Proses pembelajaran secara langsung dapat memberikan pengalaman nyata pada siswa, artinya pengalaman itu akan semakin kongkret, sehingga siswa akan terhindar dari kesalahan persepsi dari pembahasan materi pelajaran tertentu. Misalnya untuk meningkatkan pemahaman siswa akan binatang laut, atau binatang- binatang yang tidak mungkin di bawa ke dalam kelas seperti gajah, kerbau dan lain sebagainya, untuk mencapai tujuan senacam ini akan lebih bermakna manakala guru mendisain proses pembelajaran langsung di lapangan, dengan menghadapkan sisiwa pada objek yang sebanarnya. Bukankan untuk mempelajari Candi Borobudur, akan lebih bermakna manakala sisiwa secara langsung pada objek candi tersebut, dibandingkan dengan belajar lewat benda tiruan, apalagi hanya melalui ceramah dalam kelas?
Saputri, Annisa Tiara Widya. 2017. “Pengembangan Desain PembelajaranTematik Integratif Menggunakan Model Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelas 4 SekolahDasar”. Program Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana. Pembimbing Dr. Mawardi, S.Pd., M.Pd.
Pada kurikulum 2013 untuk sekolahdasar implementasi pembelajarannya menggunakan model pembelajarankontekstual/CTL (Contextual Teaching and Learning) yang dikaitkan dengan pengalaman nyata siswa sehinggga dapat membantu mempermudah siswa untuk menyerap konsep-konsep pelajaran, hal ini sesuai dengan kerucut pengalaman yang dikemukan oleh Edgar Dale (dalam, Sanjaya 2006:166) menyatakan bahwa seorang yang belajar melalui pengalaman langsung cenderung mempunyai ketepatan tinggi. Perbedaan antara pembelajaranCTL dengan pembelajaran konvensional seperti yang sering diterapkan di sekolah sekarang ini, menurut Sanjaya (2006:260) yakni (1) pembelajaranCTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan pembelajaran konvensional menempatkan siswa sebagai objek belajar, (2) dalam pembelajaranCTL siswa lebih banyak belajar secara kelompok sedangkan pembelajaran konvensional cenderung individual, (3) CTL pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan nyata sedangkan konvensional pembelajarannya bersifat abstrak dan teoritis, (4) dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki individu selalu berkembang sedangkan pembelajaran konvensional tidak bisa berkembang karena pengetahuan siswa dikonstruksi orang lain. Proses pembelajaran kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum sebelumnya (KTSP) 2006 yang cenderung konvensional, guru saat menyampaikan materi pelajaran juga menggunakan contoh-contoh yang abstrak. Akibatnya siswa terlalu sulit untuk memahami materi pelajaran karena daya imajinasi siswa khusus untuk anak sekolahdasar masih terbatas.
Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar diatas, peneliti menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan pendekatan pembelajaranCTL (Kontekstual). Faktor eksternal disini adalah faktor sekolah. Faktor sekolah yang mempengaruhi hasil belajar adalah : a. Metode mengajar, b. Kurikulum, c. Relasi guru dengan siswa, d. Disiplin sekolah, e. Alat pelajaran, f. Waktu sekolah, g. Standar pelajaran di atas ukuran, h. Keadaan gedung, i. Metode belajar, j. Tugas rumah. Pada dasarnya hasil belajar itu dipengaruhi baik oleh faktor internal dan faktor eksternal, tetapi dalam penelitian ini tekanannya pada faktor eksternal, khususnya metode belajar, alat pelajaran dan metode mengajar. Metode mengajar adalah cara yang harus dilalui di dalam mengajar.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, berkarakter, kreatif, inovatif, cerdas dan mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa. Prastowo (2013, hlm. 219 )“rumusan kompetensi inti dalam kurikulum 2013 terdiri atas 4 yaitu kompetensi inti sikap spiritual, kompetensi inti sikap sosial, kompetensi inti pengetahuan dan kompetensi inti keterampilan”. Dengan kata lain kurikulum 2013 bertujuan untuk mengembangkan kehidupan siswa ke arah yang lebih baik dalam segi agamanya, kehidupan sosialnya, pengetahuannya maupun keterampilan yang dimilikinya. Pembelajaran yang biasanya terpusat pada guru berubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa dituntut belajar aktif dan mencari hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dipelajari tidak hanya dari guru saja namun bisa dari manapun. Kurikulum 2013 memiliki beberapa karakter diantaranya menciptakan suatu pembelajaran yang bermakna, menggunakan pendekatan saintifik, menggunakan penilaian autentik, pembelajaran dilakukan secara kontekstual dan tematik sehingga dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan dapat memberikan inspirasi kepada siswa agar terdorong untuk senantiasa berpikir kritis dan analitis dalam memahami hubungan antara materi satu dengan materi yang lainnya.
2. Siswa yang mendapatkan model pembelajaran scientific dalam pembelajarantematik integratif mengalami peningkatan sikap matematis yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional
Pembelajaran Tematik Pembelajaran Tematik • Salah satu model pendekatan pembelajaran terpadu pada jenjang taman kanak-kanak TK/RA atau sekolah dasar SD/MI untuk kelas awal yang didas[r]
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media komik yang dapat memahamkan siswa terhadap materi pecahan di kelas IV SD Semen Gresik dilakukan dengan menggunakan tiga tahap yaitu: tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Selain menggunakan media komik pembelajaran juga disertai dengan alat peraga manipulatif untuk membantu pemahaman siswa terhadap konsep. Strategi yang digunakan adalah dengan bermain peran. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini, yaitu memiliki fokus pada pembelajaran matematika, khususnya materi pecahan.
Agar pembelajaran lebih menarik, efektif serta bermakna (menyenangkan), guru harus dapat berfikir kreatif untuk menciptakan strategi pembelajaran yang tepat guna, sehingga siswa dapat memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar lebih aktif. 13 Tak terkecuali dengan pembelajaran pada mata pelajaran Al- Qur’an Hadis. Dimana, mata pelajaran Al - Qur’an Hadis bertujuan agar peserta didik bergairah dalam membaca Al- Qur’an dan Hadis dengan baik dan benar, serta mempelajari, memahami, meyakini kebenarannya, dan mengamalkan ajaran-ajaran dan nilai yang terkandung didalamnya sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh aspek kehidupannya. Untuk itu, kreativitas guru dalam menciptakan suasana belajar yang menarik, efektif dan bermakna sangat penting.
Rural Policy Rulal Educational Higher Education Hakikat Pembelajaran CTL Pembelajaran Kontekstual CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diaja[r]
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sebenarnya jaring tema dapat dibuat dengan disesuaikan pada kondisi yang ada agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan cara jika terdapat kompetensi yang tidak dapat dipadukan sebaiknya tidak dipaksakan untuk dipadukan aga rjaring tema dapat menampakkan keterhubungan sebagaimana mestinya.Walaupun begitu, kompetensi yang tidak tercakup dalam tema harus tetap diajarkan secara terpisah atau menggunakan tema tersendiri. Apabila jaring tema yang disusun tidak sesuai maka akan mengakibatkan siswa kesulitan dalam memahami materi sehingga guru perlu menyusun jaring tema sesuai dengan temayang seharusnya.
Ada tujuh indikator pembelajarankontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).
1. Bagi para peserta/guru hendaknya terus dapat menerapkan dan meningkatkan kualitas dan intensitas pembelajarankontekstual di sekolahnya masing-masing, walaupun kegiatan pelatihan dan pendampingan telah berakhir sehingga kegiatan PPM ini ada keberlanjutannya. Hendaknya para peserta/guru dapat sebagai pelopor dalam penerapan pembelajarankontekstual di sekolah masing-masing dan dapat menularkan dan menyebarluaskan pengetahuan dan pemahaman serta materi-materi yang diperoleh melalui pelatihan ini ke guru-guru yang lain.
Kegiatan lesson study pada kegiatan pertama perencanan (plan) diperoleh pertama saran dari para observer yang terdiri dari 3 observer yaitu satu guru matematika MTs N 1 Pringsewu dan dua mahasiswa jurusan pendidikan matematika IAIN Raden Intan Lampung. Saran dari para observer adalah membahas materi menemukan teorema pythagoras dahulu baru masuk ke pengertian theorema pythagoras, durasi dalam tes kemampuan awal matematis jangan terlalu lama maksimal 30 menit dan perlu menggunakan media jangan menggunakan gambar saja. Pada kegiatan kedua pembelajaran (do) peserta didik diberikan pembelajaran sesuai dari saran dari para observer pada kegiatan ketiga evaluasi (see) observer memberikan komentar dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu observer memberikan komentar durasi waktu kemampuan awal matematis lebih dari 30 menit dan tujuan belum tersampaikan, dan yang lainnya sudah baik.
Hasil penelitian, Berkaitan proses pembelajaran yang terjadi selama ini di keempat sekolahDasar : sekolah inklusi tidak memiliki fasilitas belajar khusus bagi ABK, sekolah tidak memiliki guru berkualifikasi pengajar ABK, guru menggunakan metode ceramah, guru mendominasi kegiatan pembelajaran, siswa pasif selama proses belajar, tidak ada bimbingan khusus bagi ABK. Desain pembelajaran matematika kontekstual terdiri dari RPP, implementasi dan penilaian autentik matematika kontekstual. Guru mengimplementasikan pembelajaran matematika kontekstual secara sistematis. Evaluasi proses melalui unjuk kerja dan sikap afektif menunjukkan peningkatan selama uji coba terbatas maupun uji coba luas. Pembelajaran Matematika Kontekstual dengan PBL lebih efektif dari pembelajaran konvensional.
Pengajar dari empat sekolah yang diteliti tidak satupun memiliki pengajar yang berkualifikasi mengajar ABK, selain itu guru pendamping bagi ABK sangat jarang dimiliki oleh sekolah. Hal ini bertentangan dengan penelitian Elizabeth Walton, Norma Nel, Anna Hugo dan Helena Muller (2008:123) yang mengungkapkan, sebagian besar sekolah inklusi di Afrika Selatan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan pembelajaran inklusif. Pembelajaransekolah inklusi difokuskan pada keragaman siswa dan telah menyediakan fasilitas ruang khusus serta fasilitas pendukung bagi para guru. Sekolah juga menyediakan pembelajaran khusus serta penyesuaian pada sistem penilaian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa seharusnya sekolah penyelenggara pendidikan inklusi harus mulai berfikir untuk : 1) meningkatkan kompetensi guru dalam bidang pembelajaran inklusi; 2) memiliki seorang guru pendamping khusus yang berkualifikasi pengajar ABK; 3) menyediakan fasilitas, media, dan sumber belajar serta sistem pembelajaran yang menunjang bagi proses belajar siswa ABK
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat diatas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersamasama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa, dosen, peneliti dsb melakukan percobaan. Percobaan yang dilakukan menggunakan berbagai bahan kimia, peralatan gelas, dan instrumentasi khusus yang dapat menyebabkan terjadinya ke- celakaan bila dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Kecelakaan itu dapat juga terjadi karena kelalaian atau kecerobohan kerja, ini dapat membuat orang tersebut cedera, dan bahkan bagi or- ang disekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan dambaan bagi setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan dan kenyamanan kerja. Bekerja dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan. Walaupun petunjuk keselamatan kerja sudah tertulis dalam setiap penuntun praktikum, namun hal ini perlu dijelaskan berulang-ulang agar setiap individu lebih meningkatkan kewaspadaan ketika bekerja di laboratorium.
Akhirnya, saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang berperan dalam penyusunan bahan ajar ini khususnya kepada semua Penulis, Editor, dan Ilustrator serta team profesional dari Dit. PPKLK Ditjen Pendidikan Menengah Kemendikbud dibawah koordinasi Direktur Dit. Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, dengan dibantu Kasubdit Pembelajaran, Kasi Pelaksanaan Kurikulum, Kasi Penilaian dan Akreditasi yang telah mengkoordinir penulis, penelaah/ editor, illustrator, dan tim tehnis Dit. PPKLK serta staf subdit pembelajaran Dit. PPKLK sehingga atas kerja keras dan bekerja dengan penuh konsentrasi dapat dihasilkannya bahan ajar ini. Semoga ketersediaan bahan ajar ini akan mendorong semua guru dan Kepala Sekolah SMALB untuk meningkatkan kapasitasnya dalam memahami dan menerapkan prinsip – prinsip pembelajaran dalam mengelola kelas dan mengembangkan sekolah serta bagi guru diharapkan dapat menerapkan pendekatan saintifik dan penilaian otentik pada setiap kegiatan pembelajaran supaya dihasilkan lulusan SMALB yang kreatif, produktif, inovatif, dan mandiri serta memiliki sikap ilmiah.