4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.2 Abnormalitas bentuk larva Ae. aegypti
Temefos merupakan racun kontak yang dapat masuk ke dalam tubuh larva melalui spirakel, segmen tubuh pada abdomen, dan mulut. Akumulasi temefos terbesar di dalam otot. Pemaparan temefos pada larva instar 3 (L3) terakumulasi paling besar dalam otot dan beredar keseluruh tubuh melalui hemolim. Penetrasi insektisida dipengaruhi oleh daya larutnya dalam lemak, semakin larut suatu insektisida dalam lemak maka semakin mudah insektisida tersebut masuk kedalam tubuh serangga (Matsumura, 1978). Temefos terpenetrasi ke dalam ovum pada proses embriogenesis yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan terganggunya sintesis protein ke kuning telur. Terakumulasinya temefos didalam folikel ovum menyebabkan pertumbuhan telur atau kesuburan telur menurun dan kerapuhan pada dinding telur (Inwang, 1968 dalam Kumar et al. (2009). Pemaparan temefos konsentrasi KL0, KL25 dan KL50 menyebabkan kerapuhan dinding telur sehingga telur mudah pecah, bentuk telur pipih (KL50), salah satu ujung yang tidak sempurna (KL75) dan telur yang membelah secara melintang (KL90) (Gambar 12).
4.1.2 Abnormalitas bentuk larva Ae. aegypti
Secara normal larva nyamuk Ae. aegypti memiliki comb scale pada ruas abdomen kedelapan sebanyak 8-21 yang berjajar 1-3 baris. Bentuk individu dari comb scale seperti duri dengan lekukan yang jelas yang merupakan ciri dari larva Ae. aegypti. Larva normal juga dan memiliki corong udara atau sifon. Pada sifon terdapat pekten serta sepasang rambut yang berjumbai. Selain itu, larva juga memiliki rambut-rambut berbentuk kipas (palmate hairs) di sepanjang sisi tubuh (Christophers, 1960; Dekpes, 2008).
Temefos merupakan insektisida organofosfat yang merupakan racun syaraf pada serangga dengan akumulasi terbesar adalah di dalam otot (Matsumura, 1978). Larva Ae. aegypti setelah terpapar temefos mengalami perubahan morfologi. Beberapa kerusakan larva Ae. aegypti setelah terpapar temefos antara lain rambut seta (palmate hairs) yang terdapat di sepanjang sisi tubuh menjadi rontok, abdomen mengkerut, kepala, torak, sifon dan ruas abdomen bagian belakang menghitam (Gambar 13).
24 Kontrol Larva normal
Kepala, torak dan sifon, ruas abdomen
rambut seta rontok KL0 belakang yang menghitam KL25
Abdomen yang mengkerut dan KL50 Abdomen yang memanjang memendek KL75 KL90
Gambar 13. Abnormalitas morfologi larva Ae. aegypti setelah terpapar temefos dibandingkan dengan kontrol
Secara umum, pengaruh temefos terhadap larva diawali oleh kejadian kejang-kejang atau tremor. Tremor atau kejang-kejang menyebabkan larva memerlukan energi yang lebih besar akibatnya larva kehabisan energi sehingga menyebabkan larva paralisis (lumpuh) atau bahkan kematian. Proses paralisis pada larva terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada syaraf, asetilkolin merupakan neurotransmiter pada sistim syaraf larva serangga. Penimbunan asetilkolin pada syaraf disebabkan oleh kerja temefos yang menghambat enzim
25 asetilkolinterase sehingga enzim ini tidak dapat menghidrolisis asetilkolin. Hal ini yang menyebabkan paralisis atau kelumpuhan dan kematian larva.
Pemaparan temefos KL0 menyebabkan kerontokan seta. Pemaparan temefos KL25 menyebabkan tubuh larva yang semakin memanjang. Proses pemanjangan dan pemendekan tubuh larva Ae. aegypti setelah terpapar temefos diduga akibat perbedaan kandungan air dalam tubuh larva dengan lingkungan. Pengaturan keseimbangan air merupakan kesetimbangan kimia larutan (Murray et al. 1995). Penentuan kandungan air tubuh larva dihitung menggunakan rumus di bawah ini (Sudjatmiko, 2000) :
Kadar air = x 100%
Kandungan air rata-rata dalam tubuh larva setelah terpapar temefos pada konsentrasi normal (kontrol), KL0 dan KL25 adalah adalah 35% (Kontrol) dalam keadaan larva hidup, 37% (KL0), 36% (KL25), 61% (KL50), 55% (KL75) dan 72% (KL90) dalam keadaan larva sudah mati. Semakin tinggi kandungan temefos pada media air menyebabkan kadar air pada tubuh larva semakin tinggi akibatnya terjadi perbedaan tekanan osmotik. Tekanan osmotik merupakan tekanan koligatif larutan yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui membran sel semi-permeabel.
Perpindahan molekul larutan dan melalui membran semi-permeabel lebih dikenal dengan istilah osmosis. Kesetimbangan larutan kimia osmosis dapat terjadi dengan cara difusi. Larutan yang berpindah secara osmosis adalah larutan yang mengandung kepadatan molekul lebih tinggi ke larutan yang kepadatan molekul lebih rendah. Difusi merupakan proses perpindahan kandungan air dari larutan yang memiliki kandungan air tinggi ke rendah. Pada larva yang mati terjadi perpindahan air dari kandungan molekul air yang tinggi pada lingkungan ke dalam tubuh larva Ae. aegypti yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah, hal ini terlihat pada kondisi larva yang terpapar dengan temefos pada perlakuan KL25, sehingga tubuh larva menjadi lebih panjang.
26 Pemaparan temefos dengan konsentrasi KL50 memperlihatkan perubahan warna pada sifon dan ruas abdomen belakang menjadi kehitaman. sifon dan ruas abdomen belakang menghitam kemungkinan disebabkan oleh proses oksidasi biologis yang terhambat di dalam tubuh larva Ae. aegypti. Kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh pH atau tingkat keasaman.
Perbedaan sifat kimia air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva. Larva Ae. aegypti dapat hidup pada lingkungan dengan pH antara 5,8-8,6 (Chan et al. 1971), penelitian Hidayat et al. 1997 menemukan bahwa larva nyamuk Ae. aegypti dapat hidup pada pH 5-9. pH lambung atau usus larva adalah 5,5-5,8 (Christophers, 1960). Keasamaan atau pH ekstraseluler lingkungan yang normal makhluk hidup adalah 7,35-7,45 (Murray, 1995). Hasil pengukuran pH larutan normal adalah 7,5 (kontrol) dan larutan temefos KL0, KL25, KL50, KL75 dan KL90 secara berurutan adalah 6,8; 7,1; 7,4; 8,3 dan 9,5.
Perbedaan pH tubuh larva dengan pH lingkungan berpengaruh terhadap transportasi oksigen dalam tubuh larva. Akumulasi temefos menghambat masuknya oksigen sehingga proses oksidasi biologis (pembakaran) di dalam otot ikut terhambat (Tarumingkeng, 1992). Terhambatnya transportasi oksigen menyebabkan terganggunya pembentukan enzim sitokromoksidase, enzim sitokromoksidase merupakan enzim respirasi dalam proses oksidasi biologi atau metabolisme (Murray et al. 1995). Perubahan warna ini diduga akibat akumulasi temefos yang masuk melalui sifon sehingga aliran oksigen terhambat.
Pemaparan temefos KL75 dan KL90 menyebabkan tubuh larva Ae. aegypti memendek diduga akibat kandungan air dari tubuh larva keluar melalui ruas-ruas abdomen ke dalam lingkungan. Perpindahan air dari tubuh larva ke lingkungan adalah akibat kandungan temefos yang tinggi (0,433 ppm atau KL90) di dalam larutan, hal ini menyebabkan tekanan osmotik lingkungan lebih tinggi. Akibat air keluar dari tubuh larva maka tubuh larva mengkerut dan memendek.
4.2 Aktivitas Gerak Larva Nyamuk
Ae. aegyptiRata-rata waktu yang diperlukan oleh larva Ae. aegypti setelah terpapar dengan temefos untuk menempuh jarak 30 cm (Tabel 3) adalah 2 menit 39 detik (KL0), 3 menit 49 detik (KL25), 9 menit 2 detik (KL50), 14 menit 36 detik (KL75),
27 dan 24 menit 35 detik (KL90) sedangkan waktu tempuh larva Ae. aegypti yang tidak terpapar dengan temefos (kontrol) adalah 2 menit 57 detik.
Tabel 3. Rata-rata waktu tempuh larva nyamuk Ae. aegypti sejauh 30 cm setelah terpapar temefos
Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada taraf 5%.
24,35 25,00 20,00 14,36 (menit, 15,00 detik) 10,00 5,00 0,00 9,20 2,57 2,395 3,49 Kontrol KL0 KL25 KL50 KL75 KL90 Waktu Tempuh
Gambar 14. Rata-rata waktu tempuh larva (L3) Ae. aegypti sejauh 30 cm setelah terpapar temefos
Waktu tempuh yang dibutuhkan oleh larva Ae. aegypti yang terpapar temefos KL0 dan KL25 bila dibandingkan dengan kontrol tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Perbedaan yang nyata terlihat pada waktu tempuh yang diperlukan oleh larva Ae. aegypti KL50, KL75, KL90 dengan kontrol, sedangkan antara KL50, KL75, dan KL90 masing-masing berbeda nyata (P<0,05). Larva Ae. aegypti menyukai habitat yang tenang tanpa aliran air (genangan air dalam wadah) dan terlindungi dari cahaya secara langsung karena sifat larva menjauhi cahaya atau dengan kata lain bersifat fototropisme negatif.
Konsentrasi Waktu tempuh (menit, detik) Kontrol KL0 KL25 KL50 KL75 KL90 a 2,57 a 2,39 a 3,49 b 9,2 c 14,36 d 24,35
28 Larva lincah dan aktif bergerak dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar wadah secara berulang atau zig-zag. Gerakan yang dilakukan oleh larva adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, dengan tujuan untuk memperoleh makan dan oksigen. Larva mengambil makanan di dasar wadah, oleh karena itu larva Ae. aegypti disebut pemakan makanan di dasar atau bottom feeder. Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva bergerak menempatkan corong udara (sifon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air (Christophers, 1960).
Pada penelitian ini adanya cahaya lampu TL 5 watt yang dipasang pada salah satu ujung pipa memaksa larva Ae. aegypti untuk bergerak menjauhi arah cahaya lampu. Gerakan menjauhi cahaya lampu membuktikan bahwa larva Ae. aegypti berusaha untuk memepertahankan diri meskipun dalam kondisi lemah akibat cekaman temefos. Semakin tinggi konsentrasi temefos yang dipaparkan semakin lambat aktivitas larva, hal ini terlihat dari semakin lamanya waktu yang diperlukan oleh larva untuk bergerak sejauh 30 cm. Waktu yang semula diperlukan 2 menit 57 detik menjadi 24 menit 35 detik setelah terpapar temefos dengan konsentrasi tertinggi yaitu 0,433 ppm (KL90). Keracunan temefos menyebabkan gangguan transmisi impuls pada ujung syaraf akibatnya terjadi gangguan pada aktivitas larva sehingga larva menjadi kejang-kejang dan aktivitas geraknya semakin lambat.
4.3 Jangka Hidup Nyamuk Ae. aegypti