Top PDF HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Remaja.
Variabel bebas : konsep diri dan veriabel tergantung : kecemasankomunikasiinterpersonal. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa – siswi SMA Negeri 3 Pemalang. Bentuk sampel yang diambil dalam penelitian ini yakni berbentuk stratified cluster random dan menggunakan teknik sampling yaitu stratified cluster random sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala yaitu skala konsep diri dan skala kecemasankomunikasiinterpersonal.
Remaja mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dan keinginan untuk memiliki banyak teman, namun kadang-kadang untuk membangun hubungan dengan orang lain tidak mudah. Berhubungan dengan orang lain memerlukan kemampuan berkomunikasi yang baik. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasiinterpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk 1. mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kemampuan komunikasiinterpersonal pada remaja, 2. mengetahui tingkat kemampuan komunikasiinterpersonalremaja, 3. mengetahui kondisi konsep diri remaja, 4. mengetahui sumbangan efektif konsep diri terhadap komunikasiinterpersonal pada remaja. Sample dalam penelitian ini adalah siswa-siswi di SMP Negeri 1 Pedan.
Tumbuh kembangnya kecemasankomunikasiinterpersonal dipengaruhi oleh konsep diri (Suliswati, 2005). Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa konsep diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki. Misalnya bila seorang individu berpikir bahwa dirinya bodoh, individu tersebut akan benar - benar menjadi bodoh. Sebaliknya apabila individu tersebut merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang dihadapinya pada akhirnya dapat diatasi. Ini karena individu tersebut berusaha hidup sesuai dengan label yang diletakkan pada dirinya. Dengan kata lain sukses komunikasiinterpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri seseorang, positif atau negatif.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi 0,625dengan sig = 0,000; p < 0,001 artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan kemampuan komunikasiinterpersonal pada remaja, sehingga hipotesis yang diajukan diterima, yaitu ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan kemampuan komunikasiinterpersonal pada remaja. Sumbangan efektif konsep diri dengan kemampuan komunikasiinterpersonal sebesar 39 % dan sisanya 71% dipengaruhi variabel lainnya. Konsep diri remaja termasuk ke dalam kategori tinggi dengan rerata empirik (RE = 99,43) dan rerata hipotetik sebesar 82,5. Tingkatkemampuan komunikasiinterpersonal termasuk ke dalam kategori tinggi dengan rerata empirik (RE) 110,12 dan rerata hipotetik sebesar 92,5.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muhadianto (2007), mengenai hubungan anatara self-efficacy dengan kecemasan menghadapi massa pada satuan pengandalian massa kepolisian daerah Jawa Timur, dapat diketahui bahwa ada hubungan yang negatif antara self-efficacy dengan kecemasan menghadapi massa pada satuan pengandalian massa, hal ini diketahui dari koefisien korelasi (r) sebesar 0,719 dan probabilitas kesalahan (p) sebasar 0,000. Artinya pada anggota satdalmas yang memiliki self- efficacy tinggi ditemukan juga memiliki kecemasan menghadapi massa yang rendah, begitu pula sebaliknya.
Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dengan dinamika, karena pada masa tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pada periode ini merupakan masa transisi dan remaja cenderung memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya kenakalan dan kekerasan baik sebagai korban maupun sebagai pelaku dari tindak kekerasan khususnya yang mengarah pada perilaku bullying. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku bullying adalah komunikasiinterpersonal orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan negatif antara komunikasiinterpersonal orang tua dengan perilaku bullying pada remaja. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara komunikasiinterpersonal orang tua dengan perilaku bullying.Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif. Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa SMP kelas VIII sebanyak 91. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik quota sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan jumlah subjek yang telah ditentukan peneliti dan pemilihan kelas ditentukan oleh pihak SMP. Metode pengumpulan data menggunakan skala perilaku bullying, dan komunikasiinterpersonal orang tua metode analisis dilakukan menggunakan teknik analisis product moment dengan bantuan SPSS (Statistical Product and Service Solution) 16.0 for Windows Program. Hasil penelitian diperoleh r sebesar – 0,667; p = 0,000 (p<0,01) artinya ada hubungan negatif antara komunikasiinterpersonal orang tua dengan perilaku bullying. Perilaku bullying memiliki kategorisasi yang rendah dengan rerata empirik (RE) = 39,52 dan rerata hipotetik (RH) = 52,2, dan komunikasiinterpersonal orang tua memiliki kategorisasi yang tinggi dengan rerata empirik (RE) = 46,84 dan rerata hipotetik (RH) = 40. Sumbangan efektif dari variabel komunikasiinterpersonal orang tua terhadap perilaku bullying sebesar 44,5% sisanya terdapat 55,5% faktor lain yang mempengaruhi perilaku bullying.
dan diterima dalam kelompok merupakan hal yang sangat penting, sejak remaja melepaskan diri dari keterikatan keluarga dan berusaha memantapkan hubungan- hubungan dengan teman lawan jenisnya. Jika seorang remaja mempunyai masalah pribadi, maka mereka lebih sering membicarakannya dengan teman-teman sebayanya. Oleh karena itu, pada tahapan usia perkembangannya remaja lebih sering menempatkan teman sebaya sebagai pasangan dalam melakukan komunikasiinterpersonal. Hal ini disebabkan karena remaja merasa bahwa mereka meiliki banyak kesamaan dengan teman sebayanya tersebut.
= -0.592 (p < 0.01). Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara komunikasiinterpersonalremaja dan orangtua dengan stres remaja dalam keluarga. Dimana semakin baik komunikasiinterpersonalremaja dan orangtua, maka semakin rendah tingkat stres remaja dalam keluarga, demikian sebaliknya semakin buruk komunikasiinterpersonalremaja dan orangtua, maka semakin tinggi tingkat stres remaja dalam keluarga. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Hasil uji hipotesis dapat dilihat dalam lampiran E.
tergantung yaitu perilaku bullying . Total sumbangan efektif yang diberikan yaitu 44,5% dan 55,5% sisanya dipengaruhi variabel lain. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Basyirudin (2010) yang menyatakan bahwa perilaku bullying dipengaruhi oleh faktor lain yaitu: internal (anak melakukan bullying pada temannya karena ingin mendapatkan penghargaan dari orang lain, anak belum memahami suatu perbuatan benar atau salah berdasarkan norma moral), eksternal (faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor kelompok sebaya). Arfiani (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasiinterpersonal orang tua dengan perilaku bullying pada siswa SMP.
Menurut Calhaun dan Acocella (Desmita, 2012) konsep diri terdiri dari beberapa dimensi mencakup pengetahuan, harapan dan penilaian. Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi individu dengan orang lain. Apabila individu meyakini nilai-nilai dirinya yang baik maupun yang kurang baik dan menerimanya serta mampu memperbaiki dirinya karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya, maka ia akan mampu membuka diri kepada orang lain dengan tanpa ada keinginan untuk menutup diri sehingga ia tidak akan menghindari situasi komunikasiinterpersonal (Rakhmat, 1994). Harapan merupakan diri ideal (self ideal) atau diri yang dicita-citakan yang terdiri atas dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. Cita-cita diri menentukan konsep diri dan konsep diri menjadi faktor paling penting dalam menentukan perilaku (Rakhmat, 2015). Adanya keinginan untuk memperbaiki dan mencapai diri idealnya akan membutuhkan dan melahirkan sikap dukungan positif dengan sikap saling menerima. Oleh karena itu remaja akan mampu untuk berkomunikasi dengan ibunya secara efektif atas kesadaran dirinya, karena semakin mengetahui dan menyadari akan dirinya sendiri dan orang lain maka akan semakin akrab hubungannya dengan orang tersebut. Dimensi terakhir dari konsep diri ialah penilaian.
Safarino (1990:34) mengemukakan bahwa salah satu bentuk kontrol diri yang digunakan individu dalam menghadapi suatu stimulus atau cognitive control, yaitu kemampuan menggu- nakan proses berfikir atau strategi untuk me- modifikasi akibat dari stresor. Pramuwisata yang memiliki kontrol diri tinggi akan mampu menggunakan proses berfikirnya untuk mencip- takan strategi dan memodifikasi akibat dari stresor, dalam hal ini adalah situasi komunikasi sehingga akan tercipta hubungan yang nyaman dan efektif antara pramuwisata dengan wisatawan. Pramu- wisata yang mengalami masalah dalam berkomu- nikasi dengan wisatawan akan kehilangan minat dan kurang dapat mengekspresikan diri, kurang dapat mengontrol tindakannya. Ini berarti bahwa adanya kecemasan dalam komunikasi dapat menyebabkan seseorang menjadi tidak mau terlibat dalam suatu percakapan, tidak dapat mendengar- kan maupun mengerti orang lain dengan baik (Stringer dan Banuster dalam Mariani, 1991:98)
Perilaku seksual diperoleh remaja seperti di tayangan televisi yang sering memberikan contoh dalam cerita remaja awal yang sudah berpacaran, media cetak ya ng sering memberitakan perbuatan-perbuatan perilaku seksual yang tidak baik, dan alat telepon genggam yang sudah banyak dimiliki oleh remaja dimanfaatkan untuk memperoleh informasi tentang seksual yang salah (Daradji, 2005). Faktor lain yang mendukung adanya film-film di televisi atau gambar-gambar porno yang mudah diperoleh dan dilihat oleh remaja (Anonim, Suara Merdeka, 2003). Bukti semakin banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual dilakukan penelitian oleh Boyke (dalam Nugroha, http://hqweb01.bkkbn.go.id. 16-06-2006). Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan
hambatan saat melakukan komunikasiinterpersonal dengan orang lain. Ada lima ciri orang yang yang memiliki konsep diri negatif yaitu: tidak tahan kritikan, responsif terhadap pujian, tidak pandai mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain, merasa tidak disukai orang lain, dan pesimis. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu; ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, serta ia mampu memperbaiki dirinya. Rakhmat (2004) menambahkan bagaimana cara seseorang menghadapi orang lain dipengaruhi oleh bagaimana ia memandang dirinya. Respon-respon interpersonal seseorang sering merupakan refleksi dari kognisinya terhadap diri sendiri. Permasalahan utama dalam komunikasiinterpersonal adalah adanya rasa khawatir tentang respon atau penilaian orang lain terhadap dirinya, yaitu mengenai apa yang disampaikan dan bagaimana ia menyampaikannya.
Lately the phenomenon about parental sexual behavior committed by teenagers quite alarming. The lack of interpersonal communication between parents and teenagers abouth sexuality is one of factor affecting the occurance of sexual behavior. This study aims see wheter there is a relationships with communication sexual behavior. The interpersonal communication between parents and teenagers about sexuality as free variable and sexual behavior in college student as the dependent variable. The subjects used for this study is collage student at Satya Wacana Chistian Univercity, Faculty of Economics and Business . Aged 18 until 21 years old. And they’re stay with their parents. The sampling technique used is the purposive sampling technique. The data analysis technique used is correlation analysis product moment from Pearson. The result obtainted from this study showed that there was no significant negative correlation between interpersonal communication parents and teenager sexuality behavior ( r = -0,109, sig. = 0,276 → p>0,05 )
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Candra (2008), mengenai Hubungan Penerimaan Diri Remaja Terhadap Penampilan Fisik dengan Kemampuan KomunikasiInterpersonal disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan diri remaja (terhadap penampilan fisik) dengan kemampuan komunikasiinterpersonal. Dari analisis data yang menggunakan teknik product moment diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,535 dengan p < 0,01. Dan sumbangan efektif Penerimaan diri remaja (terhadap penampilan fisik) dengan kemampuan komunikasiinterpersonal sebesar 28,6%. Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan diri remaja (terhadap penampilan fisik) dengan kemampuan komunikasi interpesonal, artinya semakin tinggi penerimaan diri pada remaja (terhadap penampilan fisiknya) maka akan semakin tinggi pula kemampuan komunikasiinterpersonal.
Kehidupan manusia tidak akan terlepas dari kebutuhan untuk bergaul dengan sesamanya. Kebutuhan ini merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia. Karena adanya kebutuhan inilah manusia akan melakukan interaksi dengan sesamanya untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi antar manusia tersebut dapat dilakukan melalui komunikasi. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasiinterpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Konsep Diri dengan KomunikasiInterpersonal, Sumbangan efektif Konsep Diri dengan KomunikasiInterpersonal, Tingkat Konsep Diri, dan KomunikasiInterpersonal.
individu tidak hanya mementingkan balas budi (siapa berhutang apa pada siapa), tapi lebih pada komitmen dan kesetiaan terhadap hubungan tersebut. Inti dari konsep kerjasama pada tahap ini adalah mempertahankan hubungan dengan individu lain. Tahap tiga ini juga mencakup reciprocal role taking, yaitu individu berusaha mengambil sudut pandang peran individu lain, dan begitu pula individu lain mengambil sudut pandang peran individu tersebut. Jadi pada tahap ini, individu berusaha membangun dan mempertahankan persahabatan dengan cara menunjukkan kesetiaan, perhatian, dan baik budi.
Hubungan antara konsep diri, penyesuaian diri dan komunikasi interpersonal yang efektif dengan teman sebaya pada Remaja SMA I Prembun.. Tesis Tidak diterbitkan Salatiga : UKSW..[r]
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik hubungankonsep diri terhadapa komunikasiinterpersonal pada remaja akhir. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara konsep diri dengan komunikasiinterpersonal pada remaja akhir. Subjek penelitian berjumlah 70 orang dengan usia 16-21 tahun. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat ukur skala komunikasiinterpersonal dan skala konsep diri. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Analisa Korelasi Parsial. Diketahui nilai rxy sebesar 0,582 dengan p < 0.01. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan komunikasiinterpersonal. Dengan demikian, hasil analisis data ini mendasari bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima.