Top PDF KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DAN SMALLGROUP WORK BERBANTUAN KARTU SOAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS
merasa kurang baik dalam mengorganisasikan waktu berikutnya. Pada kegiatan pembelajaran, aktivitas dan respon siswa sudah cukup baik. Siswa sudah melakukan langkah-langkah pembelajaran yang diperintahkan oleh peneliti yaitu menemukan konsep melalui pertanyaan konstruktivis dalam LKS, mengerjakan soal-soal dalam lembar diskusi, melakukan diskusi, dan evaluasi. Hal ini ditunjukkan dengan keaktifan siswa yang maju kedepan untuk menyajikan hasil pekerjaannya, meskipun penyelesaian soal tersebut masih belum sesuai dengan langkah-langkah pemodelan matematika seutuhnya. Langkah-langkah pemodelan matematika yang diterapkan peneliti masih belum dipahami dengan baik oleh siswa. Hal ini terjadi karena siswa masih merasa asing dan belum terbiasa menyelesaikan soal dengan langkah-langkah tersebut. Meskipun demikian, beberapa siswa terlihat sudah mengikuti langkah-langkah pemodelan matematika dengan baik dan benar. Kendala lain dalam pertemuan pertama, terdapat beberapa siswa yang merasa bingung menuliskan catatan kecil/ penyelesaian soal secara individu.
Pertemuan pertama di kelas VIII.E berjumlah 26 siswa yang hadir sebagai kelas indikator kemampuanpemecahanmasalah matematika dengan alokasi waktu menit. Materi yang diajarkan yaitu menyebutkan unsur-unsur kubus dan balok, sisi (bidang), rusuk, titik, sudut, diagonal bidang (sisi), diagonal ruang, bidang diagonal serta membuat jaring-jaring kubus dan balok. Tahap selanjutnya siswa mulai mengerjakan penyelesaian sesuai langkah yang ada melalui diskusi dengan anggota kelompoknya masing- masing. Adapun strategiTTW dalam menyelesaikan soal pada LKS tersebut bertujuan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah yang ada terutama dalam berpikir, berbicara maupun berinteraksi dengan kelompok, dan menuliskan ide-ide yang didapatkan serta mengaitkannya dengan benda-benda yang sering siswa gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini ditemukan kendala yaitu siswa kesulitan membuktikan benar atau tidaknya jawaban yang didapat karena hasil dari rata-rata skor kelompok masing-masing siswa hanya sebesar 48,03%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1). Mengetahui validitas pengembangan modul untuk membelajarkan pemecahanmasalah dengan menggunakan strategiThink-Talk-Write pada materi Pecahan di kelas VII SMP. (2). Mengetahui efektivitas pengembangan modul untuk membelajarkan kemampuanpemecahanmasalah melalui strategipembelajaranThink-Talk-Write pada materi pecahan. (3). Mengetahui perbedaan kemampuanpemecahanmasalah yang diajarkan dengan menggunakan strategipembelajaranTTW dengan pembelajaran biasa. (4). Mengetahui proses penyelesaian pemecahanmasalahsiswa yang menggunakan strategipembelajaranThink-Talk-Write (TTW) dengan pembelajaran biasa. Jenis pengembangan dengan menggunakan modifikasi antara Model pengembangan 3-D yang dikemukakan Thiagarajan, Semmel dan pengembangan modul. Perangkat pembelajaran dengan menggunakan strategipembelajarankooperatif tipe TTW dibatasi pada: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Aktivitas Siswa dan tes kemampuan belajar.Ujicoba dilakukan pada siswakelas VII SMP Negeri 1 Padangsidimpuan dan SMP Negeri 2 Padangsidimpuan. Sampel diambil dari kelas VII sebanyak 60. Teknik analisis data dalam perangkat pembelajaran digunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik kuantitatif dengan uji T. Uji persyaratan analisis digunakan uji Kolmogorov Smirnov untuk uji normalitas dan uji Lavene untuk uji homogenitas.
Dewasa ini pelajaran Bahasa Indonesia mulai menunjukkan eksistensinya di dunia pendidikan. Dari hasil survei yang peneliti peroleh melalui angket dan disebarkan kepada 60 siswa di SMA Negeri 9 Bandung pada tanggal 5 Mei 2014, 85% siswa menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia dan 15% tidak menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia masih digemari oleh sebagian besar siswa. Pembelajaran bahasa Indonesia tidak sekadar menuntut siswa untuk dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Kreatifitas merupakan kunci utama dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena pelajaran ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk berkreasi dalam berbahasa. Pengajaran bahasa Indonesia pun mulai dikemas seinovatif mungkin agar siswa terpacu untuk berkreasi dalam berbahasa Indonesia. Hal ini sekait dengan konsep kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013 terhadap pembelajaran bahasa Indonesia. Kurikulum ini menyadari bahwa bahasa mempunyai peran penting sebagai wahana untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran secara estetis dan logis. Pada satu saat, bahasa tidak hanya dituntut dapat mengekspresikan sesuatu dengan efisien untuk menyampaikannya dengan indah sehingga mampu menggugah perasaan penerimanya. Pada saat yang lain, bahasa dituntut pula untuk efisien dalam menyampaikan gagasan secara objektif dan logis agar dapat dicerna dengan mudah oleh penerimanya. Sejalan dengan hal itu, penempatan mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 yaitu sebagai wahana untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran.
ii PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE TTW DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP oleh Meigy Nugroho Sebuah skripsi[r]
6. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan Tingkat Kemampuan Awal Siswa (TKAS) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa. Berarti secara bersamaan faktor pendekatan pembelajaran dan TKAS tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.
Hal tersebut sejalan dengan kenyataan di lapangan yang menerangkan bahwa daya serap siswa terhadap mata pelajaran matematika masih rendah. Hal ini disebabkan proses pembelajaran hingga dewasa ini masih didominasi guru dan kurang memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui kegiatan belajar yang mengutamakan penemuan konsep. Para siswa cenderung hanya menghapalkan sejumlah rumus, perhitungan dan langkah-langkah penyelesaian soal yang telah dikerjakan guru atau yang ada dalam buku teks. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa tidak berkembang secara optimal. Oleh karena itu, pada pembelajaran matematika di sekolah hendaknya siswa dilatih untuk memiliki keterampilan berpikir kritis dan kreatif dalam memperoleh, memilih, dan mengolah informasi agar dapat bertahan dalam keadaan yang selalu berubah dan kompetitif.
Dalam upaya meningkatkan kualitas matematika, maka perlu terus dilakukan usaha-usaha untuk mencari penyelesaian terbaik guna meningkatkan kreativitas berupa pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika. Untuk itu diperlukan usaha-usaha apa yang dilakukan oleh guru berupa inovasi-inovasi dalam pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar dapat lebih bermakna bagi siswa. Hendriana (2009 : 5) mengatakan bahwa pola pembelajaran ceramah dan ekspositori ini kurang menanamkan pemahaman konsep, karena siswa kurang aktif. Sehingga, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal yang telah diselesaikan oleh gurunya, maka siswa akan kesulitan untuk menyelesaikan, karena mereka tidak memahami konsep.
Selain hasil belajar, keaktifan siswa juga mengalami peningkatan yang dapat dilihat pada aspek: keaktifan mengerjakan soal di papan tulis 25% pada prasiklus, 33,3% pada siklus I, 75% pada siklus II. Keaktifan siswa mengerjakan soal – soal latihan: 29,2% prasiklus, 54,2%siklus I, 83,3% siklus II. Keaktifan siswa bertanya: 20,8% prasiklus, 37,5% siklus I, 75% siklus II. Keaktifan siswa menjawab pertanyaan: 12,5% prasiklus, 45,38% siklus I, 83,3% siklus II. Berkonsentrasi: 25% prasiklus, 37,5% siklus I, 79,2% siklus II. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan strategipembelajarankooperatifThink- Talk-Write (TTW) dapat meningkatkan hasil belajar siswakelas IV pada mata pelajaran Matematika di SD Negeri Mojowetan 2 Banjarejo Blora tahun ajaran 2011/2012.
Pembelajaran yang didapat oleh siswa selama di sekolah seharusnya berupa pengalaman yang dapat digunakan untuk bekal hidup dan untuk bertahan hidup. Tugas seorang guru bukan hanya sekedar mengajar (teaching), tetapi lebih ditekankan pada pembelajaran (learning) dan mendidik. Pembelajaran tidak hanya ditekankan pada keilmuannya semata. Selama ini guru cenderung menggunakan komunikasi yang satu arah. Selain itu guru kurang mampu mengelola pembelajaran disebabkan lemahnya pemahaman guru terhadap teori-teori pembelajaran konstruktivisme (Sinaga, 2007). Menurut Armanto (2001) pembelajaran selama ini menghasilkan siswa yang kurang mandiri, tidak berani punya pendapat sendiri, selalu mohon petunjuk dan kurang gigih dalam melakukan uji coba.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Abangda terkasih Hermansyah Saragih yang telah bersedia mendengarkan keluh kesah penulis selama mengerjakan skripsi ini, dan sahabat teristimewa Hailda Syaputri Minja, S.Pd dan Aulia Resa Fahlevi, S.Pd yang telah memberi doa serta dukungannya. Kepada adik-adik kost Ar-Ridho ( Rina, Friska, Dewi dan Sahnur) yang bersama- sama berjuang menempuh pendidikan, teman-teman PPLT SMA Muhammadiyah 8 Kisaran yang penuh kesan dan yang terkhusus kelas Matematika Reguler A 2011 yang telah banyak membantu penulis.
Pada penelitian ini, dikaji penerapan modelpembelajaranKooperatif tipe ThinkTalkWrite (TTW) dikaitkan dengan peningkatan kemampuan komunikasi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat modelpembelajarankooperatif tipe ThinkTalkWrite (TTW) lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran langsung (2) Mengetahui bagaimana respon siswa yang mendapat pembelajarankooperatif tipe ThinkTalkWrite (TTW). Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretest-postest. Sampel pada penelitian ini adalah 33 siswa di kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan penerapan modelpembelajaranKooperatif tipe ThinkTalkWrite (TTW) dan 34 siswa di kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan penerapan modelpembelajaran langsung, diambil secara acak dari semua kelas VII di SMP Negeri 45 Bandung. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes tertulis yang mengukur kemampuan komunikasi siswa dan angket respon siswa. Hasil penelitian yang diperoleh adalah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan penerapan modelpembelajaranKooperatif tipe ThinkTalkWrite (TTW) lebih tinggi dibandingkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan penerapan modelpembelajaran langsung. Siswa dalam kelas yang mendapatkan penerapan modelpembelajaranKooperatif tipe ThinkTalkWrite (TTW) juga memberikan respon positif terhadap pembelajaran ini.
“Sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, mnyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat, dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktifitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antar guru dan siswa.”
results showed that the mathematical disposition scale mathematical dispositions of students who received contextual learning and strategy think-talk-write mathematical disposition better than students who received conventional learning. The results also show that there is a correlation between communication skills, problem solving and mathematical dispositions received contextual learning and Strategy Think-Talk-Write, correlations are included in the high category.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswakelas VII SMP N 3 Magelang yang terdiri dari 8 kelas (VIIA, VIIB, VIIC, VIID, VIIE, VIIF, VIIG, VII H) dengan jumlah 240 siswa. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan sifat yang dimiliki oleh suatu populasi.(Sugiyono, 2010 : 118). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling yaitu pemilihan sampel dari kelas – kelas populasi dilakukan secara acak. Adapun kelas yang terpilih sebagai kelas eksperimen adalah kelas VII D dan kelas kontrolnya adalah kelas VII A.
StrategiThinkTalkWrite (TTW) Terhadap Hasil Belajar IPS SiswaKelas V”. Jurnal Penelitian Universitas Negeri Pendidikan Ganesa Volume 2 Nomor 1 . diakses di http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/ JJPGSD/article/view/3746 (pada 22 September 2016)
Tahap 2 Mengorganisir siswa untuk belajar, pada tahap guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Dalam proses pembelajaransiswa dibentuk kelompok dan saling membantu dalam menyelidik masalah secara bersama serta lebih percaya diri dalam belajar, sehingga dapat merancang suatu penyelesaian masalah dan siswa dapat menghasilkan jawaban yang bervariasi sesuai sudut pandang mereka. Dalam tahap ini dapat meningkatkan indikator dalam kemamampuan komunikasi matematis yaitu menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara tulisan dan indikator percaya diri yaitu mudah berkomunikasi dan membantu orang lain
Santi, Dyah Kumala. 2011. “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui ModelThinkTalkWrite dengan Media Gambar pada Pelajaran IPS Pokok Bahasan Kegiatan Ekonomi di Indonesia SiswaKelas V SDN 7 Kajarharjo Kalibaru Banyuwangi”. Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 5. Diakses pada 13 Juli 2015.
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data dengan cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah (Arikunto, 2006: 60). Instrumen pada penelitian ini adalah instrumen tes kemampuan berpikir kritis. Perbedaan tes ini dengan tes biasanya adalah adanya indikator kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik yang akan dinilai. Bentuk tes yang digunakan adalah tipe uraian dengan pertimbangan bahwa dalam menjawab soal, siswa dituntut untuk menjawabnya secara rinci, agar proses berpikir, ketelitian, kejelasan dan sistematika penyusunan jawaban dapat terlihat. Instrumen tes ini akan diberikan berupa postes untuk masing-masing kelas, baik eksperimen maupun kontrol.
Menurut Ernest Hemingway dalam buku Landasan Pendidikan (2004:20) pendidikan merupakan kegiatan yang harus berfungsi sebagai a built in shock proof crap detector, yaitu alat pendeteksi kebodohan dan keadaan yang kedap kejut atau tahan bantingan dan tetap. Oleh karena itu upaya peningkatan mutu pendidikan adalah bagian terpadu dari upaya peningkatan kualitas manusia, baik aspek kemampuan kepribadian maupun tanggung jawab sebagai warga negara. Tetapi lebih dari itu, yaitu dapat menyesuaikan hidup di lingkungan masyarakat dan mampu mengembangkan bagi penyempurnaan masyarakat itu sendiri.