• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Utama Edisi 47-TRI W (4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Artikel Utama Edisi 47-TRI W (4)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

AIR DAN PROBLEMATIKANYA

Tri Widiyanto

(Kepala Pusat penelitian Limnologi-LIPI) triw001@lipi.go.id

Tidak ada kehidupan, tanpa air. Dari airlah awal kehidupan di bumi yang tadinya kering dan gersang ini diaktifkan. Seperti yang tercantum dalam beberapa surat dalam Kitab Suci Al Qur’an, antara lain: Surat 35 Ayat 9,12 dan 27; Surat 41 Ayat 39; Surat 45 Ayat 5; Surat 2 Ayat 164; dan Surat 22 Ayat 5. Selain itu dalam kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha, juga terlihat selalu ada konservasi sumberdaya air, yang tercermin dari adanya kolam-kolam pemandian dan biasa disebut dengan istilah sendang. Gambaran tersebut memperlihatkan betapa pentingnya air bagi umat manusia dan mahluk Tuhan lainnya.

Kondisi ini juga tercermin dalam kandungan air di dalam sel tubuh dan ketersediaan air di planet bumi ini. Rata rata dalam sel mahluk hidup mengandung air lebih dari 80%. Manusia dapat bertahan hidup tanpa makan sampai beberapa minggu, akan tetapi akan mati tanpa air dalam hitungan hari. Planet bumi yang kita tempati ini, juga sebagian besar terdiri dari air. Data terbaru menyebutkan bahwa jumlah volume air laut di planet ini sebesar 1.332 miliar Km3 (Matthew Charette, 2010). Dari jumlah air yang terdapat di

planet bumi ini, hanya sekitar 3% merupakan air tawar yang sampai saat ini menjadi andalan untuk aktivitas manusia. Dari jumlah air tawar tersebut, sekitar 78% merupakan air permukaan, 11% air tanah dan 11% air tanah dalam. Bila dilihat lebih jauh lagi menunjukkan bahwa dari 78% air tawar tersebut, sekitar 99% adalah merupakan air dalam bentuk es dan gletser. Sedangkan sisanya sekitar 0,3% berupa air danau tawar, 0,03% air sungai dan 0,3% air danau asin. Komposisi ini menujukkan bahwa sebenarnya ketersediaan air yang secara langsung dapat digunakan atau sangat dibutuhkan untuk aktivitas kita sangat kecil. Di sisi lain kebutuhan akan air mencakup kebutuhan domestik, pertanian, perkebunan, industri maupun sosial budaya.

Jumlah penduduk dunia saat ini berjumlah sekitar 5,3 milyar dan membutuhkan air yang cukup banyak. Walaupun dalam hitungan secara global dan kuantitas ketersediaan air untuk keperluan domestik masih di bawah dari jumlah kandungan air yang tersedia. Akan tetapi secara kualitas dan distribusi sumberdaya air masih sangat tidak merata. Di negara-negara berkembang yang justru jumlah penduduknya tinggi, namun mempunyai ketersediaan air yang rendah, baik dari sisi sistribusi, kualitas maupun kuntitasnya. Kondisi saat ini, lebih dari satu miliar orang di dunia ini tidak bisa mendapatkan pasokan air yang aman. Dengan melihat pentingnya kebutuhan air, Perserikatan Bangsa Bangsa, menetapkan bahwa air menjadi salah satu perameter untuk mengukur nilai indek pembangunan manusia. Pidato sekjen PBB Bapak Kovi Anan, menyatakan bahwa kita tidak dapat memberantas berbagai penyakit menular di bunia seperti HIV, sebelum kita mampu menyediakan akses air bersih ke masyarakat dengan baik. Kondisi tersebut juga menjadi salah satu komitmen negara Indonesia, yang telah menargetkan bahwa sampai tahun 2015 diharapkan jumlah penduduk Indonesia yang 1

(2)

mendapatkan akses air bersih meningkat menjadi 50% dari saat ini. Memang kalau dilihat jumlah air yang tersedia, Indonesia termasuk dalam enam negara yang mempunyai persediaan air minum sekitar 50%, bersama Brazil, Kolombia, Rusia, Cina dan Kanada, akan tetapi distribusi dan kualitasnya tidak merata dan masih rendah.

Pentingnya peran air, juga disebutkan dalam Undang Undang Dasar 1945, Pasal 33 Ayat 3 tertulis bahwa ”Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat”. Selanjutnya apa yang diamanatkan dalam UUD 45 tersebut, diterjemahkan lagi dalam Undang Undang Sumberdaya Air yang lebih terperinci dalam mengatur sumberdaya air di Indonesia, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air. Dalam UU ini dipertegas lagi bahwa pada Pasal 4 disebutkan bahwa sumberdaya air mempunyai tiga fungsi yaitu: sosial, lingkungan hidup dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. Penegasan campur tangan dan tanggung jawab negara juga dikemukakan pada Pasal 5 yang menyebutkan bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan air yang sehat, bersih dan produktif. Kemudian dalam Pasal 6 disebutkan bahwa sumberdaya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Disini sering sekali terjadi perbedaan persepsi dalam melihat sumberdaya air di Indonesia. Seberapa jauh peranan negara dalam melaksanakan tugasnya, masih sering diperdebatkan. Sering sekali masyarakat menuntut bahwa dengan adanya fungsi ekonomi air menjadi salah satu barang yang pengaturannya diserahkan kepada kebutuhan pasar. Hal ini secara sepintas akan terjadi konflik kepentingan dengan yang tercantum dalam UUD 45.

Lebih lanjut pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2011, tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air. Walaupun sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum puas dengan keberadaan Undang Undang tersebut. Terlepas dari itu semua, salah satu kebijakan umum yang tercantum dalam PP RI No. 33 ini adalah pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya terkait air. Disini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melalui Pusat Penelitian Limnologi dan berbagai lembaga riset lainnya dituntut untuk dapat mengembangkan IPTEK yang berguna bagi kelangsungan dan ketersediaan sumberdaya air di Indonesia. Disamping kementerian-kementerian teknis yang langsung berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan serta pengaturan kebijakan tentang sumberdaya air di Indonesia.

Beberapa kementerian dan lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia antara lain adalah: Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan,

2

(3)

Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kependudukan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perhubungan, Dewan Sumberdaya Air Nasional, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Dewan Nasional Pangan dan lainnya.

Secara jelas masing-masing kementerian dan lembaga sebenarnya sudah ditetapkan tugas dan fungsi yang harus dijalankan, akan tetapi insitusi atau lembaga yang menangani sumberdaya air mempunyai cara pandang yang sangat spesifik, sehingga kadang-kadang timbul masalah yang semakin komplek. Konflik kepentingan antar intansi vertikal dan horisontal sudah bukan menjadi hal baru lagi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air di Indonesia. Mereka mempunyai ego sektoral yang sangat kental, sehingga seringkali masyarakat atau warga negara yang seharusnya menjadi sasaran akhir dalam menikmati hasil pembangunan menjadi terlupakan.

Sebenarnya secara teoritis, sudah disadari oleh seluruh pengambil kebijakan, seperti yang tertera dalam PP RI No. 33 Tahun 2011 ini bahwa beberapa permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya air antara lain yaitu:

1. Perkembangan jumlah penduduk (peruntukan sebagai: sumber air bersih, pertanian, perkebunan, peternakan, pariwisata, dll)

2. Peningkatan alih fungsi lahan 3. Konflik dalam penggunaan air

4. Keterbatasan peran masyarakat dan dunia usaha

5. Tumpang tindih peran lembaga pengelola sumberdaya air

6. Keterbatasan data dan informasi sumberdaya air yang benar dan akurat

Menurut Susilastuti (2011), terdapat tiga kesenjangan yang berkaitan dengan sumberdaya air yaitu:

1. Ketersediaan air menurun sedangkan kebutuhan airmeningkat.

2. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan peningkatan kualitas hidup, dimana salah satu faktor penentunya adalah ketersediaan air bersih.

3. Peningkatan konservasi lahan yang cenderung menurunkan daerah tangkapan air.

Dalam PP No. 33 Tahun 2011 menyebutkan bahwa berbagai tantangan kedepan atau target yang sudah dicanangkan dalam penyediaan sumberdaya air bagi warga negara Indonesia adalah:

1. Millenium Development Goals.

Negara kita telah menandatangani kesepakatan bahwa diharapkan pada tahun 2015 jumlah penduduk yang belum mendapatkan layanan air bersih dan sanitasi akan berkurang setengahnya, sehingga 3

(4)

diharapkan sebanyak 60 juta penduduk Indonesia akan mendapatkan layanan air bersih. Pada kenyataannya sampai saat ini pelayanan masyarakat tentang air bersih masih relatif rendah. Dari sekitar 324 PDAM di Indonesia, yang kondisinya sehat tidak lebih dari 140. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua.

2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Budaya Terkait Air

Hal ini untuk menjaga ketersediaan dan kelangsungan sumberdaya air di Indonesia. Pada masa yang akan datang peranan IPTEK sudah menjadi suatu kewajiban, karena selain kuantitas ketersediaan sumberdaya air, juga dibutuhkan kualitas yang memadai.

Mengingat penting dan kompleknya permasalahan air di Indonesia, maka dalam kegiatan Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia (KIPNAS) X tahun 2011, air menjadi salah satu bidang bahasan tersendiri, dan menjadi sub bahasan pada bidang pangan dan energi. Hal ini menunjukkan penting dan besarnya fungsi air bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada acara tersebut bidang air membahas sebagian kecil peran air untuk kebutuhan domestik.

Pada kesempatan tersebut khusus untuk bidang air, pembahasan dilihat dari: ketersediaan air secara fisik, peran kelembagaan dan institusi yang telah berjalan dalam penyediaan air bersih, serta peranan masyarakat dalam penyediaan sumber air bersih. Pada acara tersebut diikuti oleh para akademisi, peneliti, pengambil kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat.

Permasalahan air merupakan permasalahan global yang menyangkut seluruh umat manusia di dunia. Menyangkut permasalahan air diperingati khusus mengenai ”hari air dunia”. Di samping itu juga telah banyak lembaga dunia di bawah UNESCO yang mempunyai perhatian terhadap air ini, diantaranya International Hidrology Program (IHP), ICHARM, ISIMOD, ISI dan K-Waters. Khusus di Indonesia dalam hal ini LIPI telah menjadi salah satu organisasi dibawah UNESCO Pusat Kategori II yang mengorganisir permasalahan air di kawasan Asia-Pasifik, yaitu Asia-Pasific Centre for Echohydrology (APCE).

Bapak Prof. Bunasor Sanim dalam bukunya yang berjudul Sumberdaya Air dan Kesejahteraan Publik yang terbit

pada tahun 2011, telah banyak membahas permasalahan air di Indonesia, mulai dari krisis air di Jawa dan Bali. Ketersediaan air yang tidak merata antar pulau di Indonesia dan akses yang rendah dari masyarakat ekonomi lemah, serta masalah dalam pengelolaan sumberdaya air. Buku ini melihat permasalahan air sangat menyeluruh. Diharapkan buku ini menjadi salah satu acuan bagi pengambil kebijakan di negara

ini dan menjadi salah satu referensi bagi para peneliti yang berkecimpung di bidang air.

4

Referensi

Dokumen terkait