Pada kelompok perlakuan 1 didapatkan hasil p 0,330 (lebih dari 0,05) yang dapat diintrepretasikan tidak ada pengaruh pemberian suplementasiseng terhadap kadarhemoglobinbalita. Pada kelompok ini tetap ada peningkatan kadarhemoglobin namun tidak signifikan. Seng bukan merupakan bahan baku pembuatan hemoglobin seperti zatbesi, sehingga tidak berkaitan langsung dalam pembentukan hemoglobin Namun dalam hal metabolisme, seng berinteraksi dengan zatbesi baik secara langsung maupun tidak langsung. Albumin merupakan alat transpor utama seng. Penyerapan seng menurun bila nilai albumin darah menurun, misalnya dalam keadaan gizi kurang. Sebagian molekul seng menggunakan alat transpor transferin, yang juga merupakan alat transportasi besi. Bila perbandingan antara zatbesi dan seng lebih dari 2 :1, transferin yang tersedia untuk Zn berkurang, sehingga menghambat Zn. Sebaliknya, dosis tinggi Zn menghambat penyerapan besi. 12 Oleh karena itu,
Pola makan balita di negara berkembang terutama di Indonesia belum dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan, terutama pada usia3-5tahun. Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dari asupan makanan sehari-hari dapat dilakukan dengan pemberian suplementasizat gizi mikro sesuai kebutuhan gizi balita berdasarkan AKG 2013 untuk balita dengan asupan seng dan zatbesi yang kurang dari kebutuhan. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti adanya pengaruhsuplementasiseng dan zatbesi terhadap tingkat kecukupan energi balitausia3-5tahun. Penelitian dilakukan di daerah Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang karena banyak keluarga dengan balita yang sosial ekonomi masyarakatnya menengah ke bawah, merupakan daerah yang padat penduduk dan banyak penduduknya yang sebagian besar hanya tamat SD dan SMP. Dosis suplementasiseng dan zatbesi yang diberikan dalam bentuk sirup sebesar seng 10 mg/hari dan zatbesi 7,5 mg/hari.
Suplementasizat gizi mikro merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan asupan zat gizi mikro pada penderita defisiensi. Hasil penelitian suplementasi kombinasi antara zatbesi dan seng yang telah dilakukan di Bogor, mengungkapkan bahwa suplementasi kombinasi zatbesi dan seng yang menggunakan perbandingan 1:1, secara efektif menurunkan defisiensi zatbesi dan seng. Artinya, suplementasi dengan dua zat gizi mikro – dalam hal ini zatbesi dan seng sekaligus dapat memperbaiki kekurangan ke dua zat gizi tersebut. 6 Penelitian mengenai pengaruhsuplementasiseng dan zatbesi pada balitausia 6-12 bulan di Indonesia menunjukkan suplementasi tunggal seng mempercepat pertumbuhan, suplemen tunggal zatbesi mempercepat pertumbuhan serta perkembangan psikomotor, namun kombinasi antara seng dan zatbesi belum menunjukkan efek yang signifikan terhadap pertumbuhan serta perkembangan psikomotor. 10 Namun, penelitian lain pada balitausia 12 - 59 bulan yang hanya diberikan suplementasiseng saja selama 4 bulan tidak menunjukkan pengaruh terhadap perubahan antropometris baik berat badan maupun tinggi badan balita. Hal tersebut kemungkinan dapat disebabkan karena ukuran sampel, pendeknya periode suplementasi, atau adanya defisiensi zat gizi selain seng, yang penting juga dalam pertumbuhan balita. 14 Penelitian lain pada balitausia 6 – 12 bulan di Bangladesh juga menunjukkan tidak adanya pengaruhsuplementasiseng, zatbesi, dan seng + zatbesi terhadap pertumbuhan balita. Hal tersebut disebabkan karena suplementasi yang diberikan hanya 1 kali setiap minggu nya sebesar 20 mg seng dan 20 mg zatbesi. 15
Penelitian ini terdapat empat kelompok yang terdiri dari 1 kelompok kontrol yang diberi sirup yang tidak mengandung zatseng dan zatbesi serta tiga kelompok perlakuan yaitu kelompok 2 diberikan seng, kelompok 3 diberikan zatbesi dan kelompok 4 diberikan kombinasi seng dan zatbesi untuk melihat pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Sampel yang telah melewati tahap screening dibagi secara acak (random) dalam 4 kelompok dengan jumlah setiap kelompok 9 subjek. Penelitian ini dilakukan selama 60 hari. Populasi target penelitian ini adalah balitausia3-5tahun di Kota Semarang. Populasi terjangkau dalam penelitian ini yaitu balitausia3-5tahun di RW XI Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang.
Stunting is a condition of failure to achieve physical development is measured based on height according to age. The purpose of this study was to determine the relationship of food habit consumtion of zinc and iron sources and as well as diarrhea incidence with stunting on the toddler aged 1-3 years I work of community health center of Sungai Jering, Merangin 2019 years.The study was used a Cross Sectional desigh study. This study was concucted in work area Puskesmas Sungai Jering on July 2019. The population of this study was 221 toddlers, total of sampels was 67 toddlers with the technique Proporsional Random Sampling. The data was taken using Food Frequency Questionnarie (FFQ) and interview. The data was analyzed using univariate and bivariate (Chi-Square). The result showed that 55% of toddlers not of stunting, 51,2,% of toddlers was rarely comsumtion of Zn, of 53,8% of toddlers was rarely comsumtion of Fe, and 72,5% not diarrhea. There is significant relationship between habit comsumtion of Zn and incidence of stunting (p = 1,000), there is a significant relationship between habit comsumtion of Fe and incidence of stunting (p = 0,529) and there is a significant relationship between the the incidence of diarrhea and the incidence of stunting (p =0,000 ) among toddlers. There is a significant relationship between the inciedence of diarehea with the incidence of stunting. Therefore, it is advisable in mother and toddlers so can increase the nutritional knowledge about the way of eathing that is good for toddlers and maintain the cleaniness of the food so that it can improve the nutritional status of children.
5. Rahayu Astuti, Hertanto Wahyu Subagyo,Siti Fatimah Muis. Kadar Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) TIkus Sprague Dewley Anemia Defisiensi Besi yang Mendapat Suplementasi Tempe Terfortifikasi ZatBesi dan Vitamin A. Prosiding Seminar Nasional 2013. Menuju Masyarakat Madani dan Lestari. ISBN: 978-979-98438-8-3.
Ada beberapa faktor yang diketahui dapat meningkatkan atau menghambat absorbsi besi yaitu : (1) Tipe makanan yang dikonsumsi; (2) Interaksi antar bahan pangan; (3) Mekanisme regulasi dalam mukosa usus; (4) Bioavailabilitas (penggunaan besi yang dikonsumsi untuk fungsi metabolik); (5) Jumlah simpanan zatbesi; (6) Kecepatan produksi sel darah merah (Gibney et al., 2009). Zatbesi banyak terkandung dalam daging merah, telur, sayuran, dan sereal, tetapi konsentrasinya di dalam susu, buah, dan produk nabati lainnya sangat rendah. Kandungan zatbesi dalam makanan sendiri tidak banyak berarti karena absorbsi zatbesi bervariasi secara luas. Sumber gabungan zatbesi nonheme, jumlah besi yang diabsorbsi sebagian besar bergantung pada keberadaan zat di dalam makanan yang dapat meningkatkan serta menghambat absorbsi dan pada status zatbesi orang tersebut. Sebagian besar zatbesi nonheme berasal dari produk nabati dan susu, serta lebih dari 85% zatbesi dalam makanan merupakan jenis besi nonheme.
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 25 orang yang memiliki asupan zatbesi dengan kategori kurang dan anemia paling banyak dari jenis vegetarian vegan yaitu sebanyak 15 orang (65,2%), lacto sebanyak 5 orang (83,3%), lacto ovo 6 orang (60%), dan ovo 50% (1 orang). Asupan zatbesi pada setiap jenis vegetarian berbeda, jenis vegetarian vegan asupan zatbesi hanya didapatkan dari zatbesi non heme sehingga rentan mengalami defisiensi zatbesi. Sedangkan jenis vegetarian lain seperti lacto, lacto ovo, ovo dan pollo mendapatkan asupan tambahan zatbesi yang berasal dari hewani seperti telur, ayam, keju, susu dan yoghurt. Walaupun mendapatkan asupan tambahan zatbesi heme namun ada responden yang mempunyai kadarhemoglobin dibawah normal atau anemia, karena tidak semua asupan zatbesi dapat diabsorpsi dengan baik. Zatbesi pada telur tidak dapat diserap maksimal oleh tubuh karena adanya komponen yang menghambat penyerapan zatbesi. Komponen yang menghambat penyerapan zatbesi pada telur adalah phosphoprotein phosvitin, phosvitin membentuk senyawa yang tak larut dalam air. Selain telur, susu sapi dan keju mengandung zat kalsium yang dapat menghambat penyerapan zatbesi. Menurut Larsson dan Johanson (2002) defisiensi zatbesi lebih umum terjadi pada jenis vegetarian vegan dari pada lacto ovo karena asupan zatbesi yang rendah dan lebih tinggi asupan serat yang mengarah penurunan bioavailabilitas zatbesi.
Anemia merupakan masalah utama yang terjadi di negara Indonesia terutama anemia defisieni besi, sering terjadi pada anak usia sekolah terutama remaja putri. Anemia terjadi apabila zat gizi makro dan zat gizi mikro terutama zatbesi yang kurang dikonsumsi seseorang. (5) Efek yang timbul ketika remaja putri terkena anemia yaitu menurunnya prestasi dan semangat belajar, sedangkan efek ketika kurang zatbesi ini menyebabkan gejalanya yaitu pucat, lelah, lesu, menurunnya nafsu makan dan gangguan pada pertumbuhan. (5)
Rerata kadarhemoglobin pada pengukuran sebelum dan sesudah pemberian zatbesi dan vitamin C ada pe- ningkatan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pemberian tablet tambah darah yang berfungsi menambah kadar he- moglobin dalam tubuh dan asupan vitamin C yang diminum secara teratur setiap minggu. Pemberian tablet tambah darah dalam jangka 12 minggu dapat me- ningkatkan kadarhemoglobin darah. Penderita dengan hemoglobin rendah yang diberi suplementasizatbesi me- nunjukkan perbaikan yang bermakna terhadap pe- ningkatan kadarhemoglobin dan produktivitas kerja. 13 Penanggulangan anemia terutama pada wanita pekerja sudah dilakukan secara nasional dengan pemberian pil zatbesi selama 3 bulan yang diminum setiap hari. Suplementasizatbesi menjadi salah satu cara untuk meningkatkan hemoglobin darah dan kesehatan wanita pekerja. Zatbesi di dalam bahan makanan dapat ber- bentuk hem yang berikatan dengan protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. 14 Lebih dari 35% hem ini dapat diabsorpsi langsung. Bentuk lain adalah dalam bentuk nonhem yaitu senyawa besi an- organik yang kompleks yang terdapat di dalam bahan makanan yang berasal dari nabati, yang hanya dapat di- absorbsi sebanyak 5%. Pemberian zatbesi secara oral dapat menimbulkan efek samping pada saluran gastro- intestinal pada sebagian orang, seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare. Frekuensi efek sam- ping ini berkaitan langsung dengan dosis zatbesi. 15 Tidak tergantung senyawa zatbesi yang digunakan dan tidak satupun senyawa yang ditolelir lebih baik daripada senyawa yang lain. Zatbesi yang dimakan bersama de- ngan makanan akan ditolelir lebih baik meskipun jumlah zatbesi yang diserap berkurang. 16 Penyebab anemia
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan asupan zatbesi dan kadarhemoglobinbalita stunting. Hal ini sesuai dengan penelitian Zuffo, pada tahun 2016, bahwa tidak ada hubungan antara asupan zatbesi dan anemia. Pada penelitian tersebut anemia terjadi karena beberapa faktor lain seperti, usia ibu lebih muda, berjenis kelamin laki-laki, tidak mendapatkan ASI eksklusif, dan konsumsi zatbesi non heme lebih tinggi. 30 Tidak terdapat hubungan zatbesi dan kadarhemoglobin pada penelitian ini diperkirankan karena seluruh subyek dengan asupan rendah zatbesi. Selain itu, sumber asupan zatbesi sebagian besar berasal dari protein nabati yang memiliki bioavailabilitas yang lebih rendah, dan mengandung zat anti-gizi yang dapat menghambat penyerapan zatbesi, seperti fitat dan polifenol. Pada tahap awal, rendahnya asupan zatbesi ini akan mempengaruhi cadangan zatbesi tubuh, namun zatbesi dalam sirkulasi dapat dipertahakan sehingga kadarhemoglobin darah normal. Hal inilah yang mungkin terjadi pada penelitian ini, dimana seluruh subyek dengan asupan rendah namun kadarhemoglobin darah normal, sehingga tidak terdapat hubungan antara asupan zatbesi dengan kadarhemoglobin darah. Kadarhemoglobin tidak dapat menggambarkan cadangan zatbesi tubuh, sebagai indikator yang paling sensitif terjadinya anemia. Penelitian lain di China menunjukkan bahwa terhambatnya pertumbuhan disertai anemia terjadi karena rendahnya asupan zatbesi. Oleh karena itu, peningkatan konsumsi makanan sumber zatbesi akan meningkatkan kadarhemoglobin darah. 12
Kadar timbal pada udara mempunyai pengaruh terhadap kadar timbal dalam darah seseorang yang beraktivitas tinggi di jalanan. Kelompok orang yang sering berada di jalanan seperti polisi lalu lintas, pedagang kaki lima, pengemis, dan anak jalanan mempunyai risiko yang besar terkena paparan polutan udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. 5 Anak-anak akan lebih mudah terkontaminasi dibandingkan orang dewasa karena tubuh anak mengabsorbsi lebih dari 50% timbal yang masuk dalam tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15-35%. 4 Selain itu, pada anak-anak masih memiliki kebiasaan memasukkan tangan dan mainan kedalam mulut sehingga semakin memperbesar risiko tertelannya timbal 5 . Sebuah penelitian yang dilakukan di Bandung mengenai oral habit pada 223 anak menghasilkan bahwa kebiasaan seperti menggigit kuku, meghisap jari, dan bernafas melalui mulut terjadi paling banyak pada usia hingga 8 tahun. 6
Metode: Jenis penelitian ini adalah experimental, menggunakan metode simple random sampling dengan rancangan pretest-posttest control group. Subjek penelitian adalah tenaga kerja wanita anemia usia subur di PT X Surakarta. Sebanyak 40 subjek penelitian yang terdiri dari 20 subjek kontrol dan 20 subjek perlakuan. Pengumpulan data dilakukan dengan skrining sesuai kriteria inklusi, mengisi form kesediaan mengikuti penelitian, recall 24 jam, serta pemeriksaan kadarhemoglobin dan indeks eritrosit oleh laboratorium. Data dianalisis dengan uji multivariate untuk melihat perbedaan asupan gizi antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan terhadap kadarhemoglobin dan indeks eritrosit.
Kemungkinan lain dikarenakan penggunaan preparat yang berbeda dengan penelitian terdahulu yakni ferrous sulfat dan glisin dalam bentuk murni dimana penelitian terdahulu menggunakan iron bis-glycine, suatu senyawa kelat hasil pengikatan 2 molekul glisin ke kation ferous untuk membentuk komponen cincin heterosiklik ganda. Konfigurasi ini dipercaya melindungi besi dari penghambat-penghambat makanan dan juga interaksi di usus halus sehingga memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi dibandingkan ferous sulfat. 10 Pada penelitian ini, pemberian ferous sulfat dan glisin secara murni dikarenakan pertimbangan biaya yang lebih terjangkau daripada pemberian iron bis-glycine. Namun efek perlindungan glisin terhadap proses penyerapan besi kemungkinan tidak didapatkan pada pemberian preparat ini sendiri-sendiri walaupun diberikan secara bersamaan. Hal ini diperkuat dengan penelitian Hallberg yang menyatakan bahwa protein kedelai non-phytate tidak berpengaruh dalam penyerapan besi, dimana glisin banyak terdapat dalam kedelai. 11 Dari pernyataan tersebut,
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang mempelajari hubungan antara variabel bebas (protein dan zatbesi) dengan variabel terikat (kadarhemoglobin), penelitian ini dilakukan dengan cara observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Pada penelitian ini semua objek penelitian yaitu variabel bebas (protein dan zatbesi) harus dilakukan penelitian pada saat yang bersamaan tetapi untuk variabel terikat (kadarhemoglobin) dilakukan pengambilan data hanya satu kali saja.
Protein berperan dalam pengangkutan besi ke sumsum tulang untuk membentuk molekul hemoglobin yang baru. Zatbesi merupakan unsur penting tubuh dan diperlukan untuk produksi sel darah merah. Zatbesi merupakan salah satu komponen dari heme, bagian dari hemoglobin, protein dalam sel darah merah yang mengikat oksigen dan memungkinkan sel darah merah untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Jika zatbesi tidak cukup didalam tubuh, maka besi yang disimpan dalam tubuh akan digunakan. Apabila simpanan besi habis maka akan kekurangan sel darah merah dan jumlah hemoglobin di dalamnya akan berkurang sehingga mengakibatkan anemia (Proverawati, 2011).
Background: Nutrition problems such as anemia or low hemoglobin level are still concern for many experts. Low hemoglobin level is mainly caused by less consumtion of some nutrition essentially need like protein, iron vitamin C and vitamin A. Childbearing-aged women possess greater risk of suffering from anemia as they experience regularly menstrual bleedings. Based on data from Health Office of Sleman, prevalence of anemia in District of Cangkringan is still high that is 51.33%. Anemia on these women can lead to underweighted childbirth and mother’s death.
positif, berarti terdapat hubungan positif yang sangat kuat kuat antara asupan zatbesi terhadap kadarhemoglobin. Artinya semakin tinggi asupan zatbesi maka akan semakin tinggi kadarhemoglobin berarti. Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dian (2012) yang menyatakan ada hubungan yang bersifat positif antara asupan zatbesi dengan status anemia. Zatbesi adalah kompnen utama dalam pembentukan darah atau mensintesis hemoglobin. Kelebihan zatbesi akan disimpan sebagai protein ferritin, hemosiderin di dalam hati, sumsum tulang belakang, limpa dan otot. Apabila simpanan besi cukup, maka kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang akan terpenuhi, akan tetapi bila jumlah simpanan zatbesi berkurang dan jumlah zatbesi yang diperoleh dari makanan rendah, maka menyebabkan ketidakseimbangan zatbesi di dalam tubuh. Sehingga kadarhemoglobin menurun dibawah batas normal yang disebut anemia defisiensi zatbesi (Bakta, 2006).
Kegiatan penelitian meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahap persiapan mencakup penyediaan tablet Fe dan vitamin C. Vitamin C ester C dengan kandungan 500 mg digerus menjadi bubuk dan dibagi menjadi 10 kapsul sehingga setiap kapsul mengandung 50 mg vitamin C. Kemudian setiap 30 kapsul vitamin C dikemas dalam satu bungkus plastik obat. Sejumlah 30 tablet Fe juga dibungkus dalam satu bungkus plastik obat. Setiap subjek diminta persetujuannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. Pendidikan gizi diberikan berupa penyuluhan gizi sebulan sekali mengenai anemia suplementasi tablet Fe dan vitamin C yang diberikan dengan metode ceramah dan diskusi serta pemberian leaflet. Pendidikan gizi diberikan oleh tenaga pelaksana gizi puskesmas. Pedampingan dilakukan berupa pesan singkat melalui HP setiap sore dari bidan desa kepada subjek dan suami subjek pada kelompok FCPP dan kelompok FPP. Isi pesan singkat adalah ”Ibu jangan lupa minum obat malam ini”. Evaluasi hasil penelitian dilakukan berdasarkan analisis terhadap data awal dan data akhir. Penelitian ini telah memperoleh ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mendapat persetujuan dengan Nomor: 1072/XI/SP/2016.
Results : The results showed that protein consumption in 35 respondents (61.4%) was categorized as high intake while iron consumption of 30 respondents (52.6%) was categorized as low intake, knowledge of 37 respondents (64.9%) had moderate knowledge and 44 respondent (77.2%) was categorized as non-anemic. There is an association of hemoglobin level to protein and iron intake with p-value of 0,035 and 0,002, respectively. No association was found between knowledge and hemoglobin level (p=0,99)