PendapatanAsliDaerah (PAD) menurut Undang Undang RI Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Menurut Permendagri No.13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah arti PendapatanAsliDaerah atau PAD merupakan semua penerimaandaerah yang berasal dari potensi sumber daya yang ada di daerah. Sumber-sumber PAD meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, lain-lain pendapatanaslidaerah yang sah. Simanjuntak (2003) menyatakan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah, seperti provinsi, kabupaten, maupun kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing- masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya. Sedangkan Redjo (1998) berpendapat bahwa retribusi ialah suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah dimana kita dapat melihat adanya hubungan antara balas jasa yang diterima langsung dengan adanya pembayaran retribusi tersebut, misalnya uang langganan air minum, uang langganan listrik.
Pertumbuhan perekonomian daerah yang berhubungan dengan kenaikan transfer sebagai salah satu komponen penerimaan pemerintah dianggap sebagai faktor positif yang merangsang pertumbuhan ekonomi artinya, semakin tinggi penerimaan pemerintah akan meningkatkan potensi pasar domestik, dengan catatan mereka mempunyai daya beli, sehingga permintaan akan meningkat (Todaro, 1997 dalam Parmawati dan Sasana, 2010). Menurut Jhingan (1998) dalam Parmawati dan Sasana (2010), sesuai dengan Teori Pertumbuhan Harrod- Domar, bahwa investasi memiliki peran kunci dalam pertumbuhan ekonomi yaitu menciptakan pendapatan dan memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Naiknya stok modaldaerah akan meningkatkan produksi, hal ini menuntut produktivitas dari masing-masing komponen pengeluaran pemerintah daerah untuk dapat memberikan kontribusi kepada PDRB.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh PendapatanAsliDaerah, Dana Perimbangan dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran secara parsial dan simultan terhadap BelanjaModal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan periode tahun 2013 -2015. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 17 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling diperoleh 6 Kabupaten sebagai sampel. Data penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk Laporan Realisasi Anggaran dan PendapatanBelanjaDaerah (APBD). Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS versi 23.0.
Adapun sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah PendapatanAsliDaerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka Negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (Sasana, 2006).
Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatandaerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanjamodal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaandaerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaandaerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang. (Halim, 2004 : 18). 2.2 PendapatanAsliDaerah (PAD)
Perimbangan keuangan antaran pemerintah pusat dan daerah merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Terjadinya transfer dana dari pemerintah pusat ke permintah daerah, maka pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat sebagai alat pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah. Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi Daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pembangunan. Tujuan dari pemberian DAU ini adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan.Jaminan keseimbangan penyelenggaran Pemerintah Daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. Oleh karena itu DAU merupakan sumber dana yang dominan dan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat .
Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu pooling data berupa realisasiPendapatanAsliDaerah (PAD), realisasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan BelanjaModal (BM) dari masing-masing Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara untuk periode tahun 2010-2013 yang diperoleh dari situs Sistem Informasi Keuangan Daerah Departemen Keuangan Republik Indonesia yaitu www.depkeu.djpk.go.id dan sistus Badan Pusat Statistik yaitu www.bps.go.id/sumut, melalui internet.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang anggaran pendapatan dan belanja negara, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran selanjutnya disingkat dengan SiLPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasipenerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. Bila terjadi surplus maka daerah harus menggangarkan untuk pengeluaran pembiayaan tertentu semisal untuk investasi atau dapat juga dengan mengoptimlisasi dana tersebut untuk mendanai belanja kegiatan yang telah direncanakan. Akan tetapi bila terjadi defisit maka daerah perlu mencari alternatif pembiayaan yang bisa berupa pinjaman daerah, penggunaan SiLPA atau melakuan penghematan anggaran dengan melakukan penyisiran kegiatan yang tidak perlu atau ditunda pelaksanaannya (Jikwa, 2016) [6] . Hal ini mengindikasikan bahwa SiLPA merupakan salah satu sumber
Pertumbuhan perekonomian daerah yang berhubungan dengan kenaikan transfer sebagai salah satu komponen penerimaan pemerintah dianggap sebagai faktor positif yang merangsang pertumbuhan ekonomi artinya, semakin tinggi penerimaan pemerintah akan meningkatkan potensi pasar domestik, dengan catatan mereka mempunyai daya beli, sehingga permintaan akan meningkat (Todaro, 1997 dalam Parmawati dan Sasana, 2010). Menurut Jhingan (1998) dalam Parmawati dan Sasana (2010), sesuai dengan Teori Pertumbuhan Harrod- Domar, bahwa investasi memiliki peran kunci dalam pertumbuhan ekonomi yaitu menciptakan pendapatan dan memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Naiknya stok modaldaerah akan meningkatkan produksi, hal ini menuntut produktivitas dari masing-masing komponen pengeluaran pemerintah daerah untuk dapat memberikan kontribusi kepada PDRB.
Menurut Halim (2009) ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal, disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat berinisiatif memberikan subsidi berupa DAU kepada daerah untuk menanggulangi ketimpangan tersebut. Bagi daerah yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasaan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.
Menurut UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari DAU, DAK, dan DBH yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Selain itu, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa PAD, pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah.Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kesehatan, dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh PendapatanAsliDaerah Terhadap BelanjaModal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah ,” guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Desentralisasi bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan pelayanan publik agar lebih merata di seluruh Indonesia (Sugiyanta, 2016). Dalam upaya meningkatkan pelayanan publik, pengalokasian anggaran harus lebih diperuntukan bagi kepentingan publik seperti belanjamodal. Alokasi belanjamodal dalam APBD didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun fasilitas publik (Abdullah dan Halim, 2006). Selama ini alokasi belanjadaerah lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai dan belanja rutin yang kurang produktif (Aprizay et al., 2014; Felix, 2012) dan sisanya hanya sebagian kecil untuk belanjamodal (Abdullah dan Rona, 2014).
Oki Agam Tipani. (2011). Pengaruh PendapatanAsliDaerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap BelanjaModal (Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat). Skripsi pada Program Studi Akuntansi FPEB UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
2.1.3 Hubungan antara BelanjaModal dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan peningkatan PDB/PDBR.Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002).
Skripsi ini berjudul “Pengaruh BelanjaModal dan pendapatanAsliDaerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara” yang disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
PendapatanAsliDaerah memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintahan dan program pembangunan yang telah direncanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap BelanjaModal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010 – 2013.
Reformasi di negeri ini telah memberikan perubahan yang besar bagi tatanan pemerintahan.Otonomi daerah merupakan salah satu perubahan tersebut.Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah menjadi angin segar bagi kemujudan sistem sentralisasi yang cenderung tidak adil dalam pelaksanaan pembangunan. Otonomi daerah memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk mengatur urusan pembangunan daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Lahirnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang- undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan kebijakan yang mengatur tentang otonomi daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah BelanjaModal dan PendapatanAsliDaerah berpengaruh signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Per Kapita pada Pemerintahan Daerah di Provinsi Sumatera Barat. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 18 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari19kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2009-2013.Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistika) Provinsi Sumatera Barat dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan .Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (APBD). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif , dengan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana dengan uji t dan menggunakan regresi linier berganda dengan uji F.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah BelanjaModal dan PendapatanAsliDaerah berpengaruh signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Per Kapita pada Pemerintahan Daerah di Provinsi Sumatera Barat. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 18 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari19kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2009-2013.Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistika) Provinsi Sumatera Barat dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan .Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (APBD). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif , dengan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana dengan uji t dan menggunakan regresi linier berganda dengan uji F.