepung singkong), (P2 = media tepung singkong), (P3 = media tepung ketan putih + tepung jagung manis), (P4 = media tepung ketan putih), (P5 = media tepung kelapa tua). Faktor 2: (A1 = 1 minggu masa penyimpanan), (A2 = 2 minggu masa penyimpanan), (A3 = 3 minggu masa penyimpanan), (A4 = 4 minggu masa penyimpanan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pembawa tepung ketan putih + tepung jagung manis (P3) dan tepung kelapa tua (P5) dan pada lama penyimpanan A3 (minggu ke-3) lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur P. palmivora. sehingga dapat digunakan sebagai media pembawa untuk mendukung pertumbuhan jamur A. niger.
Pengujian dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, UNTAD. Tablet Trichodermaspp di encerkan ke dalam 10 ml air steril sesuai dengan dosis perlakuan, yakni 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 butir tablet sehingga membentuk suspensi. Suspensi Trichodermaspp (10 ml) bersama suspensi P. palmivora (3 ml) di infestasikan ke dalam 30 g tanah, kemudian di inkubasikan selama 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 hari. Sebanyak 5 g tanah tersebut di masukkan ke dalam lubang yang dibuat pada buahkakao dan diinkubasikan selama 3, 6, 9, 12, 15 dan 18 hari secara seri. Kemudian di amati luas bercak sesuai hari masa inkubasi pada buahkakao. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan (pemberian) tablet Trichodermaspp sebanyak 4 butir ke dalam 10 ml air steril + P. palmivora 3 ml, mempunyai dayahambat tertinggi (99,99%), tetapi tidak berpengaruh nyata dengan perlakuan (pemberian) tablet 5, 6 dan 7 butir.
Busuk teras pada nanas disebabkan oleh jamur Penicillium sp. yang merupakan salah satu jamur tanah. Jamur ini menginfeksi tanaman melalui lubang alami yang terjadi dari bekas potongan tangkai buah. Patogen ini awalnya berada dalam keadaan istirahat selama buah masih dalam pertumbuhan dan baru aktif kembali setelah buah memasuki proses pemasakan. Jamur ini menyebabkan busuknya dinding saluran madu dan teras (hati) dari buah dan dari luar gejala berupa pembusukan yang berwarna coklat dengan bentuk tidak teratur dan sangat lunak. Ketika buah dibelah, pembusukan terjadi dari dekat permukaan dan meluas ke aras teras (Martoredjo,1984).
Jamur P. palmivora dapat menyerang berbagai macam tanaman. Meskipun demikian, belum diketahui dengan pasti apakah jamur dari berbagai tanaman tadi dapat menimbulkan penyakit pada kakao. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sumber inokulum selalu ada. Namun yang dianggap sebagai sumber inokulum yang paling penting adalah tanah. Berbagai usaha pernah dilakukan untuk mengendalikan P. palmivora yang terdapat dalam tanah, tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan. Griffin (1981 dalam Semangun, 2000) mengatakan bahwa jamur bertahan dalam akar-akar kakao meskipun akar tidak menunjukkan gejala penyakit.
Pengendalian penyakitbusukbuah yang telah dipraktekkan di lapangan seringkali memberikan hasil yang tidak konsisten karena perkembangan penyakit di lapangan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: (i) Pertanaman kakao dibudidayakan di daerah yang mempunyai kondisi iklim cocok untuk perkembangan penyakitbusukbuah, (ii) Tanaman kakao yang diusahakan pada umumnya mempunyai ketahanan sedang sampai rendah, (iii) Perkembangan sejak penyerbukan hingga panen kakao memerlukan waktu antara 5,0-5,5 bulan, (iv) P. palmivora dapat menyerang semua organ kakao dan serangan pada buah terjadi pada semua tahap pertumbuhannya, (v) Inokulum P. palmivora banyak ditemukan di lapangan sehingga pada kondisi lingkungan yang optimum untuk perkembangannya, serangan patogen busukbuah dapat terjadi sepanjang tahun, (vi) P. palmivora diketahui mempunyai banyak tanaman inang. Dengan kondisi agroekosistem yang sangat sesuai tersebut sangat dimungkinkan patogen P. palmivora di daerah sentra produksi kakao di Indonesia akan menghasilkan tingkat patogenisitas yang berbeda. Hal ini semakin menambah sulitnya pengendalian secara umum terhadap patogen tersebut. Oleh karena itu diperlukan informasi isolat-isolat dari daerah yang berbeda pada sentra kakao di Indonesia untuk dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. Berbagai hal tersebut menjadi penguat perlunya pengembangan metode pengendalian penyakitbusukbuahkakao yang efektif di lapangan.
spesies dari genus Phytophthora pada pertanaman kelapa maupun kakao menjadi ancaman akan munculnya progeni baru P. palmivora yang lebih virulen dan dapat meningkatkan epidemik. Kekuatiran ini menjadi tidak berlebihan karena banyak epidemik penyakit yang disebabkan oleh Phytophthora telah terjadi di luar negeri, seperti penyakit hawar daun pada tanaman kentang yang diakibatkan masuknya tipe kawin A2 dari P. infestans. Perubahan inang dari P. palmivora juga terjadi pada kelapa Dalam di Sulawesi Utara. Semula serangan penyakitbusuk pucuk oleh P. palmivora yang terjadi di Sulawesi Utara sejak masuknya tanaman kelapa Hibrida PB121. Sampai dengan tahun 1997 hampir sebagian besar tanaman kelapa Hibrida mati terserang penyakitbusuk pucuk kelapa. Setelah periode tersebut laporan kejadian penyakitbusuk pucuk kelapa semakin menurun karena tanaman kelapa Hibrida banyak yang mati dan petani tidak menanam lagi kelapa hibrida tetapi menggantikannya dengan kelapa Dalam Lokal. Pada tahun 2005 mulai ada laporan serangan penyakitbusuk pucuk pada populasi tanaman kelapa Dalam di Minahasa Selatan (Sulawesi Utara), yang dapat membuktikan adanya perubahan virulensi dari patogen P. palmivora yang semula menyerang kelapa Hibrida kini menyerang kelapa Dalam yang sebelumnya tergolong tahan terhadap patogen tersebut.
Propinsi Sulawesi Tengah. Dengan cara mengambil buahkakao yang terinfeksi kemudian mengisolasi jamur P. palmivora. Sebelum jamur P. palmivora diinokulasikan pada buahkakao sehat terlebih dahulu permukaan buah dicuci menggunakan air hingga benar-benar bersih (Susilo dan Anitasari, 2014) dan disterilkan menggunakan alkohol 70% (Hafsah, 2015). Selanjutnya bagian buah dilubangi menggunakan alat pelubang berdiameter 5 mm yang telah disterilkan sedalam 5 mm, pada 2 posisi sejajar. Kemudian diinokulasi P. palmivora dan lubang ditutup menggunakan kapas yang dibasahi aquadest steril kemudian direkatkan dengan selotip. Selanjutnya buahkakao dibungkus dengan kertas tissue dan plastik transparan guna menjaga kelembaban, kemudian dilanjutkan dengan proses inkubasi selama 7 hari.
bahwa biji kakao lindak masak penuh memiliki aktivitas antioksidan terbesar yaitu 86,4% dan terendah dimiliki oleh biji kakao terserang P. palmivora berat yaitu 72,8%. Secara keseluruhan aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh buah yang terserang P. palmivora masih cukup tinggi yaitu antara 72,8 – 85,1%. Hasil pengekstrakan polifenol menghasilkan ekstrak terbanyak pada biji kakao edel masak penuh yaitu 15,8% dan terkecil pada buah terserang P. palmivora berat yaitu 4,8%. Pada pengamatan berat buah dan berat biji basah, buah edel masak penuh mempunyai berat tertinggi yaitu 964,5 g dan berat bijinya 210 g, sedangkan berat buah terkecil dimiliki buah edel muda umur 90 – 100 hari yaitu 316,4 g dan berat biji basah terkecil pada buah terserang P. palmivora berat yaitu 127,7 g. Selanjutnya pada pengamatan kadar kulit dan rendemen keping biji didapatkan kadar kulit terbesar pada buah terserang P. palmivora berat yaitu 55,5% dan menghasilkan rendemen keping biji paling sedikit yaitu 44,5%, sedangkan kadar kulit terkecil dimiliki oleh kakao lindak masak yaitu 14,4% dan rendemen keping bijinya paling besar yaitu 85,6%. Untuk pengamatan kadar lemak dan rendemen bubuk bebas lemak didapatkan bahwa biji kakao lindak masak penuh memiliki kadar lemak tertinggi yaitu 51,5% dan rendemen bubuk bebas lemaknya paling sedikit yaitu 48,5%, sedangkan buah terserang P. palmivora ringan memiliki kadar lemak terkecil yaitu 41,6% sehingga menghasilkan rendemen bubuk bebas lemak paling besar yaitu 58,4%. Untuk pengamatan warna didapatkan bahwa warna yang dominan pada kakao edel adalah kuning dan memiliki derajat warna keputihan paling tinggi. Sedangkan kakao lindak memiliki warna dominan merah dan derajat keputihannya kecil, begitu juga dengan buah yang terserang P. palmivora. Untuk intensitas warna, pada kakao edel semakin matang semakin naik. Sebaliknya pada kakao lindak dan terserang P. palmivora semakin turun. Pada pengamatan kenampakan buah dan biji kakao didapatkan bahwa pada buah yang terserag P. palmivora terdapat bercak kecoklatan pada buah dan semakin melebar seiring dengan semakin beratnya serangan, sedangkan biji didalamnya menjadi menyusut dan berwarna kecoklatan juga.
Saat ini, alternatif pengendalian yang menjanjikan dan sedang banyak diteliti adalah memanfaatkan hubungan antara mikroorganisme dengan tanaman sebagai inangnya. Pada umumnya tumbuhan dikolonisasi oleh beragam mikroorganisme, berada di atas permukaannya atau masuk ke dalam jaringan inang. Cendawan endofit, yaitu cendawan yang hidup di dalam jaringan inang tetapi tidak menimbulkan gejala penyakit pada inangnya, diduga merupakan mikroorganisme yang paling banyak sebagai pengkoloni inang (Schulz & Boyle 2005). Bahkan cendawan endofit di daerah tropis dikatakan sebagai hyperdiverse, keragamannya sangat tinggi (Arnold et al. 2000). Cendawan endofit dicirikan dengan mengkolonisasi jaringan inang tanpa menimbulkan gejala penyakit (Wilson 1995). Selain pada Gramineae, cendawan ini juga ditemukan dalam keragaman dan populasi yang tinggi pada tumbuhan pohon/berkayu (Johnston 1998; Arnold et al. 2001; Gamboa et al. 2002). Cendawan endofit dapat ditransmisikan secara vertikal dari biji ke bagian tanaman lainnya atau secara horizontal dari tanaman satu ke tanaman lainnya. Cendawan endofit dapat meningkatkan ketahanan inangnya terhadap lingkungan yang tidak mendukung dengan cara menginduksi ketahanan inang atau memproduksi metabolit sekunder yang menekan perkembangan patogen. Di lain pihak cendawan endofit mendapatkan makanan dari inang dan terlindung dari pencucian karena hujan atau angin karena berada di dalam jaringan inang.
Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) is an analysis technique for genetic variations of plant pathogen, which is known quite efficienty, ac- curate and informative. RAPD analysis was used to differentiate isolates of Phytophthorapalmivora collected from 6 main cocoa growing provinces in In- donesia, namely North Sumatera, Lampung, West Java, East Java, South Sulawesi and Southeast Sulawesi. These 20 isolates of P. palmivora showed high ge- netic similarity ranging from 88% to 98%. This result showed that there is a chance of developing of new strains of the P. palmivora of pod rot pathogen of cocoa in the future is very low, among 2% till 12%.
Tujuan penelitian adalah menguji potensi isolat-isolatTrichoderma hasil isolasi dan mendapatkan isolat terbaik dalam menekan perkembangan penyakit Panama pada bibit Pisang yang disebabkan oleh Fusarium Oxysporum f.sp. cubense in planta. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 34 perlakuan (isolat-isolatTrichoderma hasil isolasi) dengan 3 ulangan. Perlakuannya adalah : P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, S1, S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8, S9, S10, S11, S12, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9, T10, T11, T12 dan K (kontrol).
Silalahi, N. R. 2008. Inventarisasi Fungi Patogen pada Daun Bibit Tanaman Eucalyptus spp. (Studi Kasus di Pembibitan PT.Toba Pulp Lestari Porsea Sumatera Utara). Departemen Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Tidak Dipublikasikan.
Buah Lokal Hijau Sausu dan Lokal Sidondo menunjukkan total luas bercak hari ke-6 yang lebih kecil dibandingkan dengan luas bercak pada klon yang lain. Hal tersebut kemungkinan dihubungkan dengan keadaan morfologi buah kedua klon tersebut yang berbeda dengan buah lainnya, terutama sifat permukaan buah. Akan tetapi menurut Rubiyo dkk. (2010), penetrasi inokulum P. palmivora tidak dipengaruhi oleh sifat morfologi buah. Sehingga dalam penelitian ini ketahanan buah setiap klon kemungkinan tidak dipengaruhi oleh keadaan morfologi buah secara langsung. Hal tersebut diduga karena kecenderungan ketahanan buah juga berkorelasi dengan mekanisme ketahanan yang lain. Menurut Iwaro et al. (1997), mekanisme ketahanan pada pasca penetrasi juga melibatkan ketahanan biokimiawi dan ketahanan secara seluler.
Fruit rot is one of cocoa plant disease. The disease is caused by the infection of Phytophthorapalmivora , the fungus that carried by the ants as a vector. The spread of cocoa pod is caused by ants that carrying fungus and influenced by contact of specieses suscepted cocoa pods and ants. A mathematical SEI model that represents the spread of the disease was adapted such that classifies the populations as suscepted ( ℎ ), exposed ( ℎ ), and infected ( ℎ ) fruit. Suscepted ( � ), and pathogens that carrying ants ( � ) are also considered in the model, while the fungus population (P) is assumed in a logistic model growth. The model obtained derived a free critical point =