Di jelaskan dalam ilmu ushulfiqh jualbeli adalah proses penukaran suatu barang dengan barang lain atau dengan alat penukar yang di akui melalui suatu akad jualbeli, atas dasar suka sama suka (antarodin) yaitu saling ridho penjual dan pembeli atas suatu barang yang di perjual belikan.
Jualbeli yang sesuai dengan Syariat Islam harus memenuhi rukun dan syarat dari jualbeli sementara rukun dan syarat adalah sesuatu yang harus dipenuhi agar jualbeli itu dipandang sah. Karena jualbeli merupakan suatu akad, maka harus dipenuhi rukun dan syaratnya. Sebagai salah satu bentuk transaksi, dalam jualbeli harus ada beberapa hal agar akadnya dianggap sah dan mengikat. Beberapa hal tersebut disebut sebagai rukun. Ulama hanafiah menegaskan bawah rukunjualbeli hanya satu, yaitu ijab. Menurut mereka hal yang paling prinsip dalam jualbeli adalah saling rela yang diwujudkan dengan kerelaan saling memberikan barang. Maka jika telah terjadi ijab, disitu jualbeli telah dianggap berlangsung. Tentunya dengan adanya ijab, pasti ditemukan hal hal yang berkait dengannya, seperti para pihak yang berakad, obyek jualbeli dan nilai tukarnya.
Setelah dikaji, dilihat dari rukun dan syaratjualbeli, ada beberapa kasus yang tidak memenuhi syarat dan rukunjualbeli, seperti kasus penipuan blackberry oleh Hafid Hasan, dimana obyek yang diperjualbelikan tidak kunjung diserahkan kepada pembeli setelah Hafid Hasan menerima uang dari pembeli, adanya jualbeli jasa judi online, penjualan DVD pornografi, maka jualbeli yang seperti itu tidak diperbolehkan dalam Islam.
Menurut ulama Hanafiyah rukunjualbeli hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan kabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka, yang menjadi rukun dari jualbeli itu hanyalah kerelaan (rida/taradhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jualbeli. Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa syarat dan rukunjualbeli itu ada empat, yaitu:
Menurut Mazhab Hanafi rukunjualbeli hanya ijab dan Kabul. Menurut ulama mazhab Hanafi yang menjadi rukunjualbeli hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli. Ada dua indicator yang menunjukkan kerelaan dari kedua belah pihak, yaitu dalam bentuk perkataan (ijāb dan qabūl) dan dalam bentuk perbuatan, yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang). 3 Jika penjual dan pembeli tidak ada atau hanya salah satu pihak yang ada, jualbeli tidak mungkin terwujud. Adapun rukun-rukunjualbeli adalah sebagai berikut :
Menurut hukum Islam, transaksi jualbeli terjadi karena adanya kehendak antara dua pihak atau lebih untuk memindahkan suatu harta atau benda dengan cara tukar menukar, yaitu menyerahkan barang yang diperjualbelikan dan menerima harga sebagai imbalan dari penyerahan barang tersebut dengan syarat dan rukun yang ditentukan oleh hukum Islam. 4 Jumhur ulama menyatakan bahwa rukunjualbeli itu ada empat, yaitu: penjual dan pembeli, shighat (lafal ijab dan qabul), ada barang yang dibeli, dan ada nilai tukar pengganti barang. Sedangkan yang masuk ke dalam syaratjualbeli adalah orang yang bertransaksi harus berakal, barang yang diperjualbelikan dapat dimanfaatkan oleh manusia, diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada waktu yang telah disepakati bersama, dan harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. serta yang lebih utama adalah adanya unsur kerelaan antara kedua belah pihak.
Sebagai salah satu bentuk transaksi, dalam jualbeli harus ada beberapa hal agar akadnya di anggap sah dan mengikat. Beberapa hal tersebut di sebut sebagai rukun . ulama Hanafiyah menegaskan bahwa rukunjualbeli hanya satu yaitu ijab. Menurut mereka hal yang paling pronsip dalam jualbeli adalah saling rela yang diwujudkan dengan kerelaan untuk saling memberikan barang.maka jika telah terjadi ijab,disitu jualbeli telah di anggap berlangsung . Tentunya dengan adanya ijab,pasti di temukan hal-hal yang terkait dengannya,seperti paea pihak yang berakad,obyek jualbeli dan nilai tukarnya. 2
Rukunjualbeli murabahah sama halnyab dengan jualbeli pada umumnya, yaitu adanya pihak penjual, pihak pembeli, barang yang di jual, harga dan akad atau ijab kabul. 1 Dalam Penetapannya rukunjual-beli, di anatra para ulama terjadi perbedaan para pendapat. Menurut Hanafiyah rukunjualBeli adalah ijab dan qabul yang menunjukan pertukaran barang secara rida, baik secara ucapan maupun perbuatan. 2
Syarat ketiga : disebutkanya volume barang yang ditransaksikan dengan akad salam itu, seperti tajaranya, atau timbanganya, atau meteranya. Hal itu sesuai dengan sabda rosululloh yang artinya “siapa yang melakukan jualbeli dengan cara as-salaf,maka hendaknya dia melakukanya dalam takaran yang jelas,timbangan yang jelas dan untuk jangka waktu yang ditentukan.”(Muttafaq Alaih) 13
Praktek jualbeli pupuk kandang di Dusun Sodong Desa Tengklik Kec. Tawangmangu Kab. Karanganyar Jawa Tengah telah sesuai dengan rukun dan syaratjualbeli meskipun bahan dasar dari pembuatan pupuk kandang ialah kotoran hewan yang sesuai dengan tabiatnya sebagai benda yang menjijikan dan buruk, dengan diikuti sifatnya yakni kotor, bau dan menjijikan. Akan tetapi terdapat pendapat pertama yang menerangkan bahwa kotoran hewan ternak tidaklah najis karena berasal dari kotoran hewan yang dapat dimakan dagingnya. Pendapat yang kedua ialah pendapat-pendapat Ulama yang memperbolehkan untuk mengambil manfaat dari suatu benda serta memperjual belikan dengan catatan tidak melanggar hukum Islam.
Hasil penelitian dari praktik jualbeli singkong dengan sitem penangguhan masa panen, prakteknya adalah dilakukan antara petani dan pembeli secara suka rela, pembayaran dilakukan dimuka sekitar singkong dalam usia 5-6 bulan, ditangguhkan sampai singkong usia 9-10 bahkan sampai 12 bulan, dalam masa waktu panen petani tidak diperbolehkan menanami lahannya. Adapun prakteknya adalah petani datang ke rumah untuk manwarkan singkong yang masih usia 5-6 bulan, terus ditanya luasnya berapa, hasilnya biasanya berapa Kg kalau usia masa panen, setelah mengetahui informasi tersebut dari petani, terus saselanjutnya pembelinyya kroscek lokasi untuk membutikan kebenaran luasnya, dan memperkirakan harganya. Ditinjau dari rukunjual belinya, keempat rukun yang mayoritas dikemukakan oleh ulama fiqih sudah terpenuhi karena adanya penjual, pembeli, ijab-qabul, dan barang yang diperjual belikan. Namun, berkaitan dengan syaratjualbeli ada beberapa syarat yang menurut peniliti harus ditinjau kembali seperti, objek harus bisa diserahterimakan, dan harus diketahui wujudnya.
Jualbeli batil adalah akad yang salah satu rukun dan syaratnya tidak terpenuhi dengan sempurna, seperti penjual yang bukan berkompeten, barang yang tidak bisa diserahterimakan dan sebagainya. Sedangkan jualbeli yang fasid adalah akad yang secara syaratrukun terpenuhi, namun terdapat masalah atas sifat akad tersebut, seperti jualbeli majhul yaitu jualbeli atas barang yang spesifikasinya tidak jelas. Menurut mayoritas ulama, kedua akad ini dilarang serta tidak diakui adanya perpindahan kepemilikan. 14
a. Barang yang menjadi objek istishna’ harus jelas, baik jenis,macam, kadar dan sifatnya. Apabila salah satu unsur ini tidak jelas, maka akad istishna’ rusak. Karena barang tersebut pada dasarnya adalah objek jualbeli yang harus diketahui. Apabila seseorang memesan suatu barang, harus dijelaskan spesifikasinya; bahan, jenis, model, ukuran, bentuk, sifat, kualitas serta hal-hal yang terkait dengan barang tersebut.
Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis. secara defenisi, rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu sedangkan Definisi syarat berkaitan d engan sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar‟i dan ia berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada, jadi perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih, yaitu rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk dalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum itu sendiri.
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “aku bertanya kepada rasulullah, jual-beli apakah yang diharamkan dan yang dihalalkan? Beliau bersabda, “hai keponakanku! Bila engkau membeli barang jangan dijual sebelum terjadi serah terima”. (HR. Ahmad)
Seseorang diperbolehkan melakukan transaksi terhadap barang yang bukan miliknya dengan syarat pemilik memberi izin atau rida terhadap apa yang dilakukannya, karena yang menjadi tolok ukur dalam perkara muamalah adalah rida pemilik. (Lihat Fiqh wa Fatawal Buyu’ hal. 24). Hal ini ditunjukkan oleh persetujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan Urwah tatkala beliau memerintahkannya untuk membeli kambing buat beliau. (HR. Bukhari bab 28 nomor 3642)
• Setelah pembeli drawee melakukan pembayaran kepada remitting bank, maka dokumen-2 barang akan diserahkan oleh remitting bank kepada pembeli tersebut, sehingga pembeli tersebut dapat[r]