Berkaitan dengan uraian tersebut, salah satu pembelajaran yang digunakan adalah melalui metode pembelajaran inkuiri. Menurut Sumarna (2009: 2) pembelajaran dengan metodeinkuiri merupakan kegiatan penyelidikan yang melibatkan proses mental pesertadidik dan memberikan kesempatan kepada pesertadidik untuk menggunakan kemampuanpemahaman secara kritis dalam penyelidikan terhadap berbagai konsep yang disajikan kemudian menyimpulkannya. Pesertadidik dalam perspektif metodeinkuiri dipandang sebagai pesertadidik yang aktif, sedangkan guru berperan sebagai pembimbing, atau dengan kata lain sosok guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran. Tahap-tahap metodeinkuiri yang diterapkan dalam penelitian ini diadopsi dari metodeinkuiri yang dikembangkan oleh Lembaga Pendidikan Alberta Learning yang berkedudukan di Canada, sehingga disebut metodeinkuirimodelAlberta. Donham (Alberta Learning, 2004: 7) mengatakan bahwa menyelesaikan suatu masalah dalam MetodeInkuiriModelAlberta ada enam tahap, yaitu: 1) Merencanakan (Planning), 2) Mengingat (Retrieving), 3) Menyelesaikan (Processing), 4) Mencipta (Creating), 5) Berbagi (Sharing), dan 6) Menilai (Evaluating). Dengan alasan inilah penulis mengambil metodeinkuiri untuk menunjang supaya pesertadidik menjadi aktif dalam proses pembelajaran melalui modelAlberta dengan berdasarkan langkah-langkah yang sangat relevan
atau pengetahuan tertentu berdasarkan dukungan dan kenyataan. Menurut Kuhne (Alberta Learning, 2004:1) proses pembelajaran dengan metodeinkuiri dapat meningkatkan kreativitas, sikap positif dan meningkatkan rasa percaya diri, sehingga berdampak pada sikap kemandirian dalam belajar. Banyak sekali modelinkuiri yang dikembangkan dibelahan dunia saat ini, diantaranya modelinkuiri yang dikembangkan oleh Lembaga Pendidikan Alberta, di Alberta, Kanada. Sehingga selanjutnya disebut pembelajaran inkuirimodelAlberta. Tahapan pembelajaran inkuirimodelalberta menurut Donham (Alberta Learning, 2004:10) ada enam tahapan, yaitu merencanakan (planning), pengambilan (retrieving), menyelesaikan (processing), mencipta (creating), berbagi (sharing) dan menilai (evaluating) serta refleksi (Reflecting) di setiap tahap yang dilalui.
Pendidikan merupakan salah satu sector penting dalam pembangunan di setiap Negara. Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi pesertadidik agar memiliki kecerdasan, berahlak mulia serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangakat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan, dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Proses berpikir yang dimiliki pesertadidik dilibatkan dalam penyelesaian masalah matematika dengan menggunakan pemahamanmatematis yang mereka peroleh. Perbedaan dalam proses berpikir selalu dimiliki oleh setiap pesertadidik. Perbedaan proses berpikir yang terjadi dalam menyelesaikan masalah matematika disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah kemampuan mereka dalam menerima dan memproses informasi yang telah diberikan oleh pendidik ketika proses pembelajaran berlangsung. Kemampuan ini dikenal sebagai gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan cara pesertadidik yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar (Dinda Pratiwi, 2015). Metode pengajaran yang dilakukan pendidik akan sangat efektif jika disesuaikan dengan gaya kognitif yang dimiliki oleh para peserta didiknya.
Untuk mengetahui sejauh mana peningkatankemampuanpemahaman dan pemecahan masalah matematis antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan metodeinkuirimodelAlberta pada kelas eksperimen dan metode konvensional pada kelas kontrol, maka dilakukan perhitungan gain ternormalisasi.
Menurut Suharsimi Arikunto Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. 1 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan Jenis eksperimen semu digunakan (quasi eksperimental design) yaitu bentuk desain eksperimen yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. 2 Eksperimen Penelitian ini menggunakan dua subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan berupa penerapan model pembelajaran Scramble dan Time Token Arends (TTA) dan kelompok kontrol yang diberikan model pembelajaran konvensional.
Penelitian ini fokus pada peningkatankemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis, serta kecemasan matematis. Rancangan penelitian yang digunakan ialah kuasi eksperimen dengan metode penelitian Mix Methods. Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling dengan terpilih 30 orang pesertadidik kelompok eksperimen dan 31 orang pesertadidik kelas kontrol pada kelas X RPL SMKS Prakarya Internasional Kota Bandung. Kelompok Eksperimen diberi pembelajaran model Accelerated Learning Cycle, sedangkan kelompok kontrol diberi pembelajaran biasa. Tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan komunikasi matematis, serta angket skala kecemasan digunakan sebagai instrumen penelitian.Data yang digunakan menggunakan uji perbedaan rata- rata Anova Dua Jalur (Kuantitatif) dan MannWhitney untuk melihat perbedaan kemampuan kedua kelompok berdasarkan Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) dan deskripsi (kualitatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) peningkatankemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematispesertadidik yang memperoleh pembelajaran model Accelerated Learning Cycle lebih baik secara signifikan daripada pesertadidik yang memperoleh pembelajaran biasa:(b) peningkatankemampuan pemecahan masalah matematispesertadidik KAM tinggi dan sedang, tinggi dan rendah, yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle lebih baik secara signifikan daripada peserta KAM sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran biasa(c) peningkatankemampuan komunikasi matematispesertadidik KAM tinggi dan sedang, tinggi dan rendah, yang memperoleh pembelajaran Accelerated Learning Cycle lebih baik secara signifikan daripada peserta KAM sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran biasa: (d)Terdapat hubungan antar kemampuan pemecahan masalah kelas control dengan kecemasan.
Penyerapan materi dan informasi siswa sangat bergantung pada cara mereka mengusahakannya dan hal itu memiliki konsekuensi yang luas terhadap keberhasilan mereka dalam pembelajaran. Di antara semua unsur yang membentuk gaya belajar siswa secara keseluruhan indera melihat, mendengar, menyentuh dan merasa mempengaruhi penyerapan informasi, ingatan, dan proses belajar. Penelitian yang dilakukan Howard Gardner (dalam Mulas, 2010) menunjukkan, gaya belajar siswa tercermin dari kecenderungan jenis kecerdasan visual yang dimiliki oleh siswa tersebut. Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan visual-spasial, gaya belajarnya akan ditunjukkan dengan banyak mengingat apa yang dilihat dari pada apa yang didengar, senang membaca daripada dibacakan, senang menggambar dan mendesain serta senang berdemontrasi daripada ceramah. Gaya belajar ini menjadi modal untuk menerapkan gaya mengajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa tersebut yaitu melakukan pembelajaran denganMetode InkuiriModelAlberta.
2. Peningkatankemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metodeinkuirimodelAlberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional. Peningkatankemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kedua kelas keduanya berada dalam kualifikasi sedang dengan selisih yang jauh berbeda.
4. Peningkatankemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metodeinkuiri lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional. Walaupun demikian, kedua peningkatan tersebut (baik di kelompok kelas inkuiri atau konvensional) berada dalam kategori sedang.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih kurangnya hasil belajar siswa Sekolah Menengah Pertama dalam pelajaran matematika. Hal ini disebabkan masih terdapat siswa- siswa yang memiliki kemampuanpemahaman dan penalaran matematis yang rendah. Dalam penelitian ini, penulis mencoba menggunakan model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessement, Satisfaction) sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuanpemahaman dan penalaran matematis siswa. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 di Cisarua Bandung Barat. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) apakah peningkatankemampuanpemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ARIAS lebih baik daripada peningkatankemampuanpemahaman dan penalaran matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran biasa; 2) apakah terdapat perbedaan peningkatankemampuanpemahaman dan penalaran matematis siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematis (atas, tengah dan bawah); 3) bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran ARIAS. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomised Pretest Postest Control Group Design. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu: 1) tes tertulis dalam bentuk uraian untuk mengukur kemampuanpemahaman dan penalaran matematis siswa; dan 2) non tes dalam bentuk angket skala sikap dan lembar observasi. Analisis data yang dilakukan adalah uji normalitas,uji homogenitas, uji perbedaan dua rata-rata dan uni Anova dua jalur.
a. Pada pembelajaran InkuiriModel Silver sebaiknya guru lebih memperhatikan tahap pengajuan masalah dan pemecahan masalah. Kedua tahap ini menjadi sangat penting karena pada tahap pengajuan masalah, siswa belajar menemukan dasar dari konsep sementara pada tahap pemecahan masalah siswa dapat mempelajari cara menerapkan konsep. Pada kedua tahap ini akan lebih baik jika ditunjang dengan masalah yang memerlukan representasi lebih banyak sehingga dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.
2. Peningkatankemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran inkuirimodelAlberta lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari kategori KAM hanya berlaku pada kategori KAM sedang. Siswa kelas inkuirimodelAlberta memperoleh skor n-gain 0,41 sedangkan kelas konvensional 0,23.
karena terdapat satu langkah yang perhitungannya salah, tidak terdapat satuan, dan kalimat dalam kesimpulan sudah tepat namun jawabannya yang salah. Pada subjek RA, komunikasi matematis tulis yang dimiliki adalah: 1) Subjek dapat menuliskan ide-idenya dengan menggunakan bahasa, simbol, atau istilah-istilah dalam matematika namun terdapat sedikit kekurangan penulisan simbol pada sumbu koordinat x, y dan pada model matematika tidak memberikan simbol “ dx ” , 2) Subjek dapat membuat gambar dengan tepat namun tidak menuliskan langkah-langkah dalam menggambar tetapi dengan mencoba-coba sampai 3 kali sehingga dihasilkan gambar yang benar, 3) Subjek dapat menuliskan apa yang diketahui, ditanya dan langkah- langkah dalam menemukan jawaban sudah runtut meskipun ada satu tahap yang terlewatkan dan jawabannya sudah hampir benar namun terdapat kesalahan dalam menyederhanakan pecahan, 4) Subjek dapat menuliskan model matematika, namun ada satu tahap yang terlewatkan, 5) Subjek dapat memberikan solusi akhir yang hampir benar, tidak terdapat satuan, dan kalimat dalam kesimpulan sudah tepat. Hasil Komunikasi Matematis Tulis oleh PesertaDidik dengan Kemampuan Penalaran Matematis Rendah
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan pembelajaran IPS yang masih berpusat pada guru sehingga menyebabkan pasifnya pesertadidik dalam pembelajaran yang mengakibatkankan rendahnya pemahaman konsep IPS dan keterampilan berpikir kritis pesertadidik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran metakognisis melalui metodeinkuiri terhadap peningkatanpemahaman konsep IPS dan keterampilan berpikir kritis pesertadidik. Penelitian ini menggunakan pendekatakan kuantitatif dengan metode eksperimen kuasi dan desain Non Equivalent Control Group Design . Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pesertadidik kelas VII SMPN 2 Menes yang terdiri dari empat kelas dengan jumlah seluruh pesertadidik sebanyak 100 orang. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling yang menghasilkna dua kelas sampel. Kelas VII B sebagai kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran metakognisi melalui metodeinkuiri sedangkan Kelas VII A dijadikan sebagai kelas kontrol yang menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen soal-soal tes pemahaman konsep IPS yang berupa soal pilihan ganda dan soal-soal tes keterampilan berpikir kritis berupa soal essay yang selanjutnya dianalisis secara kuantitatif. Data angket dan lembar observasi dianalisis secara kuantitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan pembelajaran metakognisi melalui metodeinkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep IPS dan keterampilan berpikir kritis pesertadidik. Namun berdasarkan perhitungan statistik dengan uji independent t-test menunjukan bahwa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan kedua metode sama-sama menerapkan paradigma kontruktivisme dalam kegiatan pembelajaran, peerta didik ditempatkan sebagai subyek belajar, pesertadidik memanfaatkan berbagai sumber dan media dalam pembelajaran. Tanggapan pesertadidik terhadap penerapan pembelajaran metakognisi melalui metodeinkuiri menunjukan respon yang baik dengan ditunjukan oleh hasil angket bahwa sebagian besar pesertadidik menyukai pembelajaran metakognisi melalui inkuiri, lebih antusias dan aktif dalam kegiatan belajar, merasa tertantang dalam mempelajari materi IPS . Sedangkan tanggapan guru terhadap pembelajaran menunjukan sikap yang baik dengan dicirikan oleh pembelajaran berlangsung sesuai dengan rencana dan mampu meningkatkan aktifitas pesertadidik dalam pembelajaran.
pesertadidik miliki. Dengan demikian, maka dilakukanlah penelitian untuk menerapkan modelinkuiri dan mengetahui kemampuan berpikir kreatif dalam bentuk studi kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini, peneliti menggunkaan modelinkuiri terbimbing sebagai treatment untuk kelompok eksperimen. Oleh karena itu disusunlah sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan ModelInkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Pesertadidik dalam Pembelajaran Geografi”.
Model pembelajaran merupakan suatu yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Suasana belajar dan keberhasilan belajar pesertadidik dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi pendidik untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas agar efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
114 pembentukan pengetahuan baru sehingga dapat digunakan dalam memecahkan masalah- masalah baru, setelah terbentuknya pemahaman dari sebuah kons ep, pesertadidik dapat memberikan pendapat, menjelaskan suatu konsep. Hal ini memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada pesertadidik bukan hanya sebagai hafalan. Matematika tidak ada artinya bila dihafalkan, namun lebih dari itu dengan pemahamanpesertadidik dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Selain kemampuanpemahaman konsep matematis, kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika sangatlah penting. Hal ini karena melalui komunikasi matema tis siswa dapat mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Disamping itu, siswa juga bisa memberikan respon yang tepat antar siswa dan media dalam proses pembelajaran.
2. Karena pembelajaran kooperatif berbantuan Maple dapat meningkatkan kemampuanpemahaman dan komunikasi matematis, maka perlu dukungan dari lembaga/instansi terkait untuk mensosialisasikan penerapan model pembelajaran kooperatif berbantuan Maple di sekolah melalui MGMP, seminar, lokakaya, atau melalui pelatihan guru, selain itu kelengkapan saranan dan prasarana juga harus diperhatikan karena pembelajaran ini menuntut penggunaan computer sebagai salah satu pelengkapnya.
Dalam NCTM (1989) dijelaskan bahwa saat pesertadidik mempelajari matematika sebagai alat komunikasi (mathematics as communications) harus mampu (1) memodelkan situasi-situasi dengan menggunakan lisan, tulisan, gambar, grafik dan metode-metode aljabar, (2) memikirkan dan menjelaskan pemikiran mereka sendiri tentang ide-ide dan situasi –situasi matematis, (3) mengembangkan pemahaman umum terhadap ide-ide matematis, termasuk peran-peran definisi, (4) menggunakan keterampilan membaca, mendengarkan,dan melihat untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis, (5) mendiskusikan ide-ide matematis dan membuat dugaan-dugaan dan alasan-alasan yang meyakinkan dan (6) menghargai nilai notasi matematika dan perannya dalam perkembangan ide-ide matematika.