Kemampuan lahan di Kota Batu didominasi oleh kawasan lindung dengan luasan sebesar 11139,27 ha (56%) dimana kondisi ini merupakan guna lahan yang berupa hutan raya, sempadan sungai, mata air dan kawasan dengan kelerengan lebih dari 40%. Kawasan penyangga memiliki luas terkecil yaitu 1776,11 ha (9%) yang dapat dilihat pada Tabel 3. Sebesar 35% (6993,34 ha) merupakan kawasan budidaya yang lahannya dapat dimanfaatkan sebagai lahanperumahan, perdagangan dan lainnya. Kecamatan Bumiaji memiliki luas lahan budidaya terluas daripada kecamatan lainnya. Sebaran kemampuan lahan di Kota Batu dapat dilihat pada Gambar 3.
Hasil dari overlay tersebut berupa lahan peruntukan perumahan seluas 3.544,30 ha dengan persentase 17,80 % dan lahan yang bukan peruntukan perumahan seluas 16.364,42 ha dengan persentase 82,20% (Tabel 5). Peruntukan lahanperumahan didominasi oleh lahan yang bukan peruntukan di Kota Batu dikarenakan karakteristik fisik Kota Batu yang mempunyai tiga gunung sehingga topografinya lebih banyak yang termasuk dalam kategori curam (>40%). Selain itu, terdapat sawah irigasi teknis yang luas dan harus dipertahankan guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk Kota Batu dan sekitarnya. Faktor lainnya seperti sempadan sungai dan mata air, tersedianya air, daerah rawan bencana, serta kondisi drainase juga mempengaruhi peruntukkan lahanperumahan.
Lahan yang dibutuhkan untuk perumahan pada tahun 2015, pada kawasan kota dengan aktifitas non pertanian/perkebunan seperti Fakfak Utara, Fakfak Selatan, Wagom, Danaweria, Gwerpe, Lusypkeri, Nemewi Karya dan Kayu Merah adalah sebesar 200 m2 untuk tiap rumah, berdasarkan kriteria pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di sepanjang jalan arteri primer antar kota (2003:39) dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan pusat pertumbuhan,. Sedangkan untuk kampung lainnya yang berupa kawasan dengan kecenderungan aktifitas selain nelayan adalah pertanian/perkebunan, kebutuhan lahannya sesuai dengan standar lahanperumahan untuk Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM) Timika Kabupaten Fakfak tahun 1997 adalah sebesar 0,25 ha untuk tiap rumah/KK, luasan ini diperhitungkan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil berkebun ataupun bertani. Kebutuhan rumah diperhitungkan dengan 1 unit rumah dihuni oleh 5 jiwa. Rincian perkiraan distribusi, jumlah penduduk dan rumah serta kebutuhan dan ketersediaan lahanperumahan untuk tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel IV.18.
Abstrak: Kajian penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan pertanian Kecamatan Siantar Marimbun menjadi lahanperumahan/permukiman dan kesesuaian dengan RTRW Kota Pematangsiantar; menganalisis pengaruh pembangunan perumahan terhadap pendapatan masyarakat sekitar perumahan di Kecamatan Siantar Marimbun, dan menganalisis pembangunan perumahan terhadap pengembangan infrastruktur di Kecamatan Siantar Marimbun. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, uji beda rata-rata, dan analisis regresi linier sederhana. Pengambilan sampel responden berdasarkan probability sampling.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa selama periode tahun 2007-2011 terdapat perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Siantar Marimbun. Penurunan luas areal persawahan di Kecamatan Siantar Marimbun sebesar 165,26 Ha. Luas areal permukiman mengalami peningkatan sebesar 120,36 Ha. Pembangunan perumahan di Kecamatan Siantar Marimbun memberikan pengaruh yang positif terhadap pendapatan masyarakat di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan secara nyata pendapatan masyarakat sesudah adanya pembangunan perumahan dibanding sebelum pembangunan perumahan. Pembangunan perumahan di Kecamatan Siantar Marimbun memberikan pengaruh yang signifikan positif terhadap pengembangan infrastruktur. Dengandemikianpembangunanperumahan di KecamatanSiantarMarimbunmampumeningkatkanpengembanganinfrastruktur (pembangunan/perbaikan jalan, fasilitastransportasi, dan saranaperdagangan), sehinggasemakinmeningkatpembangunanperumahanmakadapatmeningkatkanpeng embanganinfrastruktur.
Dalam paper ini. metode MCE digunakan untuk menganalisis kesesuaianlahanperumahan di Kota Malang. kriteria seperti keamanan, kenyamanan, dan kompatibilas digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Standar Nasional Indonesia Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Ada dua teknik MCE yang digunakan, yaitu WLC dan OWA, keduanya memberikan hasil yang berbeda dan yang akurasi yang paling bagus didapat dari teknik OWA. Hasil dari kedua teknik tersebut kemudian divalidasi menggunakan metode ROC analisis. persentase dari model OWA menunjukkan hasil 79%, sedangkan persentasi dari model WLC hanya 67%. Model WLC dan OWA kemudian dimasukkan kedalam sistem informasi geografis yang telah diuji menggunakan metode Black-box dan White-box agar bisa diakses oleh masyarakat Kota Malang.
Melihat hasil analisis tentang kesesuaianlahanperumahan di Kawasan Perkotaan Sragen didapat bahwa lahan yang sangat sesuai dijadikan perumahan tersebar hampir di seluruh kawasan. Kesesuaian didominasi oleh kriteria sangat sesuai sehingga sepintas lokasi yang dapat dijadikan perumahan sangat luas, akan tetapi bila melihat kondisi eksisting lokasi-lokasi tersebut meskipun berdasarkan analisis hasilnya sangat sesuai namun karena kebanyakan lahan sudah terbangun, dan sebagian besar lahan yang belum terbangun merupakan lahan sawah dan hanya sedikit yang berupa lahan kering, maka lokasi yang dapat dijadikan perumahan baru sangat terbatas karena lahan sawah merupakan kawasan lindung yang tak dapat dikonversi menjadi guna lahan lain. Oleh sebab itu, perlu dilihat kebijakan yang ada di Kawasan Perkotaan Sragen tentang lokasi perumahan. Kebijakan terkait perumahan tersebut yaitu rencana penggunaan lahan sebagai perumahan yang terdapat di RDTRK Perkotaan Sragen tahun 2009-2028.
Kota Fakfak yang merupakan wilayah berbukit, pemanfaatan lahanperumahan menempati wilayah dengan kemiringan di atas 10%. Untuk itu perlu dilakukan kajian kesesuaianlahanperumahan yang berdasarkan karakterstik dasar di kota Fakfak yang terdiri dari kemiringan, jenis tanah dan batuan, kondisi iklim, wilayah rawan bencana serta penyediaan infrastruktur.
Setiap lahan yang terbentang di permukaan bumi memiliki peruntukannya masing- masing, menurut Budiono,2008.Lahan adalah tanah yang sudah ada peruntukkannnya dan umumnya ada pemiliknya, baik perorangan atau lembaga.selain itu, menurut Rahayu, 2007. Pemanfaatan lahan untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Menurut UU No. 1 Tahun 2011 permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
Abstrak: Kajian penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan pertanian Kecamatan Siantar Marimbun menjadi lahanperumahan/permukiman dan kesesuaian dengan RTRW Kota Pematangsiantar; menganalisis pengaruh pembangunan perumahan terhadap pendapatan masyarakat sekitar perumahan di Kecamatan Siantar Marimbun, dan menganalisis pembangunan perumahan terhadap pengembangan infrastruktur di Kecamatan Siantar Marimbun. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, uji beda rata-rata, dan analisis regresi linier sederhana. Pengambilan sampel responden berdasarkan probability sampling.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa selama periode tahun 2007-2011 terdapat perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Siantar Marimbun. Penurunan luas areal persawahan di Kecamatan Siantar Marimbun sebesar 165,26 Ha. Luas areal permukiman mengalami peningkatan sebesar 120,36 Ha. Pembangunan perumahan di Kecamatan Siantar Marimbun memberikan pengaruh yang positif terhadap pendapatan masyarakat di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan secara nyata pendapatan masyarakat sesudah adanya pembangunan perumahan dibanding sebelum pembangunan perumahan. Pembangunan perumahan di Kecamatan Siantar Marimbun memberikan pengaruh yang signifikan positif terhadap pengembangan infrastruktur. Dengandemikianpembangunanperumahan di KecamatanSiantarMarimbunmampumeningkatkanpengembanganinfrastruktur (pembangunan/perbaikan jalan, fasilitastransportasi, dan saranaperdagangan), sehinggasemakinmeningkatpembangunanperumahanmakadapatmeningkatkanpeng embanganinfrastruktur.
dilakukan pada tahap persiapan penelitian meliputi studi literatur dan pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian, seperti penelaahan peta kelas lereng, peta tutupan lahan dan peta tanah. Selanjutnya peta-peta tersebut dioverlaykan sehingga diperoleh peta satuan lahan pengamatan. Hasil penelahaan ini digunakan sebagai referensi dalam penentuan lokasi yang dijadikan areal pengamatan penelitian. 2) Pelaksanaan penelitian di lapangan, Pengambilan data dilakukan secara dua tahap, yaitu: pengumpulan data primer yang meliputi parameter fisik yang dapat diukur di lapangan yaitu : kedalaman tanah, kemiringan lereng, batuan di permukaan, singkapan batuan, drainase, bahaya banjir dan pengambilan sampel tanah untuk dianalisis di laboratorium sehingga diperoleh data berupa tekstur tanah, KTK, C-organik, kejenuhan basa dan pH tanah. 3) Pengolahan data dan penilaian 4) Penyaian hasil.
Pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja didukung oleh pemerintah melalui RTRW Kab. Lumajang tahun 2008 tentang penetapan kawasan ekonomi strategis. Namun kebijakan pemerintah dalam menetapkan komoditas unggulan dapat ditinjau ulang dengan menggunakan analisis LQ, analisis growth share, dan analisis kesesuaianlahan terhadap komoditas untuk menentukan komoditas unggulan. Selain itu kondisi infrastruktur yang mengalami kerusakan dapat segera diperbaiki untuk mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan Seroja.
Kesesuaianlahan aktual Pinus pada lokasi penelitian, tidak sesuai (N) pada seluruh satuan lahan. Penilaian kesesuain lahan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Faktor penghambat utama penyebab tidak sesuainya lokasi penelitian untuk pertumbuhan Pinus adalah curah hujan. Curah hujan yang dibutuhkan cukup tinggi berkisar 2.000-3.000 mm/thn. Sedangkan curah hujan pada lokasi penelitian hanya sekitar 1.863 mm/thn dimana curah hujan sebesar tersebut tidak sesuai dengan karateristik lahan yang dibutuhkan Pinus. Lereng, genangan atau bahaya banjir juga tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman Pinus pada beberapa satuan lahan. Peta kelas kesesuain lahan aktual Pinus dapat dilihat pada Gambar 6.
Guna meningkatkan kesesuaianlahan aktual menjadi kesesuaianlahan potensial Cukup Sesuai (S2) dibutuhkan beberapa perbaikan pada kualitas lahan, sehingga kelas kesesuaianlahan potensialnya dapat meningkat. Pada Curah hujan rata-rata yang tinggi merupakan faktor pembatas permanen dan tidak dapat dilakukan perbaikan- perbaikan, pH tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pHnya dengan menambahkan kapur di dalam tanah (Fathoni dan Aji, 2015). Efek dari pengapuran ini menurut Buckman dan Brady (1982) memberikan efek fisik, kimia dan biologi. Efek fisik, yaitu meningkatkan pembutiran (granulasi), efek terhadap gaya biotik terutama yang ada hubungannya dengan dekomposisi bahan organik tanah dan sintesa humus. Dalam hubungan ini efek stimulasi kapur terhadap tumbuh-tumbuhan berakar dalam, terutama leguminose, tidak dapat diabaikan.
Pada zona kelas kemampuan lahan IV dan V, terdapat penggunaan lahan seperti kebun, sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan juga tanah ladang/tegalan yang kurang sesuai dengan arahan pemanfaatan kelas kemampuan lahannya karena memiliki hambatan dan ancaman kerusakan besar, selain itu tindakan konservasi lebih sulit diterapkan sehingga lebih cocok jika lahan tersebut digunakan untuk hutan. Pilihan penggunaan ruang yang cocok di bidang pertanian adalah untuk tanaman semusim, tanaman rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan suaka alam maupun penggunaan non pertanian.
Menggunakan data citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite) AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2) akuisisi tahun 2010 yang telah terkoreksi se- cara radiometrik, geometrik, dan teregistrasi. Penajaman citra dengan cara modifikasi kon- tras data citra dengan bantuan program Er Mapper 7.1. Untuk mengurangi pengaruh cerah atau gelap dari gambar lokasi penelitian dalam citra dengan penapisan citra. Data citra landsat ALOS memiliki empat kanal, dan di- reduksi berdasarkan metode pemilihan kom- binasi kanal spektral menjadi tiga kanal yaitu kombinasi kanal 321 (Red Green Blue) dari sen- sor landsat ALOS. Hasil analisis, tampak secara jelas perbedaan spektral untuk setiap tutupan lahan di wilayah daratan dan perairan. Kemu- dian dilakukan klasifikasi untuk membedakan penggunaan lahan secara tepat dan sesuai.
Unsur iklim yang sangat menentukan dalam penilaian kesesuaianlahan adalah curah hujan, suhu, dan kelembaban. Rata-rata temperatur udara dan kelembaban nisbi pada stasiun klimatologi Sicincin (Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung) sebesar 26,01 °C dan 80 %, stasiun klimatologi Kandang Ampek (Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam) sebesar 25,58 °C dan 84 %, serta stasiun Gunung Nago (Kecamatan Pauh) adalah 27,17 °C dan 80 %. Dengan mempertimbangkan bahwa perubahan suhu di suatu daerah dapat diprediksikan perbedaannya, yaitu setiap kenaikan 100 meter, akan terjadi penurunan suhu sebesar 0,6 °C. Jenis Tanah Kabupaten Padang Pariaman
Pemanfaatan kawasan wisata Pantai Botutonuo telah banyak memberikan manfaat terhadap masyarakat setempat. Namun, secara tidak langsung kegiatan tersebut berdampak pada tekanan ekologis yang berada di kawasan wisata Pantai Botutonuo. Oleh karena itu pemanfaatan wisata pantai harus mengacu pada konsep daya dukung kawasan wisata pantai yaitu memperhatikan kemampuan alam dalam mentolelir gangguan yang timbul dan standar keaslian sumberdaya alam (Yulianda, 2007). Sehubungan dengan hal ini bahwa belum adanya penelitian tentang kesesuaianlahan dan daya dukung kawasan di wilayah Pantai Botutonuo, maka penulis bermaksud ingin meneliti sejauh mana kesesuaianlahan wisata pantai kategori rekreasi untuk aktivitas berenang dan daya dukung kawasan untuk kategori rekreasi wisata Pantai Botutonuo dengan judul penelitian “KesesuaianLahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango”.
Dari Tabel 5 juga dapat diketahui bahwa Lokasi T-3 (Desa Huta Ginjang), T- 18 (Desa Situmbaga Tonga) dan T-22 (Desa Siamporik Dolok) tergolong pada kesesuaianlahan aktual S3.eh yaitu sesuai marginal dengan faktor pembatas bahaya erosi berat. Dalam hal ini bahaya erosi berat dapat dikurangi melalui perumpukan pelepah salak, tutupan rumput permanen, jalan panen sejajar kontur dan pemberian bahan organik pada lereng sehingga kelas kesuaian lahan potensialnya adalah S2.wa.eh yaitu cukup sesuai dengan faktor pembatas ketersesdiaan air ( curah hujan yang cukup tinggi ) dan bahaya erosi ringan. Adapun curah hujan yang cukup tinggi tidak dapat dikurangi melalui usaha perbaikan karena curah hujan ini tidak dapat dikendalikan oleh manusia.
Desa Kobun Bungus Kecamatan Angkola Barat Karakteristik lahan Kelas Kesesuaian Lahan Nilai Data Klas Kesesuaian Lahan Aktual Usaha Perbaikan Klas Kesesuaian Lahan Potensial Tempe[r]
Persebaran perumahan di Kawasan APY Kabupaten Sleman menampilkan pola-pola tertentu. Secara teoritis, sebaran perumahan dapat dikatakan mengelompok, acak, maupun seragam. Pola sebaran perumahan tersebut diberi ukuran yang bersifat kuantitatif, misalnya dengan analisis tetangga terdekat. Gambaran pola sebaran perumahan dapat digunakan untuk mengevaluasi kesesuaianlahan dengan RTRW di daerah penelitian. Oleh karena itu, pola sebaran perumahan penting untuk diketahui dalam rangka optimalisasi pemanfaatan ruang. Masing-masing kompleks perumahan memiliki karakteristik fisik wilayah yang berbeda, sehingga akan muncul pertanyaan apakah pola perumahan pada masing-masing kompleks perumahan tersebut juga terdapat perbedaan.