Top PDF KERJASAMA DAN KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL Pengembangan Pembelajaran Matematika Kontekstual Pada Sekolah Dasar Penyelenggara Pendidikan Inklusi (Pengembangan Pada Sekolah Dasar di Kota Wonogiri).
Hasil observasi tindakan uji coba terbatas menunjukkan bahwa PMK pada uji coba terbatas telah dilaksanakan dengan cukup baik, guru telah melaksanakan tahapan pembelajaran secara urut dan sistematis. Setiap putaran menunjukkan adanya peningkatan, baik dari segi aktifitas maupun kemampuan guru dalam mengimplementasikan PMK. Guru tidak lagi mendominasi kegiatan pembelajaran melainkan sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswa. Jumlah siswa yang menunjukkan partisipasi aktif bertanya, memberi tanggapan maupun menjawab soal terjadi peningkatan 50% dari sebelum tindakan. Hal tersebut sebagaimana dikemukaan Komalasari (2012:188), menurutnya pembelajarankontekstual akan mengembangkan pemikiran dan keterampilan partisipatif siswa. Menurut teori konstruktivisme menyarankan, bahwa mengajar bukanlah soal mentransfer informasi kepada siswa dan belajar bukanlah secara pasif menyerap informasi dari buku atau dari guru. Tetapi guru perlu memotivasi siswa untuk mengkonstruksi ide mereka sendiri dengan menggunakan ide-ide siswa sendiri.
Suatu pembelajaranmatematika dikatakan menarik jika proses pembelajaran tersebut : menantang kemampuan dan kemauan siswa, memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencari penyelesaian permasalahan yang dihadapi (bereksplorasi), menuntut penggunaan potensi siswa secara optimal, diketahui manfaatnya oleh siswa dan menggunakan media pembelajaran. Terdapat beberapa prinsip yang harus dilakukan guru dalam upaya menciptakan pembelajaranmatematika inklusif. Pertama, proses pembelajaran harus mengarah pada penemuan konsep oleh siswa melalui pengalaman langsung, bukan penyampaian materi oleh guru. Melalui proses ini, diharapkan siswa tidak hanya menerima materi tetapi juga melakukan kerjasama antar siswa dalam upaya penemuan sebuah konsep. Kedua, proses pembelajaran mampu mendorong siswa untuk mengkaitkan konsep-konsep yang dipelajari dengan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Konsep yang telah dipelajari diharapkan tidak hanya bermakna secara fungsional melainkan tertanam erat dalam memori siswa. Ketiga, melalui proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, siswa diharapkan dapat menerapkan materi yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Mulyono Abdulrahman. 2003. Landasan Pendidikan Inklusif dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan LPTK. Makalah disajikan dalam pelatihan penulisan buku ajar bagi dosen jurusan PLB yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta, 26 Agustus 2002.
Hasil penelitian, Berkaitan proses pembelajaran yang terjadi selama ini di keempat sekolahDasar : sekolahinklusi tidak memiliki fasilitas belajar khusus bagi ABK, sekolah tidak memiliki guru berkualifikasi pengajar ABK, guru menggunakan metode ceramah, guru mendominasi kegiatan pembelajaran, siswa pasif selama proses belajar, tidak ada bimbingan khusus bagi ABK. Desain pembelajaranmatematikakontekstual terdiri dari RPP, implementasi dan penilaian autentik matematikakontekstual. Guru mengimplementasikan pembelajaranmatematikakontekstual secara sistematis. Evaluasi proses melalui unjuk kerja dan sikap afektif menunjukkan peningkatan selama uji coba terbatas maupun uji coba luas. PembelajaranMatematikaKontekstual dengan PBL lebih efektif dari pembelajaran konvensional.
Mengkaji lebih dalam mengenai anti korupsi, karakter anti korupsi dibagi menjadi tiga, yaitu: nilai inti, etos atau gaya hidup, dan sikap. Ketiga bagian ini memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian peserta didik. Kejujuran merupakan salah satu nilai inti dalam anti korupsi dan kerja keras merupakan salah satu faktor dalam gaya hidup seseorang. Dalam pembelajaranmatematika, kejujuran memiliki peran sangat penting, karena dapat menjadi landasan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan. Adanya kejujuran dan kerja keras, peserta didik memiliki kepribadian yang baik dan memberikan pengaruh positif dalam pembelajaranmatematika.
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Mempe[r]
The result of the research showed that 1) the Contextual Mathematic Teaching and Learning classroom of the State Junior High School 1 Wonogiri in the Academic Year of 2012/2013 was managed under some considerations such as; visibility, accessibility, flexibility, comfort and beauty; 2) interaction between teachers and students was conducted using a multi-direction interaction; a reciprocal communication between teachers and students was carried out from the beginning of the lesson until the end of the teaching and learning activity. The reciprocal communication was conducted based on contextual teaching and learning principles including constructivism, inquiry, questioning, learning community, modelling, reflection and authentic assessment; 3) evaluation of the Contextual Mathematic Teaching and Learning classroom of the State Junior High School 1 Wonogiri in the Academic Year of 2012/2013 was conducted by applying a continuous assessment. It is a kind of assessment which is able to assess stude ts’ asi o pete es.
Berdasar hasil observasi di SMP Negeri 2 Sumbergempol, bahan ajar yang digunakan oleh siswa khususnya bidang matematika kurang menarik minat siswa. Beberapa siswa menyebutkan bahwa pada bahan ajar yang digunakan langsung diberikan rumus-rumus tentang materi yang diberikan sehingga siswa hanya langsung menggunakan rumus-rumus yang dicantumkan sehingga membuat siswa kurang bisa menghubungkan masalah-masalah yang ada pada bahan ajar dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, tampilan pada bahan ajar kurang menarik karena hanya ada ringkasan materi dan latihan soal-soal saja, sehingga siswa malas untuk mempelajari bahan ajar tersebut.
28 memberikan scaffolding. Selain itu, guru menekankan pada peserta didik untuk mengemukakan ide kelompoknya sendiri tentang cara menyelesaikan masalah. Kendala yang dihadapi dalam pembelajarankontekstual diantaranya masih ada peserta didik yang malas memecahkan masalah yang tersedia. Peserta didik yang tidak memiliki minat yang tinggi dalam memecahkan masalah merasa kesulitan dalam belajar terutama dalam pemahaman relasional. Hal ini menyebabkan beberapa peserta didik yang kurang berpartisipasi dalam diskusi kelompok. Seiring berjalannya waktu, hal tersebut dapat diatasi. Dengan motivasi yang kuat dari guru dan teman sekelompok, dengan seperti itu peserta didik lebih semangat dalam belajar.
Purnamasari, Yanti. 2014. “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Kemandirian Belajar dan Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Koneks Matematik Peserta Didik SMP N 1 Kota Tasikmalaya ” . Jurnal Pendidikan dan Keguruan, Vol. 1 No. 1
Jenis Penelitian ini deskriptif kualitatif. Pelaksanaan penelitian di SD N III Giriwono Wonogiri. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Respoden penelitian ini adalah kepala sekolah, guru kelas, guru pembimbing khusus, guru kunjung, dan guru pendamping, serta ketua komite.
Kevalidan media diorama berbasis kontekstual didapatkan dari hasil validasi yang dilakukan pada tahap pengembangan (development). Validasi dilakukan oleh validator media dan validator pembelajaran. kriteria penilaian untuk media merujuk pada pendapat Asyhar (2012:81) “kriteria media pembelajaran yang baik perlu diperhatikan dalam proses pemilihan media adalah 1) jelas dan rapi. 2) bersih dan menarik. 3) cocok dan sasaran. 4) relevan dengan topik yang diajarkan. 5) sesuai dengan tujuan pembelajaran. 6) praktis, luwes dan tahan lama. 7) berkualitas baik. 8) ukurannya sesuai dengan lingkungan belajar”. Kemudian dibuat menjadi 13 item deskriptor. Validasi media dilakukan dua tahap. Validasi pertama memperoleh jumlah skor sebanyak 52 dengan rata-rata 4 dan persentase 80% yang di kategorikan “baik”. Kemudian, peneliti melakukan perbaikan sesuai saran validator. Setelah melakukan perbaikan maka dilakukan validasi tahap kedua. Pada tahap kedua memperoleh jumlah skor sebanyak 62 dengan rata-rata 4,76 dan presentase 95,38% maka produk ini termasuk dalam kategori “Sangat Baik .
Tersusunnya kurikulum baru menuntut upaya antisipasi dari berbagai fihak yang berkepentingan. Upaya antisipasi ini menjadi sangat penting untuk segera dilakukan, karena sejumlah perubahan yang tercakup dalam kurikulum tersebut menyentuh beberapa aspek mendasar yang tidak mudah untuk dipahami serta diimplementasikan di lapangan. Jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum yang berlaku saat ini memuat perubahan cukup mendasar terutama dalam hal penerapan pandangan bahwa dalam proses belajar, anak dianggap sebagai pengembang pengetahuan. Dalam hal penyajiannya, kurikulum ini juga berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Komponen-komponen yang tercakup di dalamnya adalah: (1) Kompetensi dasar, yakni uraian kemampuan yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh siswa secara memadai, (2) Materi pokok, yakni materi yang dipilih untuk mendukung tercapainya kemampuan dimaksud, dan (3) Indikator pencapaian hasil belajar, yakni kompetensi dasar spesifik yang menjadi ukuran tercapainya hasil belajar siswa.
Terlaksananya kegiatan seminar ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan baik pemikiran, fisik ataupun material maka dari itu izinkanlah pada kesempatan yang membahagiakan ini saya atas nama Panitia Seminar Nasional Matematika dan PendidikanMatematika (SENATIK) mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pembicara, pembahas, dan moderator, yang secara nyata telah menyumbangkan keseluruhan materi dan substansi perbincangan dalam buku prosiding ini. Panitia telah berusaha secara optimal untuk menjadikan buku prosiding ini hadir di hadapan pembaca dengan baik. Namun, ibarat pepatah lama yang berbunyi Tiada padi kuning setangkai kekurangan dan kelemahan di sana-sini tentu masih ada. Untuk itu, dengan tulus Panitia mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata, selamat membaca, semoga bermanfaat!
This study aims to describe: 1) the learning plan children with special needs, 2) the implementation of teaching children with special needs, 3) evaluation of learning of children with special needs in inclusive school education providers. Type a descriptive qualitative research. The place in SD Negeri research III Giriwono Wonogiri. The technique of collecting data using interviews, observation, and documentation. Respondents were; principals, classroom teachers, special counselor teacher, visit teacher, teacher assistant, and chairman of the committee. The results of the study indicate where: 1) Planning learning to use public elementary school curriculum are: duplication, flexible and modified depending on the obstacles and the ability of children with special needs, 2) Implementation of learning with a classical system, special classes, classes and art skills by using a multi-method and multi-strategy in classical or individual, increase or decrease the material in the RP P, PPI, and Special Programs customized learning characteristics of children with special needs. Teachers Special Advisor presented from Special School, 3) Evaluation of learning includes the attitudes, knowledge, and skills. Evaluation of attitude applies all students, evaluation of knowledge carried out as a normal child despite adjustments carried out and the materials plus the time, evaluation of knowledge have not been adjusted indicators of competence of children with special needs. While the skills evaluation carried out together with normal children of the same standard.
Kegiatan perkuliahan selalu memerlukan sarana dan prasarana yang memadai. Salah satu sarana yang paling menonjol untuk menunjang dalam perkuliahan adalah buku. Selain buku pokok atau wajib yang digunakan, ada juga buku lain sebagai buku suplemen yaitu buku teks. Kehadiran buku teks di dalam perkuliahan amat penting karena buku tersebut digunakan untuk mendampingi atau melengkapi buku ajar yang wajib digunakan. Hal ini senada dengan pendapat Wahyu Tri Hartati (2010:17) menyatakan bahwa buku teks adalah buku yang memperkaya buku ajar yang dipakai di sekolah.
Dalam merancang pembelajaran tematik di sekolahdasar bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu yang akan diajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada beberapa mata pelajaran yang diperkirakan relevan dengan tema-tema tersebut. Tema-tema ditetapkan dengan memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa, dimulai dari hal yang termudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, dan dari hal yang konkret menuju ke hal yang abstrak. Cara ini biasanya dilakukan untuk kelas-kelas awal sekolah (kelas I dan II). Contoh tema yang bisa dikembangkan misalnya: diri sendiri, keluarga, masyarakat, pekerjaan, tumbuhan, hewan, dsb.
6. Pada prinsip refleksi (reflection), dari awal pembelajaran guru harus secara jelas menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan agar selama proses pembelajaran siswa menyadari bahwa pentingnya pembelajaran tersebut. Sehingga pada kegiatan akhir pembelajaran siswa mengetahui makna dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Depdiknas dalam Tukiran Taniredja,dkk (2012:49) menjelaskan bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antar pengetahuanya yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Sanjaya dalam Udin Saefudin Sa’ud (2008:162), pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Nana Sy. Sukmadinata dan Erliana Syaodih (2012:116) mengungkapkan bahwa pembelajarankontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik (menyeluruh). Pembelajaran ini terdiri atas komponen-komponen yang saling terkait, yang apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai peranannya. Dari pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual adalah suatu proses untuk menemukan dan mengaitkan materi dengan kehidupan nyata sehingga dapat mendorong siswa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Lerner, J, dan Kline, F. (2006). Learning Disabilities and Related Disorders, Characteristics and Strategies. 10 th edition. MA: Houghton Mifflin Company Makmun, A.S. (2009). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Naim, M dan Patoni, A. (2007). Materi Penyusunan Desain Pembelajaran