Top PDF PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KONFLIK ANTAR OKNUM PERGURUAN PENCAK SILAT DI KABUPATEN MADIUN (Studi Kasus Mengenai Konflik yang melibatkan Oknum dari Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate dan Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo di Ka
12 memang kerap menjadi topik maupun isu di kalangan masyarakatKabupatenMadiun ketika mendekati bulan Suro tiba. Agenda seperti Halal Bihalal, Nyekar, Sah-Sahan, dan Suran Agung sering kali dikatakan rawan konflik oleh sejumlah kalangan masyarakat karena melibatkan masa yang cukup banyak. Tetapi realitas menunjukan bahwa konflik ini pun dapat juga terjadi di luar agenda-agenda tahunan perguruanpencaksilat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa di desa Prambon kecamatan Dagangan KabupatenMadiun. Pemahaman tentang ajaran dan alur sejarah perguruan belum sepenuhnya diketahui dan ilhami oleh oknum kelompok sehingga saling mengklaim kebenaran ajaran pun masih terjadi baik itu di lingkungan masyarakat nyata maupun di dunia maya (Intermet). Prasangka masyarakat juga dapat diperoleh melalui proses belajar dan pengalamannya selama ini dalam melihat konflik yang terjadi. Hal inilah yang kemudian mendasari terbaginya persepsimasyarakat tentang konflik yang melibatkanoknumperguruanpencaksilatPersaudaraanSetiaHatiTunasMudaWinongo dan PersaudaraanSetiaHatiTerate di KabupatenMadiun.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konflik yang melibatkanOknum dari PerguruanPencakSilatPersaudaraanSetiaHatiTerate dan PersaudaraanSetiaHatiTunasMudaWinongo di KabupatenMadiun memunculkan persepsi yang beragam dari masyarakat baik itu negatif maupun positif. Terbaginya persepsimasyarakat ini disebabkan oleh faktor komunikasi yang belum berjalan selaras. Kuranglengkapnya informasi yang diperoleh masyarakat menimbulkan prasangka (Ketidaktahuan) yang berbuah desas-desus dan kecurigaan sehingga pelabelan terhadap kelompok yang sering melakukan konflik belum sepenuhnya hilang. Perasaan was-was, dan tidak nyaman masih dirasakan masyarakat sebagai dampak dari konflik. Keadaan antagonistik pun masih kuat terasa pada masyarakat di tataran bawah, terutama ketika agenda masing-masing perguruanpencaksilat ini tiba di bulan Suro. Penafsiran Nilai- nilai luhur ajaran perguruan yang berbeda oleh sejumlah oknum mengindikasikan belum berhasilnya upaya pembinaan yang dilakukan. Lemahnya sistem sanksi dan kontrol masyarakat juga menjadi kendala sulitnya aparat dalam mengusut permasalahan dari konflik sehingga perlanggaran cenderung diulang. Menindaklanjuti hal ini pihak perguruan, pemerintah maupun aparat keamanan telah berusaha melakukan upaya pembinaan, ikrar, koordinasi, pengamanan, dan kemudian membentuk Paguyuban PencakSilat serta mengusulkan rebranding Kabupaten menjadi “Madiun Kampung Pesilat”.
yang didirikan oleh Ki Ngabehi Soeryodiwiryo, atau biasa disebut Eyang Soeryo, dimana Eyang Soeryo memiliki dua murid kesayangan. Konflik antara kedua murid Eyang Sueryo terjadi pada saat Eyang Sueryo meninggal. Sehingga perguruansilatSETIAHATI terpecah menjadi dua, yakni perguruansilatSetiaHatiTerate dengan perguruansilatSetiaHatiTunasMudaWinongo, dimana kedua murid ini saling mengklaim bahwa yang mereka anut adalah ajaran SETIAHATI yang asli dari Eyang Soeryo, konflik ini merambah sampai ke pengikut masing masing perguruan. Konflik antar anggota kedua organisasi mulai memanas mulai tahun 2000 ke atas. Konflik terjadi tidak hanya dikota madiun yang merupakan basis masa terbesar kedua organisasi, tetapi konflik juga sudah mulai menyebar diwilayah lainnya kususnya Karisidenan madiun. Dampak konflik sangat luas terutama dikalangan masyarakat, banyak masyarakat yang dirugikan akibat konflik yang terjadi karena pada dasarnya konflik sering terjadi dijalan raya yang sangat mengganggu lalu lintas bahkan mulai masuk ke perkampungan warga. Parahnya konflik tidak hanya orang – orang dewasa yang terlibat tetapi anak belasan umur mulai tingkat SMP samapai SMA juga terlibat didalamnya.
Solidaritas juga merupakan kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial. Terdapatnya solidaritas yang tinggi dalam kelompok tergantung pada kepercayaan setiap anggota akan kemampuan anggota lain untuk melaksanakan tugas dengan baik. Pembagian tugas dalam kelompok sesuai dengan kecakapan masing-masing anggota dengan keadaan tertentu akan memberikan hasil kerja yang baik. Makin tinggi solidaritas kelompok dan makin tinggi pula sense of belonging. Perspektif Sosiologi, keakraban hubungan antara kelompok masyarakat itu tidak hanya merupakan alat dalam rangka usaha mencapai atau untuk mewujudkan cita-citanya, akan tetapi justru keakraban hubungan sosial tersebut sekaligus merupakan salah satu tujuan utama dari kehidupan kelompok masyarakat. Keadaan kelompok yang semakin kokoh selanjutnya akan menimbulkan sense of belongingness diantara anggotanya.
Dengan latihan ilmu beladiri pencaksilat maka seseorang akan berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan-kebutuhan fisis dan psikis, karena setiap tingkah laku manusia merupakan manifestasi dari beberapa kebutuhan, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan kata lain, setiap tingkah laku manusia itu selalu terarah pada satu objek atau suatu tujuan pemuasan kebutuhan yang memberi arah pada gerak aktivitasnya.
Hasil dari suatu penelitian mengenai perbedaan nilai kapasitas vital paru yang dilakukan pada kelompok atlet dan non atlet pada kedua jenis kelamin berbeda, menyatakan bahwa ternyata kapasitas vital paru pada kelompok atlet perempuan lebih besar 7% dibandingkan dengan kelompok non atlet perempuan, sedangkan pada atlet laki-laki hasilnya lebih besar 4% dibandingkan dengan kelompok non atlet yang berjenis kelamin sama. Melalui penelitian tersebut dapat dilihat pengaruh positif dari olahraga terhadap kapasitas vital paru (Scaffidi K.J., 2004).
Di PersaudaraanSetiaHatiTerate sangat kental dengan latar belakang orang-orang ningrat yang mendirikan pencaksilat, maka nilai-nilai budaya Jawa terwariskan hingga saat ini kepada siswa atau warga SH Terate seperti halnya ketika berbicara antar anggota diharuskan menggunakan bahasa Jawa krama inggil, begitu juga dengan berjabat tangan dilakukan kepada antar anggota, budaya ini yang kemudian diadopsi dalam hubungan sosial antar anggota SH Terate. Kekuasaan di PersaudaraanSetiaHatiTerate di pegang oleh warga atau siswa yang sudah disahkan menjadi warga, kekuasaan dipandang sebagai gejala yang selalu ada dalam proses organisasi atau yang lainnya. Secara umum kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, sehingga pihak lain tersebut berperilaku sesuai pihak yang mempengaruhi.
Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayahNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Latihan Fisik dan Kapasitas Vital Paru pada Siswa PencakSilatPersaudaraanSetiaHatiTerate di Universitas Muhammadiyah Surakarta” yang merupakan persyaratan guna menyelesaikan program studi S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Peran Ekstrakurikuler PencakSilatPersaudaraanSetiaHatiterate (PSHT) dalam Meningkatkan Akhlaq Karimah [StudiKasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Gandusari Blitar]. Penulis perlu sekiranya memberikan saran- saran sebagai berikut:
D. Peran Ekstrakurikuler PencaksilatPersaudaraanSetiaHatiTerate (PSHT) dalam Meningkatkan Akhlak kepada Sesama Manusia di MTs Negeri Gandusari Blitar ................................................................. 211 E. Peran Ekstrakurikuler PencakSilatPersaudaraanSetiaHatiTerate
Penelitian tentang hubungan antara latihan fisik dan kapasitas vital paru pada siswa pencaksilatPersaudaraanSetiaHatiTerate di Universitas Muhammadiyah Surakarta belum pernah ada. Untuk itu, penulis ingin mengetahui lebih jauh apakah ada hubungan antara latihan fisik dan kapasitas vital paru pada siswa pencaksilatPersaudaraanSetiaHatiTerate di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Memiliki jiwa sosial tinggi dan senang membantu merupakan sebuah ajaran yang universal serta dianjurkan oleh semua agama. Meski demikian, kepekaan untuk melakukan semua itu tidak bisa tumbuh begitu saja pada diri setiap orang karena membutuhkan proses melatih dan mendidik. Memiliki jiwa peduli terhadap umat manusia sangat penting bagi setiap orang karena tidak mampu hidup sendiri di dunia. Faktor lingkungan tentunya sangat berpengaruh dalam proses menumbuhkan jiwa kepedulian sosial. Lingkungan terdekat seperti keluarga, teman-teman, dan lingkungan masyarakat tempat di mana individu tumbuh serta bersosialisasi sangat berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kepedulian sosial. Semua nilai-nilai tentang kepedulian sosial didapatkan melalui lingkungan. Kepedulian sosial yang dimaksud bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada membantu memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi sesama manusia dengan tujuan kebaikan dan perdamaian. Nilai-nilai yang tertanam itulah nantinya akan menjadi suara hati seseorang untuk selalu membantu dan menjaga sesama umat manusia.
Detiknews. 2015. “Mendikbud Diminta Jadikan PencakSilat Sebagai Pelajaran Wajib di Sekolah” ( http://news.detik.com/berita/2930072/mendikbud-diminta- jadikan-pencak-silat-sebagai-pelajaran-wajib-di-sekolah). Diakses pada Sabtu tanggal 14 Juni 2015 Pukul 01:22.
sebagai istilah nasional. Kemudian pada seminar olah raga asli Indonesia di Tugu, Cisaruah bulan November 1973, disepakati dan diresmikan kata pencaksilat sebagai sebutan olah raga asli Indonesia. Definisi pencaksilat selengkapnya yang pernah dibuat PB IPSI tahun 1975 adalah sebagai berikut : “Pencaksilat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela atau mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup atau alam sekitarnya untuk encapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Sedangkan di lembaga beladiri pencaksilat PSHT selain keempat aspek pencaksilat tersebut di atas juga terdapat satu aspek yang dianggap sangat penting yaitu aspek persaudaraan. Aspek persaudaraan ini diharapkan mampu mewujudkan rasa kebersamaan, dan kekeluargaan dalam diri para siswa, sehingga tertanam dalam diri mereka jiwa-jiwa sosial sebagai salah satu wujud kepribadian umat islam. PSHT juga mewajibkan meninggalkan enam larangan dasar yang harus dijalankan oleh seluruh anggota, yang disebut dengan pepacuh (larangan), yaitu: 1. tidak boleh berkelahi antar sesama anggota PSHT, 2. tidak menunjukkan kebolehan (pamer), 3. tidak merusak pager ayu (rumah tangga dan kebahagiaan orang lain), 4. tidak merusak purus ijo (sesuatu yang sedang berkembang, seperti keperawanan dan keperjakaan) 5. tidak merampas hak orang lain, 6. Tidak menerima segala sesuatu yang tidak sah (suap). Dari beberapa uraian diatas dan observasi di PSHT cab.
c) To motivate action yaitu penggiat untuk memotivasinya. Komunikasiselalu memberi pengertian yang diharapkan dapat memperngaruhi atau mengubah perilaku komunikan sesuai dengan keinginan komunikator. Jadi strategi komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku komunikan.The goals which the communicator sought to achieve. Artinya bagaimana mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh pihak komunikator dari proses komunikasi tersebut.Dalam penerapan strategi komunikasi ini, khususnya upaya transparansi kepada stakeholder, komunikasi menjadi sangat penting. Komunikasi yang berlangsung diarahkan pada pembentukan persepsi yang positif mengenai isi pesan oleh kelompok atau kelompok yang menerima pesan tersebut. Dengan adanya penciptaan persepsi yang positif, maka penerima pesan akan terpersuasi untuk melakukan perubahan sikap sebagai tanggapan yang positif terhadap isi pesan yang diterima.
Menurut Ridwan (2009:13), hasil penelitian merupakan penjelasan tentang apa, bagaimana, dan mengapa hasil penelitian ini diperoleh dari data mentah dengan menggunakan data deskripsi. Deskripsi lokasi penelitian ini menggambarkan mengenai PSHT ranting Purwantoro secara umum. Gambaran dimaksud meliputi sejarah singkat PSHT ranting Purwantoro, siswa, pelatih (warga), materi latihan, prosedur latihan, cara yang digunakan dalam bimbingan (alat atau metode), prestasi, sarana dan prasarana serta struktur kepengurusan.
Salah satu sebab terjadinya konflik adalah alasan idiologis yang mungkin mencoba menghadapi masalah itu secara radikal dengan saling menghancurkan satu sama lain atau menggunakan kekerasan fisik untuk mengubah harapan dan tingkah laku masing-masing, tetapi sebelum keadaan ini tercapai, mungkin ditemukan saluran alternatif untuk memotifisir situasi ini. Konflik muncul karena kesalahpahaman antara anggota perguruan yang dapat mengakibatkan konflik berkepanjangan secara regenerasi. Konflik terjadi biasanya pada hari-hari besar yang melibatkan kedua perguruan tersebut misalkan 17 Agustus malam 1 asyuro. Pada tanggal 1 Maret 2005 kejadian konflik masal, kejadian tersebut permasalahannya klasik terjadi pada 1 asyuro setelah perguruan PSH Winongo mengadakan acara tahunan yaitu sungkeman kepada guru besar silaturahim dapat dibayangkan masa dari berbagai penjuru daerah kota Madiun berkumpul mengadakan sungkeman konflik terjadi setelah masa dari Winongo pulang, hal ini memancing reaksi masa yang kebetulan basis dari PSH terate secara spontan masa PSH terate menunggu dan melempari masa PSH Winongo yang berada dalam truk, secara otomatis tawuran pun terjadi, dan berlangsung secara besar.
mempertahankan diri, membangun karakter yang positif, menjaga kesehatan dan sarana melatih ketekunan dan keuletan. Dan hal tersebut sudah dipraktikkan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia yang terus menerus berupaya mengusir penjajah. PencakSilat ditujukan untuk meningkatan kesehatan dan kebugaran, membangkitkan rasa percaya diri, melatih ketahanan mental, mengembangkan kewaspadaan diri yang tinggi, membina sportivitas dan jiwa ksatria, disiplin dan keuletan yang lebih tinggi. Bercermin pada makna filosofis tersebut, hampir semua aspek PencakSilat bermakna positif dan merupakan apa yang seharusnyadimiliki atau ada pada orang-orang yang belajar silat atau perguruan tinggi yang mengajarkan silat. Mereka diharapkan mampu menjadi pemersatu dan kebanggaan Bangsa Indonesia dengan mendulang prestasi olahraga di tingkat nasional maupun internasional (das sollen). Namun demikian, apa yang seharusnya terjadi tidak sepenuhnya sesuai dengan fakta yang terjadi (das sein).
Konflik antar kelompok juga sangat ditentukan oleh bangunan nilai dan penggunaan simbol yang berbeda antar kelompok tersebut sehingga menimbulkan penafsiran dan rasa yang berbeda untuk dihargai maupun menghargai. Konflik antar kelompok sering kali timbul karena adanya sejarah persaingan, prasangka dan rasa benci, baik itu sifatnya pribadi, politis, maupun ideologis yang melatar belakanginya misalnya untuk memahami konflik di Ruanda, dilakukan pemahaman mengenai penguasaan kolonial Belgia yang telah membelah masyarakat Ruanda menjadi kelompok Tutsi dan Hutu dengan memiliki privilidge, (keistimewaan yang berbeda) (Wirawan, 1999).